Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN

HERPES GENITAL

Dosen Mata Kuliah :


Dr. Tigor Situmorang, M.Kes

Di Susun Oleh :
Jihan Rizki Annisa 201601067
3A Keperawatan

STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


Prodi S1 Keperawatan
Tahun Akademik 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN

HERPES GENITAL

A. DEFINISI

Herpes genitalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang sering

ditemuidan telah berhasil mempengaruhi kehidupan jutaan pasien beserta

pasangannya. Kebanyakanindividu mengalami gangguan psikologi dan psikososial

sebagai akibat dari nyeri yangtimbul serta gejala lain yang menyertai ketika terjadi

infeksi aktif. Oleh karena penyakitherpes genital tidak dapat disembuhkan serta

bersifat kambuh-kambuhan, maka terapisekarang difokuskan untuk meringankan

gejala yang timbul, menjarangkan kekambuhan,serta menekan angka penularan

sehingga diharapkan kualitas hidup dari pasien menjadi lebih baik setelah dilakukan

penanganan dengan tepat.

B. ETIOLOGI

HSV tipe I dan II merupakan virus herpes homonis yang merupakan virus DNA.

Virus herpes simpleks hanya menginfeksi manusia. Terdapat dua tipe virus herpes

simpleks, yaitu HSV-1, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes nongenital

(orofacial); dan HSV-2, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes genital pada laki-

laki dan perempuan (Melancon, 2014). Akan tetapi kedua tipe virus tersebut dapat

menginfeksi baik pada area orofacial maupun genital dan dapat menyebabkan infeksi

akut dan rekuren (Marques,2008). Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik

pertumbuhan pada mediakultur,antigenic marker, dan lokasi klinis (tempat

predileksi).Terdapat perbedaan antara kedua tipe HSV secara biologis, contohnya

tingkat rekurensi infeksi HSV-2 padagenital lebih sering daripada HSV-1. Sebaliknya,
infeksi nongenital yang disebabkan HSV-1 tingkat rekurensinya lebih tinggi daripada

HSV-2. Infeksi HSV genital terjadienam kali lebih sering daripada infeksi HSV pada

orolabial (Melancon, 2014).

Penularan herpes genitalis diperlukan kontak langsung dengan jaringan atau

sekret dari penderita infeksi HSV. Kebanyakan infeksi pada alat genital didapatkan

dari partner dengan infeksi subklinis. Pasangan yang aktif secara seksual dan sama-

sama terinfeksi HSV tidak akan mengalami reinfeksi satu sama lain. Autoinokulasi

dapat menyebabkan herpetic whitlow atau kerato konjungtivitis, terutama saat infeksi

primer, namun jarang pada infeksi herpes rekuren. Belum ada bukti penelitian bahwa

HSVdapat menular melalui  fomites, penggunaan pakaian atau handuk secara

bersamaataupun dari lingkungan. Penularan perinatal kepada bayi baru lahir dapat

terjadi,terutama jika infeksi baru terjadi pada kehamilan trimester akhir (Handsfield,

2011).

HSV memiliki kemampuan untuk menyerang dan melakukan replikasi di

dalam jaringan saraf, kemudian virus tersebut memasuki masa laten di dalam jaringan 

saraf,terutama di ganglia trigeminal untuk HSV-1, dan pada ganglia sacralis untuk

HSV-2.Akhirnya, virus laten tersebut melakukan reaktivasi dan bereplikasi sehingga

menyebabkan penyakit pada kulit (Melancon, 2014).

C. FAKTOR RESIKO

Timbulnya penyakit herpes bisa dipicu oleh :

1. pemaparan cahaya matahari

2. Demam

3. Stres fisik/emosional

4. Penekanan sistem kekebalan

5. Obat-obatan atau makanan tertentu


D. KLASIFIKASI

Tempat predileksi HSV-1 di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan

hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secarakebetulan,

misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang

seringmenggigit jari (herpetic Whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes

ensefalitis.Infeksi primer oleh HSV-2 mempunyai tempat predileksi di daerah

pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes

meningitis dan infeksineonatus. Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara

hubungan seksualseperti oro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital

kadang-kadang disebabkan oleh HSV-1 sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut

dapat disebabkanoleh HSV-2 (Handoko,2010).

