(Madina) sudah berusia 20 tahun pada 11 Maret 2019. Syukuran masyarakat Madina, seraya peresmian Kantor Bupati dan perkenalan dengan Bupati Pertama yaitu Amru Daulay berlangsung 11 Maret 1999 silam.
Sesungguhnya, Presiden B.J.Habibie telah
menandatangani Undang-Undang Nomor 12 tahun 1998 tanggal 23 Novemper 1998 tentang terbentuknya Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal. Dalam pidatonya, Gubernur Sumatera Utara Rizal Nurdin mengumumkan kepada masyarakat, bahwa Pandapotan Nasution adalah seorang yang gigih memperjuangkan terbentuknya Kabupaten Madina.
Namun dalam suatu kesempatan, saya
pernah menanyai mantan Walikota Sibolga itu. Eh, dia meluruskannya. “Saya hanya mengawal perjuangan pembentukan Madina, saat saya menjadi anggota DPR,” ujarnya. Dia merasa terbentuknya Kabupaten Madina adalah perjuangan kolektif masyarakat Madina, termasuk para perantau.
Memang sejak semula, Madina bagaikan
dilupakan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, wilayah Madina digabung menjadi Kabupaten Batang Gadis dengan ibukotanya Kotanopan. Eh, pada 1950, Kabupaten Batang Gadis digabungkan ke Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibukotanya Padangsidimpuan.
Syukurlah, putra-putri Madina tidak larut
meratapi masa lalunya yang indah. Angin segar pun berembus. Kondisi Madailing Natal yang prihatin ditanggapi oleh DPRD Kabupaten Tapanuli Selatan yang waktu itu diketuai oleh Hidayat Nasution.
Terbitlah, Keputusan DPRD Tapanuli
Selatan pada 21 Maret 1992 menyetujui pemekaran wilayah Tapanuli Selatan menjadi 3 (tiga) Kabupaten. Yakni, Angkola Sipirok, Padang Lawas dan Madina serta peningkatan status Kota Administratif Padangsidempuan menjadi Kotamadya.
Semakin menggembirakan ketika
berdasarkan SK DPRD Sumatera Utara pada 28 Maret 1992, Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar mengirimkan keputusan persetujuan pemekaran Tapanuli Selatan tersebut pada 13 April 1992 kepada Menteri Dalam Negeri.
Waktu bergulir. Setelah pensiun dari
pegawai negeri, dalam hal ini sebagai Asisten IV di kantor Gubernur Sumatera Utara, Pandapotan dilantik menjadi anggota DPR RI pada Oktober 1992. Dia pun melakukan lobi kepada sesama anggota DPR. Di antaranya adalah Drs.Atar Sibero, yang duduk pada komisi yang membidangi anggaran. Sebagai mantan Dirjen PUOD dan mantan Dirjen Pembangunan Daerah, dia sangat mengerti persoalan pemekaran wilayah.
Atar Sibero beserta angota DPR lainnya
yang berasal dari Sumatera Utara juga diajak Pandapotan meninjau Madina. Peninjauan itu menghasilkan usulan pemekaran Tapanuli Selatan.
Angin segar mulai berhembus ketika
Drs.Sumitro Maskun diangkat menjadi Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD). Dia adalah teman baik Pandapotan ketika sama-sama bertugas di Badan Diklat Departeman Dalam Negeri. Atas usaha Sumitro Maskim barulah pada 5 Desember 1995, Menteri Dalam Negeri Yogie S.Memed dalam Rapat Kerja dengan DPR-RI menjelaskan bahwa prioritas dalam rencana pemekaran di Sumatera Utara adalah pembentukan Kabupaten Madina.
Namun ternyata Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah (DPOD) belum seluruhnya sepakat. Anggota DPOD yang terdiri dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Penertiban Aparatur Negara, Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI telah setuju. Tapi Menteri Keuangan dan Bappenas belum menyatakan persetujuan.
Agar perjuangan tak elitis, hanya melalui
DPR, Pandapotan juga mengajak Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Keluarga Mandailing (HIKMA) yaitu H.M.Fauzi Lubis, dan Ketua Ikatan Keluarga Nasution (IKANAS) H.Syamsi B.Nasution mengadakan Sarasehan Masyarakat Madina pada 12 Juli 1997 di Jakarta.
