Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

NASIONALISME DAN INTEGRASI NASIONAL

OLEH:

OLEH :

KELOMPOK 2 KELAS AK2D

AFIFAH (1920139)

ANGGUN ANNISA AZHARA (1920143)

DWI FACHRUL (1920136)

NURUL AZIZA (1920141)

TEGAR AIPA GUSRA (1920131)

POLITEKNIK NEGERI ATI PADANG


2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini tudingan akan semakin pudarnya semangat nasionalisme
dikalangan generasi muda semakin sering terlontar. Tudingan itu belum tentu
benar, tetapi sudah mulai membentuk sigma ditengah masyarakat. Bila ukurannya
semangat patriotisme dan perjuangan fisik seperti perang kemerdekaan dulu, tentu
ada benarnya. Akan tetapi generasi sekarang tidak mungkin lagi melakukan
perjuangan fisik penuh heroisme seperti masa lalu. Akan tetapi, nasionalisme
bukanlah sesuatu yang kaku. Ini tidak aneh karena sebagai konsep sosial,
nasionalisme muncul, berkembang dan mengalami evolusi yang sangat panjang
hingga mengalami bentuk yang seperti sekarang.

Sedangkan masalah integrasi bangsa semakin menghadapi tantangan yang


cukup besar seiring dengan derasnya arus globalisasi dan perkembangan
kehidupan yang begitu pesat sebab dinamika perkembangan lingkungan strategis
telah membawa nuansa baru terhadap kadar interaksi, interelasi dan
interdependensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Faktor
penyebabnya antara lain adalah bergesernya nilai nasionalisme yang semula lebih
berorientasi kepada nilai politik dan geo-politik bergeser menuju nilai ekonomi
dan geo-ekonomi. Pergeseran nilai ini dari yang semula berorientasi kepada
pentingnya kesatuan persatuan untuk membentuk masyarakat bangsa yang kuat,
menjadi berorientasi kepada kepentingan dan kesejahteraan pribadi.

Konflik sosial yang cukup memprihatinkan ditinjau dari perspektif


nasionalisme antara lain konflik SARA atau konflik kewilayahan yang pada
ujungnya potensial menimbulkan disintegrasi bangsa. Konflik sosial ini harus
B. Rumusan Masalah
1. Apa dan bagaimana yang dimaksud dengan nasionalisme?
2. Apa-apa saja bentuk nasionalisme?
3. Apa yang dimaksud dengan nasionalisme sebagai prasyarat integrasi
nasional
4. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
nasionalisme dan integrasi nasional secara vertical (pemerintah
dengan masyarakat) dan integrasi horizontal di masyarakat?
5. Apa integrasi dan nasionalisme dan hubungannya dengan otonomi
daerah

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui apa dan bagaimana yang dimaksud nasionalisme.
2. Mengetahui beberapa bentuk nasionalisme
3. Mengetahui apa yang dimaksud nasionalisme sebagai prasyarat integrasi
nasional
4. Mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
nasionalisme dan integrasi nasional secara vertical (pemerintah dengan
masyarakat) dan integrasi horizontal di masyarakat.
5. Mengetahui integrasi dan nasionalisme dan hubungannya dengan otonomi
daerah
BAB 11
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian

A. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme adalah faham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan


sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu konsep
identitas bersama untuk sekelompok manusia.

Menurut Ernest Gellenervia, nasionalisme adalah prinsip politik yag


beranggapan bahwa unit asional dan politik seharusnya seimbang.Sedangkan
menurut Anderson, nasionalisme adalah kekuatan dan kontiunitas dari sentimen
dan identitas nasional dengan mementingkan nation.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia nasionalisme adalah kesadaran


keanggotaan di suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama
mencapai , mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran,
dan kekuatan bangsa itu.

Elemen-elemen nasionalisme antara lain adalah sebagai berikut :

• Proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa.

• Proses kesadaran memiliki bangsa yang bersangkutan. Suatu bahasa dan


simbiosis bangsa

• Gerakan sosial dan politik demi bangsa yang bersangkutan.

• Suatu doktrin dan/atau ideologi bangsa, baik yang umum maupun yang
khusus.

