Anda di halaman 1dari 7

Nama: Yanti Kurnia

NIM: 20220101
Kelas: A1
Prodi: Bahasa Inggris
Jurnal untuk tugas Bahasa Indonesia
Dosen pengampu: Diena San Fauziya

KAJIAN PLOT DAN PENOKOHAN DALAM CERPEN 'MATA YANG


ENAK DIPANDANG' KARYA AHMAD TOHARI

Yanti Kurnia

IKIP SILIWANGI

fatihnurfauzan89@gmail.com

Abstrak

The study was to study the relation of the plots and figures in ahmad tohari's 'good eye' story. This was to make
it easier for the budding writer to understand both elements and is expected to apply in his work. The method isa
qualitative descriptive analysis. Data retrieval involves reading, analyzing, marking and grouping the grooves
and grouping. The purpose of this technique was to facilitate a deeper exposure of key elements in a short. The
results obtained in this study are advanced plots that run according to structure and runoff. Also supported by a
good character presentation, thus making the way easier to understand. Ahmad tohari in this short story has
succeeded in setting up a good plot on frequently related social issues. The characteristics of both antagonists
and protagonists support one another.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan plot dan tokoh dalam cerpen 'Mata yang Enak Dipandang'
karya Ahmad Tohari. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penulis pemula memahami kedua unsur tersebut dan
diharapkan bisa diterapkan dalam karyanya. Metode yang digunakan adalah analisa secara deskriptif kualitatif.
Pengambilan data dilakukan dengan cara membaca, menganalisa, menandai dan mengelompokkan bagian-
bagian alur dan penokohan. Teknik tersebut bertujuan untuk memudahkan pemaparan lebih dalam tentang
kaitan unsur-unsur penting dalam sebuah cerpen. Hasil yang didapat dalam kajian ini adalah plot maju yang
berjalan sesuai struktur dan runut. Juga didukung oleh penyajian watak tokoh yang baik, sehingga jalan mudah
dipahami. Ahmad Tohari dalam cerpen ini telah berhasil membuat plot yang baik tentang permasalahan sosial
yang sering terjadi. Sifat tokoh-tokoh baik antagonis maupun protagonis saling mendukung satu sama lain.

Kata kunci: Cerpen, Ahmad Tohari, Intrinsik-ekstrinsik

Pendahuluan
Cerpen merupakan singkatan dari cerita pendek yang selesai dibaca dalam sekali duduk.
Dalam cerpen dikisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang
mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan
(Kosasih dkk, 2004:431).

Cerpen sendiri dalam kesusastraan termasuk prosa yang dibuat dengan pendekatan struktural
dan semiotika. Fiksi merupakan naratif yang isinya tidak menyarankan pada kebenaran
faktual, sesuatu yang benar (Abrams, 1999:94). Dalam tujuannya, karya fiksi merupakan
jenis sastra yang bertujuan untuk menghibur, memenuhi kepuasan batin, dan pengalaman.
Namun betapa pun baiknya pengalaman yang disuguhkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap
merupakan cerita menarik yang dibuat dari struktur koheren dan bertujuan estetika
(Wellek&Warren, 1988:212)

Cerita pendek sebagai salah satu jenis sastra, dibangun dan dibentuk atas dua unsur, yaitu
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang secara langsung membangun karya
sastra itu sendiri yang biasanya dalam cerpen terdiri dari tema, latar, alur, tokoh, sudut
pandang, dan gaya bahasa. Sedangkan ekstrinsik, adalah unsur luar dari karya itu sendiri yang
terdiri dari latar belakang penulis dan latar belakang masyarakat.

Ahmad Tohari dalam cerpen Mata yang Enak Dipandang menyajikan alur yang diawali dari
seorang tunanetra bernama Mirta yang sehari-harinya dipekerjakan oleh Karsa dan dibawa
dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari uang, lalu cerita berakhir dengan teknik
menggantung atau cliffhanger. Tentunya, jika dalam plot dalam sebuah cerpen harus saling
sambung-menyambung, berkesinambungan, dan utuh agar para penulis pemula bisa
membuat alur yang benar pada cerpen dengan terlebih dahulu memahami jalan cerita yang
disuguhkan dalam sebuah cerita. Secara garis besar struktur alur sebuah novel dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu tahap awal, tengah, dan akhir (Nurgiyantoro, 1998:142). Menurut Hartoko
dalam bukunya yang berjudul Pemandu di Dunia Sastra (1985:48), plot dibedakan menjadi
dua jenis:

