Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO KASUS MEDIK

KEJANG DEMAM

Disusun oleh :
dr. Made Edgard Surya Erlangga Rurus

Pembimbing:
dr. Rifia Indrayanti, Sp.A

Pendamping :
dr. Ani Ruliana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSU AISYIYAH PONOROGO
2021
Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : dr. Made Edgard Surya Erlangga Rurus
No. ID dan Nama Wahana : RSU Aisyiyah Ponorogo
Topik : Kasus medik : Kejang Demam
Tanggal (kasus): 20 Januari 2021
Nama Pasien: An. K D P / 1 th 2 bln No RM: 501300
Tanggal Presentasi: 16 Febuari 2021 Pendamping: dr. Ani Ruliana
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Bayi Anak Lansia Bumil
Neonatus Remaja Dewasa
Deskripsi: Pasien datang ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan kejang seluruh
tubuh.
Tujuan: Mengoptimalkan penatalaksanaan kasus Kejang Demam
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan Pustaka
Cara Diskusi Presentasi & E-mail Pos
membahas diskusi

Data pasien Nama: No RM: 501300


An. K D P / 1 th 2 bln
Nama Klinik: RSU Telp: (-) Terdaftar 20 Januari 2020
Aisyiyah Ponorogo
Data utama untuk bahan diskusi

2
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis/Laboratoris

ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari Puskesmas Babatan dengan kejang. Pasien datang
ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan kejang disertai demam sejak
+- 4 jam SMRS. Total pasien kejang sebanyak 4 kali. Di rumah pasien kejang
sebanyak 1x, di puskesmas 1x, dalam ambulance perjalanan ke IGD RSU
Aisyiyah 1x dan di IGD RSU Aisyiyah sebanyak 1 x. Saat kejang, kedua
tangan pasien mengepal dan kedua lengan atas dan tungkai bawah pasien
bergetar. Mata pasien melirik keatas, dari mulut pasien keluar gumma, lidah
pasien tidak tergigit. Pasien tidak sadarkan diri selama kejang dan setelah
badan pasien menjadi lemas dan langsung tertidur. Durasi tiap kejang <5
menit. Ibu pasien mengatakan bahwa serial kejang ini merupakan kejang yang
pertama kali dan sebelum kejang pasien sempat demam.

Pasien demam sejak +- 1 hari SMRS. Demam muncul setelah


sebelumnya anak diberi makan makanan ringan berupa chiki-chikian dan
pasien sempat kehujanan. Pasien belum dibawa berobat hanya dikompres
dirumah. Sebelum kejang pertama ibu pasien mengatakan demam sempat
terukur +- 38 derajat celsius. Batuk (+) pilek (+) mual (-) muntah (-). BAK
dan BAB dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang demam sebelumnya (-)
Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (-)
Riwayat kelainan bawaan (-)
Riwayat Pengobatan
(-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien megatakan rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai
jadwal.

3
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : GCS 456

BB : 9kg
Tanda Vital
Tekanan darah : - mmHg

Nadi : 120 x/ menit


Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 38,5 oC
SpO2 : 99%

Status Generalis
Kepala & leher : Tidak didapatkan anemis, ikterus, sianosis maupun
dyspnea.
Thorax :
Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Simetris, bentuk normal, retraksi (-)
Palpasi : Dada mengembang simetris, fremitus raba dalam batas
normal
Perkusi : Sonor semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-
+/+ -/- -/-
+/+ -/- -/-

Abdomen : Flat, supel, BU (+) normal, hepar/lien tidak teraba.


Extremitas : Akral hangat kering merah, CRT <2 detik, tidak
didapatkan edema.

4
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Rapid Test 20/ 01/ 2021 : Non reaktif
Darah Lengkap 20/ 01/ 2021
Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 11.5 g/dL 12,0 – 16,0
Leukosit 15.500 /mikroL 6.000 – 17.000
Trombosit 339.000 /mikroL 150.000 – 450.000
Hematokrit 32 % 35 – 49
Eritrosit 4,2 juta/mikroL 3,5 – 5,2
Hitung Jenis
Neutrofil 18 % 50 – 70
Limfosit 57 % 20 – 40
Monosit 25 % 2–8

Imunoserologi 20/01/2021
Widal
Hasil Nilai normal
Anti. S Typhi -O Negatif Negatif
Anti. S Typhi -H Negatif Negatif
Anti. S Paratyphi -AC Negatif Negatif
Anti. S Paratyphi -BC Negatif Negatif

2. Problem list
- Kejang
- Demam
- Suhu tubuh 38,5 oC
- Neutrofil 18%
- Limfosit 57%
3. Assesment
Kejang Demam
4. Planning
Diagnosis: Lab darah, EEG
Terapi:
Terapi awal IGD :
- Oksigen nasal 2 lpm

5
- Stesolid 1 amp 17:42
- Inj. Valisanbe 1/4 amp 17:45

advis dr Sp.A
infus KAEN 4B 12 tpm
inj. Phenytoin 2 x 25 mg
inj. Taxegram 3 x 1/3
inj. Santagesic 3 x 1/3
inj. Cortidex 3 x 1/4
ottopan Syrup 3 x 5 ml
Monitoring:
Kesadaran, keluhan, tanda vital
Edukasi:
- Menjelaskan diagnosis penyakit kepada pasien
- Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan sebagai penegakan diagnosis
- Menjelaskan terapi yang diberikan pada pasien
- Menjelaskan kepada pasien mengenai prognosis dan komplikasi yang
dapat terjadi
- Menjelaskan efek samping pemberian obat




6
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium8.Kejang demam merupakan kelainan neurologist
yang paling sering dijumpai padaanak, terutama pada anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam11. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam12.
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko
yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran
kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat keluarga kejang demam, problem
pada masa neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-
kira 9% akan mengalami 3X recurrent atau lebih10.
B. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira
20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit
lebih sering terjadi pada anak laki-laki 10.
Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum
berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan.Hanya sedikit
yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau
setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak
kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami kejang
demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun14.
Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita
kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi
sebanyak 2-7%.Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan

7
tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat
akademik6.
C. Etiologi
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan
kejang demam, misalnya:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus)
terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas
Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini
mungkin disebabkan karena infeksi viral memang lebih sering menyerang
pada anak, dan mungkin bukan merupakan sesuatu hal yang khusus. Demam
yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.
Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak
sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah
imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak)7.
D. Klasifikasi
Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam
sederhana dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam
merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang
demam komplek.
Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) menurut Livingstone
memiliki beberapa kriteria, yakni:
1. Terjadi pada usia 6 bulan – 4 tahun
2. Lama kejang singkat kurang dari 15 menit
3. Sifatnya kejang umum, tonik dan atau klonik
4. Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
5. Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
6. Tanpa adanya gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
7. Tidak ada kelainan neurologi sebelum dan setelah kejang

8
8. Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
9. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan adanya kelainan 2.
Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri – ciri
gejala klinis sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului
oleh suatu kejang parsial
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului dengan kejang parsial.

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara
anak yang mengalami kejang demam1.

Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

E. Manifestasi klinik
Kejang demam yang berlansung singkat tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energy kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis lactate, hipotensi. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah kejang berlangsung lama yang dapat menjadi matang
dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy spontan. Jadi kejang

9
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak
sehinggga terjadi epilepsy 8
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf. Untuk ini Livingston membuat criteria kejang
demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile
convulsion )
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam
(Epilepsy triggered of by fever )
Menurut Hasan & Alatas, dkk (2002) dengan penanggulangan yang
tepat dan cepat, prognosisnya baik atau tidak perlu menyebabkan kematian.
Risiko yang dihadapi oleh seoarng anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:
1. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam
3. Kejang yang berlangung lama atau kejang fokal
F. Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada
neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.Sel saraf,
seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran.Potensial
membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel.Potensial intrasel
lebih negatif dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial
membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap
sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan 5
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori yaitu :
1. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.

10
2. Perubahan permeabilitas sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
3. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan
dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan
menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan
bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan
demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan
lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang
memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat
yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan
sel saraf meningkat 5.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin
bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa
hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan
hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena
kegagalan metabolisme di otak 2.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut
1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang
belum matang/immatur.
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel.
Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat
dan CO2 yang akan merusak neuron. Demam meningkatkan Cerebral Blood
Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga
menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel 2.

11
G. Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.Ada
riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang
tua, menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor
perkembangan terlambat, problem pada masa neonates, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira
33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9%
anak akan mengalami tiga kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, temperature yang rendah saat kenjang, riwayat keluarga kejang
demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
H. Diagnosis Banding
Biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak atau
otitis media. Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar
susunan saraf pusat (otak). Oleh sebab itu, perlu waspada untuk

12
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu
dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
I. Diagnosis
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejangg itu di dalam atau di luar susunan
saraf pusat (otak).Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis.Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan
meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotic, maka perlu pertimbangan
pungsi lumbal.Penegakan diagnosa kejang demam dapat diperoleh melalui
beberapa langkah yakni anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang terdiri dari laboratorium dan pencitraan jika diperlukan.2
1. Anamnesa
Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara
baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang tua atau sumber
lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar. Dalam anamnesa
khususnya pada penyakit anak dapat digali data – data yang berhubungan
dengan kejang demam meliputi:
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat,
umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5
tahun.
b. Riwayat Penyakit
Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit
disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan
kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat.
Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan
berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan
tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi terhadap obat.
Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam

13
dan kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa
lama demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak,
remitten, intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal
lain yang menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil,
kejang, kesadaran menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak
nafas, adanya manifestasi perdarahan, dsb. Demam didapatkan pada
penyakit infeksi dan non infeksi. Dari anamnesa diharapkan kita bisa
mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab demam itu sendiri.
Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang
terjadi; apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam
dengan onset kejang; apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah
pernah sebelumnya (bila sudah pernah berapa kali (frekuensi per tahun),
saat anak umur berapa mulai muncul kejang pertama); apakah terjadi
kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang. Tipe
kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik,
umum, atau fokal. Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval
antara dua serangan, kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala
lain yang menyertai juga penting termasuk panas, muntah, adanya
kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan apakah ada kemunduran
kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan apakah
termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang
dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone).
c. Riwayat Kehamilan Ibu
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya
penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman
keras, konsumsi makanan ibu selama hamil.
d. Riwayat Persalinan
Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa
yang menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan
panjang badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu
juga ditanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan
atau lewat bulan. Dengan mengetahui informasi yang lengkap tentang
keadaan ibu saat hamil dan riwayat persalinan anak dapat disimpulkan

14
beberapa hal penting termasuk terdapatnya asfiksia, trauma lahir, infeksi
intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit
sekarang, misalnya kejang.
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah
dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur.
Data ini dapat diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan
lainnya. Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk
mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada anak balita perlu ditanyakan
perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial-personal, dan bahasa.
f. Riwayat Imunisasi
Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai
jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca
imunisasi.
g. Riwayat Makanan
Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.
h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah
mengalami kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami
penyakit saraf sebelumnya.
i. Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya
(ayah,ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat
familial penderita.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi
kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda –
tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan
suhu tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik (panjang badan,
berat badan, lingkar kepala, lingkar dada).
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari
ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis.
Pada pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang

15
berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam
merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak
dengan penyebab bias infeksi maupun non infeksi, namun paling sering
disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik
aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya demam, apakah
ada kecurigaan yang mengarah pada infeksi baik virus, bakteri maupun
jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non infeksi seperti
misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan dengan pucat, panas,
atau perdarahan.
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan
apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita
mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang
bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pada waktu
kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi;
rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya
paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek patologis dan
fisiologis.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan dapat meliputi: darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
serum kalsium, fosfor, magnesium, ureum, kreatinin, urinalisis, biakan
darah, urin, feses.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebro spinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6% - 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas.
Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
3) Bayi >18 bulan tidak rutin (jika dicurigai menderita meningitis)

16
c. Pencitraan
Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan :
1) Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
2) Kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastik).
3) Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis nervus VI,
papiledema) atau kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis).
d. Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Pemeriksaan EEG dipertimbangkan pada kejang demam tidak khas
/atipikal, misalkan kejang demam kompleks.pada anak usia lebih dari 6
tahun, atau kejang demam fokal.
J. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu :
• Mengatasi kejang secepat mungkin
• Pengobatan penunjang
• Memberikan pengobatan rumat
• Mencari dan mengobati penyebab
• Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
• Pengobatan akut
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang
perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka.
Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali
mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga
diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang
berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu
penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es atau alkohol atau
dapat juga diberi obat penurun panas (antipiretik).
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti

17
suhu, tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat. Bila
suhu penderita tinggi dilakukan dengan kompres es atau alkohol. Bila
penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang
diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana
dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh
orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari
berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak usia di bawah 3 tahun dan dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun. Dosis diazepam rectal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB. Kemasan terdiri atas 5
mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama,
dapat diberikan lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit (Konsensus).
Untuk mencegah terjadinya edema otak diberikan kortikosteroid yaitu
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan
glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan
cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih
lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita
kejang demam sederhana diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang bila menderita demam
lagi. Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan
dengan obat antikonvulsan lainnya. Obat yang kini ampuh dan banyak
dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam,
baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa
panas.

18
Profilaksis intermiten pada saat demam berupa:
§ Anti-piretik
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah demam meningkat. Pemberian obat penurun
panas paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari dan tidak lebih dari
5 kaliatau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali.Penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan syndrome Reye.
§ Anti-kejang
- Diberikan diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam.
- Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam bila demam diatas 38°C.
- Dapat juga diazepam per rectal5 mg untuk anak dengan BB <10 kg
(tiap 8 jam) dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg (tiap 8 jam),
efek sampingnya ataksia, mengantuk dan hipotonia.
- Klonazepam (0,03 mg/kgBB per dosis tiap 8 jam). Efek sampingnya
mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi dan
hipersalivasi.
- Kloralhidrat supposituria250 mg (untuk BB <15 kg), 500 mg (untuk
BB >15 kg). Kontraindikasi pada pasien dengan kerusakan ginjal,
hepar, penyakit jantung dan gastritis.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan
anak untuk menderita kejang demam sederhana sangat kecil yaitu sampai
sekitar umur 4 tahun.
b. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari.
Pengobatan jangka panjang kejang demam diberikan bila ada >1
keadaan berikut:
1) Kejang demam lebih dari 15 menit.
2) Adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah
kejang (misalkan palsi cerebral, retardasi mental atau mikrosefal).
3) Kejang demam fokal.
4) Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga.

19
Dipertimbangkan apabila:
a) Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan.
b) Kejang berulang dalam 24 jam.
c) Kejang demam berulang (≥ 4 kali per tahun).
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1) Fenobarbital
Dosis 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Efek samping dari
pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak
menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang
gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2) Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan
fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar,
pancreatitis.
3) Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan
gangguan sifat berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital.
Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada
profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun
seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi
kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3
atau 6 bulan.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks
biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi
tersebut.
Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama
kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif

20
perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya
gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
Dalam hal ini tindakan yang perlu ialah mencari penyebab kejang
demam tersebut. Misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi.
Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali dapat menimbulkan
panas pada anak sebaiknya diberi antikonvulsan atau menjaga anak agar tidak
sampai kelelahan, karena hal tersebut dapat terjadi aspirasi ludah atau lendir
dari mulut.
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah karena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga.
Bila kejang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
menetap (cacat).
Ada 3 upaya yang dapat dilakukan :
a. Profilaksis intermitten
b. Profilaksis terus menerus dengan obat antikonvulsan tiap hari
c. Mengatasi segera jika terjadi serangan kejang
6. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
a. Segera menghilangkan kejang
b. Turunkan panas
c. Pengobatan terhadap panas
d. Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan
selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
1) Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu
dilepaskan.
2) Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah
trauma pada bibir dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu
tangan diantara gigi.
3) Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia.
4) Perhatikan kebutuhan cairan dan elektrolit.

21
5) Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika
(asetaminofen/parasetamol) atau dapat diberikan kompres hangat.
Asetaminofen oral 10 mg/kg BB, 4 kali sehari atau Ibuprofen 20
mg/kgBB, 4 kali sehari.
6) Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotik yang sesuai.
7) Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan
kortikosteroid untuk mencegah edema otak dengan menggunakan
cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB.
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada bagan tata-laksana
penghentian kejang. (lihat bagan 1).

Bagan 1. Tatalaksana Kejang


• Luminal (Intramuskular)
- 30 mg (neonates)
- 50 mg (usia 1 bulan-1 tahun)
- 75 mg (usia >1 tahun)
• Midazolam (intranasal, 0,2 mg/kgBB)

22
7. Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.Pada
saat kejang sebagian orang tua menganggap bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis yang
baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
8. Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan
berikut:
1. Kejang demam kompleks.
2. Hiperpireksia (suhu rektal > 39°C).
3. Usia dibawah 6 bulan.
4. Kejang demam pertama.
5. Dijumpai kelainan neurologis.
K. Prognosis
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal.
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
3. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah:
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b. Usia kurang dari 12 bulan.
c. Temperatur yang rendah saat kejang.
d. Cepatnya kejang setelah demam.

23
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulang kejang demam adalah 10% - 15%.Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.
4. Faktor resiko terjadinya epilepsi10
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
resiko menjadi epilepsi adalah :
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4% - 6%, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10% - 49%.Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

24
PEMBAHASAN

An. KDP, perempuan, 1th 2bln, 9kg, rujukan dari Puskesmas Babatan,
datang ke IGD RSU Aisyiyah Ponorogo dengan keluhan kejang disertai demam
sejak +- 4jam SMRS. Total pasien kejang sebanyak 4x. Terakhir kejang saat
pasien masuk ke IGD. Saat kejang, kedua tangan pasien mengepal dan kedua
extremitas pasien bergetar. Mata melirik keatas, dari mulut pasien keluar
gumma. Pasien tidak sadarkan diri selama kejang dan setelah badan pasien
menjadi lemas dan langsung tertidur. Durasi tiap kejang <5menit. Kejang ini
merupakan kejang pertama. Pasien jemam sejak 1 hari SMRS. Sebelum kejang
pertama ibu pasien mengatakan demam sempat terukur 38oC
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis, suhu
tubuh anak 38,5oC. Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap, didapatkan
peningkatan pada neutrofil (18%) dan limfosit (57%).
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami Kejang Demam.
Ketika pasien sampai di IGD, pasien dalam keadaan kejang sehingga
diberikan terapi awal Stesolid 1 supp dan oksigen nasal 2 lpm. Selang 3 menit
pasien masih kejang sehingga diberikan Inj.Valisanbe 1/4 amp.
Selama dirawat di ruangan, pasien mendapatkan terapi berupa Infus
Kaen4B 12 tpm, Inj.Phenytoin 2x25mg, inj.Taxegram 3x1/3 amp,
inj.Santagesic 3x1/3 amp, inj.Cortidex 3x1/4 amp dan ottopan Syrup 3x5 ml.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S, Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006.
Staf Pengajar IKA FKUI.
2. Buku Ajar Kesehatan Anak. 1995. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Dadiyanto, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : FK UNDIP.
4. Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri Vol.
4, No. 02. 59-62
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. 2011.
Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro
6. Fuadi F. .2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak (Tesis),
Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah
7. Lumbantobing, S.M., 2004. Kejang Demam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas.
8. Hassan & Alatas, dkk, 2002, Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, cetakan
kesepuluh, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia Jakarta
9. Hirz D.G., 1997. Febrile Seizures. Ped in Rev;18:5-9.
10. Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid2, Media Aesculapius,
Jakarta
11. Ngastiyah, 1997, Perawatan anak sakit, cetakan I, EGC, Jakarta
12. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592 B
Ismael S. KPPIK-XI, 1983
13. Shah SS, Alpern ER, Zwerling L, Reid JR, McGowan KL, Bell LM., 2002. Low
risk of bacteremia in children with febrile seizures. Arch Pediatr Adolesc
Med;156:469-72.
14. SoetomenggoloTS. 1998. Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi.Jakarta:
IDAI.
15. Chiu SS, Tse CY, Lau YL, Peiris M., 2001. Influenza A infection is an important
cause of febrile seizures. Pediatrics;108:1-7.
16. Baumann, R.J, Kao,A., 2012. Febrile Seizures.
(http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview#a0199

26
17. Macnair T, Febrile Convulsions, website
http://www.bbc.co.uk/health/conditions/febrileconvulsions2.shtml-38k.
18. Febrile Seizure,.website
http://www.mayoclinic.com/health/febrile_seizures/DS00346/DSECTION=10

27

Anda mungkin juga menyukai