Antara lain dengan mengundang sejumlah
tokoh-tokoh terkemuka masyarakat Mandailing termasuk: Jenderal Besar A.H.Nasution dan Ny.Nelly Adam Malik, beserta tokoh masyarakat dan putra daerah Mandailing di perantauan.
Waktupun berlalu. Sampai berakhir masa
jabatan Pandapotan sebagai anggota DPR-RI periode 1992-1997 tanggal 30 September 1997 Kabupaten Mandailing Natal masih juga belum terbentuk. Menteri Dalam Negeri berganti dengan Syarwan Hamid. Syukurnya, Pandapotan terpilih kembali menjadi anggota DPR-RI untuk perode 1997- 2002. Di tengah gejolak reformasi yang berkecamuk. RUU pembentukan Mandailing Natal akhirnya ditandatangani Presiden Soeharto pada 8 Mei 1998. Tapi tiba-tiba muncul arus balik. Terbit surat Menteri Dalam Negeri pada 25 Juni 1998 kepada Pimpinan DPR RI, perihal penundaan waktu pembahasan RUU tentang pembentukan Kabupaten Madina dan Toba Samosir.
Pandaptaan pun gundah gulana. Tatkala
rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri pada 7 Juli 1998, Pandapotan kembali menyampaikan aspirasinya di depan Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid. Kala itu, Pandapotan mengatakan bahwa belum berjarak jauh, tepatnya 40 hari yang lalu, ketika Syarwan Hamid masih menjadi Wakil Ketua DPR/MPR RI, gaung gerakan reformasi bergema bergemuruh dari Gedung DPR-RI ke seluruh tanah air.
Gaung gerakan reformasi yang lantang itu,
termasuk tentang RUU tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Toba Samosir. Seolah-olah rakyat di daerah itu tidak sabar lagi menunggu keluarnya UU tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di daerah mereka.
Tapi rakyat kembali dikejutkan oleh surat
saudara Menteri Dalam Negeri tertanggal 25 Juni 1998 perihal penundaan waktu pembahasan RUU tentang Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Toba Samosir.
Betapa mengejutkan, karena pada hari itu
sudah ditetapkan oleh Bamus (Badan Musyawarah) DPR-RI bahwa RUU Pembentukan dua kabupaten tersebut sudah masuk di dalam acara rapat-rapat Komisi II DPR-RI. Pandapotan menyampaikan harapan rakyat dari daerah itu kepada menteri sebagai salah seorang pelopor gerakan reformasi, bersedia memenuhi jadwal acara rapat-rapat DPR-RI Masa Persidangan IV tanggal 25 Juni 1998. Sebagai penutup, Pandapotan mengajukan pertanyaan: “Apakah Amanat Presiden Republik Indonesia Nomor R.05/PU/V/1998 tanggal 8 Mei 1998 kepada Pimpinan DPR-RI dapat dibatalkan oleh surat Menteri Dalam Negeri?
Tak dinyana Menteri Dalam Negeri
Syarwan Hamid menyetujui pembahasan kembali RUU Toba Samosir dan Mandailing Natal. Pembahasannya akan dilanjutkan pada Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 14 Juli 1998. Pembahasan dimulai pada 6 Oktober 1998 sampai 14 Oktober 1998.
Rapat Paripurna DPR-RI pun berlangsung
pada 19 Oktober 1998 untuk mendengarkan pendapat akhir fraksi-fraksi, begitu pula dari pihak pemerintah. Lagi-lagi Pandapotan diberi kepercayaan oleh Fraksi Karya Pembangunan untuk menyampakan pidato pendapat akhir Fraksi FKP.
Kala itu, Pandapotan membacakan sebait
sajak Willem Iskandar yang menurut keyakinan banyak orang telah menjadi inspirator gerakan kemerdekaan di Tapanuli: Sungguh subur tanahmu Tapi kau masih saja diam Sekalipun kau mudah membuat tanaman bertumbuh Orang tidak datang berdagang kepadamu
Alhamdulillah, akhirnya Ketua DPR-RI Hari
Sabarno mengetuk palu sebagai pertanda Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal resmi terbentuk sebagai Kabupaten baru. Dirgahayu, Madina! **