1. Plot Flash-back (alur campuran)


Tehnik ini digunakan pengarang untuk menampilkan kembali kejadian di masa lalu.
2. Plot Flash-forward (alur maju)
Dalam suatu cerita, teknik ini lebih mudah di pahami pembaca karena cerita yang
ditampilkan maju terus ke depan.
Selain plot atau alur, unsur intrinsik lain yang penting dalam cerita adalah penokohan. Tokoh
dan penokohan dalam sebuah fiksi haruslah punya sifat yang membuatnya menjadi peran
penting dalam sebuah alur. Tokoh yang hidup dengan segala sifat dan ciri khasnya dapat
menghidupkan alur pada tahap konflik agar maksud dan tujuan karya tersebut tersampaikan.
Unsur pembangun lain Setiap tokoh yang hadir dalam cerita memiliki unsur fisiologis yang
berkaitan dengan fisik; unsur psikologis yang menyangkut psikis tokoh; dan unsur sosiologis
yang berhubungan dengan lingkungan sosial tokoh (Oemarjati, 1971:66-67). Ada dua teknik
yang digunakan oleh para penulis menampilkan tokoh, yaitu analisis dan gramatik.
Sedangkan sifat-sifat tokoh terbagi menjadi antagonis, protagonis, tritagonis, deutragonis,
raisoneur, foil, utility.
Ahmad Tohari sebagai penulis langsung memaparkan tentang watak Mirta dan Tarsa. Tokoh-
tokoh dalam Mata yang Enak Dipandang diberikan watak yang menjadi ciri jati diri dan
menghidupkan alur yang tersusun rapi. Tarsa digambarkan memiliki perangai kurang baik,
sedangkan Mirta digambarkan memiliki perangai baik yaitu patuh, walaupun ia patuh karena
desakan ekonomi. Perlu dicatat juga, bahwa penokohan pun haruslah logis agar tidak terjadi
cacat logika dan dipahami para pembaca.

Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang menghasilkan data berupa kata-kata
tertulis atau lisan yang didapat dari hasil pengamatan. Metode penelitian yang digambarkan
untuk meneliti pada objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci
(Sugiyono, 2016:15). Pendekatan kualitatif digunakan dengan mengamati data dengan
penulis sebagai bagian dari instrumen itu sendiri. Dalam penelitian ini hasil pengamatan
objektif disajikan dalam bentuk kalimat.
Adapun tahap untuk memperoleh data yang diinginkan, yaitu:
1. Menentukan sumber data.
2. Membaca naskah cerpen Mata yang Enak Dipandang.
3. Menganalisis plot dan penokohan.
4. Mendeskripsikan plot dan penokohan
5. Menyimpulkan hasil pemaparan dari penelitian yang telah dilakukan.

Hasil dan Pembahasan


Plot atau alur yang digunakan oleh Ahmad Tohari adalah alur maju. Cerpen Mata yang Enak
Dipandang bercerita tentang seorang tunanetra bernama Mirta. Ia diperlakukan tidak adil
oleh orang yang selalu menuntunnya—Tarsa—dan Mirta selalu berada pada situasi sulit
karena keterbatasannya. Namun, bagaimanapun Mirta yang telah mengemis sepanjang
hidupnya, lebih mengetahui tentang sikap orang-orang kalangan tertentu di gerbong kereta
istimewa pada mereka. Cerpen ini juga menunjukkan situasi sosial yang terjadi sehari-hari di
sekitar kita.

Tahap pemaparan plot dalam cerpen dimulai dari:


1. Perkenalan tokoh
Mirta
pengemis buta itu seperti patung kelaras pisang; kering, compang-camping dan gelisah.
Mirta merekam lintang-pukang lalu lintas dengan kedua telinganya. Dengan cara itu pula
Mirta mencoba menyelidik di mana Tarsa, penuntunnya, berada.