1. Primary Genital Herpes 

Adalah saat pasien pertama kali terinfeksi HSV. Infeksi primer

berlangsunglebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai

gejalasistemik misalnya demam,malese, dan anoreksia, dan dapat ditemukan

pembengkakankelenjar getah bening regional, limfadenopati regional,neuropati

regional dan keterlibatan mukosa (cervicitis, uretritis).

Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit

yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi

seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang

dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi.

Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga member gambaran yang

tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi HSV

pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.

2. Initial Nonprimary Genital Herpes 

Infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya pernah terinfeksi oleh HSV

tipelain, biasanya orang yang baru saja terinfeksi HSV-2 sebelumnya seropositif

terhadap HSV-1. Pada jenis ini, manifestasi penyakit secara sistemik jarang terjadi

(Handsfield, 2011).

3. Recurrent Genital Herpes 

Pada jenis ini, infeksi terjadi untuk kedua kalinya atau berikutnya olehtipe

virus yang sama. Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam

keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit

sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu tersebut dapat berupa

trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual,dsb), trauma psikis

(gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbulakibat jenis makanan dan

minuman yang merangsang. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempay yang

sama (loco) atau tempat lain/tempat disekitarnya (non loco) (Handoko,2010).

Herpes genitalis akibat HSV-2 biasanya lebih sering mengalami reaktivasi dari

pada herpes genitalis akibat HSV-1. Manifestasi klinis pada herpes genitalis

rekuren biasanya lebih ringan dan lebih singkat dari pada infeksi pertama,

biasanya berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala

prodormal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri.

Bersama dengan herpes genital rekuren dapat ditemukan cervicitis, uretritis,

limfadenopati, neuropati, gejala sistemik, namun sangat jarang (Handsfield, 2011).


4. Subclinical Infection 

Sebagian besar infeksi HSV bersifat subklinis, termasuk tipe primary,

nonprimary initial , atau recurrent herpes. Pada herpes genitalis fase ini

berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan

dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.

E. PATOFIOLOGI

Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini

pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan

dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan

asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial

System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya

lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian

virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris

dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam

darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada

saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah

reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

Patofisiologi herpes simpleks masih belum jelas, ada kemungkinan :

a. Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal

dari perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius.

b. Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.

c. Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari

secret genital yang terinfeksi pada saat persalinan.


F. MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi herpes genitalis biasanya berkisar antara 3-5 hari untuk infeksi

primeryang simtomatik, kadang 10 hari, jarang mencapai 3 minggu.

1. Primary Genital Herpes 

Lesi pada daerah genital atau perianal multipel, biasanya bilateral.

Umumnya dapat ditemukan vaginal discharge, Urethral discharge umum di

temukan pada laki-laki, biasanya disertai dengan disuria berat.

Lesi kutaneus muncul setelah 7-15 hari berupa papul, menjadi vesikel,

menjadi pustul, menjadi ulkus, lalu menjadi krusta. Lesi pada mukosa atau

permukaan yang lembab (misalnya introitus vagina, labia minor, uretra,

rektum) mengalami ulserasi lebih awal, sering disertaidengan nyeri yang berat

dan tidak berubah menjadi krusta. Nyeri dan bengkak pada daerah inguinal

juga sering ditemukan, biasanya bilateral. Infeksi yang didapatkan melalui seks

secara anal dapat dirasakan nyeri pada rektum, keluarcairan, tenesmus, dan

beberapa gejala dari proctitis. Demam, malaise, nyerikepala juga sering ada,

dan kadang-kadang fotofobia dan kaku pada leher (Handsfield, 2011).

2. First Episode Nonprimary Genital Herpes 

Lesi yang ditemukan pada tipe ini biasanya lebih sedikit dari pada

infeksi primer. Biasanya terjadi selama 10-20 hari. Nyeri dan bengkak pada

daerah inguinal lebih jarang ditemukan dari pada infeksi primer.

3. Recurrent Genital Herpes 

Pada herpes genitalis rekuren biasanya terbentuk lesi berkelompok

yang terdiri dari 2-10 lesi, lokasinya di bagian lateral dari garis tengah dan
hanya terdapat di satu sisi tubuh. Lesi tersebut biasanya timbul 2-3 cm dari

lokasi lesi sebelumnya.

Gejala infeksi rekuren selain dapat terjadi di genital dan perianal,

juga dapat terjadi di daerah bokong, paha, dan perut bagian bawah (disebut ju

ga area “boxer shorts”). Lesi yang paling sering ditemukan adalah lesi

ulseratif atipikal, tanpa didahului oleh periode vesikular atau pun pustular.

Gejala neurologis prodormal biasanya muncul 1-2 hari sebelum timbul lesi ,

biasanya berupa paresthesia (rasa terbakar, kesemutan), atau hypesthesia pada

daerah lesi atau di sepanjang perjalanan nervus sakralis. Gejala sistemik

dan pembengkakan daerah inguinal jarang ditemukan.

Gambar 1. Herpes genitalis rekuren pada penis. Vesikel berkelompok dengan krusta
di bagian sentral,dasar yang meninggi dan berwarna merah. 4B. Herpes genitalis
rekuren pada vulva. Erosi berukuran besar dan sangat nyeri di labia.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed

G. DIAGNOSTIK PENUNJANG

Terdapat beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan

untuk menunjang penegakan diagnosis infeksi HSV, tentunya dengan spesifisitas dan

sensitivitas yang beragam. Metode-metode tersebut antara lain :


1. Pemeriksaan sitology

Pemeriksaan sitologi dilakukan dengan Tzanck smears, pewarnaan

Papanicolaou atau Romanovsky, dan imunofluoresens.Tzanck smears dengan

pewarnaan Giemsa menggunakan bahan dari kerokan lesi kulit atau mukosa. Dapat

ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.Inimerupakan

pemeriksaan yang murah, namun spesifisitas dan sensitivitasnya rendah

(Handoko,2010).

2. Pemeriksaaan biologi molecular

Akhir-akhir ini, deteksi DNA HSV berdasarkan amplifikasi asam nukleat

dan polymerase chain reaction (PCR) sudah menjadi metode alternatif

karena pemeriksaan ini empat kali lebih sensitif, hasilnya tidak dipengaruhi oleh

cara pengumpuan sampel dan proses transportasi serta pengerjaannya lebih cepat

dari pada kultur virus. Sampel pemeriksaan didapatkan dari swab, kerokan lesikulit,

cairan dari vesikel, eksudat dari dasar vesikel, atau sampel dari mukosa yang tidak

terdapat lesi. Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah sensitivitas dan

spesifisitasnya paling tinggi dari pada pemeriksaan yang lain. Namun

pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan di laboratorium tertentu yang memiliki

fasilitas yang mendukung pemeriksaan tersebut.

3. Kultur virus

Kultur virus digunakan untuk menentukan tipe virus, sudah lama

menjadilandasan untuk penegakan diagnosis infeksi HSV selama dua dekade

terakgir dan sudah ditentukan sebagai gold standard diagnosis laboratoris

untukninfeksi HSV. Sampel diambil dari swab, kerokan lesi kulit, cairan dari

vesikel, eksudat dari dasar vesikel, atau dari mukosa yang tanpa lesi. Pemeriksaan
inicukup mahal, tidak lebih sensitif dari PCR, sensitivitasnya bervariasi dari

rendah ke tinggi tergantung keadaan klinis pasien dan spesifisitasnya cukup tinggi.

4. Deteksi antigen virus

Antigen virus dapat dideteksi oleh direct immunofluorescence (IF)

assay dengan menggunakan antibodi monoklonal spesifik yang sudah diberi label

fluorescein, atau olehenzyme immunoassay (EIA) pada swab. Sampel diambil dari

swab, kerokan dari lesi, cairan dari vesikel, dan eksudat dari dasar vesikel.

Spesifisitas kedua pemeriksaan tersebut cukup tinggi, yaitu berkisar antara 62-

100% untuk pemeriksaan ELISA, dan pada immunoperoxidase

staining dapatmencapai 90%. Sensitivitas kedua pemeriksaan tersebut cukup

tinggi, yaitu berkisar antara 85-90%.


ASUHAN KEPERAWATAN

HERPES GENITAL

A. Pengkajian

1. Riwayat :

 Riwayat menderita penyakit cacar

 Riwayat immunocompromised (HIV/AIDS, leukimia)

 Riwayat terapi radiasi

2. Diet

3. Keluhan utama

 Nyeri

 Sensasi gatal

 Lesi kulit

 Kemerahan

 Fatique

4. Riwayat psikososial

 Kondisi psikologis pasien

 Kecemasan

 Respon pasien terhadap penyakit

5. Pemeriksaan fisik

 Tanda vital

 Tes diagnostic
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang muncul adalah :

1) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi virus

2) Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah

3) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes.

4) Potensial terjadi penyebaran penyakit b.d infeksi virus Kurang pengetahuan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


No
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman Tujuan :  1) Kaji kualitas & kuantitas
nyeri Rasa nyaman terpenuhi nyeri
setelah tindakan
keperawatan 2) Kaji respon klien terhadap
nyeri
Kriteria hsil :
 Rasa nyeri 3) Jelaskan tentang proses
berkurang/hilang penyakitnya
 Klien bias istirahat
dengan cukup 4) Ajarkan teknik distraksi
 Ekspresi wajah tenang dan relaksasi

5) Hindari rangsangan nyeri

6) Libatkan keluarga untuk


menciptakan lingkungan
yang teraupeutik

7) Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai program
2. Gangguan integritas Tujuan :  1) Kaji tingkat kerusakan
kulit Integritas kulit tubuh kulit
kembali dalam waktu 7-10
hari 2) Jauhkan lesi dari
Kriteria hasil : manipulasi dan
 Tidak ada lesi baru kontaminasi
 Lesi lama mengalami
involusi 3) Kelola tx topical sesuai
program

4) Berikan diet TKTP


3. Gangguan citra tubuh Tujuan :  1) Ciptakan hubungan saling
Setelah dilakukan tindakan percaya antara klien-
keperawatan gangguan perawat.
citra tubuh akan 2) Dorong klien untuk
hilang/berkurang menyatakan perasaannya ,
terutama tentang cara
Kriteria hasil : iamerasakan , berpikir,
 Klien mengatakan dan atau memandang dirinya.
menunjukkan 3) Jernihkan kesalahan
penerimaan atas konsepsi individu tentang
penampilannya dirinya,
penatalaksanaan,atau
 Menunjukkan perawatan dirinya.
keinginan dan 4) Hindari mengkritik .
kemampuan untuk 5) Jaga privasi dan
melakukan perawatan lingkungan individu.
diri 6) Berikan informasi yang
dapat dipercaya dan
 Melakukan pola-pola penjelasan informasi
penanggulangan yang yangtelah diberikan.
baru 7) Tingkatkan interaksi
social.
8) Dorong klien untuk
melakukan aktivitas.
9) Hindari sikap terlalu
melindungi, tetapi terbatas
pada permintaan individu.
10) Dorong klien dan keluarga
untuk menerima keadaan.
11) Beri kesempatan klien
untuk berbagi pengalaman
dengan orang lain.
12) Lakukan diskusi tentang
pentingnya
mengkomunikasikan
penilaian kliendan
pentingnya sistem daya
dukungan bagi mereka.
13) Dorong klien untuk
berbagi rasa, masalah,
kekuatiran, dan
persepsinya.
4. Potensial terjadi Tujuan :
penyebaran penyakit Setelah perawatan tidak 1) Isolasikan klien
terjadi penyebaran penyakit
2) Gunakan teknik aseptic
dalam perawatannya

3) Batasi pengunjung dan


minimalkan kontak
langsung

4) Jelaskan pada
klien/keluarga proses
penularannya
DAFTAR PUSTAKA

Handoko RP. Herpes Simpleks. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2010. P.380-2

Handsfield HH. Color Atlas & Synopsis of Sexually Transmitted Diseases. 3rd ed. New

York: McGraw-Hill; 2011. P.109-31

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:

Definitions & Classification, 2015–2017. 10 nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.

Legoff J, Pere H, Belec L. Diagnosis of Genital Herpes Simplex Virus Infection in The

Clinical Laboratory. Virology Journal 2014; 11: 1-17. doi:10.1186/1743-422X-11-83.

Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.7th ed.

New York: McGraw-Hill; 2008. P.1873-85

Melancon JM. Herpes Simplex. In: Arndt KA, Hsu JTS, Alam M, Bhatia A, Chilukuri S.

Manual of Dermatologic Therapeutics. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins; 2014. P.150-9

Anda mungkin juga menyukai