Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEBIJAKAN PUBLIK

DISUSUN OLEH

MUJIBURRAHMAN

UNIVERSITAS SUBANG
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Kebijakan publik, hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur
kehidupan bersama untuk mencapai tujuan (misi dan visi) bersama yang telah
disepakati. Kebijakan publik merupakan jalan mencapai tujuan bersaa yang
dicita-citakan, Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD RI 1945 (negara
kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata
kekuasaan), maka kebijakan publik adalah seluruh prasarana
(jalan,jembatan,dan sebagainya) dan sarana (mobil,bahan bakar, dan
sebagainya) untuk mencapai ‘tempat tujuan’ tersebut.
Namun bagi negara berkembang , kita terbelakan dengan negara maju,
tidak cukup dukungan dana, infrastruktur,sumber daya
manusia,teknologi,namun harus mengejar ketertinggalan dengan segera agar
semakin tidak tertinggal, karena makna tertinggal tidak saja sekedar tertinggal
namun juga dijajah oleh mereka yang jauh di depan kita.

1.2 Rumusan masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
1. Proses menerapkan kebijakan publik yang ideal ?
2. Syarat-syarat kebijakan publik yang ideal ?
3. Implementasi kebijakan publik yang di indonesia ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Menuju kebijakan publik yang ideal


Untuk suatu kebijakan publik, yang tepat dikatakan: ‘apakah kebijakan
publik itu baik ataukah tidak?’. Dikatakan baik ini berarti terutama sekali
disamping seharusnya benar, tetapi juga sesuai dengan kepentingan dari pada
masyarakat dan Negara, sesuai dengan public interest (kepentingan rakyat).
Kita mengetahui bahwa masing-masing negara itu mempunyai rumusan
kepentingan rakyat (public interest) bagi Bangsa dan Negaranya masing-
masing, yang biasanya disebut dengan kepentingan Nasional. National
interest di Indonesia, bisa kita lihat dalam pembukaan UUD RI 1945. Tiga
unsur dari paa kepentingan Nasional ini adalah :
1. Memajukan kesejahteraan umum
2. Mencerdaskan kehidupan Bangsa dan
3. Ikut melaksanakan ketertiban Dunia.
Meskipun didalam penetapan kebijakan publik itu haruslah
memperhatikan kondisi dan situasi serta kriteria yang pokok tersebut, sedang
proses ‘decision making’ untuk kebijakan publik itu mempunyai sifat yang
futuristis, yaitu yang berkaitan dengan masa depan, namun perlu sekali
berusaha menemukan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif keputusan
sebanyak-banyaknya. Dan barulah kemudian memilih satu alternatif yang
terbaik, yaitu mempunyai efek, akibat dan manfaat,yang baik untuk
masyarakat dan Negara.
Kebijakan pemerintah haruslah baik , atau karena keinginan,pendapat
dan kehendak dalam masyarakat itu berbeda-beda , maka pengambilan
keputusannya haruslah sebaik mungkin. Yang menjadi ukurannya adalah
kepentingan masyarakat (public interest). Maka merupakan kewajiban dari
pemerintah untuk mengatur kehidupan dari rakyat sebaik-baiknya sesuai
dengan kehendaknya itu. Oleh karena itu di Indonesia, kepentingan Nasional
(national interest) yang tercantum dalam pembukaan UUD RI 1945

2
merupakan ukuran (criteria) yang senantiasa harus diperhatikan oleh
pemerintah dalam mengambil keputusan dalam kebijaksanaan (public policy
decision), yaitu : kesejahteraan rakyat,kecerdasan bangsa, dan ketertiban
masyarakat.
Lalu apa yang dimaksud dengan kebijakan publik yang ideal itu sendiri ?
kebijakan publik yang ideal adalah kebijakan publik yang membangun
keunggulan bersaing dari setiap pribadi rakyat Indonesia baik laki-laki
maupun perempuan tanpa membedakan setiap keluarga Indonesia , setiap
organisasi baik masyarakat maupun pemerintah (sendiri) , baik yang mencari
laba maupun nirlaba .
Tugas negaraberubah dari sekedar tugas yang bersifat rutin, regular dan
tata usaha,melainkan membangun keunggulan kompetitif nasional. Kebijakan
publik bukan saja mengatur kehidupan bersama warganya, namun untuk
membangun kemampuan organisasi dalam lingkup nasional untuk menjadi
organisasi-organisasi yang mampu bersaing dengan kapasitas global.
Kebijakan yang seperti itu dapat gambarkan melalui pembedaan sebagai
berikut :
IDEAL MENYIMPANG
Menjamin persaingan yang sehat Pemberian proteksi dan monopoli tanpa
batas jelas
Kepastian Hukum Bias hukum
Pajak yang proporsional Pajak daerah yang mengisap kemampuan
rakyat
Memberdayakan badan-badan Menjual badan-badan usaha secara obral
usaha
Pendidikan yang mengacu pada Penyeragaman pendidikan
tantangan global
Membangun kecakapan Membuka keran demokrasi tanpa batas
berdemokrasi yang jelas
Subsidi yang proporsional/ sesuai Subsidi tanpa batas yang jelas atau
dengan target subsidi yang penghapusan subsidi secara total atau
dikehendaki ekstrem
Kesempatan yang sama bagi Memprioritaskan investor global untuk

3
investor domestic dan global menguasai asset ekonomi produktif
untuk menguasai asset ekonomi nasional
produktif nasional
Kebijakan yang menjamin Kebijakan yang memberi hak diskresi
penerapan prinsip good kepada kelompok dalam menerapkan
governance di setiap organisasi good governance

Oleh karena itu hasil akhir dari suatu kebijakan publik merupakan akibat-
akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya
tindakan pemerintah atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-
bidang atau masalah masalah tertentu dalam masyarakat.
Namun hal yang terpenting adalah dalam pengambilan kebijakan publik
yang menjadi ukurannya adalah kepentingan masyarakat sehingga
menghasilkan hasil akhir kebijakan yang baik dan ideal.
Max Weber merincikan sepuluh ciri birokrasi ideal, yaitu :
1. Para anggotanya (staf) secara pribadi bebas, dan hanya melakukan tugas-
tugas impersonal dari jabatan-jabatannya.
2. Terdapat hierarki jabatan yang jelas.
3. Fungsi-fungsi jabatan diperinci dengan jelas.
4. Para pejabat diangkat berdasarkan kontrak.
5. Mereka diseleksi atas dasar kualifikasi profesional yang secara ideal
diperkuat dengan diploma yang diperoleh melalui ujian.
6. Mereka digaji dengan uang dan biasanya mempunyai hak-hak pensiun.
7. Pekerjaan pejabat adalah pekerjaan yang satu-satunya dan yang
8. Terdapat suatu struktur karier dan kenaikan pangkat adalah yang mungkin
baik melalui senioritas ataupun prestasi dan sesuai dengan penilaian para
atasan.
9. Pejabat tidak boleh mengambil kedudukannya sebagai miliknya pribadi
begitu pula sumber-sumber yang menyertai kedudukan itu.

4
10. Pejabat tunduk kepada pengendalian yang dipersatujan dan sistem
disipliner.
Menurut Islamy (1998:8), birokrasi di kebanyakan negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak
efektif (over consuming and under producing), tidakobyektif, menjadi
pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada
kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi
instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif
dan represif.
Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hasil penelitian (Santoso, 1993;
Thaba, 1996; Fatah, 1998), bahwa birokrasi di Indonesia ada kecenderungan
berkembang kearah dimana terjadinya proses pertumbuhan jumlah personil
dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali. Pemekaran
yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk
memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungann
terjadinya birokrasi yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas
masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh
birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar (big
bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada kondisi yang
demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan
kewenangan-kewenangan barunya secara optimal.
Untuk melihat lebih dalam mengenai birokrasi, kita terlebih dahulu harus
mengerti mengenai struktur formal. Struktur formal ini sangat penting
dipahami makna dari birokrasi itu sendiri.
Dalam memahami domain pemerintahan di dalam administrasi publik, ada
dua hal yang menjadi acuan, yaitu :
1. Isu yang dibahas adalah Kebijakan Publik.
2. Aktor terpenting dalam kebijakan publik adalah pemerintah. Namun,
pemerintah dalam hal ini identik dengan organisasi publik di dalam makna
negara.

5
Menurut konsep demokrasi modern, kebijakan publik tidaklah hanya berisi
cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini
publik (public opinion) juga nenpunyai porsi yang sama besarnya untuk
diisikan (tercermin) dalam kebijakan-kebijakan negara. Setiap kebijakan
negara harus selalu berorientasi pada kepentingan publik (public interest)

2.2 Syarat-Syarat Kebijakan publik yang ideal


Adapun beberapa syarat kebijakan publik yang baik.kebijakann publik
yang baik otomatis harus sesuai dengan namanya yaitu kebijakan yang benar-
benar pro publik atau melayani publik.berdasarkan pengamatan dan
rangkuman beberapa bacaan,syarat kebijan publik yang pro publik tersebut
adalah
1. Melibatkan publik dalam segala tahap
Pelibatan publik dalam kebijakan publik dalam segala tahap
( perencanaan, implementasi, dan evaluasi) dibutuhkan agar kebijakan
tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan publik.seringkali hanya ada
perencanaannya saja publik dilibatkan.hasilnya memang kebijakan
tersebut ditujukan untuk publik tetapi karena dalam implementasi dan
evaluasi publik tidak dilibatkan maka bisa saja implementasi tersebut tidak
sesuai kalau sesuaipun tidak diikuti partisipasi publik yang
memadai.bahkan dalam evaluasi pun publik perlu dilibatkan supaya bisa
memberi masukan-masukan pada kebijakan berikutnya agar lebih
sempurna untuk kedepanya.undang-undang tentang pemerintah daerah
memberikan peluang bagi partisipasi publik dalam kebijan publik yaitu di
mungkinkan dibentuk forum pemangku kepentingan (stake holders) kota
atau kabupaten yang anggota-anggotanya terdiri dari berbagai pihak dan
unsur masyarakat,meskipun ada forum yang seperti itu,partisipasi
langsung masyarakat misalnya lewat kotak pengaduan seharusnya harus
bisa dibuka.
2. Realistik

6
Kebijakan publik yang baik juga harus realistik,realistik dalam arti
kebijakan tersebut harus benar-benar bisa diterapakan dan dengan
mempertimbangkan kemampuan dari pihak pemerintah baik hal
organisasi,personalia,maupun keuangan.
3. Tranparan
Tranparansi kebijakan yang dimaksud adalah publik harus bisa mengakses
informasi yang terkait dengan kebijakan publik yang menuntut tranparansi
adalah masalah keuangan.dalam ketentuan undang-undang sekarang ini
sudah diharuskan APBD baik propinsi maupun kota dan kabupaten untuk
memakai format yang tranparan dan dapat dipertanggung jawabkan antara
lain karena jelas tujuan penggunaanya,jelas dasar perhitungannya dan jelas
tolok ukur dampak dan alokasi anggaran tersebut.
4. Jelas tolok ukur keberhasilanya
Kebijan yang baik juga harus jelas tolok ukur keberhasilannya.hal ini
berguna untuk digunakan sebagai alat atau instrumen untuk melakukan
evaluasi
5. Jelas target dan sasarannya
Kebijakan yang baik juga harus tepat sasaranya. Misalnya kebijakan
pengentsan kemiskinan harus jelas kriteria siapa yang dimaksud sebagai
orang orang miskin itu.jangan sampai karena definisi operasional targer
yang tidak jelas maka kebijakan yang dilaksanakan menjadi tidak tepat
sasaran atau tidak tepat targetnya
6. Jelas dasar hukumnya
Kebijakan pulik yang dilaksakan oleh pemerintah juga harus jelas dasar
hukumnya karena kebijakan tersebut tidak dilaksakan diruamg hampa
udara. Memilih landasan hukum yang tepat untuk suatu kebijakan memang
bukan hal yang mudah.contoh kasus dari tidak berjalanya pilihan dasar
hukum yang tepat ini adalah berbagai peraturan daerah ( PERDA ) Yang
bermasalah pada akhir-akhir ini. Perda-perda tersebut bermasalah karena
tidak jelas peraturanya diatasnya yang menjadi payung, tidak ada

7
peraturan diatasnya yang memanyungi,bertentangan dengan peraturan
yang di atasnya, dan lain-lain
7. Antar kebijakan tidak tumpah tindih dan bertentangan
Seringkali terjadi dalam praktek kebijakan terjadi tumpah tindih antar
kebijakan dan juga terjadi pertentangan antar kebijakan publik. Tumpah
tindih maksudnya adalah apa yang sudah di jangkau oleh suatu kebijakan
diatur lagi oleh kebijan yang lain. Misalnya saja kasus pembinaan
pengusaha kecil, hampir semua dinas dan lembaga mempunyai program
pembinaan untuk pengusaha kecil. Akibatnya pada pengusaha kecil yang
berkali-kali harus ikut pembinaan yang dilaksanakan oleh berbagai
lembaga dengan materi yang sama. Sedangkan contoh kebijakan yang
bertentangan satu sama lain misalnya dulu pernah terjadi kebijakan umum
APBD yang nantinya akan menjadi dasar APBD di peraturan yang satu
cukup ditetapkan dengan surat keputusan bupati atau walikota, tetapi di
peraturan yang lain harus dengan peraturan daerah ( berarti harus disetujui
oleh DPRD )

2.3 Kebijakan Sebagai Intervensi Pemerintah


Pemaknaan konsep kebijakan publik sebagai intervensi pemerintah
menitikberatkan pada peran aktor di luar pemerintah dalam memecahkan
suatu masalah, dalam hal ini pemerintah mengikutsertakan berbagai
instrument/sumber daya di luar Negara/pemerintah. Sehingga tidak hanya
pemerintah sajalah yang menjadi actor tunggal dan utama dalam pengambilan
keputusan untuk mengatasi persoalan-persoalan publik. Berikut ini makna
dari konsep kebijakan publik yang termasuk dalam sudut pandang kebijakan
sebagai intervensi pemerintah, antara lain :
a. Carl friedrich mengungkapkan kebijakan publik sebagai suatu arah
tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu , yang memberikan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk

8
menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau
merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.
b. Chandler & Plano (1982) dalam kamus “wajib” Ilmu Administrasi Negara,
The Public Administration Dictionary, mengatakan bahwa: “Public Policy
is strategic use of reseorces to alleviate national problems or governmental
concerns”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kebijakan publik
adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah publik atau pemerintah. Chandler & Plano lalu
membedakannya atas empat bentu, yakni: regulatory, redistributive,
distributive, dan constituent.
c. Robert Eyestone mendefinisikan kebijakan publik sebagai hubungan suatu
unit pemerintah dengan lingkungannya. Konsep yang ditawarkan Eyestone
ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa
yang dimaksud kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.
d. Konsep lain mengenai kebijakan publik sebagai intervensi pemerintah juga
dikemukakan oleh Chandler and Plano (1988). Menurut mereka,
Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber
daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik
atau pemerintah.
e. Chaizi Nasucha (2004), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah
kwenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan
ke dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk
menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan
perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang harmonis.

2.4 Peran kepemimpinan dalam kebijakan publik


Peran pemerintah dalam kebijakan publik sangat  penting karena hanya
pemimpinlah yang mempunyai tugas pokok memastikan perumusan kebijakan
dibuat sesuai dengan seharusnya. Untuk dapat mengambil kebijakan secara
bijaksana, seorang pemimpin yang unggul sangat diperlukan dalam suatu
pemerintahan. Karakter pemimpin yang unggul :

9
a. Kreditabilitas
Pemimpin mempunyai keyakinan dan komitmen, integritas kejujuran,
respek, kepercayaan yang konsisten, keberanian,     kemauan untuk
bertanggung jawab atas keyakinan, ketenangan batin, keahlian dan
profesionalitas.
b. Nilai
Tugas pemimppin adalah member value atau nilai bagi organisasi yang
dipimpin.
c. Teladan
Pemimppin dapat memberikan contoh, inspirasi dan dorongan.
Keteladanan berarti simbol kedewasaan, karena seorang yang menjadi
teladan harus mampu  memberikan toleransi, kerendahan hati dan
kesabaran.
d. Harapan
Pemimpin memberikan harapan dengan membuka mata pengikutnya akan
tantangan masa depan dan cara mengatasinya.
Kebijakan publik yang ideal mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut :
1. Cerdas, berarti dapat memecahkan masalah pada intinya. Kecerdasan
membuat pengambilan keputusan kebijakan publik fokus pada isu
kebijakan yang hendak dikelola dalam kebijakan publik daripada
popularitasnya sebagai pengambilan keputusan kebijakan.
2. Bijaksana, bararti tidak menghasilkan masalah yang baru yang lebih
besar dari masalah yang dipecahkan. Kebijaksanaan membuat
pengambil keputusan kebijakan publik tidak menghindarkan diri dari
kesalahan yang tidak perlu.
3. Memberi harapan, pada seluruh warga bahwa mereka dapat
memasuki hari esok yang lebih, berarti membangun kehidupan yang
produktif sehingga kebijakan dapat dilaksanakan secara mandiri dan
termotifasi untuk melaksanakannya.
BAB III
PENUTUP

10
3.1 Kesimpulan
a. Pertama, review terhadap unjuk kerja pegawai memang mampu
memperkuat birokrasi dan para pejabat terpilih, namun ternyata cenderung
memperlemah responsivitas politik para administrator publik tersebut.
b. Kedua, dengan mengadopsi pendekatan kewirausahaan terhadap sistem
keuangan publik, memang ada peluang untuk meningkatkan jumlah
pendapatan, namun hal tersebut cenderung mengurangi tingkat
responsivitas politik.
c. Ketiga, penekanan terhadap pelayanan pelanggan tidak serta merta
meningkatkan responsivitas politik, karena dalam prakteknya hal itu
ternyata berarti hanya memperhatikan kepentingan individu-individu
tertentu; padahal pelayanan kepada masyarakat seharusnya ditujukan
untuk meningkatkan responsivitas kepada publik tanpa diskriminasi.
d. Keempat, kemitraan sektor publik dengan swasta yang ditawarkan oleh
model reinventing government, dalam prakteknya ternyata menimbulkan
masalah etik. Khusus mengenai masalah etik, Ghere (1997) menyimpulkan
bahwa dalam gema ‘reinventing government’, ada indikasi bahwa etika
administrasi publik terlupakan. Ia melakukan studi kasus tentang
kemitraan antara ‘county government’ (setingkat kecamatan) dengan ‘local
chamber of commerce’ (Kadin-daerah) dari dua perspektif, standar moral
pribadi para pelaku dan etika kebijakan institusional. Studi kasus ini
memperlihatkan adanya penyalahgunaan keuangan publik dalam
kemitraan dua lembaga tersebut. Jika di tempat kelahirannya saja, model
yang ditawarkan secara global tersebut sarat dengan masalah, haruskah
kita latah menggunakan pendekatan yang sama tanpa kajian seksama.

DAFTAR PUSTAKA

11
Soenarko,Public Policy Pengertian Pokok Untuk Memahami Dan Analisa
Kebijaksanaan Pemerintah,(Surabaya:Airlangga University Press,2003),hlm 27

Solichin Abdul Wahab,Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi


Kebijaksanaan Negara,(Jakarta:Bumi Aksara,2002) hlm,10

http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/tinjauan-teoritis-implementasi-
kebijakan-publik/

http://setiya21.wordpress.com/2009/12/17/kebijakan-publik/

http://riskifebria.blogspot.com/2012/07/menuju-kebijakan-publik-yang-baik-
dan.html

12
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Illahi Rabbi karena dengan limpahan
rakmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena kita sebagai manusia
biasa tidak pernah luput dari kekurangan. Penulis sangat berharap semoga hasil
karya ini mampu berguna bagi siapa saja yang membaca makalah ini. Sebagai
penulis, tentunya saya berharap semoga makalah ini mampu menjadi salah satu
bacaan dalam kehidupan kita.

            Sebagai manusia biasa, patutnya kita menjadi teladan bagi makhluk hidup
yang lain.  Meskipun makalah ini belum sempurna, akan tetapi ada banyak ilmu
yang bisa kita serap dalam isi makalah ini. Oleh karena itu, kita harus tingkatkan
proses belajar, membaca, dan menulis karena ada  pepatah yang mengatakan
bahwa “banyak membaca banyak lupa, sedikit membaca sedikit lupa, dan tidak
membaca maka tidak lupa”.

            Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses penyusunannya sehingga
makalh ini dapat terselesaikan. Penulis sangat berharap semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal bagi pihak yang memberikan sumbangan
pemikiran ataupun ide-ide kreatifnya. Amin

Juni 2014
Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
2.1 Menuju Kebijakan Publik Yang Ideal..................................................
2
2.2 Syarat-Syarat Kebijakan Publik Yang Ideal..........................................................
6
2.3 Kebijakan Sebagai Inervensi Pemerintah..............................................................
8
2.4 Peran Kepemimpinan Dalam Kebijakan Publik....................................................
9
BAB III PENUTUP.........................................................................................
11
3.1 Kesimpulan.............................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

ii

Anda mungkin juga menyukai