2. Pemaparan masalah diawali kesulitan Mirta ketika mengemis di sisi jalan tanpa
dipedulikan Tarsa.
Namun, Mirta segera sadar bahwa Tarsa memang sengaja meninggalkan dirinya di tempat
yang sulit dan terik itu. Memanggang Mirta di atas aspal gili-gili adalah pemerasan dan kali
ini adalah untuk segelas es limun. Tadi pagi Tarsa sengaja menuntunnya sedemikian rupa
sehingga kaki Mirta menginjak tahi anjing. Mirta boleh mendesis dan mengumpat sengit,
tetapi Tarsa tertawa. Bahkan mengancam akan mendorong Mirta ke got kecuali Mirta mau
membelikannya sebatang rokok.

3. Klimaks atau puncak masalah sendiri terjadi saat Mirta sudah sulit untuk bangun karena
sakit dan tidak ada uang yang didapat.
"Kereta datang, Kang. Ayo masuk stasiun!" Mirta tak memberi tanggapan. Ia hanya
menggoyang-goyangkan kepala untuk mengusir pening.
"Kereta datang, ayo masuk! Nanti ketinggalan." Tak sabar, diraihnya tangan Mirta. Kere
picek ini harus apalagi kalau tidak mengemis kepada para penumpang? pikir Tarsa. Tetapi
Tarsa terkejut ketika menyentuh tangan Mirta. Panas. Tarsa juga melihat bibir mitos sangat
pucat.
"Kamu sakit, Kang?
Tidak," jawab Mirta lirih. Tarsa ragu, dirabanya kembali tangan Mirtha. Memang panas
dan bibir itu memang pucat. Marsha bertambah ragu.
"Bila kamu tidak bangun, ayo bangun! Kamu kere, bukan? Yang namanya kere harus
ngemis."
"Kali ini aku malas."
"Tapi uangnya sudah habis dan kita belum makan. Kamu juga belum kasih aku upah!" "Ya.
Perolehan hari ini memang sangat sedikit."
"Itu salahmu. Kukira kamu tolol, tak pandai mengemis."
"Tolol? Aku sudah puluhan tahun jadi kere. Sudah puluhan anak jadi penuntunku, tetapi
baru bersamamulah aku sering tak dapat duit. Jadi, siapa yang tolol?"
"Kang, aku sudah membawamu ke mana-mana. Kamu sudah kuhadapkan ke semua orang, ke
semua penumpang, Jadi, kalau kamu tak dapat duit. Kamu sendiri yang tolol, 'kan?
"Kamu yang punya mata. Seharusnya kamu bisa melihat orang yang biasanya mau kasih
recehan. Di depan orang seperti itu kita harus bertahan."

4 Antiklimaks ditandai dengan Tarsa yang mulai panik melihat Mirta dan menimbang
keputusan untuk tidak menyiksa Mirta.
Ada bunyi kruyuk dari perut terasa menelan ludah ia mencoba melupakan semua dengan
yoyo nya, tetapi bunyi dari perutnya makin sering terdengar. Tarsa keluar dari bayangan
kerai payung, berjalan tak menentu dan berbalik lagi. Ia mengajak Mirta, untung-untungan
mengemis kepada penumpang kereta yang baru datang. Tetapi dilihatnya Mirta sudah rebah
kembali tubuhnya menggigil dan terasa sangat panas. Ketika Mirta meraih tangannya, Tarsa
memandangi orang yang dituntunnya itu dengan perasaan campur aduk. Mungkin ia
menyesal telah menjemur Mirta terlalu lama demi segelas es limun, mungkin juga ia jengkel
ketika menyadari bahwa dirinya tidak lebih dari kacung bagi kere picek yang kini tergeletak
di tanah di depannya; sialan, hidupku tergantung hanya kepada kere tua yang keropos kedua
matanya itu. Mampus kamu, Kang Mirta! Ah, tidak. Kamu jangan mati! Kalau kamu mati,
Kang Mirta, siapa nanti akan kutuntun? Siapa nanti yang akan kuantar mencari orang-
orang yang punya mata enak dipandang? Dalam ketakutannya, Tarsa berpikir bahwa dia
lebih baik tidak menyiksa Mirta. Tarsa juga berpikir bahwa sebaiknya ikuti saja semua kata
Mirta.

