HERPES GENITAL
Di Susun Oleh :
Jihan Rizki Annisa 201601067
3A Keperawatan
HERPES GENITAL
A. DEFINISI
Herpes genitalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang sering
sebagai akibat dari nyeri yangtimbul serta gejala lain yang menyertai ketika terjadi
infeksi aktif. Oleh karena penyakitherpes genital tidak dapat disembuhkan serta
sehingga diharapkan kualitas hidup dari pasien menjadi lebih baik setelah dilakukan
penanganan dengan tepat.
B. ETIOLOGI
HSV tipe I dan II merupakan virus herpes homonis yang merupakan virus DNA.
Virus herpes simpleks hanya menginfeksi manusia. Terdapat dua tipe virus herpes
(orofacial); dan HSV-2, yang biasanya menyebabkan infeksi herpes genital pada laki-
laki dan perempuan (Melancon, 2014). Akan tetapi kedua tipe virus tersebut dapat
tingkat rekurensi infeksi HSV-2 padagenital lebih sering daripada HSV-1. Sebaliknya,
infeksi nongenital yang disebabkan HSV-1 tingkat rekurensinya lebih tinggi daripada
HSV-2. Infeksi HSV genital terjadienam kali lebih sering daripada infeksi HSV pada
sekret dari penderita infeksi HSV. Kebanyakan infeksi pada alat genital didapatkan
dari partner dengan infeksi subklinis. Pasangan yang aktif secara seksual dan sama-
sama terinfeksi HSV tidak akan mengalami reinfeksi satu sama lain. Autoinokulasi
primer, namun jarang pada infeksi herpes rekuren. Belum ada bukti penelitian bahwa
bersamaataupun dari lingkungan. Penularan perinatal kepada bayi baru lahir dapat
terjadi,terutama jika infeksi baru terjadi pada kehamilan trimester akhir (Handsfield,
2011).
dalam jaringan saraf, kemudian virus tersebut memasuki masa laten di dalam jaringan
saraf,terutama di ganglia trigeminal untuk HSV-1, dan pada ganglia sacralis untuk
C. FAKTOR RESIKO
2. Demam
3. Stres fisik/emosional
Tempat predileksi HSV-1 di daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan
hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secarakebetulan,
misalnya kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang
seringmenggigit jari (herpetic Whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes
meningitis dan infeksineonatus. Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara
kadang-kadang disebabkan oleh HSV-1 sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut
berlangsunglebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai
pembengkakankelenjar getah bening regional, limfadenopati regional,neuropati
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi.
tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi HSV
Infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya pernah terinfeksi oleh HSV
tipelain, biasanya orang yang baru saja terinfeksi HSV-2 sebelumnya seropositif
terhadap HSV-1. Pada jenis ini, manifestasi penyakit secara sistemik jarang terjadi
(Handsfield, 2011).
3. Recurrent Genital Herpes
Pada jenis ini, infeksi terjadi untuk kedua kalinya atau berikutnya olehtipe
virus yang sama. Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam
keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual,dsb), trauma psikis
(gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbulakibat jenis makanan dan
minuman yang merangsang. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempay yang
Herpes genitalis akibat HSV-2 biasanya lebih sering mengalami reaktivasi dari
pada herpes genitalis akibat HSV-1. Manifestasi klinis pada herpes genitalis
rekuren biasanya lebih ringan dan lebih singkat dari pada infeksi pertama,
prodormal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri.
nonprimary initial , atau recurrent herpes. Pada herpes genitalis fase ini
berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan
E. PATOFIOLOGI
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini
pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan
dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya
lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian
virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris
dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam
darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada
saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah
a. Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal
c. Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari
Masa inkubasi herpes genitalis biasanya berkisar antara 3-5 hari untuk infeksi
menjadi pustul, menjadi ulkus, lalu menjadi krusta. Lesi pada mukosa atau
rektum) mengalami ulserasi lebih awal, sering disertaidengan nyeri yang berat
dan tidak berubah menjadi krusta. Nyeri dan bengkak pada daerah inguinal
juga sering ditemukan, biasanya bilateral. Infeksi yang didapatkan melalui seks
secara anal dapat dirasakan nyeri pada rektum, keluarcairan, tenesmus, dan
Lesi yang ditemukan pada tipe ini biasanya lebih sedikit dari pada
3. Recurrent Genital Herpes
yang terdiri dari 2-10 lesi, lokasinya di bagian lateral dari garis tengah dan
hanya terdapat di satu sisi tubuh. Lesi tersebut biasanya timbul 2-3 cm dari
juga dapat terjadi di daerah bokong, paha, dan perut bagian bawah (disebut ju
ulseratif atipikal, tanpa didahului oleh periode vesikular atau pun pustular.
Gejala neurologis prodormal biasanya muncul 1-2 hari sebelum timbul lesi ,
Gambar 1. Herpes genitalis rekuren pada penis. Vesikel berkelompok dengan krusta
di bagian sentral,dasar yang meninggi dan berwarna merah. 4B. Herpes genitalis
rekuren pada vulva. Erosi berukuran besar dan sangat nyeri di labia.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed
G. DIAGNOSTIK PENUNJANG
untuk menunjang penegakan diagnosis infeksi HSV, tentunya dengan spesifisitas dan
(Handoko,2010).
dari pada kultur virus. Sampel pemeriksaan didapatkan dari swab, kerokan lesikulit,
cairan dari vesikel, eksudat dari dasar vesikel, atau sampel dari mukosa yang tidak
3. Kultur virus
untukninfeksi HSV. Sampel diambil dari swab, kerokan lesi kulit, cairan dari
vesikel, eksudat dari dasar vesikel, atau dari mukosa yang tanpa lesi. Pemeriksaan
inicukup mahal, tidak lebih sensitif dari PCR, sensitivitasnya bervariasi dari
rendah ke tinggi tergantung keadaan klinis pasien dan spesifisitasnya cukup tinggi.
swab, kerokan dari lesi, cairan dari vesikel, dan eksudat dari dasar vesikel.
Spesifisitas kedua pemeriksaan tersebut cukup tinggi, yaitu berkisar antara 62-
HERPES GENITAL
A. Pengkajian
1. Riwayat :
2. Diet
3. Keluhan utama
Nyeri
Sensasi gatal
Lesi kulit
Kemerahan
Fatique
4. Riwayat psikososial
Kecemasan
5. Pemeriksaan fisik
Tanda vital
Tes diagnostic
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
7) Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai program
2. Gangguan integritas Tujuan : 1) Kaji tingkat kerusakan
kulit Integritas kulit tubuh kulit
kembali dalam waktu 7-10
hari 2) Jauhkan lesi dari
Kriteria hasil : manipulasi dan
Tidak ada lesi baru kontaminasi
Lesi lama mengalami
involusi 3) Kelola tx topical sesuai
program
4) Jelaskan pada
klien/keluarga proses
penularannya
DAFTAR PUSTAKA
Handoko RP. Herpes Simpleks. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Handsfield HH. Color Atlas & Synopsis of Sexually Transmitted Diseases. 3rd ed. New
Legoff J, Pere H, Belec L. Diagnosis of Genital Herpes Simplex Virus Infection in The
Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.7th ed.
Melancon JM. Herpes Simplex. In: Arndt KA, Hsu JTS, Alam M, Bhatia A, Chilukuri S.