Nasionalisme terbentuk melalui beberapa unsur antara lain :


1. Unsur sejarah.
2. Budaya unggul.
3. Suku bangsa dan bahasa.
4. Agama
B. Pengertian Integritas Nasional
DiIndonesia Istilahi ntegrasi masih sering disamakan dengan istilah
pembaruan atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan.
Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasisosial, dan pluralisme
sosial.
Sementara pembaruan dapat berarti asimilasi dan amalganasi. bagian
yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh
atau memadukan masyarakat- masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi
suatu bangsa.
Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa meruapakan
kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan
kekuasaannya di seluruh wilayah.

Contoh-contoh pendorong integrasi nasional:


1. Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju
dan tangguh di masa yang akan datang.
2. Rasa cintatanah air terhadapbangsa Indonesia
3. Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari
kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit.
4. Adanya sikap kedewasaan disebagian pihak, Sehingga saat terjadi
pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan
bangsa.
5. Adanya rasa senasibdansepenanggungan
6. Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara
demi terciptanya kedamaian.
1.2 Bentuk nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara
atau gerakan yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya,
keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan
teori nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut.

1. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis


nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari
penyertaan aktif rakyatnya, kehendak rakyat; perwakilan politik. Teori ini
mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-
bahan tulisan. Salah satu tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du
Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia Mengenai Kontrak
Sosial).

2. Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara


memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah
masyarakat.

3. Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme


identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara
memperoleh kebenaran politik secara semula jadi (organik) hasil dari
bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik
adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati
idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep
nasionalisme romantik.

4. Nasionalisme budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara


memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya sifat
keturunan seperti warna kulit, ras dan sebagainya.

5. Nasionalisme kenegaraan adalah variasi nasionalisme


kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis.
Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan
mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu
kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi.
Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung,
seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri.

6. Nasionalisme agama adalah sejenis nasionalisme dimana negara


memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu,
lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan
nasionalisme keagamaan.

1.3 Nasionalisme Indonesia sebagai Prasyarat Integrasi Nasional

1.3.1 Integrasi Nasional di Indonesia

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi nasional mempunyai arti


dua macam, yaitu:
• Secara politis, integrasi nasional adalah proses penyatuan berbagai
kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang
membentuk suatu identitas nasional.
• Secara antropologis, integrasi nasional adalah proses penyesuaian di
antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda, sehingga mencapai suatu
keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Faktor-faktor pendorong integrasi nasional sebagai berikut:

1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.


2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana
dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana
dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan
perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi
Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
6. Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk Garuda Pancasila, dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
7. Pengembangan budaya gotong royong yang merupakan ciri khas
kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:

1. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-


faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya,
bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.

2. Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang
dikelilingi oleh lautan luas.

3. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan


yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri.

4. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan


dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan
keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan),
gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.

5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang


menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah
budaya suku bangsa lain.

6. Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat kuatnya pengaruh budaya


asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak
langsung maupun kontak tidak langsung.

7. Kontak langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan


kontak tidak langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid),
atau media elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang
mempunyai fitur atau fasilitas lengkap)
Contoh wujud integrasi nasional, antara lain sebagai berikut:

1. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta oleh


Pemerintah Republik Indonesia yang diresmikan pada tahun 1976. Di
kompleks Taman Mini Indonesia Indah terdapat anjungan dari semua
propinsi di Indonesia (waktu itu ada 27 provinsi). Setiap anjungan
menampilkan rumah adat beserta aneka macam hasil budaya di provinsi
itu, misalnya adat, tarian daerah, alat musik khas daerah, dan sebagainya.

2. Sikap toleransi antarumat beragama, walaupun agama kita berbeda


dengan teman, tetangga atau saudara, kita harus saling menghormati.

3. Sikap menghargai dan merasa ikut memiliki kebudayan daerah lain,


bahkan mau mempelajari budaya daerah lain, misalnya masyarakat Jawa
atau Sumatra, belajar menari legong yang merupakan salah satu tarian adat
Bali. Selain anjungan dari semua propinsi di Indonesia, di dalam
komplek Taman Mini Indonesia Indah juga terdapat bangunan tempat
ibadah dari agama-agama yang resmi di Indonesia, yaitu masjid (untuk
agama Islam), gereja (untuk agama Kristen dan Katolik), pura (untuk
agama Hindu) dan wihara (untuk agama Buddha). Perlu diketahui, bahwa
waktu itu agama resmi di Indonesia baru 5 (lima) macam.

4. Diadakan Pekan Olahraga Nasional (PON), yaitu perlombaan bidang


olahraga tingkat nasional yang diselenggarakan setiap 4 (empat) tahun
sekali. Melalui Pekan Olahraga Nasional akan terpupuk persatuan
Indonesia dan menggali potensi para atlet daerah untuk dapat berkembang
mewakili negara di tingkat internasional.

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nasionalisme yang baik,


akan mewujudkan integrasi nasional yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
1.3.2 Upaya Meningkatkan Nasionalisme dan Integrasi Nasional

1. Meningkatkan nasionalisme

Meningkatkan nasionalisme dengan antisipasi pengaruh negatif globalisasi


terhadap nilai nasionalisme. Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak
negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu:

 Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat


mencintai produk dalam negeri.

 Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-


baiknya.

 Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.

 Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum


dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.

 Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi,


ekonomi, sosial budaya bangsa.

2. Meningkatkan integrasi nasional secara vertical

Artinya meningkatkan hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.


Cara-cara yang dapat ditempuh adalah:

 Menerapkan rezim terbaik bagi Indonesia, yaitu rezim yang sebagaimana


terdapat dalam UUD 1945 dan Pancasila. Tujuan ini dipandang maksimal
jika rezim didukung secara struktural dengan bentuk dan susunan negara
(negara republic dan kesatuan), karena struktur pemerintahan cenderung
bersifat pembagian kekuasaan daripada pemisahan kekuasaan, dan
jaminan atas hak- hak warga negara, seperti menyampaikan pendapat,
berasosiasi, beragama, dan kesejahteraan.

 Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun


konsensus. Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan
sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu,
bagi Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya,
penghormatan dan pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi
sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak boleh diabaikan.

 Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam
segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan
keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah,
desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris mayoritas-
minoritas, perlindungan kaum minoritas, permberdayaan putra daerah, dan
lain- lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan.

 Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan


kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini, baik
formal maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian
tinggi serta upaya sungguh-sungguh untuk terus membina dan
memantapkan integrasi nasional.

 Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor


penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk
mengukuhkan integrasi nasional.

 Meningkatkan Intergrasi wilayah, dengan membentuk kewenangan


nasional pusat terhadap wilayah atau daerah politik yang lebih kecil.
Indonesia membentuk konsep wilayah yang jelas dalam arti wilayah yang
meliputi darat, laut, udara, dan isinya degan ukuran tertentu. Maupun
dengan aparat pemerintah dan sarana kekuasaan untuk menjaga dan
mempertahankan kedaulatan wilayah dari penetrasi luar. Namun,
kenyataannya masih banyak wilayah Indonesia yang kurang mendapatkan
perhatian dari pemerintah, sehingga seringkali diakui oleh Negara lain.

3. Meningkatkan integrasi nasional secara horizontal

Yaitu hubungan antar masyarakat Indonesia yang plural. Cara- cara yang
dapat ditempuh adalah:

 Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran, dan kehendak


untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk menyatukan
dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda
1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas
pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati
sanubari dan alam pikiran bangsa Indonesia.

 Membangun kelembagaan (pranata) di masyarakat yang berakarkan pada


nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa tidak
memandang perbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan perbedaan-
perbedaan lainnya yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Menyuburkan integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural
tetapi juga kultural. Pranata di masyarakat kelak harus mampu
membangun mekanisme peleraian konflik (conflict management) guna
mencegah kecenderungan langkah- langkah yang represif untuk
menyelesaikan konflik.