5 Penyelesaian dalam cerpen Mata yang Enak Dipandang sendiri diakhiri dengan Mirta yang
sudah tidak lagi bergerak saat diajak Tarsa untuk mengemis di gerbong kereta kelas tiga.
Perut terasa berkeruyuk. Rasa ingin menggoyang tubuhnya serta, tetapi ia ragu. Maka
tersisa hanya berbisik di telinga lelaki buta yang tengah tergolek itu. Lirih bisiknya.
"Kang Mirta, ayo bangun! Kereta api kelas tiga datang. Ayo kita cari orang-orang yang
matanya enak dipandang!"
Matahari makin miring ke barat namun panasnya masih menyengat. Tarsa gagap, tak tahu
apa yang harus dilakukannya. Mungkin tidak sengaja ketika ia mengulang bisik di telinga
Mirtha.
"Kang, kamu ingin ku antar menemui orang-orang yang matanya enak dipandang, bukan."
Hening.

Cerpen Mata yang Enak Dipandang bercerita tentang seorang tunanetra bernama Mirta. Ia
diperlakukan tidak adil oleh orang yang selalu menuntunnya—Tarsa—dan Mirta selalu
berada pada situasi sulit karena keterbatasannya. Namun, bagaimanapun Mirta yang telah
mengemis sepanjang hidupnya, lebih mengetahui tentang sikap orang-orang kalangan tertentu
di gerbong kereta istimewa pada mereka. Cerpen ini juga menunjukkan situasi sosial yang
terjadi sehari-hari di sekitar kita.

Tokoh yang ada dalam cerpen ada dua orang, yaitu:

1. Mirta
Mirta sebagai protagonis, adalah seorang tokoh yang disebut dalam cerita sebagai orang yang
selalu bekerja untuk Tarsa. Tokoh Mirta sendiri memiliki kekurangan penglihatan atau sering
disebut tunarungu. Namun, ada satu hal yang selalu Mirta tahu mengenai orang-orang di
kereta. Bahwa mereka yang ada di kereta kelas satu atau gerbong istimewa adalah orang yang
sangat sulit memberi. Kesesuain perwatakan dari Mirta yang selalu dipaksa mengemis dari
tempat ke tempat lain, dari satu gerbong ke gerbong lain, berhasil menghidupkan alur yang
menceritakan tentang fenomena sosial di sekitar kita.
"Kang, aku sudah membawamu ke mana-mana. Kamu sudah kuhadapkan ke semua orang,
ke semua penumpang, Jadi, kalau kamu tak dapat duit. Kamu sendiri yang tolol, 'kan?
"Kamu yang punya mata. Seharusnya kamu bisa melihat orang yang biasanya mau kasih
recehan. Di depan orang seperti itu kita harus bertahan."

2. Tarsa
Tarsa sebagai antagonis, adalah seorang penuntun Mirta yang selalu memeras dan
memanfaatkan kekurangan Mirta. Terkadang ia pun mengancam Mirta untuk memenuhi
semua keinginannya. Penulis menjadikan Tarsa sebagai contoh, bahwa kesewenang-
wenangan bisa terjadi bukan hanya di kalangan sosial menengah atas.
Tadi pagi Tarsa sengaja menuntunnya sedemikian rupa sehingga kaki Mirta menginjak tahi
anjing. Mirta boleh mendesis dan mengumpat sengit, tetapi Tarsa tertawa. Bahkan
mengancam akan mendorong Mirta ke got kecuali Mirta mau membelikannya sebatang
rokok.

Simpulan
Alur sederhana dalam Mata yang Enak Dipandang oleh Ahmad Tohari didukung penokohan
yang sesuai. Permasalahan sosial yang disajikan terasa lebih hidup. Mirta yang sepanjang
cerita menerima perlakuan tidak baik dari Tarsa, terpaksa menyerah pada sikap licik Tarsa,
penuntunnya. Alur maju berjalan runut dengan tiap peristiwa yang dialami tokoh-tokoh
sehingga jalan cerita mudah dipahami.

Daftar Pustaka

Al-Ma'ruf, Ali Imran, dan Farida Nugrahani. 2017. Buku Pengkajian Sastra. Surakarta: CV.
Djiwa Amarta Press SSurakarta

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Suhadi, Tjipto. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Muhammadiyah University


Press University Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai