Anda di halaman 1dari 94

LAMPIRAN I

KEPUTUSAN KEPALA RSKGM


NOMOR 36/PPI/RSKGM/II/2020
TENTANG
PEDOMAN KERJA PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sangat penting untuk dilaksanakan di


Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu
pelayanan juga untuk melindungi pesien, petugas Rumah Sakit, pengunjung dan
keluarganya pesien dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas atau
berkunjung di Rumah Sakit.
Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin berkembang
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di lain pihak rumah sakit
dihadapi tantangan yang semakin besar. Rumah Sakit dituntut agar dapat memberikan
pelayan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat,
khususnya bagi jaminan keselamatan pasien.
Untuk hal tersebut Rumah Sakit perlu ditingkatkan pelayanan khususnya dalam
pencegahan dan pengendalian infeksi. Bukan saja untuk para petugas tetapi juga
pasien, keluarga pasien dan lingkungan Rumah Sakit.
Dengan demikian pelayanan kesehatan di Rumah Sakit akan menjadi lebih profesional,
akuntabel dan transparan menuju pelayanan kesehatan yang prima. Dan diharapkan
dapat mengenal cara penularan infeksi yang ditemui petugas sehingga petugas dapt
mencegah dan mengendalikan infeksi dengan baik.

B. Tujuan Pedoman

Adapun tujuan dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSK. Gigi dan
Mulut adalah :

1. Dapat digunakan dalam rangka meningkatkan layanan Rumah Sakit, meliputi kualitas
pelayanan, manajemen resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Menjadi pedoman dalam pelayanan Pencegahan dan Pengendalian di Rumah Sakit
agar sesuai dengan prosedur dengan sumber daya terbatas dapat menerapkannya

1
sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penuran penyakit
yang mungkin timbul.
C. Ruang Lingkup

Pedoman ini memberi panduan bagi petugas di Rumah Sakit dan fasilitas lainnya dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap semua
pasien, pengunjung, petugas dan keluarga pasien.

Ruang lingkup pelayanan Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI) di RSK. Gigi dan
Mulut secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Di dalam gedung

Di dalam gedung Rumah Sakit, PPI dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang
diselenggarakan rumah sakit, antara lain:

a. PPI di ruang rawat jalan bagi pasien yaitu di Instalasi Rawat Jalan seperti Poli
umum, polli VIP dan poli Mahasiswa.
b. PPI di rawat inap bagi pasien.
c. PPI di pelayanan penunjang medis yaitu di pelayanan farmasi pelayanan
laboratorium, radiologi.
d. PPI di pelayanan unit khusus yaitu di pelayanan di Unit Gawat Darurat, Ruang
Operasi.
2. Di luar gedung
Kawasan luar gedung rumah sakit dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk PPI
yaitu PPI di tempat umum seperti kantin dan lain-lain yaitu dengan melakukan
pemasangan banner dan poster-poster.

D. Batasan Operasional

1. Beberapa Batasan / Definisi

a. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,


dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu
tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa
mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi
dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan
tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”.

2
b. Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.

c. Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen


infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik

d. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh


terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan
atau luka bakar),yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor),
kemerahan (rubor),pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.

f. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) : sekumpulan gejala


klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang
bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut :
(1) hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi
(sesuai usia), (3) takipnoe(sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia
(sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari
10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang
disebabkan infeksi disebut “Sepsis”.

g. Healthcare-associated infections” (HAIs) : An infection occurring in a patient


during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was
not present or incubating at the time of admission. This includes infections
acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational
infections among staff of the facility. ( PERDALIN 2008 )

h. Rantai Penularan, Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan
atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:
1) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri,
virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab

3
yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan
jumlah (dosis, atau “load”).
2) Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling
umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-
bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir
saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
3) Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa,
transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

2. Landasan Hukum

a. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 19 tentang perlindungan Konsumen


(Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999)

c. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran


(Lembaran Negara Nomor 4431 Tahun 2004)

d. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit

f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


986/Menkes/Per/XI/1992 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit

g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit

h. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan

4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Distribusi Ketenagaan

RSK. Gigi dan Mulut di pegang oleh 1 IPCN. Dengan susunan anggota tim PPI yaitu :
Ketua Tim PPI : 1 orang
IPCO : 1 orang
IPCN : 1 orang
IPCLN : 15 orang

B. Jadwal Kegiatan

1. Survelance data Infeksi rumah sakit


2. Investigasi Outbreak/wabah/Kejadian Luar Biasa (KLB)
3. Melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
4. Membuat Pengkajian Resiko Infeksi rumah sakit
5. Monitoring Pelaksanaan Sterilisasi di rumah sakit
6. Monitoring pelaksanaan manajemen Loundry dan Linen rumah sakit
7. Monitoring pelaksanaan manajemen peralatan kadaluarsa, single-use yang menjadi
re-use.
8. Monitoring pembuangan sampah sampah infeksius, cairan tubuh, dan darah.
9. Monitoring pembuangan benda tajam dan jarum
10. Monitoring pembongkaran, pembangunan, dan renovasi
11. Monitoring pelaksanaan isolasi pasien
12. Monitoring hand hygiene.
13. Monitoring penggunaan alat pelindung diri.

5
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Letak di Lantai 3
Ruang WC R. Dilat R.Kepegawaian R. Kepala
Serbaguna RS dan
Kasi
Kom

B. dik Standar
Mushola
Fasilitas
R. Kelas R. Kelas
R. Akreditasi R. TIM PPI Pantri NS.Ra WC
No Nama Alat Jumlah Keterangan
1 Lemari nap
1 buah Lemari kaca
2 Meja Kerja 2 buah
3 Meja Komputer 1 buah
4 Kursi 5 buah
5 Komputer 1 buah R. Komite
K. Ranap K. Ranap K. Ranap K. Ranap K.1 Ranap Keperawat
6 Printer L350 buah Epson
No ATK Jumlah an Keterangan
1 Filling cabinet kecil 1 buah
2 Penggaris 1 buah
3 Steples 1 buah
4 Gunting 1 buah
5 Tip Ex 1 buah

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas


pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi
tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.

B. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi

6
1. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat
dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan
dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan
(Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode
kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
3. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk
mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung
kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation
Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu
“Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased
Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” /
PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan
pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis
C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.

C. Kewaspadaan Isolasi ( Isolation Precautions)

Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan


dengan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan atau Healthcare
Associated Infection ( HAIs) dan infeksi yang didapat dari pekerjaan
merupakan masalah penting di seluruh dunia yang terus meningkat
(Alvarado, 2000)

1. Perkembangan Kewaspadaan

Kewaspadaan standar atau standar precaution disusun oleh CDC tahun


1996 dengan menyatukan Universal Preacaution ( UP ) atau kewaspadaan
terhadap darah dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun 1985 untuk
mengurangi risiko terinfeksi pathogen yang berbahaya melalui darah dan
cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolation ( BSI ).

7
isolasi terhadap cairan tubuh yang dibuat 1987 untuk mengurangi risiko
penularan pathogen yang berada dalam bahan yang berasal dari tubuh
pasien terinfeksi. Pedoman kewaspadaan isolasi dan pencegahan transmisi
penyebab infeksi di saranan kesehatan diluncurkan Juni tahun 2007 oleh
CDC dan HICPAC dengan penambahan istilah HAIs ( Healthcare Associated
Infection ) menggantikan istilah infeksi nosokomial, Hygiene respirasi atau
etika batuk, praktek menyuntik yang aman.

aan Isolasi dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
aan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan

aan standar dilakukan kepada semua pasien tanpa memandang pasien


nfeksius atau tidak.
aan transmisi adalah kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airborne

2. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien. Kategori I meliputi :

a. Kebersihan Tangan
Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar
dianggap sebagai penyebab utama infeksi nosokomial (HAIs) dan
penyebaran mikroorganisme multiresisten di fasilitas pelayanan
kesehatan dan telah diakui sebagai contributor yang penting terhadap
timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002 )

Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi,


praktek membersihkan tangan adalah untuk mencegah infeksi yang
ditularkan melalui tangan. Tujuan kebersihan tangan adalah untuk
menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau
membunuh mikroorganisme pada kulit. Mikroorganisme di tangan ini
diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan. Sejumlah
mikroorganisme permanen juga tinggal di lapisan terdalam
permuakaan kulit yaitu Staphylococcus Epidermidis.

8
1) Definisi

a) Mencuci tangan
Proses yang secara mekanik melepasan kotoran dan debris dari kulit
tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air.

b) Flora Transien dan Flora residen pada kulit

Istilah ini menggambarkan dimana bakteri dan mikroorganisme


berada dalam lapisan kulit. Flora transien diperoleh melalui kontak
dengan pasien, petugas kesehatan lain atau permukaan yang
terkontaminasi (misalnya meja periksa, lantai atau toilet) selama
bekerja. Organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat
sebagian dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan
air. Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta
didalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya,
bahkan dengan pencucian dan pembilasan kertas dengan sabun
dan air bersih. Untungnya, pada sebagian besar kasus, flora residen
kemungkinan kecil terkait dengan penyakit infeksi yang menular
melalui udara, seperti flu burung. Tangan atau kuku dari sejumlah
petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh
organisme yang menyebabkan infeksi seperti S.aureus, batang
Gram negatif si ragi.

c) Air bersih
Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring
sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya
(misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrument medis)
karena memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pada
keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan
memiliki turbiditas rendah (jernih, tidakberkabut) serta bebas dari
najis.

d) Sabun
Produk-produk pembersih (batang, cair, lembar, bubuk) yang
menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu
melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang menempel
sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk

9
melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun
antiseptik (antimikroba) selain melepas juga membunuh atau
menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar
mikroorganisme.

Contohnya adalah :

1.1. Alkohol 60-90% (etil dan isopropil atau metil alkohol)

1.2. Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane)

1.3. Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai


konsentrasi (Savlon)

1.4. Yodium 3%. Yodium dan produk alkohol berisi yodium atau
lincture (yodium linktur)

1.5. Lodofor 7,5-10% , berbagai konsentrasi (Betadine atau


Wescodyne)

1.6. Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX)


berbagai konsentrasi (Dettol)

e) Emollient
Cairan organik, seperti gliserol, propilen glikol, atau sorbitol yang
ketika ditambahkan pada handrub dan losion tangan akan
melunakan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit
(keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat pencucian
tangan dengan sabun yang sering (dengan atau tanpa antiseptik)
dan air.7) Triklosan 0,2-2%

f) Handrub antiseptik berbasis alkohol tanpa air


Antiseptik handrub yang bereaksi cepat menghilangkan
sementara atau mengurangi mikroorganisme penghuni tetap
tanpa melindungi kulit tanpa menggunakan air. Sebagian besar
antiseptik ini mengandung alkohol 60-90%, suatu emolient dan
seringkali antiseptik tambahan (misalnya khlorheksidin glukonat 2-
4%) yang memiliki aksi residual (Larson et al. 2001).

2) Ruang Lingkup

10
Kebijakan ini berlaku untuk semua staf klinis dan non klinis yang
bekerja di RSK. Gigi dan Mulut Prov.Sumsel
a) Kepala RSK. Gigi dan Mulut bertanggung jawab untuk menjamin
bahwa mekanisme telah tersedia untuk keseluruhan pelaksanaan,
pengawasan, dan peninjauan kebijakan ini. Kepala RSKGM
mendelegasian seluruh tanggung jawab pelaksanaan dan
implementasi kepada Kasi Pelayanan dan Penunjang Medis.
b) Kasi Pelayanan dan Penunjang Medis RSK. Gigi dan Mulut
bertanggung jawab untuk menjamin bahwa semua Kepala Unit:
i.1. Menyebarluaskan kebijakan di area tanggung jawabnya.
i.2. Menerapkan kebijakan ini dalam area tanggung jawabnya.
i.3. Mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber-sumber agar
sesuai dengan kebijakan.
i.4. Menjamin semua staf diinformasikan mengenai kebijakan ini.
i.5. Menjamin semua staf di bawah pengawasan mereka telah
mendapat pelatihan sesuai kebutuhan kebijakan ini.
c) Kepala unit bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan
dalam pengelolaan di lingkungan mereka dan harus memastikan
bahwa :
1.1. Semua staf baru maupun yang lama mempunyai akses ke
Kebijakan Kebersihan Tangan dari Kepala RSK. Gigi dan
Mulut.
1.2. Tersedia SPO tertulis yang mendukung pengawasan dan
kepatuhan terhadap kebijakan cuci tangan.
1.3. Semua suplai (sabun antiseptic, kertas tissue, dsb) yang
diperlukan untuk mencuci tangan tersedia dan diganti bila
sudah habis di tempatnya.
1.4. Menjamin semua staf pelayanan terbiasa dengan kebijakan
ini
1.5. Menjamin bahwa staff dijadwalkan untuk mengikuti training,
termasuk training tentang hygiene tangan
1.6. Semua staf bertanggung jawab untuk melaksanakan
kebijakan dan harus menjamin :
1.7. Semua mengerti dan melakukan cuci tangan sesuai
dengan SPO
1.8. Semua staff bertanggung jawab atas kebersihan tangannya
dan menganjurkan petugas kesehatan lainnya melakukan
hal yang sama.

11
1.9. Menasehati pasien dan pengunjung untuk ikut serta
melakukan tindakan pencegahan pengendalian infeksi
antara lain dengan cara cuci tangan.
1.10. Menjamin suplai cairan pembersih tangan dan material
lainnya, seperti kertas tissue selalu tersedia, termasuk
untuk pengunjung.
1.11. Melaporkan ke Kasi ketika ada kekurangan pengetahuan
atau faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kebersihan tangan, terutama yang meliputi fasilitas /
peralatan atau insiden-insiden yang menyebabkan
kontaminasi silang.
1.12. Semua staf harus hadir dalam pelatihan / edukasi
pengendalian infeksi.
d) Unit hospitality :
Semua suplai pencuci tangan di area publik disediakan oleh RSK.
Gigi dan Mulutdan segera diganti bila sudah habis.
e) Farmasi
1.1. Farmasi bertanggung jawab dalam pengadaan sabun,
sabun antiseptik, pencuci tangan yang mengandung
alkohol, berdasarkan nama yang telah direkomendasi oleh
Tim Pengendalian Infeksi.
1.2. Farmasi bertanggung jawab mensuplai barang-barang
tersebut ke Poli Rawat jalan, IGD, Bedah, dan rawat inap.
f) Tim PPI
Tim Pengendalian Infeksi bertanggung jawab untuk :
1.1. Menjamin bahwa kebijakan ini sesuai dengan nasihat dan
panduan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan
lembaga internasional
1.2. Tinjau ulang kebijakan jika menerima perubahan nasihat
atau panduan dari Departemen Kesehatan dan lembaga
lainnya.
1.3. Mengembangkan dan melaksanakan semua SPO yang
mendukung kebijakan ini.
g) Infection Prevention & Control Nurse (IPCN)
1.1. Menyediakan fasilitas cuci tangan & alcohol handrub pada
tempat yang mudah diakses ( at the point of care ).
1.2. Melakukan perbaikan kepatuhan hygiene tangan menjadi
prioritas utama organisasi.

12
1.3. Mengadopsi program multimodal hygiene tangan WHO
yang meliputi perubahan sistem, training & edukasi,
evaluasi & umpan balik, peringatan di area kerja dan iklim
yangb aman serta melaksanakan program tersebut demi
mencapai perbaikan kepatuhan hygiene tangan.

3) Kebijakan

Kebijakan kebersihan tangan di RSK. Gigi dan Mulut melalui kepatuhan


Prosedur kebersihan tangan di RSK. Gigi dan Mulut, sebagai berikut :
a) Penyusunan SPO Kebresihan Tangan berdasarkan Pedoman
Pelaksanaan Kebersihan tangan terbaru
b) Sosialisasi SPO Kebersihan tangan
c) Edukasi mengenai prosedur kebersihan tangan, lima saat
kebersihan tangan, pemantauan kebersihan tangan, pelaksanaan
audit kebersihan tangan dan edukasi kebersihan tangan
d) Evaluasi hasil audit kebersihan tangan dan pentepan RTL (Rencana
Tindak Lanjut).

4) Tata Laksana

a) Prinsip-Prinsip Dalam Menjaga Kebersihan Tangan

1.1. Kedua tangan harus dicuci berdasarkan 5 momen cuci


tangan
1.2. Kedua tangan harus harus dicuci berdasarkan 5 momen
cuci tangan.
1.3. Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan menggunakan
pembersih tangan yang mengandung alcohol, sabun cair
atau cairan antiseptic. Pilihan cairan tergantung aktivitas
yang dilakukan.
1.4. Semua staf harus sesuai kebijakan dan panduan mencuci
tangan; semua jam tangan dan perhiasaan harus
dilepaskan saat cuci tangan
1.5. Kuku harus dipotong pendek (0,5 cm). kuku palsu dan
pewarna kuku tidak boleh dipakai saat kontak langsung
dengan pasien.

13
1.6. Luka sayat dan luka lecet harus ditutup dengan plester
kedap air.

b) Lima Momen Cuci Tangan

1.1. Sebelum menyentuh pasien cuci tangan


Pada saat ini terutama untuk mencegah kolonisasi
bakteri yang berasal dari mikroorganisme yang
berhubungan dengan tenaga kesehatan dengan cara
tranfer organisme dari lingkungan kerja sekitarnya,
antara lain tuas pintu,tangan pasien yang lain,gagang
telpon dll.
1.2. Sebelum tindakan aseptis.
cuci tangan pada saat ini mencegah tranfer organisme
pada saat melepas selang intra vena, memberi injeksi
atau merawat luka pasien.
1.3. Setelah terpapar cairan tubuh.
Cuci tangan pada saat ini mencegah tranfer organisme
cairan tubuh yang mungkin beresiko infeksius. Perlu
diingat bahwa sarung tangan sebagai kulit kedua untuk
mencegah terpapar cairan tubuh tidak menjamin 100%
sehingga tetap perlu cuci tangan setelah sarung tangan
di lepas.
1.4. Setelah menyentuh pasien.
Cuci tangan perlu dilakukan setelah meninggalkan
pasien yang di rawatnya, sebelum menyentuh barang
lain, untuk mencegah tranfer organisme maupun untuk
melindungi petugas kesehatan sendiri.
1.5. Setelah menyentuh area sekitar pasien .
Cuci tangan saat ini perlu di lakukan meskipun tidak
menyentuh pasien, karena area sekitar pasien mungkin
terkotaminasi dengan flora pasien.

14
Gambar 1. Lima momen cuci tangan

c) Cara Cuci Tangan

1.1. Cuci tangan biasa dengan sabun dan air.


Cuci tangan sabun dan air (lama 40-60 detik, 4 kali
hitungan per gerakan).
1.1.1. Lepas jam tangan, cincin dan perhiasan lain.
Basahi tangan dengan air bersih yang mengalir.
1.1.2. Tuangkan sabun cair 3-5 cc, untuk menyabuni
seluruh permukaan tangan sebatas pergelangan
1.1.3. Lakukan 6 langkah gerakan cuci tangan yaitu :
Pertama, gosokkan kedua telapak tangan hingga
merata
Kedua, gosok punggung dan sela-sela jari
dengan tangan kanan dan sebaliknya
Ketiga, gosok kedua telapak tangan dan sela-
sela jari
Keempat, jari-jari sisi dalam dari kedua tangan
saling mengunci
Kelima, gosok ibu jari kiri berputar dalam
genggaman tangan kanan dan sebaliknya

15
Keenam, gosok dengan memutar ujung jari-jai
tangan kanan ditelapak tangan kiri dan
sebaliknya
1.1.4 Bilas tangan dengan air mengalir.
1.1.5 Keringkan dengan tisue kering sekali pakai.
1.1.6 Gunakan tissue tersebut untuk menutup keran
dan buang ke tempat sampah dengan benar

Gambar 2.Cara Kebersihan tangan dengan Sabun dan Air


Diadaptasi dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care:
First Global Patient Safety Challenge, World HealthOrganization,
2009.

1.2. Cuci tangan dengan antiseptik berbasis alcohol (Handrub)


Lama waktu 20-30 detik (dengan hitungan 4 kali hitungan
per gerakan) dan tetap diperlukan cuci tangan dengan air
mengalir + sabun setiap kali 5-10 melakukan aplikasi
handrub.
1.1.1. Tuangkan 2-3 cc antiseptic berbasis alkohol ke
telapak tangan, kemudin ratakan ke seluruh
permukaan tangan.
1.1.2. Lakukan 6 langkah gerakan cuci tangan,yaitu:

16
Pertama, gosokan kedua telapak tangan hingga
merata
Kedua, gosok punggung dan sela-sela jari tangan
kiri dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya
Ketiga, gosok kedua telapak tangan dan sela jari
tangan
Keempat, jari-jari sisi dalam dari kedua tangan
saling mengunci
Kelima, gosok berputar pada ibu jari tangan kiri
dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya
Keenam, gosok dengan memutar ujung jari-jari
tangan kanan di telapak kiri dan sebaliknya.

Gambar 3.Kebersihan Tangan dengan Antisepsik Berbasis Alkohol


Diadaptasi dari WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care:
First Global Patient Safety Challenge, World Health Organization, 2009

1.2. Cuci tangan pada Pembedahan.


1.1.1. Pakailah tutup kepala dan masker.
1.1.2. Lepas perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin dan
jam tangan).
1.1.3. Basahi tangan dengan air kran pada temperature yang
nyaman sampai rata.

17
1.1.4. Teteskan desinfektan sebanyak ± 2 – 5 cc, kemudian
ratakan di kedua tangan sampai berbusa agar kotoran
bisa lepas.
1.1.5. Usahakan posisi tangan lebih tinggi daripada siku.
1.1.6. Bersihkan kedua tangan satu persatu dimulai dari kuku,
ujung jari sampai telapak tangan termasuk lipatan-lipatan
bagian tepi jari.
1.1.7. Bersihkan lengan bawah (pergelangan sampai siku)
dimulai salah satu tangan dengan memakai desinfektan
termasuk bagian tepi dalam dan luar sampai bersih.
1.1.8. Bilas kedua tangan dan lengan sampai batas siku dalam
secara berulang sampai basah.
1.1.9. Sambil menunggu kedua tangan kering posisi tangan
tetap di atas siku dan biarkan air yang menetes di bagian
siku sampai habis. Usahakan kedua tangan terhindar
dari benda-benda yang tidak steril.
1.1.10. Keringkan kedua tangan dengan handuk steril, di
mulai dari sela-sela jari sampai kering lebih 5 cm di atas
siku dengan cara memutar (tiap sisi handuk untuk siku.

d) Indikasi Cuci Tangan

1) Cuci tangan dengan sabun dan air jika tangan tampak kotor.
2) Cuci tangan dengan sabun desinfektan dan air jika tangan
terkena darah atau cairan tubuh lainnya.
3) Jika tangan tidak tampak kotor, gunakan alcohol handrub
untuk dekontaminasi tangan secara rutin. Setelah 5 kali
handrub harus diselingi dengan cuci tangan dengan sabun.
4) Di klinik gigi, kebersihan tangan harus dilakukan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan area kerja. Hal ini meliputi
kursi, lampu, peralatan, tempat duduk tanpa sandaran dan
meja/siku.

e) Agen-Agen Pencuci Tangan


Ada 3 tipe agen yang dapat digunakan untuk menyingkirkan
mikroorganisme dari tangan : sabun, pembersih tangan yang
mengandung alcohol ( alcohol handrub ) dan cairan antiseptic.
1) Sabun

18
Akan menyingkirkan mikroorganisme transien secara mekanik,
tetapi sedikit efeknya terhadap mikroorganisme residen. Namun
demikian, mencuci tangan dengan sabun secara keseluruhan
penting untuk mencegah infeksi silang selama kontak social. Ini
dapat dilakukan sebelum melakukan tugas-tugas rutin di unit
perawatan dan setelah setiap kontak dengan pasien. Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merekomendasi
penggunaan sabun cair dalam container dengan dosis terukur.
2) Cairan Antiseptik
1.1. Akan menyingkirkan mikroorganisme transien dan
mengurangi mikroorganisme residen. Sediaan yang
menggandung bahan dasar Chlorhexidine terbukti lebih
efektif dibandingkan dengan cairan berbahan dasar iodine
karena ini mengandung efek residu yang mempengaruhi
waktu kesempatan hidup dari banyak mikroorganisme
pada permukaan tangan.
1.2. Agen antimikroba harus digunakan dalam situasi-situasi
yang membutuhkan pengurangan mikroba residen,
misalnya di ruang operasi atau unit-unit yang serupa,
ketika menjumpai pasien di ruang isolasi, selama wabah
infeksi dan sebelum melakukan prosedur invasive.
3) Pencuci Tangan Berbahan Dasar Alkohol
Dapat digunakan dengan cepat tanpa perlu air. Namun demikian
tidak efektif menyingkirkan kotoran tanah / spora dan hanya
boleh digunakan jika tangan tampak bersih. Pencuci tangan
berbahan dasar alcohol tidak boleh digunakan pada pasien yang
teridentifikasi/dicurigai positif terdapat bakteri Clostridium difficule

f) Agen-Agen Pengering Tangan

Di area klinik kertas tissue harus tergantung di dinding untuk


mengeringkan tangan. Kertas tissue yang berdaya serap tinggi akan
menyingkirkan beberapa organism transien yang masih tertinggal
setelah selesai cuci tangan. Penggunaan pengering tangan yang
panas tidak boleh digunakan di area klinik karena akan
menyebarkan bakteri di udara oleh udara lingkungan sekitar yang
bersirkulasi kembali.

19
g) Kebersihan Tangan Pasien / Pengunjung

Semua pasien/pengunjung harus dianjurkan memperoleh standar


kebersihan tangan yang baik untuk mencegah penularan infeksi.
Staf harus menjamin bahwa pasien/pengunjung ditawarkan
kesempata mencuci tangan pada saat yang tepat.

h) Pengawasan Dan Pengontrolan

Pengontrolan kebersihan tangan berfokus pada pemenuhan


1.1. Teknik kebersihan tangan.
1.2. Kesempatan membersihkan tangan berdasarkan “5 momen
kebersihan tangan “.
1.3. Kebersihan tangan ini menjadi quality indicator dari infection
prevention and control.
1.4. Kesesuaian dengan kesempatan dan teknik kebersihan
tangan akan diaudit setiap bulan. Semua unit ikut aktif
melakukan audit sendiri di unitnya. Hasil audit disampaikan
ke IPCN.
1.5. Hasil dari audit akan dipresentasikan ke Tim Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi dan manajemen.
1.6. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi akan melakukan
pengawasan dan mengawasi kemajuan.

b. Alat Pelindung Diri

1) Definsi

Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan


oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian
tubuhnya dari adanya kemungkinan potensi bahaya atau
kecelakaan kerja (Budiono, 2003).
Pelindung barrier, yang secara umum disebut sebagai alat
pelindung diri (APD), merupakan pakaian khusus atau peralatan
yang dipakai petugas atau pasien untuk memproteksi diri dari
bahaya fisikal, chemical, biologis/ bahan infeksius. Alat pelindung

20
diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata
(pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung
diri. Topi, masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau
kertas namun pelindung paling baik adalah yang terbuat dari
bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air
atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

2) Ruang Lingkup

Kebijakan ini berlaku untuk semua staf klinis dan non klinis yang
bekerja di RSK. Gigi dan Mulut Prov.Sumsel
a) Kepala RSK. Gigi dan Mulut bertanggung jawab untuk
menjamin bahwa mekanisme telah tersedia untuk keseluruhan
pelaksanaan, pengawasan, dan peninjauan kebijakan ini.
Kepala RSKGM mendelegasian seluruh tanggung jawab
pelaksanaan dan implementasi kepada Kasi Pelayanan dan
Penunjang Medis.

b) Kasi Pelayanan dan Penunjang Medis RSK. Gigi dan Mulut


bertanggung jawab untuk menjamin bahwa semua Kepala
Unit:
1.1. Menyebarluaskan kebijakan di area tanggung
jawabnya.
1.2. Menerapkan kebijakan ini dalam area tanggung
jawabnya.
1.3. Mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber-sumber
agar sesuai dengan kebijakan.
1.4. Menjamin semua staf diinformasikan mengenai
kebijakan ini.
1.5. Menjamin semua staf di bawah pengawasan mereka
telah mendapat pelatihan sesuai kebutuhan kebijakan
ini.
1.6. Kepala unit bertanggung jawab dalam pelaksanaan
kebijakan dalam pengelolaan di lingkungan mereka dan
harus memastikan bahwa :

21
1.7. Semua staf baru maupun yang lama mempunyai akses
ke Kebijakan Alat Pelindung Diri dari Kepala RSK. Gigi
dan Mulut.
1.8. Tersedia SPO tertulis yang mendukung pengawasan
dan kepatuhan terhadap kebijakan Alat Pelindung Diri.
1.9. Semua suplai ( masker, sarung tangan, gaun dsb )
yang diperlukan tersedia.
1.10. Menjamin semua staf pelayanan terbiasa dengan
kebijakan ini
1.11. Menjamin bahwa staff dijadwalkan untuk mengikuti
training, termasuk training tentang Penggunaan Alat
Pelindung Diri

c) Semua staf bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan


dan harus menjamin :
1.1. Semua mengerti dan menggunakan Alat Pelindung Diri
sesuai dengan SPO
1.2. Melaporkan ke Kepala Bidang ketika ada kekurangan
pengetahuan atau faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri, terutama yang
meliputi fasilitas / peralatan atau insiden-insiden yang
menyebabkan kontaminasi silang.
1.3. Semua staf harus hadir dalam pelatihan / edukasi
pengendalian infeksi.

d) Farmasi
1.1. Farmasi bertanggung jawab dalam pengadaan Alat
Pelindung Diri berdasarkan nama yang telah
direkomendasi oleh Tim Pengendalian Infeksi.
1.2. Farmasi bertanggung jawab mensuplai barang-barang
tersebut ke Poli Rawat jalan, IGD, Bedah, dan rawat
inap, unit penunjang.

e) Tim PPI
Tim Pengendalian Infeksi bertanggung jawab untuk :
1.1. Menjamin bahwa kebijakan ini sesuai dengan nasihat
dan panduan yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan dan lembaga internasional.

22
1.2. Tinjau ulang kebijakan jika menerima perubahan
nasihat atau panduan dari Departemen Kesehatan dan
lembaga lainnya.
1.3. Mengembangkan dan melaksanakan semua SPO yang
mendukung kebijakan ini.

3) Kebijakan
a) Sarung tangan, masker dan googles dipakai untuk dokter dan
perawat di ruang rawat jalan, dan IGD.
b) Sarung tangan khusus, masker dan sepatu boot secara rutin
dipakai Cleaning Service
c) Masker dipakai untuk petugas laboratorium dental.
d) Sarung tangan dari bahan Pb masker, apron dari bahan Pb film
badge (dosimeter) dipakai untuk petugas
Radiologi/Radioterapi.
e) Masker, penutup kepala, kacamata pelindung, sarung tangan,
baju bedah, dipakai untuk dokter dan petugas Ruang bedah
minor dan mayor.
f) Masker I , masker II, penutup kepala, kacamata pelindung,
sarung tangan I, sarung tangan II dan baju pelindung, dipakai
untuk dokter dan perawat saat terjadi resiko penularan infeksi
melalui udara dan cairan tubuh.

4) Tata Laksana

a) Tata Laksana Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

1.1. Petugas Penanggung Jawab.


1.1.1. .Dokter, Perawat, petugas laboratorium dan
petugas kesehatan lainnya.
1.1.2. Cleaning Service.
1.2. Perangkat Kerja Alat Pelindung Diri (APD).
1.1.1. Tata Laksana Penggunaan SarungTangan.
1.1.1.1. Ambil salah satu sarung tangan
dengan memegang sisi sebelah
dalam lipatannya

23
1.1.1.2. Posisikan sarung tangan setinggi
pinggang dan menggantung dilantai,
sehingga bagian lubang jari-jari
tangannya terbuka, lalu masukkan
tangannya
1.1.1.3. Ambil sarung tangan kedua dengan
cara menyelipkan jari-jari tangan yang
sudah memakai sarung tangan ke
bagian lipatan (bagian yang tidak
bersentuhan dengan kulit tangan)
1.1.1.4. Pasang sarung tangan kedua dengan
cara memasukkan jari-jari tangan
yang belum memakai sarung tangan,
kemudian luruskan lipatan dan atur
posisi sarung tangan sehingga terasa
pas ditangan

1.1.2. Tata Laksana Melepaskan sarung tangan


1.1.2.1. Ingatlah bahwa bagian luar sarung
tangan telah terkontaminasi!
1.1.2.2. Pegang bagian luar sarung tangan
dengan sarung tangan lainnya,
lepaskan.
1.1.2.3. Pegang sarung tangan yang telah
dilepas dengan menggunakan tangan
yang masih memakai sarung tangan.
1.1.2.4. Selipkan jari tangan yang sudah tidak
memakai sarung tangan di bawah
sarung tangan yang belum dilepas di
pergelangan tangan.
1.1.2.5. Lepaskan sarung tangan di atas
sarung tangan pertama.
1.1.2.6. Buang sarung tangan di tempat
limbah infeksius.

1.1.3. Tata Laksana Penggunaan Masker.


1.1.1.1. Eratkan tali atau karet elastis pada
bagian tengah kepala dan leher.

24
1.1.1.2. Paskan klip hidung dari logam
fleksibel pada batang hidung.
1.1.1.3. Paskan dengan erat pada wajah dan
di bawah dagu sehingga melekat
dengan baik.
1.1.1.4. Periksa ulang pengepasan masker.

1.1.4. Tata Laksana Melepaskan Masker


1.1.1.1. Ingatlah bahwa bagian depan masker
telah terkontaminasi- JANGAN
SENTUH!
1.1.1.2. Lepaskan tali bagian bawah dan
kemudian tali atau karet bagian atas.
1.1.1.3. Buang ke tempat limbah infeksius.

1.1.5. Tata Laksana Penggunaan Goggle/ Pelindung


mata.
1.1.1.1. Ambil kaca mata pelindung dengan
memegang bagian sisi bertali atau
tangkainya
1.1.1.2. Bersihkan kaca dengan tissue bila
buram atau kotor
1.1.1.3. Pakaikan kaca mata senyaman
mungkin.

1.1.6. Tata Laksana Melepaskan Kacamata Pelindung


1.1.1.1. Ingatlah bahwa bagian luar kacamata
atau pelindung wajah telah
terkontaminasi!
1.1.1.2. Untuk melepasnya, pegang karet atau
gagang kacamata.
1.1.1.3. Letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk diproses ulang atau
dalam tempat limbah infeksius.

1.1.7. Tata Laksana Penggunaan Gaun Pelindung

25
1.1.1.1. Ambil gaun pelindung / apron dengan
memegang bagian atas atau bagian
leher.
1.1.1.2. Kalungkan tali apron bagian atas atau
talikan tali apron untuk apron yang
bertali ke belakang leher
1.1.1.3. Ikat tali apron bagian samping ke
belakang pinggang dan pastikan
bagian depan dan samping menutupi
badan tidak terlipat.

1.1.8. Tata Laksana Melepaskan Gaun Pelindung


1.1.1.1. Ingatlah bahwa bagian depan gaun
dan lengan gaun pelindung telah
terkontaminasi!
1.1.1.2. Lepas tali.
1.1.1.3. Tarik dari leher dan bahu dengan
memegang bagian dalam gaun
pelindung saja.
1.1.1.4. Balik gaun pelindung.
1.1.1.5. Lipat atau gulung menjadi gulungan
dan letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk diproses ulang atau
buang di tempat limbah infeksius.

1.1.9. Tata Laksana Penggunaan Pelindung Kaki.


1.1.1.1. Buka alas kaki yang dipakai
1.1.1.2. Ambil pelindung kaki dengan
memegang bagian atas.
1.1.1.3. Pasang pelindung kaki sepatu boot
atau sandal yang yang sepenuhnya
menutupi bagian kaki

1.1.10. Tata Laksana penggunaan penutup kepala :


1.1.1.1. Ambil penutup kepala dengan
memegang bagian sisi yang bertali
atau bagian belakang penutup kepala

26
1.1.1.2. Pakaikan penutup kepala sampai
semua rambut tertutup,
1.1.1.3. Ikat penutup kepala yang bertali atau
pastikan karet penutup kepala tidak
longgar.
1.1.1.4. Gunakan penutup kepala yang bersih
dan menutupi seluruh rambut
1.1.11. Tata Laksana Melepaskan penutup kepala
1.1.1.1. Buka ikatan / simpul penutup kepala
dari bagian belakang kepala dengan
kedua tangan.
1.1.1.2. Pegang sis penutup kepala dengan
tangan kanan dan tangan kiri
memegang bagian dalam penutup
kepala kemudian tarik bagian dalam
penutup kepala sehingga terbalik
dan lipat penutup kepala
1.1.12. Persiapan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD)
1.1.1.1. Alat pelindung diri sebaiknya selalu
tersedia disetiap ruangan dalam
keadaan siap dipakai.
1.1.1.2. Umumnya sekali pakai atau dipakai
terpisah untuk setiap pasien.
1.1.1.3. Setiap alat pelindung yang
terkontaminasi harus disingkirkan
dan segera diganti.
1.1.1.4. Alat pelindung diri yang kotor dan
akan digunakan kembali setelah di
desinfeksi di tempatkan dalam
tempat penampungan sementara
tanpa mencemari lingkungan.
1.1.1.5. Alat tersebut diproses kembali
dengan dekontaminasi, pencucian
dan sterilisasi atau di buang.

b) Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan

27
1) Resiko Rendah.
1.1. Kontak dengan kulit.
1.2. Tidak terpajan darah langsung.
Contoh : Injeksi,perawatan luka ringan.
Pemilihan Alat Pelindung Diri : Sarung tangan.

2) Resiko Sedang : Kemungkinan terpajan darah namun tidak


ada cipratan.
Contoh :
1.1. Perawatan luka berat.
1.2. Ceceran darah.

Pemilihan Alat Pelindung Diri : Sarung tangan, Apron


atau pakaian pelindung.
3) Resiko Tinggi :
1.1. Kemungkinan terpajan darah dan kemungkinan
terciprat.
1.2. Perdarahan massif. Terjadi pada tempat pelayanan,
antasra lain :
1.1.1. Tindakan dental
1.1.2. Bedah mulut

Pemilihan Alat Pelindung Diri : Sarung tangan,


masker, pakaian pelindung, Kaca mata pelindung,
pelindung kepala, dan pelindung kaki

c) Daftar Identifikasi Kebutuhan APD

Tabel 1. Daftar Identifikasi Kebutuhan APD


NO UNIT KEBUTUHAN

1. Rawat Jalan -Masker


-Sarung tangan
-Gaun
2 Ruang isolasi - Penutup kepala
- Masker N95
- Masker bedah
- Google
- Gaun
- Sarung tangan bersih

28
- Sepatu pelindung
3. Bedah Minor -Masker
a) Dokter gigi -Sarung tangan steril
b) Perawat -Gaun
-Penutup kepala

4. Laboratorium -Masker
-Sarung tangan
-gaun
5 Radiologi -Masker
-Sarung tangan
- Apron
6 CSSD -Masker
-Penutup Kepala
- Penutup kepala
-Gaun
-Sarung Tangan Rumah Tangga
- Sepatu pelindung
7 Laboratorium Masker
Dental -Sarung tangan
-gaun
8 Kesling -Sarung Tangan Rumah Tangga
-Masker
-Sepatu Boots
9 Spoelhoek Disetiap unit
 Topi/ penutup kepala
 Masker
 Google
 Apron kedap air
 Sarung tangan rumah tangga
 Sepatu boot

c. Pemrosesan Peralatan Pasien

1) Definisi

a) Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman


untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya
menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.

29
b) Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran,
darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun
membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi
mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun
atau detergen dan air atau enzymatic, membilas dengan air bersih,
dan mengeringkan.
c) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,
dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
d) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari
benda mati dengan uap tekanan tinggi (autoclaf), panas kering
(oven), sterilan kimiawi, atau radiasi. Setiap benda, baik peralatan
metal yang kotor memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus
agar:

2) Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman pelayanan di unit sterilisasi adalah uraian


kegiatan pelayanan dalam pengelolaan sterilisasi semua alat-alat medis
yang digunakan ulang untuk pelayanan medis. Unit sterilisasi
memberikan pelayanan untuk melayani dan membantu semua unit di
rumah sakit yang membutuhkan barang dan alat medis dalam kondisi
steril.

3) Tata Laksana

a) Perencanaan dan penerimaan barang


b) Pencucian
c) Pengemasan dan pemberian tanda
d) Proses sterilisasi
e) Penyimpanan dan distribusi
f) Pemantauan kualitas sterilisasi yang meliputi :
o Pemantauan proses sterilisasi : indikator fisika, kimia dan biologi
o Pemantauan hasil sterilisasi : sterilisasi dengan tes mikrobiologi

30
g) Pencatatan dan pelaporan.

d. Pengelolaan Linen

1) Definisi

a) Penerimaan linen adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari


serah terima linen kotor dari OK Minor, poli kepada unit linen,
manajemen, transportasi ke unit linen dan penyortiran linen
kotor berdasarkan infeksius dan non infeksius, untuk kemudian
diserahkan ke penanggungjawab linen.
b) Pengiriman linen adalah proses pengangkutan linen ( terdiri
dari 2 kantong: kuning untuk linen infeksius, hitam untuk linen
non infeksius) ke RSUP Mohammad Husein.
c) Distribusi adalah prose pengiriman kembali linen bersih
menggunakan kereta/toly linen bersih ke ruang perawatan,
kamar operasi, atau poli, untuk kemudian dipakai atau
disimpan di ruangan.

2) Ruang Lingkup

Linen di RSKGM terdiri dari :Gorden, gaun pelindung, sprei/laken


dan sarung bantal

3) Tata Laksana

a) Pencucian linen di RSK. Gigi dan Mulut bekerjasama dengan


pihak ketiga.
b) Linen infeksius dikemas dalam plastic kuning tertutup.
c) Linen di RSKGM terdiri dari :Gorden, gaun pelindung,
sprei/laken dan sarung bantal
d) Jadwal pencucian linen di RSKGM adalah:
1.1. Gorden diruang manajemen, serbaguna dicuci 3 bulan
sekali
1.2. Gorden di ruang pelayanan pasien di cuci 1 bulan sekali
1.3. Gaun pelindung dicuci setiap hari.

31
1.4. Sprei/laken dan sarung bantal dicuci setiap pergantian
pasien
e) Linen yang telah dicuci diberi tanda dipojok bawah yang berisi :
tanggal di cuci dan tanggal pemasangan.

ati-hati.
m wadah/kantong tertutup.
dengan dan diolah dengan aman dengan melakukan klasifikasi (ini sangat penting) dan menggunakan wadah/kanto
us menggunakan APD yang memadai saat mengangkut linen kotor.
nen bersih dan linen kotor harus dibedakan, bila perlu diberi warna yang berbeda.

e. Pengelolaan Limbah

1) Definisi

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu


kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah
sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah
semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam
bentuk padat, cair, dan gas

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam


mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat
pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah / sampah
infeksius adalah limbah atau sampah yang terkontaminasi dengan
darah, cairan tubuh pasien, ekskresi, sekresi yang dapat
menularkan kepada orang lain.

32
Penanganan Cairan tubuh adalah Suatu proses atau cara
membersihkan tumpahan yang berasal dari cairan tubuh pasien
(darah, cairan perut,cairan pleura, faeces, sputum atau dahak) di
lantai atau di tempat-tempat lain sehingga lingkungan tersebut
menjadi bersih dan aman untuk digunakan.

2) Ruang Lingkup

a) Pengelolaan Sampah Infeksius, dan Cairan Tubuh

1.1. Pengertian
1.1.1. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam
bentuk padat, cair dan gas.
1.1.2. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah
rumah sakit yang berbentuk padat sebagai
akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non medis.
1.1.3. Limbah medis padat adalah limbah padat yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sintotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif,
limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
1.1.4. Limbah padat non medis adalah limbah padat
yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit diluar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran,
taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan
kembali apabila ada teknologinya.
1.1.5. Limbah cair adalah semua air buangan
termasuk tinja yang berasal dair kegiatan rumah
sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
1.1.6. Limbah infeksius adalah limbah yang
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh
pasien, ekskresi, sekresi yang dapat

33
menularkan kepada orang lain membunuh atau
menghambat pertumbuhan sel hidup.

1.2. Pengelolaan Limbah


Pengelolaan limbah dapat dilakukan mulai dari
sebagai berikut :
1.1.1. Identifikasi Limbah
1.1.1.1. Padat
1.1.1.2. Cair
1.1.1.3. Tajam
1.1.1.4. Infeksius
1.1.1.5. Non infeksius
1.1.2. Pemisahan
1.1.1.1. Pemisahan dimulai dari awal
penghasil limbah
1.1.1.2. Pisahkan limbah sesuai dengan jenis
limbah
1.1.1.3. Tempatkan limbah sesuai dengan
jenisnya
1.1.1.4. Limbah cair segera dibuang ke
wastafel
1.1.3. Labeling
1.1.1.1. Limbah padat infeksius :
1.1.1.2. Plastik kantong kuning
1.1.1.3. Kantong warna lain tapi diikat tali
warna kuning
1.1.1.4. Limbah padat non infeksius Plastik
kantong warna hitam 3 Limbah benda
tajam Wadah tahan tusuk dan air
1.1.4. Packing
1.1.1.1. Tempatkan dalam wadah limbah
tertututp
1.1.1.2. Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa
dengan menggunakan kaki
1.1.1.3. Kontainer dalam keadaan bersih
1.1.1.4. Kontainer terbuat dari bahan yang
kuat, ringan dan tidak berkarat

34
1.1.1.5. Tempatkan setiap kontainer limbah
pada jarak 10-20 meter
1.1.1.6. Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh
1.1.1.7. Kontainer limbah harus dicuci setiap
hari 2.3 Cara untuk menanggulangi
sampah medis maupun sampah
benda tajam
1.1.5. Pemindahan limbah
Kantong plastik limbah padat diangkat setiap
hari atau kurang sehari bila sudah 2/3 bagian
telah terisi limbah. Untuk memindahkan limbah
dari tempat produksi ke tempat penampungan
sementara (TPS) di rumah sakit menggunakan
kereta dorong dengan tempat limbah plastik
yang bertutup. Petugas menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) ketika menangani limbah
yang terdiri dari topi/helm, masker, pelindung
mata, pakaian panjang (overall), apron untuk
industri, sepatu boot, sarung tangan khusus.
Kereta dorong tidak digunakan untuk keperluan
lain selain pembuangan limbah

1.1.6. Penyimpanan limbah


Limbah medis dari seluruh area rumah
sakit/pelayanan kesehatan dikumpulkan di
suatu tempat yang tidak mudah dijangkau oleh
umum, dan wilayah tersebut harus dilengkapi
dengan simbol Biohazard.

1.1.7. Pembuangan akhir


Beberapa metode pembuangan limbah akhir
sbb:
1.1.1.1. Enkapsulasi dianjurkan sebagai cara
termudah membuang benda tajam ,
logam berat, dan radioaktif. Wadah
limbah yang sudah terisin 2/3,
diatasnya dipenuhi oleh bubuk
pasir/semen/bubuk plastik sampai

35
penuh, lalu ditutup rapat, kemudian
limbah-limbah tersebut di dalam
wadahnya.
1.1.1.2. Dikirim ke pihak ke 3

1.3. Penanganan sampah medis cair yang terkontaminasi


(darah, feses, urin dan cairan tubuh lainnya)
1.1.1. Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani
dan membawa sampah tersebut
1.1.2. Hati-hati pada waktu menuangkan sampah
tersebut pada bak yang mengallir atau dalam
toilet bilas. Sampah cair dapt pula dibuang
kedalam kakus. Hindari percikannya
1.1.3. Cuci toilet dan bak secara hati-hati dan siram
dengan air untuk membersikan sisa-sisa
sampah. Hindari percikannya
1.1.4. Dekontaminasi wadah spesimen dengan larutan
klorn 0,5˚% atau disenfeksi lokal lainnya yang
adekuat, dengan merendam selama 10 menit
sebelum dicuci.
1.1.5. Cuci tangan sesudah menangani sampah cair
dan lakukan dekontaminasi kemudian cuci
sarung tangan.
1.4. Penanganan sampah medis padat (misalnya
pembalut yang sudah digunakan dan benda-benda
lainnya yang telah terkontaminasi dengan darah atau
materi organik lainnya)
1.1.1. Gunakan sarung tangan tebal ketika menangani
dan membawa sampah tersebut
1.1.2. Buang sampah padat tersebut ke dalam wadah
yang dapat dicuci dan tidak korosif (plastik atau
metal yang berlapis seng) dengan tutup yang
rapat
1.1.3. Kumpulkan tempat sampah tersebut ditempat
yang sama dan bawa sampah-sampah yang
dapat dibakar ke tempat pembakaran. Jika
tempat pembakaran tidak tersedia maka bisa
dilakukan penguburan saja

36
1.1.4. Melakukan pembakaran atau penguburan harus
segera dilakukan sebelum tersebar ke
lingkungan sekitar. Pembakaran adalah metode
terbaik untuk membunuh mikroorganisme
1.1.5. Cuci tangan setelah menangani sampah
tersebut dan dekontaminasi serta cuci sarung
tangan yang tadi dipakai saat membersihkan
sampah tersebut
1.5. Penanganan sampah medis berupa benda tajam
(jarum, silet, mata pisau dan lain-lain)
1.1.1. Gunakan sarung tangan tebal
1.1.2. Buang seluruh benda-benda yang tajam pada
tempat sampah yang tahan pecah. Tempat
sampah yang tahan pecah dan tusukan dapat
dengan mudah dibuat menggunakan karton
tebal,ember tertutup atau botol plastik yang
tebal.
1.1.3. Letakkan tempat sampah tersebut dekat
dengan daerah yang memerlukan sehingga
sampah-sampah tajam tersebut tidak perlu
dibawak terlalu jauh sebelum dibuang
1.1.4. Cegah kecelakaan yang diakibatkan oleh jarum
suntik, jangan menekuk atau mematahkan
jarum sebelum dibuang. Jarum tidak secara
rutin ditutup, tetapi jika dibutuhkan dapat
diusahakan dengan metode satu tangan
1.1.1.1. Letakkan tutup pada permukaan yang
datar dan keras kemudian pindahkan
ke tangan
1.1.1.2. Kemudian dengan satu tangan
pegang alat suntik dan gunakan
jarumnya untuk menyedok tutup
tersebut
1.1.1.3. Jika tutup sudah menutup jarum
suntik, gunakan tangan yang lain
untuk merapatkan tutup tersebut

37
1.1.1.4. Jika wadah untuk sampah benda
tajam telah ¾ penuh tutup atau
sumbat dengan kuat
1.1.1.5. Buang wadah yang sudah ¾ penuh
tersebut dengan cara menguburnya.
Jarum dan benda-benda tajam
lainnya yang tidak apat dihancurkan
dengam membakarnya dan kemudian
hari dapat menyebabkan luka dan
mengakibatkan infeksi serius
1.1.1.6. Cuci tangan sesudah mengelola
wadah sampah benda tajam tersebut
kemudian dekontaminasi dan cuci
tangan

1.6. Penanganan Limbah Pecahan Kaca


1.1.1. Gunakan sarung tangan rumah tangga
1.1.2. Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan
pecahan benda tajam tersebut,
1.1.3. kemudian bungkus dengan kertas
1.1.4. Masukkan dalam kontainer tahan tusukan beri
label

1.7. Pengelolaan limbah padat infeksius


1.1.1. Sediakan tong-tong sampah yang didalamnya
sudah terlapisi kantong plastik kuning tebal dan
tertutup
1.1.2. Tong sampah dan kantong pelastik diberi
tulisan “ limbah infeksius”
1.1.3. Tong-tong sampah disediakan pada setiap
ruangan laboratorium
1.1.4. Tong-tong sampah yang sudah terisi
dipindahkan ke pintu keluar laboratorium dan
plastiknya diikat dengan tali berwarna kuning
untuk diambil oleh petugas pengelolaaan limbah
rumah sakit
1.1.5. Pengambilan limbah dilakukan 1 kali sehari oleh
petugas pengelolaan limbah rumah sakit untuk

38
dibawa ketempat pengelolaan limbah rumah
sakit dengan berita acara yang ditandatangani
oleh petugas laboratorium, petugas pengambil
dan petugas pengelolaan limbah.

4) Kebijakan

a) Kebijakan Umum

1.1. Pengelolaan sampah infeksius dan cairan tubuh di


RSK. Gigi dan Mulut Prov. Sumatera Selatan,
dilaksanakan untuk mencegah dan mengendalikan
infeksi rumah sakit, menjamin kesehatan dan
keselamatan pekerja, mencegah pencemaran
lingkungan, mereduksi volume sampah non medis dan
untuk kepentingan rumah sakit yang bersih dan hijau
(clean and green).

1.2. Pengelolaan sampah infeksius ini meliputi:


1.1.1. Pengelolaan sampah dapat dilakukan mulai
dari identifikasi limbah padat,
cair,tajam,infeksius dan non infeksius
1.1.2. Pemisahan
1.1.3. Labeling
1.1.4. Packing
1.1.5. Pemindahan
1.1.6. Penyimpanan
1.1.7. Pembuangan akhir

b) Kebijakan khusus

1.1. Penatalaksanaan Sampah Infeksius :


1.1.1. Petugas memakai APD
1.1.2. Sampah infeksius dipisahkan dan dimasukkan
kedalam kantong/ plastik warna kuning dan
diikat diberi label misal dari ruangan.
1.1.3. Tempatkan limbah di tempat penampungan
sementara, setia hari sampah diangkat dari

39
tempat penampungan sementar. Tempat
penampungan sementara harus diarea
tertutup,aman dan selalu dijaga kebersihannya
dan kondisi kering.
1.1.4. Cara pembersihannnya : wadah limbah dicuci
dengan larutan pembersih desinfektan clorin
0,5% plus sabun netral setiap hari setelah
limbah dibuang.
1.1.5. Pengangkutan Mangangkut sampah harus
menggunakan kereta dorong khusus. Kereta
dorong harus kuat mudah dibersihkan, tertutup
tidak boleh ada yang tercecer.
1.2. Penanganan Sampah Terkontaminasi/ infeksius:
1.1.1. Untuk sampah terkontaminasi /infeksius
pakailah sarung tangan karet yang tebal
sewaktu memindahkan sampah padat
1.1.2. Buang sampah padat dalam wadah plastik
dengan tutup yang rapat, kantong plastik warna
kuning.
1.1.3. Sampah yang terkumpul dilakukan
pengangkutan dari ruangan sebanyak 3 kali
yaitu pada sift pagi, siang, sore serta ekstra
diangkat bila tempat sampah sudah penuh
1.1.4. Cuci semua wadah limbah dengan larutan
pembersih desinfektan (larutan Klorin 0,5% +
sabun) dan bilas dengan air secara teratur.
1.1.5. Lepaskan sarung tangan setelah selesai
digunakan dan lakukan pencucian yang
selanjutnya dikeringkan.
1.1.6. Cuci tangan dengan antiseptik.
1.3. Pembuangan Limbah Cairan Tubuh :
1.1.1. Gunakan APD
1.1.2. Buang cairan tubuh atau limbah basah ke
sistem pembuangan kotoran tertutup

5) Tata Laksana

40
Panduan pengelolaan sampah infeksius, dan cairan tubuh ini
mempunyai ruang lingkup yang luas karena berhubungan dengan
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pelaksanaan
pengelolaaan sampah infeksius, dan cairan tubuh di RSK. Gigi dan
Mulut Prov. Sumatera Selatan adalah seluruh tenaga kesehatan
(medis, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya), seluruh
pegawai yang bekerja di rumah sakit serta pengunjung.
Tata Laksana pengelolaan sampah infeksius, dan cairan tubuh
adalah sebagai berikut:
a) Pengelolaan Limbah Pengelolaan limbah dapat dilakukan
mulai dari sebagai berikut:
1.1. Identifikasi limbah Dilaksanakan oleh petugas cleaning
service disetiap ruang perawatan
1.2. Pemisahan RSK. Gigi dan Mulut Prov. Sumatera
Selatan telah melakukan
1.1.1. Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah /
sampah di unit masing-masing.
1.1.2. Pemisahan limbah berdasarkan pembagian
limbah infeksius (warna kuning), limbah non
infeksisus (warna hitam) dan limbah benda
tajam (kardus tahan tusukan).
1.1.3. Menempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
1.1.4. Limbah cair segera dibuang ke wastapel di
spoelhok.
1.3. Labeling
1.1.1. Limbah padat infeksius Plastik kantong kuning
1.1.2. Limbah padat non infeksius Plastik kantong
warna hitam
1.1.3. Limbah benda tajam Wadah tahan tusuk
(kardus) dan air
1.4. Packing
1.1.1. Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
1.1.2. Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan
menggunakan kaki
1.1.3. Kontainer dalam keadaan bersih
1.1.4. Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan
dan tidak berkarat.

41
1.1.5. Tempatkan setiap container limbah pada jarak
10 – 20 m
1.1.6. Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh.
1.1.7. Kontainer limbah harus dicuci setiap hari.
1.5. Pemindahan
1.6. Penyimpanan
1.7. Pembuangan akhir

b) Cara untuk menanggulangi sampah medis maupun sampah


benda tajam
1.1. Penanganan sampah medis cair yang terkontaminasi
(darah, feses, urin dan cairan tubuh lainnya) dilarikan
ke IPAL
1.2. Penanganan sampah medis padat (misalnya pembalut
yang sudah digunakan dan benda-benda lainnya yang
telah terkontaminasi dengan darah atau materi organik
lainnya)
1.3. Penanganan sampah medis berupa benda tajam
(jarum, silet, mata pisau dan lain-lainnya).

f. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit

1) Definisi

Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat


diminimalkan dengan melakukan pembersihan lingkungan,
disinfeksi permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengan darah
atau cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan peralatan medik
dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan
ventilasi udara yang baik.

Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau


sebagian besar patogen dari permukaan dan benda yang
terkontaminasi. Pembersihan permukaan di lingkungan pasien
sangat penting karena agen infeksius yang dapat menyebabkan
ISPA dapat bertahan di lingkungan selama beberapa jam atau
bahkan beberapa hari. Pembersihan dapat dilakukan dengan air
dan detergen netral.

42
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan
yang bersih aman dan nyaman sehingga dapat meminimalkan atau
mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan
kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar
rumah sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial
dan kecelakaan kerja dapat dicegah.

Disinfektan standar rumah sakit, yang dibuat dengan larutan yang


dianjurkan dan digunakan sesuai dengan petunjuk pabrik dapat
mengurangi tingkat kontaminasi permukaan lingkungan.
Pembersihan harus dilakukan sebelum proses disinfeksi. Hanya
perlengkapan dan permukaan yang pernah bersentuhan dengan
kulit atau mukosa pasien atau sudah sering disentuh oleh petugas
kesehatan yang memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan. Jenis
disinfektan yang digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan
tergantung pada ketersediaannya dan peraturan yang berlaku.
Sebagian disinfektan yang cocok untuk keperluan ini adalah:

a) sodium hipoklorit – digunakan pada permukaan atau


peralatan bukan logam;
b) alkohol – digunakan pada permukaan yang lebih kecil;
c) senyawa fenol;
d) senyawa amonium quaterner; dan/atau
e) senyawa peroksigen.