 Mengembangkan perilaku integratif di Indonesia, dengan upaya bekerja


sama dalam organisasi dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat
membantu pencapaian tujuan organisasi. Perilaku integrative dapat
diwujudkan dengan mental menghargai akan perbedaan, saling tenggang
rasa, gotong royong, kebersamaan, dan lain-lain.

 Meningkatkan integrasi nilai di antara masyarakat, adalah persetujuan


bersama mengenai tujuan-tujuan dalam prinsip dasar politik, dan prosedur-
prosedur lainnya, dengan kata lain integrasi nilai adalah penciptaan suatu
system nilai (ideology nasional) yang dipandang ideal, baik dan adil
dengan berbagi kelompok masyarakat. Integrasi nilai Indonesia ada dalam
Pancasila dan UUD 1945 sebagai system nilai bersama.

 Meningkatkan integrasi bangsa, adalah penyatuan berbagai kelompok


sosial budaya dalam satu-kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas
nasional. Diandaikan, masyarakat itu berupa masyarakat majemuk yang
meliputi berbagi suku bangsa, ras, dan agama. Di Indonesia integrasi
bangsa diwujudkan dengan :
 Dengan pembentukan kesetiaan nasional tanpa
menghapuskan kebudayaan kelompok kecil.

 Penghapusan sifat kultural utama dari kelompok minoritas


dengan mengembangkan semacam kebudayaan nasional
biasanya kebudayaan suku bangsa yang dominan.

1.4 Integrasi Dan Nasionalisme Dan Hubungannya Dengan Otonomi Daerah


(Desentralisasi)

Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) nasional agaknya


berangkat dari kondisi di tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan sebagai
penuh konflik dan pertikaian.
Gelombang reformasi telah menimbulkan berbagai kecederungan dan
realitas baru, seperti dihujat dan dibongkarnya format politik Orde Baru,
munculnya aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai
politik baru, lahirnya tuntutan daerah di luar Jawa agar mendapatkan otonomi
yang lebih luas atau merdeka sendiri, serta terjadinya konflik dan benturan antara
etnik dengan segala permasalahannya. Saat negeri ini belum bisa mengatasi krisis
nasional yang masih berlangsung, terutama krisis ekonomi, fenomena politik
dewasa ini telah benar-benar meningkatkan derajat kekhawatiran atas kukuhnya
integrasi nasional kita.
Membangundan mempertahankan integrasi nasional adalah agenda yang
belum terselesaikan. Untuk melakukannya diperlukan konsistensi, kesungguhan,
dan sekaligus kesabaran. Agar upaya pembinaan itu efektif dan berhasil,
diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat. Framework yang
hendak kita bangun dalam upoaya memperkukuh integrasi nasional paling tidak
menyangkut lima faktor penting.
Pertama, membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran,
dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk
menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumaph Pemuda
1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas
pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan
alam pikiran bangsa Indonesia.
Kedua, menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu
membangun konsensus. Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan
sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi
Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan
pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan terhadap
minoritas tidak boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan hubungan
simetris, dan bukan hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan “The
minority has its say, the majority has its way” harus kita pahami secara arif dan
kontekstual.
Ketiga, membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan pada nilai
dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa. Menyuburkan
integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi juga kultural.
Pranata itu kelak harus mampu membangun mekanisme peleraian konflikk
(conflict management) guna mencegah kecenderungan langkah-langkah yang
represif untuk menyelesaikan konflik.
Keempat, merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan
tepat dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang
mencerminkan keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah,
desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris mayoritas-
minoritas, perlindungan kaum minorotas, permberdayaan putra daerah, dan lain-
lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain undang-undang dan
perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan sparatisme, perlawanan
terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA tidak berkembang
dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas.
Kelima, upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan
kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini, baik formal
maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian tinggi serta upaya
sungguh-sungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi nasional.
Kesalahan yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi objektif dari
kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah itu “bermimpi”
tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita kurang tertarik untuk
membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita lakukan. Kepemimpinan
yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor penentu yang bisa
menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan integrasi nasional.

Otonomi Daerah dan Demokrasi sebagai Pencegah Disentegrasi.

Upaya pemerintah untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan


bangsa kadang kala lebih bersifat refresif dari pada prevent if. Bahkan upaya
mengatasi berbagai gerakan yang mengarah pada separatisme cenderung
digerakan separatis melakukan dengan menggunakan pendekatan militerisme.

Beberapa separatisme yang diganti dengan pendekatan militeralisme


pada masa lalu seperti di aceh dan papua ternyata sampai saat ini masih terus
bergolak.
Memperhatikan hasil dari upaya-upaya pembinaan dan
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa selama ini, dirasakan an
disadari terdapat sesuatu hal yang masih kurang.

Hal ini terlihat dengan semakin meningkatnya eksalasi tuntunan dan


aspirasi masyarakat pada sebagian daerah untuk memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini tentu sangat mempengaruhi dan
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan undang-undang Nomor 22


tahun 1999 tentang pemerintah daerah mulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah semenjak tanggal 1 Januari 2001. Benarkah pemberian
otonomi daerah kepada daerah dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi?

Pernyataan ini tidak dapat ditirima begitu saja tetapi harus dijawab
melalui pengkajian scara komprehensif. Mundulnya anggapan bahwa pemberian
otonomi kepada daerah akan menjadi potensi bagi disinregrasi bangsa dapat
dilihat dari berbagai aspek antara lain :

1. Kewenangan
Dengan otonomi daerah akan terjadi pengurangan kewenangan yang
dimiliki oleh pusat dan provensi sedangkan sebaliknya bagi
kabupaten/kota akan terjadi penambahan kewenangan yang dimilikinya.
Kondisi ini dianggap oleh sebagian pihak akan meningkatkan posisi tawar
daerah dalam menghadapi pusat, dan ada pula suatu saat ketika pemerintah
tidak mampu lagi melakukan kontrol atau mengendalikan daerah maka
akan timbul pergerakan daerah untuk memisahkan diri dari NKRI.
2. Kemampuan
Bagi negara yang memiliki sumber daya alam yang besar dana
perimbangan ini akan meningkatkan kemampuan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pemberian pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan kemampuan fiskal
daerah ini dianggap akan menghilangakn ketergantungan daerah kepada
pusat, dan suatu saat daerah akan melepaskan diri dari ikatan NKRI.

3. Kepercayaan
Peningkatan kewenganan dan kemampuan fiskaldaerah akan mengurangi
dan bahkan menghilangkan ketergantunagn daerah kepada pusat. Sebagian
pihak berpendapat bahwa jika ketergantungan daerah kepada pusat sudah
bekurang atau hilang maka kepercayaan daerah kepada pusat sebagai
pengikat NKRI akan berkurang dan bahkan hilang. Hal ini akan
mendorong daerah untuk melepaskan diri dari NKRI.

