TRAUMA KEPALA
Di Susun Oleh :
Jihan Rizki Annisa 201601067
3A Keperawatan
KONSEP DASAR
A. Definisi
Cidera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai / tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak
(P.Syamsuhidayat, dkk, 1996, 1110 ).
Cidera kepala adalah trauma pada otak yang disebabkan adanya kekuatan fisik dari
luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Akibatnya dapat
menyebabkan gangguan kognitif, gangguan tingkah laku, atau fungsi emosional. Gangguan
ini dapat bersifat sementara atau permanen, menimbulkan kecacatan baik partial atau total
dan juga gangguan psikososial. (Donna, 1999).
Cidera kepala adalahsuatu keadaan traumatic yang mengenai otak dan menyebabkan
perubahan-perubahan fisik, intelektual, emosional, social, dan vokasional. (Joyce, M Black,
1997).
Cedera kepala adalah suatu bentuk trauma yang dapat merubah kemampuan otak
dalam menghasilkan keseimbangan aktifitas fisik, intelektual, emosional, sosial dan
pekerjaan atau gangguan traumatic yang menimbulkan perubahan fungsi otak (Black M.
1997).
Cedera kepala pada intinya menyatakan suatu cedera akut pada ssuunan saraf pusat,
selaput otak, saraf kranial termasuk fraktur tulang kepala, kerusakan jaringan lunak pada
kepala dan wajah, baik terjadi secara langsung (kerusakn primer) maupun tidak lansung
(kerusakan sekunder), yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis berupa gangguan
fisik, kognitif dan fungsi psikososial baik bersifat sementara atau menetap.
B. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi kepala
1. Tengkorak Otak
Tengkorak otak menyelubingi otak dan alat pendengar. Tengkorak otak terdiri dari
a) Kubah tengkorak
Kubah tengkorak yang berbentuk cembung menyelubungi rongga tengkorak
dari atas dan dari sisi. Kubah tengkorak terdiri atas beberapa tulang ceper yang
dihubungkan oleh sutura tengkorak. Dari depan ke belakang terdapat berturut-
turut sebuah tulang dahi, sepasang tulang ubun-ubun dan sebuah tulang belakang
kepala. Pada dinding sisi kubah tengkorak terdapat sepasang tulang pelipis.
Tulang dahi, tulang belakang kepala turut pula membentuk dasar tengkorak ( lihat
gambar 1 ).
b) Dasar Tengkorak
Bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk tengkorak
depan, lekuk tengkorak tengah dan lekuk tengkorak belakang. Bagian tengah
dasar lekuk tengkorak depan dibentuk oleh tulang lapisan yang mempunyai
banyak lubang halus untuk memberi jalan kepada serabut-serabut saraf penghidu,
oleh karena itu bagian tulang lapisan tersebut dinamakan lempeng ayakan yang
merupakan atap bagi rongga hidung.
Lekuk tengkorak tengah terdiri dari atas bagian tengah dan dua bagian sisi,
bagian tengah adalah pelana turki. Dasar lekuk tengkorak belakang letaknya lebih
rendah daripada dasar lekuk tengkorak depan. Lekuk tengkorak belakang letaknya
lebih rendah lagi daripada lekuk tengkorak tengah (lihat gambar 1).
2. Tengkorak Wajah
Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak. Lubang-lubang
lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas. Dinding
belakang lekuk mata juga dibentuk oleh tulang baji (sayap besar dan kecil). Dinding
dalamnya dibentuk oleh tulang langitan, tulang lapisan dan tulang air mata. Selain
oleh toreh lekuk mata atas dan oleh lubang untuk saraf penglihat maka dinding lekuk
mata itu tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak antara tulang baji, tulang
pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke lekuk wajah pelipis. Tulang air
mata mempunyai sebuah lekuk yang jeluk, yaitu lekuk kelenjar air mata yang
disambung kearah bawah oleh tetesan air mata yang bermuara di dalam rongga
hidung.
b. Kulit kepala
Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan akibat
laserasi kulit kepala akan mengakibatkan banyak kehilangan darah, (American College of
Surgeons 1997)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu :
1. Kulit
2. jaringan penyambung (connective tissue)
3. galae aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan
tengkorak.
4. Perikranium.
c. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga tengkorak
dasar adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah tempat lobus temporalis dan fosa
posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum, (American College of
Surgeons 1997).
d. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri dari 3 lapisan,
yaitu dura meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter adalah selaput keras terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dan tabula interna atau bagian dalam kranium. Di
bawah dura meter terdapat lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang di sebut selaput
arakhnoid. Lapisan ketiga adalah pia mater yang melekat pada permukaan kortek serebri,
(American College of Surgeons 1997).
e. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Sistem saraf pusat di sini adalah otak dan medula spinalis yang tertutup di dalam
tulang dan terbungkus dalam selapu-selaput (meningen) pelindung, serta rongga yang
berisi cairan.
1. Otak dan pembagiannya
Otak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : serebrum,
batang otak, dan serebelum.
a. Serebrum
Setiap hemisfer dibagi atas empat lobus yaitu : lobus frontalis, parietal,
oksipital, temporalis. Fungsi dari setiap lobus berbeda-beda. Berikut penjelasan
dari masing-masing fungsi lobus :
1) Lobus Frontalis, bagian depan bekerja untuk proses belajar, merancang,
psikologi, lobus frontalis bagian belakang untuk proses motorik termasuk
bahasa (lihat gambar 3)
2) Lobus parietal, bekerja khusus untuk sensorik somatik (misal sensibilitas
kulit) dan peran asosiasinya, beberapa areanya penting bagi proses kognitif
dan intelektual (lihat gambar 3).
3) Lobus Oksipital, merupakan area pengoperasian penglihatan (lihat gambar 3).
4) Lobus temporalis, merupakan pusat pendengaran dan asosiasinya, beberapa
pusat bicara, pusat memori. Bagian anterior dan basal lobus temporalis
penting untuk indra penghidu (lihat gambar 3).
b. Batang Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Masing-
masing struktur mempunyai tanggung jawab yang unik dan fungsi ketiganya
sebagai unit untuk menjalankan saluran impuls yang disampaikan ke serebri dan
lajur spinal (lihat gambar 2)
1) Otak Tengah, merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya di
atas pons. Bagian ini terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang terdiri
dari bagian bagian kolikuli superior dan kolikuli inferior dan bagian anterior
yaitu pedunkulus serebri. kolikuli superior berperan dalam refleks
penglihatan dan koordinasi gerakan penglihatan, sedangkan kolikuli inferior
berperan dalam reflek pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah
datangnya suara. Pedunkulus serebri terdiri dari berkas serabut-serabut
motorik yang berjalan turundari serebelum.
2) Pons, terletak diantara otak tengah dan medula oblongata. Pons berupa
jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum,
serta menghubungkan mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata
bawah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.bagian
bawah pons berperan dalam pengaturan saraf kranial trigeminus, abdusen dan
fasialis (lihat gambar 2)
3) Medula Oblongata, terletak diantara pons dan medula spinalis. Pada medula
ini merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung. Vasokonstriktor,
pernapasan,bersin,batuk,menelan, pengeluaran air liur dan muntah.
c. Serebelum
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang menisahkan dari
bagian posterior serebrum. Serebelum terdiri dari bagian tengah, vermis dan dura
hemisfer lateral. Serebelum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas
serabut yang dinamakan pedunkulus. Pendukulus serebeli superior berhubungan
dengan mesensefalon ; pendukulus serebeli media menghubungkan kedua
hemisfer otak ; sedangkan pendukulus serebeli inferior berisi serabut-serabut
traktus spinosere belaris dorsalis dan berhubungan dengan medula oblongata.
Semua aktivitas serebelum berada di bawah kesadaran. Fungsi utama serebelum
adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperluas gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh.
2. Medula Spinalis
Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dari kolumna vertebra, berjalan
ke bawah dan memenuhi kanalis neural sampai setinggi vertebra lumbalis kedua.
Sepasang saraf spinalis berada diantara pembatas vertebra sepanjang kolumna
vertebra. Di bawah ujung tempat medula spinalis berakhir. Di dalam ujung tempat
medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden, serabut motorik
desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunter) dan motor
neurons otonom utama. Area sentral medula spinalis merupakan massa abu-abu yang
mengandung badan sel saraf dan neuron internunsial.
1. Cairan Serebrospinal
Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai penahan getaran, menjaga jaringan
SSP yang sangat halus dari benturan terhadap struktur tulang yang mengelilinginya
dan dari cedera mekanik. Juga berfungsi dalam pertukaran nutrien antara plasma dan
kompartemen selular. Cairan serebrospinal merupakan filtrat plasma yang
dikeluarkan oleh kapiler di atap dari keempat ventrikel otak. Seperti yang telah
disebutkan, ini serupa dengan plasma minus plasma protein yang besar, yang ada di
balik aliran darah. Sebagaian besar cairan ini dibentuk dalam ventrikel bagian lateral,
yang terletak pada masing-masing hemisfer serebri. Cairan mengalir dari ventrikel
lateral ini melalui duktus ke dalam ventrikel ketiga diensefalon. Dari ventrikel ketiga
cairan mengalir melalui aquaduktus Sylvius midbrain dan masuk ke ventrikel
keempat medula. Kemudian sebagian dari cairan ini masuk melalui lubang (foramen)
di bagian atas dari ventrikel ini dan masuk ke dalam spasium subarakhnoid (sejumlah
kecil berdifusi ke dalam kanalais spinalis). Dalam spasium subarakhnoid, CSS
diserap kembali ke dalam aliran darah pada tempat tertentu yang disebut pleksus
subarakhnoid.
Pembentukan dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik koloid dan
hidrostatik yang sama yang mengatur perpindahan cairan dan partikel-partikel kecil
antara plasma dan kompartemen cairan interstisial tubuh. Secara singkat direview,
kerja dari tekanan ini adalah sebagai berikut : dua tim yang berlawanan dari tekanan
mendorong dan menarik mempengaruhi gerakan air dan partikel-partikel kecil
melalui membran kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri atas tekanan osmotik
plasma dan tekanan hidostatik CSS. Ini memudahkan gerakan air dari kompartemen
CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan dipengaruhi oleh tim
dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS. Tim yang berpengaruh
bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel, aliran CSS menurunkan
tekanan hidrostatik CSS. Hal ini memungkinkan tim bersama mempengaruhi gerakan
air dan partikel kecil dari plasma ke ventrikel.
Tekanan hidrostatik darah yang rendah dalam sinus venosus bersebelahan dengan
vili arakhnoid menunjukkan skala untuk gerakan air dan terlarut dari kompartemen
CSS kembali ke dalam aliran darah. Kematian sel-sel yang melapisi kompartemen
CSS akan mengeluarkan protein ke dalam CSS. Ini akan meningkatkan tekanan
osmotik CSS dan memperlambat reabsorbsi (sementara juga mempercepat
pembentukan bila kerusakan terjadi di dalam dinding ventrikel). Peningkatan protein
CSS karena hal ini atau penyebab lain dapat merangsang atau mencetuskan kondisi
kelebihan CSS yang disebut hidrosefalus.
2. Tekanan Intrakranial
Menurut American College of Surgeon, (1997) berbagai proses patologis yang
mengenai otak dapat mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya
akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan
penderita. Dan tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi
yang mengganggu fungsi otak dan tentunya mempengaruhi pula kesembuhan
penderita. Jadi kenaikan intrakranial tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah
serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK normal
pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mm H2O), TIK lebih tinggi dari 20
mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam
kenaikan TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk
prognosisnya.
C. Etiologi
1. Cidera setempat (benda tajam)
Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan trauma yang dapat
menyebabkan cedera setempat atau kerusakan terjadi terbatas dimana benda tersebut
merobek otak.Misal: pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur
tengkorak.
2. Cidera Difus (cidera tumpul)
Trauma oleh benda tumpul dapat menyebabkan / menimbulkan kerusakan
menyeluruh (difuse) karena kekuatan benturan. Terjadi penyerapan kekuatan oleh
lapisan pelindung spt : rambut, kulit, kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi
diteruskan keotak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan
pada jaringan otak sehingga dipandang lebih berat. Misal : terkena pukulan atau
benturan.
Berat ringannya masalah yg timbul akibat trauma bergantung pd beberapa factor
yaitu:
a. Lokasi benturan
b. Adanya penyerta seperti : fraktur, hemoragik
c. Kekuatan benturan
d. Efek dari akselerasi (benda bergerak membentur kepala diam) dan deselerasi
(kepala bergerak membentur benda yang diam)
e. Ada tidaknya rotasi saat benturan
Dapat pula dibagi menjadi :
1. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung ataupun tak langsung (akselerasi/deselerasi otak)
2. Trauma otak sekunder
Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
D. Klasifikasi
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat
cedera kepaka. Cedera kepaladiklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan :
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu
cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30
menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada
kontusio cerebral maupun hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi
atau hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
No RESPON NILAI
1 Membuka Mata :
-Spontan 4
-Terhadap nyeri 2
-Tidak ada 1
2 Verbal :
-Orientasi baik 5
-Orientasi terganggu 4
3 Motorik :
- Mampu bergerak 6
-Melokalisasi nyeri 5
-Fleksi menarik 4
-Fleksi abnormal 3
-Ekstensi 2
Total 3-15
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda
tersebut antara lain :
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam,
lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis
lesi sering terjadi bersamaan. Termasuk lesi lesi local :
1) Perdarahan Epidural
2) Perdarahan Subdural
3) Kontusio (perdarahan intra cerebral)
4) Cedera otak difus
E. Manifestasi Klinis
1. Cidera kepala ringan-sedang
a. Disorientasi ringan
b. Amnesia post partum
c. Hilang memori sesaat
d. Sakit kepala
e. Mual dan Muntah
f. Vertigo dan perubahan posisi
g. Gangguan pendengaran
a. Penurunan kesadaran
b. Perubahan pupil
c. Mual makin hebat
d. Sakit kepala semakin hebat
e. Gangguan pada beberapa saraf cranial
f. Tanda-tanda meningitis
g. Apasia
h. Kelemahan motorik
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada cedera kepala menurut
Batticaca. FB. 2008 :
a. Angkat klien dengan papan datar untuk mempertahankan kepala dan leher sejajar.