2) Ruang Lingkup

a) Penyehatan Ruang Bangunan dan halaman 


b) Penyehatan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
c) Penyehatan Air
d) Pengelolaan Limbah.
e) Pengelolaan tempat pencucian linen
f) Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang pengganggu
lainnya
g) Desinfeksi dan sterilisasi
h) Perlindungan radiasi
i) Promosi Kesehatan
j) Pembersihan tumpahan dan percikan

43
k) Ruang lingkup pengendalian lingkungan Konstruksi Bangunan
Rumah Sakit
l) Permukaan Lingkungan

3) Tata Laksana

a)  Penyehatan Ruang Bangunan dan halaman

Penyehatan ruang bangunan dan halaman dimaksudkan untuk


menciptakan suatu kondisi yang nyaman, bersih, dan sehat di
lingkungan rumah sakit agar tidak menimbulkan dampak negatif
yang berupa terjadinya infeksi nosokomial baik terhadap pasien,
pengunjung, dan juga karyawan rumah sakit. Kondisi ruang
bangunan ini, sangat dipengaruhi oleh kualitas udara, keadaan
bangunan dan pengaturan pengisian atau penggunaan ruang itu
sendiri. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah
semua ruang/unit dan halaman yang ada di dalam batas pagar
rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang
dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah
sakit, yang dikelompokkan berdasarkan tingkat resiko terjadinya
penularan penyakit, yaitu :

1.1. Zona dengan Risiko Rendah


meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang
pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan
ruang pendidikan/pelatihan.
1.1.1. Lebar pintu minimal 1,20 meter, tinggi minimal 2,10
meter, ambang bawah jendela minimal 1,00 meter
dari lantai.
1.1.2. Ventilasi alamiah menjamin harus dilengkapi
dengan AC (penghawaan mekanik)
1.1.3. Dinding permukaan harus rata dan berwarna
terang.
1.1.4. Lantai kuat, mudah dibersihkan, kedap air,
berwarna terang, serta pertemuan lantai dan
dinding harus berbentuk melengkung tidak bersiku
1.1.5. Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks
atau bahan yang kuat, warna terang, mudah

44
dibersihkan, kerangka harus kuat dan tinggi minimal
2,70 meter dari lantai.

1.2. Zona dengan Risiko Sedang


meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat
jalan, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan
pada zona dengan resiko sedang sama dengan
persyaratan pada zona resiko rendah.

1.3. Zona dengan Risiko Tinggi


meliputi : ruang isolasi, laboratorium, dengan ketentuan
sebagai berikut :
1.1.1. Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang
1.1.2. Dinding laboratorium dibuat dari porselin atau
keramik setinggi 1,50 meter dari lantai
1.1.3. Lantai kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna
terang, serta pertemuan lantai dan dinding harus
berbentuk melengkung tidak bersiku
1.1.4. Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau
bahan yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan,
kerangka harus kuat dan tinggi minimal2,70 meter
dari lantai.
1.1.5. Lebar pintu minimal 1,20 meter, tinggi minimal 2,10
meter, ambang bawah jendela minimal 1,00 meter
dari lantai.

1.4. Zona dengan resiko sangat tinggi

Zona dengan resiko sangat tinggi meliputi ruang operasi,


ruang bedah mulut, ruang perawatan gigi, ruang gawat
darurat dengan ketentuan sbb :

1.1.1. Dinding terbuat dari bahan porselin atau vinyl


setinggi langit-langit atau dicat dengan cat tembok
yang tidak luntur dan aman, dan tinggi minimal
2,70 meter dari lantai.
1.1.2. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang kuat
dan aman, dan tinggi minimal 2,70 meter dari
lantai

45
1.1.3. Lebar pintu minimal 1,20 meter, tinggi minimal
2,10 meter, dan semua pintu kamar harus selalu
dalam keadaan tertutup
1.1.4. Lantai kuat, mudah dibersihkan, kedap air, dan
berwarna terang
1.1.5. Khusus ruang operasi harus disediakan gantungan
lampu bedah dengan profil baja double INP 20
yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit.
1.1.6. Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan
reagensia siap pakai
1.1.7. Ventilasi atau penghawaan sebaiknya digunakan
AC tersendiri yang dilengkapi filter bakteri, untuk
setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang
lainnya. Pemasangan AC minimal 2 meter dari
lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke
dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah.
Khusus untuk ruang bedah ortopedi atau
transplantasi organ harus menggunakan
pengaturan udara UCA (ultra clean air) system
1.1.8. Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung
dengan udara luar, untuk harus dibuat ruang
antara.
1.1.9. Pemasangan gas medis secara sentral
diusahakan melalui bawah lantai atau diatas
langit-langit.

Kegiatan Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman merupakan


kegiatan perencanaan, pengawasan dan pemantauan suatu
keadaan atau kondisi ruang bangunan dan halaman yang bebas
dari bahaya atau risiko minimal untuk terjadinya infeksi nosokomial
dan masalah kesehatan keselamatan kerja.

Kegiatan Penyehatan Ruang Bangunan dan Halaman tersebut,


antara lain:

1.1. Inspeksi fisik ruang, bangunan dan halaman, meliputi:

o Kebersihan ruang, bangunan dan halaman

o Konstruksi ruang, bangunan dan halaman

46
o Penataan ruangan

o Kualitas udara ruangan 

o Pencahayaan, 

o Penghawaan (suhu, kelembaban, tekanan udara)

o Kebisingan

o Fasilitas sanitasi rumah sakit

1.2. Review prosedur yang terkait dengan penyehatan ruang


bangunan dan halaman
1.3. Evaluasi pelaksanaan penyehatan ruang bangunan dan
halaman

b) Penyehatan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan dasar bagi


manusia untuk dapat melanjutkan kehidupannya. Makanan dan
minuman yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai
gizi yang optimal, juga harus murni dan utuh  dalam arti tidak
mengandung bahan pencemar/kontaminan baik secara fisik,
biologi, maupun kimia. Kegiatan Penyehatan hygiene sanitasi
makanan dan minuman di rumah sakit, menekankan terwujudnya
kebersihan makanan dan minuman dalam jalur perjalanannya
sampai menjadi makanan dan minuman yang siap saji. Tujuan
penyehatan hygiene sanitasi makanan dan minuman di rumah
sakit adalah tersedianya makanan dan minuman yang berkualitas
baik dan aman bagi pasien/konsumen serta terwujudnya perilaku
kerja yang sehat dan hygienis dalam menangani makanan dan
minuman, sehingga pasien/konsumen dapat terhindar dari resiko
penularan penyakit/gangguan kesehatan dan keracunan.

Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan


dan minuman yang disajikan dari dapur rumah sakit untuk pasien
dan karyawan, makanan dan minuman yang dijual didalam
lingkungan rumah sakit atau makanan dan minuman yang dibawa
dari luar rumah sakit. Penyehatan Hygiene sanitasi makanan dan
minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, 

47
orang, tempat, dan perlengkapan yang dapat atau mungkin dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.

Kegiatan Penyehatan Hygiene Sanitasi Makanan dan


Minuman, antara lain :

1.1. Tempat :  Inspeksi sanitasi tempat pengelolaan


makanan
1.2. Penjamah makanan
o Membuat SPO tentang persyaratan seorang
penjamah makanan
o Membuat SPO pemeriksaan kesehatan (termasuk
usap dubur) bagi penjamah makanan
1.3. Makanan
o Inspeksi sanitasi makanan mulai dari bahan,
penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan
penyajian
o Membuat SPO pemeriksaan kualitas makanan (uji
MPN)
1.4. Peralatan
o Inspeksi sanitasi peralatan makanan, meliputi:
bahan, fungsi, cara pembersihan dan cara
penyimpanan
o Membuat SPO pemeriksaan kualitas peralatan
makanan (uji swab).

c) Penyehatan Air

Air bersih adalah air yang dapat dipergunakan untuk keperluan


sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air
bersih dan dapat diminum apabila dimasak. Sedangkan air minum
adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum. Jumlah kebutuhan air minum dan air bersih
untuk fasilitas sanitasi rumah sakit adalah 500 liter/tempat tidur/
hari. Jumlah ini harus terpenuhi sehingga kebutuhan air minum
dan air bersih rumah sakit ini dapat mencukupi semua kegiatan
medis dan non medis. Upaya penyehatan air di rumah sakit
bertujuan untuk menjamin tersedianya air minum dan air bersih

48
yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga perlu adanya
pengawasan kualitas air yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran mengenai keadaan sanitasi sarana air bersih dan
kualitas air sebagai data dasar pemberian rekomendasi untuk
pengamanan kualitas air. Kualitas air tersebut, harus memenuhi
syarat-syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia,
mikrobiologi dan radio aktif.
Kegiatan Penyehatan air berupa pengawasan kualitas air
mencakup
1.1. Inspeksi sanitasi sarana air bersih dan air minum di
rumah sakit
1.2. Pengambilan, pengiriman dan pemeriksaan sampel air
1.3. Analisis hasil pemeriksaan air
1.4. Perumusan saran dan cara pemecahan masalah yang
timbul dari hasil kegiatan a, b, dan c
1.5. Kegiatan tindak lanjut berupa pemantauan upaya
penanggulangan/perbaikan.

d) Pengelolaan Limbah

Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan. Limbah rumah


sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang
dapat mengandung mikroorganisme patogen, bersifat infeksius,
bahan kimia beracun dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah
rumah sakit berasal dari limbah berbagai unit/instalasi yang ada
dirumah sakit
Berdasarkan bentuk fisiknya, maka limbah rumah sakit dapat
dibedakan yaitu:
1.1. Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit, yang terdiri
dari :
1.1.1. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di luar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila
ada tehnologinya.

49
1.1.2. Limbah padat medis adalah limbah padat yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi.
1.1.3. Kegiatan Pengelolaan Limbah Padat (medis dan
non medis), antara lain:
1.1.1.1. Minimalisasi limbah padat, meliputi:
o Menggunakan sedikit mungkin bahan-
bahan kimia
o Monitoring alur penggunaan bahan
kimia sampai menjadi bahan
berbahaya dan beracun
1.1.4. Pemilahan, pewadahan dan pemanfaatan
kembali/daur ulang limbah padat
1.1.5. Pengolahan, pemusnahan dan pembuangan akhir
limbah padat
1.2. Limbah cair Adalah semua air buangan termasuk tinja
yang berasal dari kegiatan rumah sakit, yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan.
Dalam pengendalian pencemaran air, pihak rumah sakit
diwajibkan untuk membuang limbah cairnya sesuai baku
mutu lingkungan. Adapun parameter limbah cair yang
perlu diolah adalah BOD, COD, TSS, NH3 bebas, suhu,
pH dan PO4, sesuai dengan persyaratan baku mutu
limbah cair bagi kegiatan rumah sakit. Kegiatan
Pengelolaan Limbah Cair, antara lain:
1.1.1. Monitoring kebersihan saluran air limbah, bak
kontrol dan pre treatment .
1.1.2. Mengukur debit limbah cair yang masuk ke IPAL
setiap hari.
1.1.3. Memantau kualitas effluent limbah cair secara
fisika-kimia sebulan sekali .
1.1.4. Membuat SPO pemantauan kualitas effluent limbah
cair (uji petik) setiap 3 bulan sekali.

50
1.3. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas
yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit
seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah
gas/emisi dapat berupa makhluk hidup, zat, energi, dan
atau komponen lain yang dihasilkan dari kegiatan yang
masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien.
Kegiatan Pengelolaan Limbah Gas, meliputi
1.1.1. Membuat SPO pemantauan limbah gas berupa
NO2, So2, logam berat, dan dioksin yang dilakukan
1 (satu) kali setahun
1.1.2. Monitoring suhu pembakaran minimum 1.000° C
untuk pemusnahan bakteri patogen, virus, dioksin,
dan mengurangi jelaga.
1.1.3. Melengkapi peralatan untuk mengurangi emisi gas
dan debu.
1.1.4. Melakukan penghijauan dengan menanam pohon
yang banyak memproduksi gas oksigen dan dapat
menyerap debu.

e) Pengelolaan Tempat Pencucian Linen

Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang


dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat
dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan
meja setrika. Di tempat pencucian/laundry, penumpukan-
penumpukan linen kotor dapat menimbulkan gangguan kesehatan
bagi para pekerja laundry dan juga dapat mengotori linen-linen
yang sudah bersih.

f) Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang pengganggu


lainnya

Serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya yang biasa


disebut dengan vektor, merupakan masalah rutin yang ada
dirumah sakit. Vektor (serangga dan tikus), dalam program
sanitasi rumah sakit adalah semua jenis serangga dan tikus yang
dapat menularkan beberapa penyakit tertentu, merusak bahan

51
pangan di gudang dan peralatan instalasi rumah sakit.
Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya
berguna untuk memutus mata rantai penularan penyakit dan
mencegah timbulnya kerugian ekonomi akibat dari rusaknya
bahan pangan dan alat-alat rumah sakit seperti linen, peralatan
kantor, dan lain sebagainya.
Kegiatan Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang
pengganggu lainnya adalah sebagi berikut:
1.1. Mengukur kepadatan lalat dan jentik Aedes sp yang
diamati melalui indeks kontainer (harus nol).
1.2. Inspeksi langsung lubang-lubang tanpa kawat kasa.
1.3. Membasmi tikus, kecoa dan kucing.

g) Desinfeksi dan Sterilisasi

Rumah sakit merupakan tempat dengan derajat kontaminasi yang


cukup tinggi. Kontaminasi dapat terjadi pada ruangan / udara,
peralatan, orang dan bahan. Desinfeksi adalah suatu proses yang
menghilangkan semua mikroorganisme patogen penyebab
penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi.
Desinfeksi biasanya dilakukan dengan cairan kemical atau
pasteurisasi. Sterilisasi adalah suatu proses menghancurkan atau
menghilangkan semua bentuk mikroorganisme yang hidup
termasuk spora dengan cara fisik dan kimiawi.
Kegiatan Desinfeksi dan Sterilisasi antara lain:
1.1. Monitoring penggunaan bahan desinfektan yang ramah
lingkungan dan memenuhi kriteria tidak merusak peralatan
maupun orang.
1.2. Pengambilan, pengiriman dan pemeriksaan proses akhir
desinfeksi/sterilisasi ruangan dan peralatan
1.3. Menganalisis hasil pemeriksaan
1.4. Merumuskan saran dan cara pemecahan masalah yang
timbul
1.5. Menindak lanjuti upaya penanggulangan/perbaikan.
1.6. Monitoring petugas sterilisasi dalam penggunaan APD dan
penguasaan prosedur sterilisasi yang aman.

h) Perlindungan Radiasi

52
Radiasi adalah emisi dan penyebaran energi melalui ruang
(media) dalam bentuk gelombang
elektromagnetik/partikel/elementer dengan kinetik yang sangat
tinggi yang dilepaskan dari bahan atau alat radiasi yang
digunakan oleh instalasi di rumah sakit. Pengamanan dampak
radiasi adalah upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari
dampak radiasi melalui promosi dan pencegahan risiko atas
bahaya radiasi, dengan melakukan kegiatan pemantauan,
investigasi, dan mitigasi pada sumber, media lingkungan dan
manusia yang terpajan atau alat yang mengandung radiasi.
Kegiatan Perlindungan Radiasi tersebut antara lain:
1.1. Pemantauan, investigasi dan mitigasi petugas, lingkungan
dan peralatan Radiologi.
1.2. Membuat SPO pemeriksaan kesehatan bagi
petugas/masyarakat yang terpajan radiasi.

i) Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan


masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka. Promosi hygiene dan sanitasi adalah penyampaian
pesan tentang hygiene dan sanitasi rumah sakit kepada
pasien/keluarga pasien, pengunjung, karyawan baru maupun
karyawan lama serta masyarakat sekitarnya agar mengetahui,
memahami, menyadari, dan mau membiasakan diri berperilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) serta dapat memanfaatkan
fasilitas sanitasi rumah sakit dengan benar. Promosi kesehatan
lingkungan adalah penyampaian pesan tentang yang berkaitan
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang biasa disebut
dengan PHBS yang sasarannya ditujukan kepada karyawan.
Didalam PerMenKes No.1204 tahun 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit menyebutkan bahwa
persyaratan promosi kesehatan lingkungan yang harus
diselenggarakan oleh setiap rumah sakit yaitu berupa upaya
promosi higiene dan sanitasi. Upaya promosi ini dilaksanakan
oleh tenaga / unit organisasi yang menangani promosi kesehatan

53
lingkungan rumah sakit dengan menggunakan cara langsung,
media cetak maupun media elektronik.

j) Pembersihan tumpahan dan percikan

Saat membersihkan tumpahan atau percikan cairan tubuh atau


sekresi, petugas kesehatan harus mengenakan APD yang
memadai, termasuk sarung tangan karet dan gaun pelindung.
Tahap-tahap pembersihan tumpahan adalah sebagai berikut:
1.1. Pasang gaun pelindung, celemek, dan sarung tangan
karet;
1.2. Bersihkan bagian permukaan yang terkena tumpahan
tersebut dengan air dan detergen menggunakan kain
pembersih sekali pakai;
1.3. Buang kain pembersih ke wadah limbah tahan bocor yang
sesuai;
1.4. Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena
tumpahan. (Catatan: sodium hipoklorit dapat digunakan
untuk disinfeksi, dengan konsentrasi yang dianjurkan
berkisar dari 0,05% sampai 0,5%);
1.5. Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan
perlengkapan tersebut ke wadah yang sesuai untuk
pembersihan dan disinfeksi lebih lanjut;
1.6. Tempatkan gaun pelindung dan masukkan ke wadah yang
sesuai;
1.7. Bersihkan tangan.

Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi


1.1. Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus
dibersihkan dengan teratur.
1.2. Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar
untuk menghindari aerosolisasi debu.
1.3. Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit /
mukosa pasien dan permukaan yang sering disentuh
oleh petugas kesehatan yang memerlukan disinfeksi
setelah dibersihkan.
1.4. Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk

54
melakukan pembersihan dan diinfeksi peralatan
pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah
APD dilepas.

k) Pengendalian lingkungan Konstruksi Bangunan Rumah Sakit

1.1. Dinding
Permukaan dinding dibuat harus kuat, rata dan kedap air
sehingga mudah dibersihkan secara periodik dengan
jadwal yang tetap 3-6 bulan sekali. Cat dinding berwarna
terang dan menggunaakan cat yang tidak luntur serta tidak
mengandung logam berat.

1.2. Langit-langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah
dibersihkan, tingginya minimal 2.70 meter dari lantai,
kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari
kayu harus anti rayap.

1.3. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap
air, tidak licin, warna terang, permukaan rata, tidak
bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin 2
kali sehari atau kalau perlu. Lantai yang selalu kontak
dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup
kearah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantai
dengan dinding harus berbentuk lengkung agar mudah
dibersihkan.

1.4. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus dan binatang pengganggu
lainnya.

1.5. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat
mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang
pengganggu lainnya.

55
1.6. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air
limbah, gas, listrik, system penghawaan, sarana
komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan
teknis kesehatan agar aman dan nyaman, mudah
dibersihkan dari tumpukan debu. Pemasangan pipa air
minum tidak boleh bersilang dengan pipa air limbah dan
tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari
pencemaran air minum.

1.7. Furniture
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur
pasien gunakan cairan disinfektan, Tidak menggunakan
bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang
mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan
tubuh lainnya.

1.8. Fixture dan& Fitting


Peralatan yang menetap di dinding hendaknya di disain
sedemikian rupa sehingga mudah di bersihkan.

1.9. Gorden
Bahan terbuat dari yang mudah dibersihkan, tidak
bergelombang, warna terang, Dicuci secara periodik 1-3
bulan sekali dan tidak menyentuh lantai.

1.10. Disain ruangan

Sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi


kewaspadaan standar.
1.1.1. Alkohol handrub perlu disediakan di tempat yang
mudah diraih saat tangan tidak tampak kotor.
1.1.2. Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur
pasien, sedang di ruang high care 1 wastafel tiap 1
tempat tidur.

56
1.1.3. Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar
perawat tidak menyentuh 2 tempat tidur dalam
waktu yang sama, bila mungkin/ideal 2,5m.
1.1.4. Penurunan jarak antar tempat tidur menjadi 1,9m
menyebabkan peningkatan transfer MRSA 3,15 kali.
1.1.5. Permukaan sekitar :
1.1.1.1. RS merupakan tempat yang mutlak harus
bersih. Lingkungan jarang merupakan
sumber infeksi. Masih kontradiksi tentang
disinfeksi ruangan rutin ? Tidak ada
perbedaan HAIs yang bermakna antara
ruangan dibersihkan dengan disinfektan
dan detergen (WA Rutala, 2001).
1.1.1.2. Disinfeksi rutin dapat menyebabkan
bakteri resisten (QAV), toleransi
meningkat (formaldehid), membunuh
bakteri yang sensitif, mempengaruhi
penampilan limbah yang ditangani,
membentuk komponen organik halogen
(Na hipoklorin), mengkontaminasi
permukaan air, membentuk bahan
mutagenik.

l) Permukaan lingkungan

1.1. Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area


perawatan
1.2. Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
1.3. Pilih disinfektan yang terdaftar dan gunakan sesuai
petunjuk pabrik
1.4. Jangan menggunakan high level disinfektan/cairan
chemikal untuk peralatan non kritikal dan permukaan
lingkungan
1.5. Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal
1.6. Jika tidak ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti
prosedur tertentu

57
1.7. Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
1.8. Hindari metode pembersihan permukaaan yang luas yang
menghasilkan mist atau aerosol
1.9. Pembersihan dari pabrik ikuti prosedur tertentu
1.10. Gunakan detergen. Jangan menggunakan high level
disifektan/cairan chemikal untuk peralatan non kritikal dan
permukaan lingkungan
1.11. kuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal
1.12. Jika tidak ada petunjuk/disinfektan yang terdaftar untuk
pembersihan dan disinfeksi ruangan perawatan pasien
1.13. Gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan
non perawatan seperti perkantoran administrasi
1.14. Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh
seperti pegangan pintu, bed rails, light switch
1.15. Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai di area
perawatan pasien
1.16. Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan,
dan gunakan cairan yang baru
1.17. Selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan ruangan
dengan wet vacum atau mop lantai dan dinding dengan
menggunakan pembersih. Jangan gunakan mats di pintu
masuk ruang operasi Gunakan metode pembersihan debu
yang tepat untuk pasien yang immonocompromised
1.18. Tutup pintu pasien immonocompromised saat
membersihkan lantai. Segera bersihkan dan
dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang
potensial infeksi
1.19. Pakai disinfektan yang terdaftar dengan label
1.20. Gunakan produk sodium hipoklorin yang teregistrasit
1.21. Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah
atau material lain yang potensial infeksi
1.22. Vacum carpet di area umum fasilitas pelayanan sarana
kesehatan dan area umum pasien secara regular
1.23. Secara periodik pembersihan sampai kedalam carpet
1.24. Hindari penggunaan carpet di daerah keramaian di ruang
perawatan pasien atau vacum carpet di area umum sarana
kesehatan dan area umum pasien secara rutin

58
1.25. Hindari penggunaan carpet di daerah keramaian di ruang
perawatan pasien atau tumpahan darah seperti unit terapi,
ruang operasi, laboratorium.
1.26. Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan di area
pelayanan pasien
1.27. Perawatan dan pemeliharaan bunga dan tanaman pot
kepada petugas khusus (bukan yang merawat pasien).
Namun jika tidak ada petugas khusus maka petugas
memakai sarung tangan dan cuci tangan setelah melepas
sarung tangan
1.28. Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman
pot di area perawatan
1.29. Lakukan pest control secara rutin
1.30. Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi.
1.31. Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian
lingkungan yang terkontaminasi sesuai prosedur
1.32. Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi
permukaan yang sering disentuh di area perawatan seperti
charts, bedside commode, pegangan pintu
1.33. Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk
pembersihan dan disinfeksi
1.34. Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi
KLB
1.35. Pembersihan dan disinfeksi lingkungan permukaan
peralatan medis secara regular.
1.36. Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang
pentingnya kebersihan tangan untuk meminimalkan
penyebaran mikroorganisme
1.37. Jangan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi untuk
kebersihan lingkungan
1.38. Jangan lakukan random pemeriksaan mikrobologi udara,
air dan permukaan lingkungan
1.39. Bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai
investigasi epidemiologi atau sepanjang pengkajian
kondisi lingkungan berbahaya untuk menditeksi atau
verifikasi adanya bahaya
1.40. Batasi sampling mikrobiologi untuk maksud jaminan
kualitas

59
g. Kesehatan Karyawan / Perlindungan Petugas Kesehatan

1) Definisi

Program kesehatan pada petugas kesehatan adalah program


sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat
ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:
a) Monitoring dan support kesehatan petugas
b) Vaksinasi bila dibutuhkan
c) Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila
memungkinkan
d) Menyediakan antivirus profilaksis
e) Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut
pada petugas
f) Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai
pengukuran risiko bila terkena infeksi
g) Upayakan support psikososial.

Tujuannya
a) Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit
b) Memelihara kesehatan petugas kesehatan

2) Ruang Lingkup

a) Kesehatan dan Keselamatan Petugas ini adalah panduan


untuk diberlakukan di semua bagian di rumah sakit yang
bertujuan untuk meningkatkan keamanan bekerja terhadap
petugas yang memberikan pelayananterhadap pasien baik
langsung atau tidak langsung.
b) Petugas kesehatan berisiko tertular infeksi, petugas
kesehatan harus mendapat pelatihan mengenai penyakit
infeksi, cara transmisi dan tindakan pencegahan dan
pengendalian.

3) Kebijakan

60
a) Melakukan pemeriksaan kesehatan bagi karyawan sebelum
bekerja Rumah Sakit diantara lain:
1.1. Pemeriksaan fisik lengkap.
1.2. Kesegaran Jasmani
1.3. Apakah pernah mendapatkan imunisasi BCG dan ada
riwayat pengobatan DOT TB.
b) Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi
karyawan/personel Rumah Sakit antara lain :
1.1. Pemeriksaan fisik, kesegaran jasmani, rontgen paru-
paru (bila diperlukan), laboratorium rutin, serta
pemeriksaan-pemeriksaan yang dianggap perlu,
termasuk pemberian vaksinasi kepada
karyawan/personal yang bekerja di area/tempat yang
berisiko dan berbahaya.
1.2. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi
karyawan/personal Rumah Sakit sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun.
c) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus kepada :
1.1. Karyawan Rumah Sakit yang telah mengalami
kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan
yang lebih dari 2 (dua) minggu.
1.2. Karyawan Rumah Sakit wanita yang cacat serta
karyawan/ personal yang berusia muda melakukan
pekerjaan tertentu.
1.3. Karyawan Rumah Sakit yang terdapat dugaan tertentu
mengenai gangguan kesehatan perlu dilakukan
pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.
1.4. Pemeriksaan kesehatan dilakukan apabila terdapat
catatan atau hasil pengamatan dari organisasi
pelaksana kesehatan dan Tim Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Rumah Sakit bagi karyawan/
personal yang mengalami keluhan.
1.5. Karyawan yang bekerja pada kelompok pelayanan high
risk infeksi : Kamar Operasi, IGD.

4) Tata Laksana

a) Pemeriksaan kesehatan

61
Dilakukan secara berkala, khusus untuk petugas yang
terpajan :
1.1. Suhu tubuh dipantau 2x/hari untuk petugas yang
merawat pasien khusunya pasien dengan Flu Burung.
1.2. Bila timbul demam, petugas dipindahkan dari tugas
perawatan dan harus menjalani uji diagnostik.
1.3. Jika penyebab tidak dapat diidentifikasi, dianjurkan
petugas mendapat pengobatan antiviral.

b) Program kesehatan karyawan


1.1. Pemeriksaan kesehatan berkala.
1.2. Pencegahan penularan infeksi terhadap petugas
kesehatan.
1.3. Penyediaan Sarana Kewaspadaan Isolasi.
1.4. Pemberian immunisasi/profilaksis anti virus dan vaksin
Hepatitis
1.5. Penatalaksanaan pasca luka tusuk benda tajam.

c) Pemberian imunisasi/profilaksis

Pemberian imunisasi bagi petugas kesehatan diberikan


terutama bagi petugas yang bekerja di bagian beresiko
terhadap pajanan penyakit infeksius. Jenis immunisasi yang
diberikan adalah :
1.1. Immunisasi Hepatitis B.
1.2. Pemberian vaksin Flu Musiman yang dianjurkan WHO
jika kontak dengan pasien penyakit menular melalui
udara (airborne).
1.3. Kadar antibodi protektif perlu diperiksa 2-4 minggu
setelah vaksinasi.

d) Penyediaan sarana kewaspadaan standar


1.1. Alat Pelindung Diri (APD) harus tersedia cukup
diruang perawtan dan tindakan terutama di ruangan
Emergensi.
1.2. Indikasi pemakaian dan cara melepaskan APD harus
dipahami dengan baik

62
e) Penatalaksanaan penularan
1.1. Petugas yang menderita Flu tidak dibenarkan
merawat/kontak dengan pasien imunitas rendah
(immunocompromised).
1.2. Petugas yang menderita demam/gangguan pernafasan
selama 10 hari setelah terpajan melalui udara (airborne)
dibebas-tugaskan/diisolasi.

f) Pencegahan penularan infeksi

1.1. Menerapkan Kewaspadaan Isolasi (Standar dan


Berdasarkan Transmisi).
1.2. Menjaga kesehatan saluran nafas (tidak merokok).
1.3. Menjaga kesehatan tubuh secara umum
1.4. Menjaga kebersihan dan hygiene diri.
1.5. Menjaga perilaku hidup sehat.
1.6. Tidak memanipulasi jarum bekas pakai.

g) Hal yang perlu diketahui petugas terpajan


1.1. Periksa status kesehatan petugas terpajan.
1.2. Ketahui status kesehatan sumber pajanan.
1.3. Terapkan profilaksis pasca pajanan (PPP).

h) Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan


tubuh

1.1. Mata : segera bilas dengan air mengalir selama 15


menit.
1.2. Kulit : segera bilas dengan air mengalir selama 1
menit.
1.3. Mulut : segera kumur kumur selama 1 menit.

i) Segera hubungi Dokter yang berwenang untuk melakukan


perawatan pasca pajanan

j) Lapor ke Tim PPI dan panitia K3RS.

63
k) Pencegahan risiko infeksi akibat kecelakaan kerja
1.1. Buang jarum langsung bersama syringe, jangan
dilepas.
1.2. Jangan meletakan dan meninggalkan jarum
sembarangan.

l) Pencegahan risiko kecelakaan kerja

1.1. Buang jarum bekas pada wadah khusus benda tajam


tahan tembus dan tahan bocor.
1.2. Jangan memberikan jarum bekas kepada orang lain
untuk dibuang.
1.3. Buang wadah benda tajam jika sudah ¾ penuh.
1.4. Jaga lantai tetap kering dan tidak licin.

m) Tindakan pasca tertusuk jarum bekas


1.1. Jangan panik.
1.2. Segera didesinfeksi dengan alkohol 70% kemudian
cuci dengan air mengalir, gunakan sabun atau
antiseptic.
1.3. Lapor ke Tim PPIRS dan K3RS.
1.4. Tentukan imunitas petugas dan sumber pajanan.
1.1.1. Tentukan status HIV, HBV, HCV sumber
pajanan.
1.1.2. Periksa status HIV, HBV, HCV petugas
terpajan.

n) Profilaksis pasca pajanan HIV/AIDS


1.1. Jenis pajanan potensial :Darah
1.2. Obat ARV harus diberikan dalam waktu < 4 jam.

o) Edukasi

Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misal:


Kewaspadaan Isolasi, Kewaspadaan standar dan
Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.

64
h. Penempatan pasien

1) Penanganan pasien dengan penyakit menular / Suspek

Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap kewaspadaan Standar

Untuk kasus / dugaan kasus penyakit menular melalui udara :

a) Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika


ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang
telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan / bangsal
dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum
dikonfirmasi / sedang didiagnosis (kohorting). Bila
ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antar tempat tidur
harus lebih dari dua meter dan diantara tempat tidur harus
ditempatkan penghalang fisik seperti tirai / sekat.

b) Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara


bertekanan negative yang dimonitor (ruangan bertekanan
negative) dengan 6 – 12 pergantian udara perjam dan system
pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara
partikulasi efisiensi tinggi (Filter Hepa ) yang termonitor
sebelum masuk ke system sirkulasi udara lain di rumah sakit.

c) Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negative dengan


system penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi, buat
tekanan negative di dalam ruangan pasien dengan
memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela
sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung melalui
jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah
ke area public. Uji untuk tekanan negative dapat dilakukan
dengan menmpatkan sedikit bedak tabor dibawah pintu dan
amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan

65
kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat meningkatkan
aliran udara.
d) Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien
mengenai perlunya tindakan pencegahan ini
e) Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD
yang sesuai : Masker (bila memungkinkan masker efisiesi
tinggi harus digunakan, bila tidak gunakan masker bedah
sebagai alternative ) , gaun, pelindung wajah / pelindung mata
dan sarung tangan.
f) Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan
g) Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika
akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan
permukaan atau barang-barang di dalam ruangan

Pertimbangkan pada saat penerimaan pasien :

a) Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap


lingkungan misal : luka lebar dengan keluar cairan , diare,
perdarahan tidak terkontrol

b) Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi


udara melalui kontak, misal : luka dengan infeksi gram positif

c) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar


dengan exhause ke area tidak ada orang lalu lalang misal :
TBC

d) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai


transmisi airbone luas, misalnya varicella

e) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga


kebersihan (anak, gangguan mental)

f) Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting.

Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien,


petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk
mencegah transmisi infeksi.

2) Transport pasien infeksius

66
a) Dibatasi, bila perlu saja.
b) Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan:
b.1. Pasien diberi APD (masker, gaun)
b.2. Petugas di area tujuan harus diingatkan akan
kedatangan pasien tersebut melaksanakan
kewaspadaan yang sesuai
b.3. Pasien diberi informasi untuk dilibatkan
kewaspadaannya agar tidak terjadi transmisi kepada
orang lain

3) Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung

a) Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali


untuk pelayanan kesehatan penting.
b) Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi
kemungkinan terpajannya staf, pasien lain, atau pengunjung.
c) Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas
kesehatan harus menggunakan gaun pelindung dan sarung
tangan. Bila pasien tidak dapat menggunakan masker, petugas
kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung, dan
sarung tangan.

4) Pemindahan pasien yang dirawat di ruang isolasi

a) Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi


hanya untuk keperluan penting.
b) Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan
menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba.
c) Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi dalam rumah
sakit, pasien harus dipakaikan masker dan gaun.
d) Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus
menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien
perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan kesehatan.
e) Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus
dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulan,
maka sesudahnya ambulan tersebut harus dibersihkan dengan
disinfektan seperti alkohol 70% atau larutan klorin 0,5%.

67
5) Keluarga Pendamping pasien di rumah sakit

a) Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan


dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah
penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada
pasien lain.
b) Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh
petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

6) Pemulangan pasien

a) Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas


waktu masa penularan.
b) Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang
dicurigai terkena penyakit menular melalui udara / airborne
harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut
mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan
bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut.
c) Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri,
pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
d) Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus
diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan,
sesuai dengan cara penularan penyakit menular yang diderita
pasien. (Contoh Lampiran D: Pencegahan, Pengendalian
Infeksi dan Penyuluhan bagi Keluarga atau Kontak Pasien
Penyakit Menular).

e) Pembersihan dan dinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan


setelah pemulangan pasien.

i. Hygiene Respirasi / Etika Batuk

1) Definisi

68
Etika Batuk/ Bersin adalah tata cara batuk/ bersin bagi seseorang
yang mengalami ataupun tidak gangguan napas.

Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting


untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua
pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk
selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk
mencegah sekresi pernapasan.

2) Ruang Lingkup

Ruang lingkup meliputi petugas medis, karyawan dan pengunjung di


RSK.Gigi dan Mulut

3) Kebijakan

a) Cara batuk dan bersin yang benar


b) Yang harus mengetahui dan melaksanakan Etika Batuk adalah
seluruh masyarakat RSK. Gigi dan Mulut.
c) Masyarakat RSK. Gigi dan Mulut adalah seluruh anggota dan
masyarakat yang berada di lingkungan RSK. Gigi dan Mulut,
seperti pasien, pengunjung / keluarga pasien, seluruh anggota
RSK. Gigi dan Mulut, pegawai kantin, tukang parkir dan lainnya
yang berada dilingkungan RSK. Gigi dan Mulut.

4) Tata Laksana

a) Cara batuk dan bersin yang benar


1.1. Tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan
tissue/sapu tangan atau lengan dalam baju anda.
1.2. Segera buang tissue yang sudah dipakai kedalam tempat
sampah.
1.3. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun
atau pencuci tangan berbasis alkohol

69
1.4. Gunakan masker.

b) Di fasilitas pelayanan kesehatan


Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang batuk. Etika
batuk dan kebersihan pernapasan harus diterapkan di semua
bagian rumah sakit, di lingkungan masyarakat, dan bahkan di
rumah.

c) Edukasi terhadap pasien dan keluarga pasien tentang etika batuk


dan kebersihan pernapasan
1.1. Edukasi terhadap pasien dan keluarga pasien adalah
suatu cara penyampaian pendidikan kesehatan yang
bertujuan untuk melindungi pasien dan keluarga dari
penyebaran infeksi.
1.2. Sebagai acuan dalam penerapan langkah-langkah dalam
menyampaikan pendidikan kesehatan terhadap pasien
dan keluarga.
1.3. Prosedur :
1.1.1. Edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan
tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi
untuk mencegah penyebaran infeksi kepada
mereka sendiri ataupun kepada pasien lain.
1.1.2. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang
dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung
tangan.
1.1.3. Semua pasien, pengunjung, dan petugas
kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan
untuk mencegah sekresi pernapasan.
1.1.4. Sebaiknya gunakan masker bila Anda sedang
batuk.
1.1.5. Etika batuk dan kebersihan pernapasan harus
diterapkan di semua bagian rumah sakit,
dilingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah.

i. Praktek Menyuntik Yang Aman

70
1) Definisi

a) Praktek Menyuntik yang Aman adalah suatu tindakan insersi yang


dilakukan oleh dokter atau perawat kepada pasien dengan menjaga
keamanan pasien dan dokter atau perawat yang melakukan insersi
b) Tujuan :
1.1. Untuk melindungi dokter atau perawat dalam melakukan insersi
agar tidak terjadi kecelakaan kerja
1.2. Untuk mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit
dengan meningkatkan kewaspadaan standar.
1.3. Sebagai acuan dalam penerapan langkah langkah dalam praktik
menyuntik yang aman.

2) Ruang Lingkup

a) Diterapkan pada semua pasien rawat jalan dan inap yang akan
melakukan tindakan injeksi
b) Pelaksana adalah tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat dan
analis) yang akan melakukan tindakan injeksi kepada pasien yang berada
di RSK. Gigi dan Mulut.

3) Tata Laksana
a) Lakukan kebersihan tangan dengan cara cuci tangan dengan prosedur 6
langkah.
b) Gunakan APD sesuai indikasi (sarung tangan bersih/tidak steril, sekali
pakai).
c) Tentukan lokasi insersi sesuai dengan jenis injeksi dan teknik injeksi.
d) cuci tangan dengan prosedur 6 langkah
e) Gunakan APD sesuai indikasi (sarung tangan bersih/tidak steril, sekali
pakai).
f) Tentukan lokasi insersi sesuai dengan jenis injeksi dan teknik injeksi.
g) Lakukan desinfeksi pada area insersi.
h) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
i) Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose.
j) Tidak diperbolehkan menggunakan jarum atau spuit yang dipakai ulang
untuk mengambil obat dalam vial multidose, karena dapat menimbulkan

71
kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien
lain.
k) Lakukan prinsip pemberian obat dengan 7 benar
l) Lakukan insersi sesuai petunjuk pemberian
m) Lakukan desinfeksi pada area setelah insersi.
n) Lakukan dokumentasi/pencatatan pada daftar lembar pemberian terapi.
o) Selalu buang sendiri oleh dokter yang melakukan insersi.
p) Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
q) Lepaskan APD (sarung tangan).
r) Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
s) Jangan meletakkan spuit atau jarum di tempat sembarangan
t) Segera buang limbah benda tajam ke kontainer benda tajam (safety box)
yang tahan tusuk, tahan air dan tidak bisa dibuka lagi.
u) Tidak melakukan recapping dengan kedua tangan.
v) Lakukan recapping dengan tehnik one hand (satu tangan)
w) Jangan menekuk atau mematahkan jarum.

3. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


a. Definisi

1) Ruang isolasi adalah ruangan untuk penempatan bagi pasien dengan


penyakit infeksi yang menular agar tidak menular kepada pasien lain,
petugas, dan pengunjung.
2) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
Rumah Sakit harus menerapkan Kewaspadaan Isolasi yang terdiri
dari Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi.
3) Rumah Sakit harus mampu memisahkan pasien yang mengidap
penyakit infeksi dan menular, dengan pasien yang mengidap penyakit
tidak menular.
4) Berdasarkan cara transmisi/penularan infeksi maka penularan
penyakit dapat dibedakan menjadi penularan kontak, dan penularan
droplet (H5N1, H1N1, MERS CoV) atau udara (tuberculosis).
5) Tujuan memberi petunjuk agar pengelolaan RSK. Gigi dan Mulut
memperhatikan kaidah pengendalian dan pencegehan infeksi,
sehingga ruang isolasi memenuhi prinsip-prinsip keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi pasien, petugas, dan

72
pengunjung. RSK. Gigi dan Mulut harus menyiapkan ruang isolasi
dalam memberi layanan kesehatan bagi pasien yang mengidap
penyakit infeksi menular agar tidak terjadi transmisi infeksi dari pasien
kepada pasien lain, petugas dan pengunjung.

b. Ruang Lingkup

1) Penggunaan ruang isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat


jalan dan inap yang mengidap penyakit infeksi menular yang
dianggap mudah menular dan berbahaya.
2) Pelaksana adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan
keluarga.

c. Tata Laksana

Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab


infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun
dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan
lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :

1) Kontak.
2) Melalui droplet
3) Melalui udara (Airborne)
4) Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5) Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)

Catatan : Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara


terpisah ataupun kombinasidengan Kewaspadaan Standar seperti
kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dansesudah
tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun antiseptik berbasis
alkohol, memakaisarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan
tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapatkemungkinan terkena
percikan cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi
wajahdari percikan cairan tubuh.

73
1) Kewaspadaan Transmisi Kontak

Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan


HAIs.Ditujukan untuk menurunkanrisiko transmisi mikroba yang
secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau
tidak langsung.Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit
terluka/abrasi orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien
terinfeksi atau kolonisasi.Misal perawat membalikkan tubuh pasien,
memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka
basahsaat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan
merawat oral pasien HSV atau scabies.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang


rentan dengan benda yangterkontaminasi mikroba infeksius di
lingkungan, instrumen yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan
terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak
diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui
mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang
ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan
pasien.

Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada


mikroba pada atau dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi) yang
secara epidemiologi mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara
kontak langsung atau tidak langsung.

Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut


saat masih memakaisarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa
sarung tangan.Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan
yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misal: pegangan
pintu, tombol lampu, telepon.

Pengelolaan pasien dengan isolasi (contact precautions):

a) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting,
bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi
mikrobanya dan populasi pasien. Bicarakan dengan petugas PPI

tempatkan dengan jarak >1 meter 3 antara tempat tidur, jaga agar
tidak ada kontaminasi silang kelingkungan dan pasien lain.

74
b) APD petugas
1.1. Sarung tangan dan cuci tangan
1.2. Memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masauk
ke ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan
bahan infeksius. Lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari
kamar pasien dan cuci tangan dengan antiseptic.
1.3. Gaun
1.4. Pakai gaun bersih, tidak steril masuk ruang pasien untuk
melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan
lingkungan, barang di ruang pasien, cairan diare
pasien,ilestomy, colostomy, luka terbuka. Lepaskan gaun
sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi
silang ke lingkungan dan pasien lain.
1.5. Apron
1.6. Bila gaun preable untuk mengurangi presentasi cairan, tidak di
pakai sendiri.
1.7. transport pasien

Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila di


perlukan pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar resiko
minimal transmisi ke pasien atau lingkungan.

1.8. Peralatan Perawatan Pasien

Bila memungkinkan peralatan nonkriterial dipakai untuk 1


pasien atau pasien dengan infeksi mikroba yang sama.
Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.

2) Kewaspadaan Transmisi Droplet

Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap


pasien dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang
dapat ditransmisikan melalui droplet (> 5μm). Droplet yang besar
terlalu berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1
m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau
membran mukosa hidung/mulut. Droplet partikel besar yang
mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier
dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction, bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan
resipien <1m . Karena droplet tidak bertahan diudara maka tidak
dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi.Misal :

75
Adenovirus. Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai
mucus membrane atau terinhalasi.

Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi


permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa
membrane. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi
droplet langsung, misal: commoncold, respiratory syncitial virus
(RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara,
intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada,
resusitasi kardiopulmoner.

Pengelolaan

a) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruangan terpisah, bila tidak mungkin
kohorting. Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisahan dengan
jarak >1 meter antara tempat tidur dan pengunjung. Pertahankan
pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara
dan ventilasi.
b) APD petugas
Pakailah bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien, saat
kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut,
dipakai saat memasuki ruang rawat pasien infeksi saluran nafas.
c) Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi drpolet dari pasien
dengan mengenakan masker pada pasien dan menerapkan
hygiene respirasi dan etika batuk.

3) Kewaspadaan Transmisi melalui Udara ( Airborne Precautions )

Kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan


sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang
diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara
epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti
misalnya transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung
melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba


penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa
partikel kecil < 5μm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di

76
udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab
infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara > 2m dari
sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor
lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting
dalam pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik
kulit luka terkontaminasi (S.aureus)mikroorganisme yang menempel
sementara pada tangan.

Pengelolaan pasien dengan isolasi (airbone Precautions):

a) Penempatan pasien
Ruang isolasi di RSKGM adalah ruang isolasi tipe standar yaitu
kamar isolasi tanpa beda tekanan dengan ruangan sekitarnya
yang mengandalkan ventilasi alamiah serta mekanik.

Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang terpisah tidak


memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang
mengidap mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain
dengan jarak > 1 ,meter.

Konsultasikan dengan petugas PPIRS sebelum menempatkan


pasien bila tidak ada ruangan isolasi dan kohorting tidak
memungkinkan.

b) APD petugas
1.1. Masker
1.2. Kenakan masker respirator (N95/ katagori N pada
efisiensi 95%) saat masuk ruang pasien atau suspek TB
paru. Orang yang rentan seharusnya tidak boleh masuk
ruang pasien yang diketahui atau suspek campak, cacar
air, kecuali petugas yang telah imun.
1.3. Gaun
1.4. Handscoon
c) transport pasien
Batasi gerak dan transport pasien hanya kalau di perlukan saja. Bila
perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk
cegah menyebarnya droplet nuklie.

77
Prosedur Keluar Ruang Perawatan Isolasi

a) Pakaian bedah/masker masih tetap dipakai masukan dalam


kantong plastik kuning
b) Pintu keluar dari ruang perawatan harus terpisah dari pintu
masuk

4. Penanganan KLB

a) Definisi

Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan


atau kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu
dan daerah tertentu. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu
penyakit infeksi akut kronis ataupun Emerging and Re emerging
Infectious disease (seperti Anthrax, Antimicrobial Resistance (MRSA),
Hentavirus Pulmonary syndrome, Dengue fever, Cholera, Diphteria,
SARS, E. Coli O 157 H7, Lyme disease, H2N1 Influenza, MDR
Tuberculosis, West Nile Virus, Shigellosis. Hepatitis, E Bola Virus,
Human Monkey pox.

Tujuan :

1) Agar semua petugas kesehatan mengetahui cara penanganan dan


penularan pada pasien dengan penyakit tersebut diatas.
2) Agar semua petugas kebersihan mengetahui cara pembersihan
ruangan pasien dengan kasus penyakit tersebut.
3) Mencegah terjadinya infeksi silang dari satu pasien kepasien lainnya.
4) Semua staf yang menangani penyakit tersebut di atas dapat
mengetahui proteksi yang harus dilakukan terhadap dirinya selama
menangani pasien tersebut.

b) Ruang Lingkup

Prosedur ini menjelaskan tugas dan tanggung jawab dari tim


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS),
Keperawatan, Dokter Spesialis, Dokter Jaga, Staf Laboratorium, Staf
Radiologi, Staf Housekeeping, dan Tim K3 RS.

78
c) Kebijakan

Penanganan kejadian luar biasa kasus infeksius dalam fasilitas


pelayanan kesehatan, rumah sakit harus menyediakan alat pelindung
diri yang tepat dan benar dengan mengutamakan keselamatan pasien
dan pencegahan infeksi.

d) Tata Laksana

1) Adanya kasus terduga atau suspect kejadian luar biasa (KLB).


2) Supervisor keperawatan atau Unit Gawat Darurat (UGD)
melaporkan kepada Tim PPIRS tentang adanya kasus suspect KLB.
3) Tim PPIRS melakukan investigasi kasus KLB dan menetapkan
kewaspadaan standar.
4) Tim PPIRS melakukan diskusi dengan dokter ahli penyakit infeksi
sebelum menetapkan statusKLB di rumah sakit.
5) Penanganan kasus KLB bekerjasama dengan komite K3 dan
menetapkan status siaga bencana KLB, kemudian melaporkan ke
managemen RS.
6) RS akan merujuk pasien pada kasus KLB yang telah ditetapkan
oleh Instansi Pemerintah yang berwewenang atau Suku Dinas
Kesehatan.
7) Penanganan kasus KLB yang berasal dari luar RS seperti SARS,
Avian Influenza dan Swine, Covid 19.
8) Influenza dilakukan sesuai dengan prosedur penanganan Suspect
Avian Influenza.
9) Bilamana diperlukan dapat dilakukan general evakuasi
10) Tim PPIRS melakukan dokumantasi tentang kejadian dan tindakan
yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB.
11) Lakukan terus monitoring dan evaluasi sampai dengan berhasil
diatasi.
12) Status KLB wajib dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat.
13) Kasus KLB yang berasal dari luar RS yang menimbulkan eskalasi di
UGD maupun di perawatan, ditangani sebagai bencana eksternal
dan berkerjasama dengan komite K3 RS.

79
5. Pedoman Pembuatan ICRA

a. Definisi

ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan


infeksi, pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi
pasien, fasilitas dan program yang berfokus pada :

1) Pengurangan risiko infeksi


2) Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi,
pemeliharaan fasilitas, dan Pengetahuan tentang infeksi, agen
infeksi, dan lingkungan perawatan, yang memungkinkan organisasi
untuk mengantisipasi dampak potensial.

Tujuan untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya HAIs pada


pasien, petugas dan pengunjung di rumah sakit dengan cara :

1) Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap :


a) Paparan kuman patogen melalui petugas, pasien dan
pengunjung
b) Penularan melalui tindakan /prosedur invasif yang dilakukan baik
melalui peralatan, tehnik pemasangan, ataupun perawatan
terhadap risiko infeksi (HAIs)
2) Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat
ditindak lanjuti berdasarkan hasil penilaian skala prioritas.

b. Ruang Lingkup

Seluruh unit terkait

c. Kebijakan

1) Rumah sakit mengidentifikasi proses yang terkait dengan resiko


infeksi yang ada di RS.
2) Rumah sakit juga mengimplementasi strategi penurunan resiko
infeksi pada seluruh proses kegiatan
3) Rumah sakit mengidentifikasi jenis resiko yang membutuhkan
kebijakan dan, prosedur, edukasi, staf, perubahan praktik dan
kegiatan lainnya untuk mendukung penurunan resiko

80
d. Tata Laksana

1) Observasi
2) Laporan Kejadian
3) Review dokumen
4) Pengukuran masalah
Tingkat kesalahan tinggi maka kemungkinan bahaya dan tingkat
bahaya juga meningkat
5) Evaluasi risiko
a) Rangking masalah
b) Prioritas masalah
c) Analisa manfaat biaya yang dikeluarkan (setelah diranking,
biaya untuk mengurangi resiko dibandingkan dengan biaya
kalau terjadi resiko)
d) Pastikan risiko yang ditimbulkan bisa diterima atau tidak

PENILAIAN PROBABILITAS/FREKUENSI

TK Risk Deskripsi Kejadian


0 Never Tidak pernah
1 Rare Jarang (Frekuensi1-2 x/tahun)
2 Maybe Kadang (Frekuensi3-4 x/tahun)

81
3 Likely Agak sering (Frekuensi 4-6 x/tahun)
4 Ecxpect it Sering (Frekuensi>6-12 x/tahun)

PENILAIAN DAMPAK

TK Risk Deskripsi Kejadian


1 Minimal
Tidak ada cedera
Clinical
2 Moderate  Cedera ringan
clinical
 Dapat diatasi denganP3K
3 Prolonged  Cedera sedang
length of stay
 Berkurangnya fungsi
motorik/sensorik/pskologis atau
intelektual (reversible), tidak
berhubungan dengan penyakit
 Setiap kasus yang
memperpanjang perawatan
4 Temporer  Cedera luka luas/berat
loss of
 Kehilangan fungsi
function
motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual (irreversible), tidak
berhubungan dengan penyakit
5 Katatropik Kematian yang tidak berhubungan
dengan perjalanan penyakit

Penentuan skor

SKOR = Nilai Probabilitas X Nilai Risiko/Dampak X Nilai Sistem


yang ada

Program prioritas berdasarkan nilai terbesar

PRIORITAS ICRA

82
83
6. ICRA Renovasi atau Pekerjaan Pembangunan (Konstruksi) Baru

a. Definisi

Penetapan kriteria risiko akibat dampak renovasi atau pekerjaan


pembangunan (konstruksi) baru adalah kebijakan yang digunakan
untuk merencanakan pembongkaran, pembangunan, atau renovasi,
rumah sakit menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi
atau pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara,
pencegahan dan pengendalian infeksi, persyaratan utilisasi, kebisingan,
getaran dan prosedur emergensi (kedaruratan).

b. Ruang Lingkup

c. Kebijakan

BAB V
LOGISTIK

Permintaan Barang (Stock) ke Logistik

Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua barang
yang diperlukan untuk Komite PPI dalam rangka pelaksanaan PPI di rumah sakit.

Adapun prosedur yang perlu diperhatikan


dalam proses permintaan barang (stock)
ke logistik yaitu :

84
1. Petugas Administrasi (IPCN) menulis bon permintaan barang (stock) secara
tertulis di form permintaan barang.
2. Bon permintaan dicek dan ditanda tangani oleh IPCN Senior
3. Petugas Administrasi (IPCN) menyerahkan bon permintaan kepada Petugas
Logistik.
4. Petugas Logistik menerima bon permintaan barang.
5. Pada hari berikutnya Petugas Administrasi (IPCN) mengambil barang yang
telah diminta ke Gudang logistik.
6. Petugas Administrasi (IPCN) melakukan pengecekan antara Bon permintaan
dengan barang yang diserahkan
7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Administrasi
(IPCN) menandatangani penerimaan pada Bon permintaan.
8. Barang yang telah diterima didokumentasikan oleh Petugas Administrasi
(IPCN) dalam bentuk faktur logistik .
9. Petugas Administrasi (IPCN) menempatkan Barang ke dalam lemari stok
barang.

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Merupakan suatu system yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi
lebih aman.

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di
ambil.

85
B. Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety)

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.


2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

C. Keselamatan Umum

Aturan Umum Melakukan Kebersihan Tangan

Kebersihan Tangan merupakan aturan yang penting untuk mencegah penyebaran


infeksi, langkah –langkahnya sebagai berikut :

1. Tuangkan Cairan anti septik / sabun ke telapak tangan secukupnya.


2. Gosokkan kedua telapak tangan.
3. Gosok punggung tangan dan sela – sela jari tangan kiri dengan dan
sebaliknya.
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari.
5. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
7. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya.
8. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
9. Keringkan kedua tangan dengan tissue.

Dengan memperhatikan 5 moment mencuci tangan sebagai berikut :


1. Sebelum Kontak dengan Pasien.
2. Sebelum Melakukan Tindakan Asepsis.

86
3. Setelah Kontak Dengan Cairan Tubuh Pasien
4. Setelah Kontak Dengan Pasien
5. Setelah Kontak dengan Lingkungan Sekitar Pasien.

Alat Pelindung Diri

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri:

1. SARUNG TANGAN melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan


penyakit dan melindungi pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan
petugas kesehatan.Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas
sarung tangan lakukan kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau
handrub berbahan dasar alkohol.Satu pasang sarung tangan harus
digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya untuk menghindari
kontaminasi silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau
mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan
di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih,
bukan merupakan praktek yang aman.
2. MASKER harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah
dagu, dan rambut pada wajah(jenggot).Masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah
berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau
cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila
masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak
efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
3. ALAT PELINDUNG MATA melindungi petugas dari percikan darah atau
cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup
kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah
dan visor. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung
mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan
adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak
tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan
kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
4. TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk dalam luka selama pembedahan.Topi harus
cukup besar untuk menutup semua rambut.Meskipun topi dapat memberikan
sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk

87
melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.
5. GAUN PELINDUNG digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian
biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau
dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airbone. Pemakaian
gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas
kesehatan dari sekresi respirasi. Kontaminasi pada pakaian yang dipakai
saat bekerja dapat diturunkan dengan memakai gaun pelindung.
6. APRON yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan
air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas
kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika
melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau
melakukan prosedur di mana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas kesehatan.
7. PELINDUNG KAKI digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam
atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu yang
tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.

Prosedur Penanganan Kecelakaan Kerja Tertusuk Jarum

Tindakan Pasca Tertusuk Jarum Bekas

1. Tekan satu kali diatas daerah tusukan sampai darah keluar


2. Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptic
3. Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk /luka
4. Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya

Terpajan Cairan Tubuh ( Kulit, Mata, Hidung dan Mulut )


Bahan Kimia Atau Cairan Tubuh

1. MATA → Segera bilas dengan air mengalir selama 15 menit


2. KULIT → Segera bilas dengan air mengalir 1 menit
3. MULUT → Segera kumur-kumur selama 1menit
4. Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya

88
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku pada tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar
negara yang harus dipenuhi olehseluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat
pekerja Indonesia, telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran

89
masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup di dalam lingkungan
dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurangmemadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan

kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.


Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua tenaga kesehatan yang
merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang
cukup besar. Kegiatan tenaga atau petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari
faktor fisik, kimia,ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan
sarana dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan
kemajuan IPTEK, khususnyakemajuan teknologi sarana dan prasarana, maka risiko
yang dihadapi petugas tenaga kesehatansemakin meningkat.Petugas atau tenaga
kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalahkesehatan
yang merupakan kendala yang dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu
dalampekerjaannya menggunakan alat - alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta
alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan
dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu
penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja”

hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan

90
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

91
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang
akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan
untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :

Defenisi Indikator adalah:

Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria :

Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :

1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:

1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan

a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih

a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan

92
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan
mutu tidak baik.

4. Standar yang digunakan

tandar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :

a. Acuan dari berbagai sumber


b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

BAB IX
PENUTUP

93
Pedoman pelayanan yang dicantumkan merupakan prosedur baku maksimal
yang harus diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah
Sakit yang terlibat dan berlaku setiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan
sarana dan prasarana serta sumber daya dan dana masih merupakan kendala di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung.

Namun keterbiasan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk


menurunkan baku prosedur pelayanan kesehatan yang harus diberikan kepada
pasien. Dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua
personil Rumah Sakit akan memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai pula
dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara bertepat guna dan
berhasil guna dalam pengendalian infeksi nosokomial secara berencana dan
terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi setiap rumah sakit.

94

Anda mungkin juga menyukai