Jika ketiga aspek tersebut dilihat dari sudut pandang pihak yang
mengalami kehilangan atau pengurangan kewenangan, maka bukan suatu yang
mustahil otonomi daerah akan di anggap sebagai potensi disintegrasi bangsa.
Namun dari sudut pandang daerah, kebijakan otonomi daerah, kebijakan otonomi
daerah dilihat dari ketiga aspek di atas bukanlah merupakan potensi bagi
disintegrasi bangsa.
Bahkan sebaliknya, peningkatan kewenangan daerah dan kemampuan
daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatanya justru akan
miningkatkan kepercayaan daerah kepada pusat. Peningkatan kepercayaan daerah
kepada pusat akan menumbuhkan dukungan daerah pada pusat dalam mengelola
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, anggapan bahwa otonomi
daerah potensi disintegrasi bangsa perlu diluruskan kembali.
BAB III
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu
konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia, dan dapat terwujud dalam
bentuk nasionalisme kewarganegaraan, nasionalisme etnis, nasionalisme
romantic, nasionalisme budaya, nasionalisme kenegaraan, serta nasionalisme
agama. Memudarnya rasa kebanggaan bagi bangsa selama beberapa tahun
belakangan ini, sesungguhnya disulut oleh menguatnya sentimen kedaerahan dan
semangat primordialisme pascakrisis. Sehingga di berbagai daerah muncul
gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan daerahnya terhadap negara
Indonesia.
Integrasi nasional yang adalah kesatuan dan persatuan negara. Melihat
keadaan dan kondisi dari Indonesia dewasa ini, integrasi nasional tidak bisa
diwujudkan dengan mudah atau seperti membalikkan telapak tangan, ini semua
disebabkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Di dalam kehidupan
bermasyarakat bangsa Indonesia sekarang ini, rasa persatuan dan kesatuan
Indonesia bisa dikatakan sangat kurang, kita lebih mementingkan kepentingan
individu dari pada kepentingan bersama sebagai wujud bahwa kita negara yang
benar-benar bersatu. Nasionalisme yang baik, akan mewujudkan integrasi
nasional yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nasionalisme adalah
dengan menangkal efek negatif globalisasi, merajut kembali rasa kesatuan bangsa
Indonesia tanpa keinginan untuk menonjolkan salah satu kelompok, suku, etnis
tertentu.
Integrasi nasional akan tumbuh beriring dengan kuatnya nasionalisme.
Integrasi nasional dapat dieujudkan melalui integrasi secara vertical (pemerintah
dengan masyarakat), dan integrasi nasional horizontal (antar sesama masyarakat).
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan
adanya dinamika perkembangan lingkungan strategis telah membawa nuansa baru
dalam kelangsungan hidup nation state dimana terjadinya pergeseran nilai
nasionalisme yang semula berorientasi pada nilai politik dan geo politik menjadi
berorientasi pada nilai ekonomi. Pergeseran dari nilai nasionalisme dari
pentingnya kesatuan dan persatuan bangsa menjadi cenderung pada aksebilitas
profesionalisme dalam pengkatan kesejahteraan dan keamanan, sehingga tingkat
integrasi bangsa dalam konteks kepentingan nasional dapat dikalahkan oleh
kepentingan yang bersifat individual.
Integrasi nasional pada negara bangsa yang kompleks sangat ditentukan
oleh faktor loyalitas rakyat terhadap bangsanya dalam bentuk loyalitas vertikal
terhadap pemerintah dan loyalitas horizotal dari kelompok tertentu terhadap
kelompok lainnya. Tingkat loyalitas masyarakat tersebut akan menentukan
kekuatan nasionalisme dan selanjutnya akan menciptakan integrasi nasional yang
mantap. Oleh karena itu dalam masyarakat bangsa yang heterogen atau pluralistik
dan dalam rangka mencapai kelangsungan dan kehidupan nation state perlu
adanya upaya utuk tetap memelihara integrasi nasional.
Dalam rangka memelihara integrasi nasional dihadapkan pada situasi dan
kondisi kehidupan di Indonesia saat ini dan prediksi perkembangannya ke masa
depan dapat direkomendasikan beberapa pilihan kebijakan nasional seperti
mengembangkan rekonsiliasi nasional melalui pembinaan kehidupan masyarakat
atas dasar kedewasaan dan pendewasaan kultur sosial dalam memelihara integrasi
nasional, mengembangkan rekonsiliasi nasional melalui pembinaan kehidupan
masyarakat atas dasar penegakan supremasi hukum

2.2 Saran
Semoga solusi yang dipaparkan dalam makalah ini dapat diaplikasikan
sehari-hari oleh masyarakat luas, sehingga tindakan nyata terwujud dan
nasionalisme serta integrasi nasional menguat.
DAFTAR PUSTAKA

Anthony D. Smith. 2003. Nasionalisme : Teori, Ideologi dan Sejarah.


Jakarta: Erlangga

Bahar, A. Safroedin. 1998. Integrasi Nasional : Teori, Masalah dan


Strategi. Jakarta: Galia

Ensiklopedia Populer. Politik dan Pembangunan Pancasila. Jakarta:


Yayasan Cipta Laka Caraka

Sunarso, Dkk. 2013. nasionalisme: Pendidikan Kearganegaraan. Yogyakarta:


Universitas Negeri Yogyakarta Press

http://arifpanduwinata271087.blogspot.co.id/2014/03/integrasi- bangsa.html
http://suarauangsly.blogspot.co.id/2012/09/makalah- nasionalisme.html

Anda mungkin juga menyukai