b. Traksi ringan pada kepala
c. Kolar servikal
d. Terapi untuk mempertahankan homeostatik otak dan mencegah kerusakan otak
sekunder seperti stabilitas sistem kardiovaskuler dan fungsi pernapasan untuk
mempertahankan perfusi serebral yang adekuat. Kontrol perdarahan, perbaiki
hipovolemi, dan evaluasi gas darah arteri.
e. Tindakan terhadap peningkatan TIK dengan melakukan pemantauan TIK. Bila
terjadi peningkatan TIK, pertahankan oksigenasi yang adekuat, pemberian manitol
untuk mengurang edema kepala dengan dehidrasi osmotik, hiperventilasi,
penggunaan steroid, meninggikan posisi kepala ditempat tidur, kolaborasi bedah
neuro untuk mengangkat bekuan darah, dan jahitan terhadap laserasi di kepala.
Pasang alat pemantau TIK selama pembedahan atau dengan teknik aseptik di
tempat tidur. Rawat klien di ICU.
f. Tindakan perawatan pendukung yang lain yaitu, pemantauan ventilasi dan
pencegahan kejang serta pemantauan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
Lakukan intubasi dan ventilasi mekanik bila klien koma berat untuk mengontrol
jalan nafas. Hiperventilasi terkontrol mencakup hipokapnia, pencegahan
vasodilatasi, penurunan volume darah serebral, dan penurunan TIK. Pemberian
terapi antikonvulsan untuk mencegah kejang setelah trauma kepala yang
menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia (klorpromazin tanpa
tingkat kesadaran). Pasang NGT bila terjadi motilitas lambung dan peristaltik
terbalik akibat cedera kepala.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian yang dilakukan dalam penatalaksanaan keperawatan cedera kepala
menurut Batticaca. FB. 2008 :
a) Riwayat kesehatan
b) Riwayat tidak sadar atau anamnesis setelah cedera kepala menunjukkan derajat
kerusakan otak yang berarti, dimana perubahan selanjutnya dapat menunjukkan
pemulihan atau terjadinya kerusakan otak sekunder.
c) Tingkat kesadaran dan responsivitas dengan GCS
d) Tanda vital
e) Fungsi motorik
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada trauma kepala menurut Grace,
Piere A. 2006 :
a. Rontgen tengkorak : AP, lateral dan posisi Towne
b. CT Scan / MRI : menunjukkan kontusio, hematoma, hidrosefalus, edema serebral.
c. Pengkajian neurologis (Batticaca. FB. 2008)
d. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK.
e. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
f. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
g. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur
dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
I. Komplikasi
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala
adalah :
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien.
Menurut Smeltzer & Bare, (2001), riwayat kesehatan yang perlu dikaji/
ditanyakan adalah kapan cedera terjadi? apa penyebab cedera? Peluru kecepatan
tinggi? Objek apa yang terbentur kepala? Dari mana arah dan kekuatan pukulan?
Apakah ada kehilangan kesadaran? Durasi periode tidak sadar? Dapatkah pasien
pengkajian neurologis cepat amati kepala dan belakang kepala bila terjadi luka atau
edema. Periksa hidung dan telinga kalau memungkinkan ada darah atau cairan
bening yang keluar. Bila ada gunakan kertas deabetik untuk memeriksa ada tidaknya
cairan serebrospinal (CSS). Bila tes glukosa positif menunjukkan adanya CSS, bila
pasien sadar dan orientasinya penuh, kaji respon klien terhadap kondisi dan
kesehatan perlu diperhatikan hal penting, saat kejadian, tempat, bagaimana posisi
saat kejadian, serangan, lamanya, faktor pencetus adanya fraktur dan status
kesadaran. Status neurologis yang perlu dikaji perubahan kesadaran, pusing kepala,
bradikardi.
a. Aktivitas/ Istirahat
rentang gerak pada area yang sakit, Gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi
cedera, vaokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin,
c. Integritas Ego
Tanda : Pengeluaran urine menurun atau tak ada selama fase darurat, Diuresis
e. Makanan
f. Neurosensori
tidak simetris, gangguan lemah tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau
sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan kehilangan sensasi sebagai posisi
tubuh, Perubahan orientasi, efek perilaku. Penurunan refleks tendon dalam pada
cedera extremitas.
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respons menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
h. Keamanan
warna, tanda battle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya
aliran cairan (drainase) dari telinga/ hidung serebrospinal (CSS), gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang kekuatan secara umum mengalami
i. Interaksi Sosial.
ulang, disartia, anomia.
j. Pernapasan
3. Pemeriksaan Diagnostik
c. CT Scan
f. Pneumoensefalogram
g. Sistogram
B. Diagnosa Keperawatan
EGC.
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan