Anda di halaman 1dari 12

RESUME

Sejarah Perkembangan Hukum Agraria Sebelum


Dibentuknya Uupa No. 5 Tahun 1960

DWI NUR FEBRIANTINI


180710101198

PENDAHULUAN

Tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Setiap


aspek kehidupan manusia memerlukan tanah. Manusia memerlukan bidang-bidang
tanah untuk keperluan tempat mencari sumber penghidupan, untuk keperluan
mendirikan tempat tinggal, untuk keperluan tempat mendirikan fasilitas-fasilitas
umum, untuk tempat mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, lembaga-lembaga
kesehatan, untuk areal pasar, untuk tempat mendirikan perkantoran baik instansi
pemerinntah maupun swasta, untuk membangun jalan umum, tempat mendirikan
jembatan, pelabuhan laut dan bandar udara, bahkan setelah meninggal dunia pun
manusia masih memerlukan sebidang tanah untuk areal pemakamannyaSebelum
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, didalam masyarakat adat telah
terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang diatur sesuai dengan ketentuan hokum
adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Setelah Belanda menjajah bangsa
Indonesia, belandamendatangkan peraturan hokum pertanahan yang berlaku di
negaranya ke Indonesia, yang kemudian diberlakukan terhadap masyarakat Indonesia.
(Supriadi : 2006)
Selain kedua peraturan mengenaihukum tanah berada diindonesia diatas,
pemerintahan belanda menciptakan pula hokum tanah seperti agrarisch eigendom.
Disamping itu, pemerintahan Swapraja menciptakan pula hokum atas tanah yang
berlaku didaerahnya, seperti grat sultan. Dengan adanya tiga peraturan tersebut,
timbulah “pluralistik” hak atas tanah yang terdapat diindonesia. (Supriadi : 2006)
Menurut budi harsono bahwa dengan adanya hak-hak tanah adat, hak atas tanah ciptaan
pemerintah swapraja, hak atas tanah ciptaan pemerintah belanda, bisa kita sebut tanah
hak Indonesia, yang cakupan pengertiannya lebih luas dari tanah-tanah hak adat.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Politik Hukum Bidang Pertanahan Sebelum Berlakunya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 ?

PEMBAHASAN
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria
berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu
bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada
hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang
bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat
maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA.
Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga
konversi.Konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya
UUPA untuk masuk sistem dalam dari UUPA.
. Tanah merupakan salah satu objek Hukum Agraria. Di Indonesia sebelum
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria terjadi dualisme hukum agraria, bahkan
terjadi pluralisme hukum agraria. Di satu sisi berlaku hukum agraria adat untuk
golongan penduduk Indonesia asli (pribumi), yang beraneka ragam bentuknya, di sisi
lain berlaku hukum agraria perdata barat untuk golongan penduduk yang menundukkan
diri pada hukum perdata barat, yang banyak tingkatnya. Di samping berlakunya hukum
adat dan hukum perdata barat atas tanah, menurut Supriadi, dalam bukunya Hukum
Agraria, “Pemerintah Swapraja menciptakan pula hukum atas tanah yang berlaku di
daerahnya, seperti grant Sultan. Dengan adanya tiga peraturan mengenai hak-hak atas
tanah tersebut, timbullah „pluralistik‟ hak atas tanah yang terdapat di Indonesia.”1.
Demikian juga halnya dengan hak-hak atas tanah, ada hak-hak atas tanah
berdasarkan hukum agraria adat, dan ada juga hak-hak atas tanah berdasarkan hukum
agraria perdata barat. Sementara itu tanah grant Sultan dianggap sama-sama sebagai
tanah hak-hak Indonesia dengan tanah-tanah hak adat. Dalam kenyataannya
sebagaimana hukum adat yang sifatnya tidak tertulis, maka demikian pula hak-hak atas
tanah berdasarkan hukum adat dalam penguasaan pemiliknya tidak didukung dengan
bukti-bukti tertulis. Berbeda halnya dengan hak-hak atas tanah berdasarkan hukum
perdata barat, dari awal penguasaan oleh pemilliknya sudah harus didaftarkan di kantor
kadaster dan selanjutnya diterbitkan bukti tertulis hak atas tanah yang
bersangkutan.Sejarah Hukum agraria yang berlaku sebelum Indonesia merdeka masih
menggunakan hukum barat yaitu Agrarische Wet yang memberikan jaminan hukum
kepada pengusaha swasta, dengan Hak Erpacht dan Agrarische Besluit yang
melahirkan azas Domein Verklaring dimana semua tanah yang pihak lain tidak dapat
membuktikan sebagai hak Eigendom nya adalah domein atau milik negara. Maka
tanah-tanah diatur dengan hak-hak barat seperti tanah eigendom, tanah erfacht, tanah
postal dan lain-lain. Sedang tanah-tanah yang dikenal dengan hak-hak Indonesia adalah
tanah-tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, tanah gogolan, tanah bengkok, tanah
agrarich eigendom.
Sesuai dengan jiwa liberalisme dan individualisme yang meliputi seluruh isi
KUH perdata, pembatasan – pembatasan yang diadakan dengan undang – undang dan
peraturan – peraturan lainnya terhadap hak eigendo itu semual tidak seberapa
banyaknya. Sedang pembatasan oleh hak-hak orang lain juga ditafsirkan sangat sempit
dan legistis.13

1
Supriadi, 2007, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, h.41
HUKUM TANAH DI INDONESIA DULUNYA MENGANUT BEBERAPA
HUKUM AGRARIA DARI:

- HUKUM AGRARIA ADAT


Serangkaian aturan yang mengikat pada suatu masyarakat yang tidak
tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan berkembang pada
suatu masyarakat tertentu yang kemudian diterima menjadi hukum secara
turun temurun2
Ciri-ciri HUKUM AGRARIA ADAT Keberlakuannya hanya diikuti oleh
beberapa kelompok masyarakat saja, yang mana kebiasaan tersebut sudah
ada sejak nenek moyang mereka bertempat. Cakupan dari keberlakuan
hukum adat tersebut di beberapa daerah biasanya disimbolkan dengan
terdengarnya “kentongan”, jika bunyi kentongan masih terdengar disuatu
wilayah tertentu, maka dalam suatu wilayah tersebut masih menggunakan
hukum adat yang dimaksud.
Dalam hukum agraria adat, selama diperjanjikan bahwa hutangnya belum
dibayar lunas, debitor tidak akan melakukan perbuatan hukum apapun
dengan pihak lain mengenai tanah yang dijadikan jaminan (jonggolan)
Pengusaan dan penggunaan tanah tersebut dapat dilakukan sendiri secara
individual atau bersama-sama dengan kelompok lain. Tidak ada kewajiban
untuk menguasai dan menggunakan secara kolektif. Karena itu, penguasaan
tanahnya dirumuskan dengan sifat individual. Hak penguasaan yang
individual tersebut merupakan hak yang bersifat pribadi, karena tanah yang
diakuasainya diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan pribadi dan
keluarganya. Bukan untuk pemenuhan kebutuhan kelompoknya.
Hak individual tersebut bukanlah bersifat pribadi semata. Disadari, bahwa
yang dikuasai dan digunakan itu adalah sebagian dari tanah bersama.
Karena itu dalam penggunaannya tidak boleh hanya berpedoman pada

2
Wikipedia hukum adat
kepentingan pribadi semata, melainkan juga harus diingat kepentingan
bersama, yiatu kepentingan kelompoknya. Sifat penguasaan yang demikian
itu pada dirinya mengandung apa yang disebut unsur kebersamaan
HAK ULAYAT Hak Ulayat merupakan serangkaian wewenang dan
kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah
yang terletak dalam lingkungan wilayahnya, yang merupakan pendukung
utama penghidupan dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan
sepanjang masa Hak ulayat meliputi semua tanah yang ada dalam
lingkungan wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan, baik yang
sudah dihaki oleh seseorang maupun yang belum. Batas wilayahnya hak
ulayat masyarakat hukum adat teritorial tidak dapat ditentukan secara pasti.
Hak ulayat mempunyai kekuatan yang berlaku ke dalam dan ke luar:
- Ke dalam berlaku dan berhubungan dengan para warganya
• - Ke luar berlaku dalam hubungannya dengan bukan anggota masyarakat
hukum adatnya (orang asing orang luar) Pertama, hak persekutuan hukum
• Hak Pembukaan Tanah
• Hak memungut hasil hutan
• Kedua, hak perseorangan
• Hak milik
• Hak memungut hasil hutan
• Hak wenang-pilih atau hak pilih lebih-dahulu
• Hak wenang-beli, hak penjabat adat
• Ketiga, hak-hak dari perbuatan-perbuatan hukum
• Pemindahan hak (serah lepas)
• 1. Menjual (lepas, gadai, tahunan)
• 2. Menukarkan
• 3. Memberikan (hibah)
• Perjanjian
• 1. Tanam Bagi
• 2. Sewa
• 3. Tanggungan
Syarat Hukum Agraria Adat, masih dapat diberlakukan: (Muhammad
Bakri.Unifikasi dalam Pluralisme Hukum Tanah di Indonesia (Rekonstruksi
Konsep Dalam UUPA, Jurnal Kertha Patrika,Vol 33 No. 1 Januari 2008,
Hlm: 4)
1. Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh
masyarakat hukum ada yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat
setempat
2. Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih berlaku apabila:
 Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adat
sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan
menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-
hari
 Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga
persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperlua hidupnya
sehari-hari
 Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan
hukum tersebut

- HUKUM AGRARIA BARAT (HAB) (Hukum Agraria Barat)


o Adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum agraria yang bersumber
pada hukum Perdata Barat khususnya yang bersumber pada
KUHPerdata (BW sebagian terbesar ada pada Buku II BW, tetapi
ada juga pada buku III dan IV)
o Kaidah-kaidah hukum agraria Barat sebagian terbesar merupakan
hukum tertulis, tetapi disamping Hukum Agraria tertulis yang
bersumber dari BW juga mengenal adanya hukum tidak tertulis
yang bersumber dari kebiasaan.
o Hukum Agraria Barat, berlaku terhadap tanah-tanah tertentu, yaitu
tanah yang dihaki dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam
BW/Hukum Kebiasaan, yang disebut dengan tanah Barat/Tanah
Eropa

a. Tanah Hak Eigendom, yaitu suatu hak atas tanah yang pemiliknya mempunyai
kekuatan mutlak atas tanah tersebut

b. Tanah hak opstal, yaitu suatu hak yang memberikan wewenang kepada
pemegangnya untuk memiliki sesuatu yang di atas tanah eigendom, pihak lain
yang dapat berbentuk rumah atau bangunan, tanaman dan seterusnya disamping
hak opstal tersebut memberikan wewenang terhadap benda-benda tersebut
kepada pemegang haknya juga diberikan wewenang-wewenang yaitu:
 Memindahtangankan benda yang menjadi haknya kepada pihak lain
 Dapat dijadikan jaminan hutang
 Dapat diwariskan
• Dengan catatan hak opstal tersebut belum habis waktunya menurut perjanjian
yang telah ditetapkan bersama
c. Tanah Hak Erfpacht, yaitu hak untuk dapat diusahakan/mengolah tanah
orang lain dan menarik atau hasil yang sebanyak-banyaknya dari tanah
tersebut, kewenangan pemegang hak erfpacht hampir sama dengan
kewenangan pemegang hak opstal
d. Tanah Hak Gebruis, yaitu tanah hak pakai atas tanah orang lain.

Dengan demikian hak egeindom yang merupakan pusat dari hukum agraria
barat itu benar-benar merupakan hak yang memberi wewenang yang sepenuhnya
kepada yang mempunyai benda (eigenaar) untuk berbuat bebas dengan benda yang
bersangkutan. Mengingatkan apa yang disebutkan di atas ia bebas di dalam
mempergunakan atau mengambil manfaat dari benda itu dan bebas untuk bertindak
mempergunakannya.
Menurut Ahmad Fauzie Ridwan3 ada tujuh macam hak-hak perseorangan atas
tanah yang lahir dari hak ulayat, yaitu: (a) hak membuka tanah; (b) hak wenang pilih;
(c) hak memungut hasil atau hak menarik hasil; (d) hak milik; (e) hak wenang beli atau
hak membeli pertama; (f) hak pakai; dan (g) hak keuntungan jabatan.
Berdasarkan urut-urutan penguasaan hak atas tanah perseorangan menurut
hukum adat tersebut, diuraikan.4
- Hak untuk membuka tanah hutan berlukar, adalah hak dari anggota
persekutuan hukum untuk menguasai sebidang tanah tertentu, guna
keperluannya, dengan terlebih dahulu memberitahukannya kepada Kepala
Persekutuan Hukum (Pasirah/Kerio) yang bersangkutan, dan dengan
pemberian tanda (larangan/batas) bahwa tanah itu akan digarap.
- Hak wenang pilih (voorkeurecht), adalah hak seorang anggota masyarakat
hukum adat atas sebidang tanah yang timbul karena hak membuka tanah
atau karena pernah menggarapnya, sepanjang tanda-tanda pengarapan
masih ada. Orang yang mempunyai hak wenang pilih ini mencegah orang
lain yang akan memiliki bidang tanah tersebut.
- Hak memungut hasil (genotrecht), adalah hak yang timbul karena hak
pembukaan tanah, dalam hal menggarap sebidang tanah secara tidak tetap
atau sementara. Dalam arti penggarap akan berpindah sesudah tanah itu
tertimbang tidak akan mendatangkan hasil lagi. Jadi hanya dalam waktu
sementara, pada umumnya satu musim/satu tahun. Namun dalam jangka
waktu 7 sampai dengan 10 tahun berpindah-pindah penggarap akan kembali

3
Ahmad Fauzie Ridwan, 1982, Hukum Tanah Adat Multi Disiplin Pembudayaan Pancasila, Dewaruci
Press, Jakarta, h.30.
4
Abdul Hamid Usman, 2011(a), Dasar-dasar Hukum Agraria, Tunas Gemilang, Palembang, h.94-96.
lagi ke tanah pertama yang pernah digarapnya sepanjang tanda-tanda
penggarapannya masih ada
- Hak milik, adalah suatu hak atas tanah yang dipunyai seseorang untuk
menggunakan tanah tersebut sesuai dengan keperluannya, setelah melalui
tahap-tahap membuka tanah hutan belukar, hak wenang pilih, dan hak
memungut hasil, serta menguasai tanah tersebut dengan adanya tanda-tanda
penggarapan paling tidak selama tujuh tahun, dan dengan menghormati hak
ulayat, hak-hak pemilik tanah sekitarnya, aturan-aturan adat serta
aturanaturan dari pemerintah.
- Hak wenang beli (naastingsrecht), adalah suatu hak mendahului untuk
membeli sebidang tanah; artinya mempunyai hak untuk didahulukan dari
orang lain, yang berakibat mengesampingkan pihak ketiga dalam pembelian
tanah tersebut. Yang mempunyai hak wenang beli atas tanah terdiri dari:
sanak-keluarga dari pihak yang akan menjual tanah; tetangga tanah yang
berbatasan, anggota persekutuaan hukum yang bersangkutan. Keluarga
mempunyai hak wenang beli yang pertama, ini dimaksudkan agar tanah
yang bersangkutan masih dimiliki keluarga sendiri.
- Hak pakai, adalah hak memakai (mengerjakan dan memungut hasilnya) atas
tanah kepunyaan famili atau orang lain untuk dipakainya, tegasnya, atas
tanah yang bukan kepunyaannya sendiri
- Hak keuntungan jabatan atau hak penghasilan (tanah bengkok), adalah hak
dari pejabat-pejabat persekutuan hukum atas tanah yang diberikan oleh
persekutuaan hukum selama menjalankan tugasnya guna mencukupi
penghidupannya.
Kepentingan pribadilah yang menjadi pedoman, bukan kepentingan
masyarakat. Kensepsi eigendom memang berpangkal pada adanya kebebasan individu.
Kebebasan untuk berusaha dan kebebasan untuk bersaing, naum, kemudian terjadilah
di daam alam pikiran masyarakat barat. Masyarakat yang berkonsepsi liberalisme dan
individualisme itu mengalami pengaruh dari konsepsi sosialisme, yang untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur menuntut supaya negaa memperhatian dan
mengatur kehidupan masyarakat, sehingga dianggap perlu untuk membatasi kebebasan
individu.
Konsepsi itu berpengaruh juga pada si hak eigendom pada kenyataannya
berakibat membatasi luasnya kebebasan dan wewenang – wewenang yang ada pad
seorang eigenaar. Hak eigendom tidak lagi bersifat mutlak, seorang eigenaar tidak lagi
mempunyai kebebesan penuh untuk berbuat dengan benda yang dimilikinya.
Kepentingan masyarakat lebih mendapat perhatian di dalam melaksanakan hak – hak
individu, yan dikenal dengan vermaatschappelijkt, mengandung pula unsur-unsur
kemasyarakatan atau mengalami sociali sering preces. Perkembangan yurispudensi pun
menunjukkan perubahan, misalnya Arrest Hoge Raad Belanda tanggal 31 Januari 1919
yang memberikan tafsiran yang berlainan pada pengertian onrechtmatige daad
(Perubahan melawan hukum) daripada arrest yang disebutkan di atas. arrest tanggal 31
Januari 1919 itu kemudian menjadi stadaard-arrest atau yurispudensi tetap. Tetapi
biarpun demikian pada asasnya jiwanya masih tetap individualistis, sehingga tidak
sesuai bahkan bertentangan dengan konsepsi Pancasil yang berjiwa gotong-royong dan
kekeluargaan, yang menjiawi hukum nasional. Oleh karena itu, hukum agraria Barat
inipun tidak dapat terus dipertahanka .
Pada masa berlakunya domein verklaring, terdapat hak atas tanah yang
diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang tidak termasuk dalam hak-hak barat
atas tanah yang dimuat dalam KUHPer, dimana hak atas tanah itu adalah Hak
Agrarische Eigendom, hak atas tanah ini merupakan hak yang berasal dari hak milik
adat yang atas permohonannya pemiliknya melalui suatu prosedur tertentu diakui
keberadaanya oleh Pengadilan
KESIMPULAN

Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua


perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat
disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum
tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5
Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan
hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam
sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi.Konversi adalah
pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk
sistem dalam dari UUPA.

Hukum tanah di indonesia dulunya menganut beberapa hukum agraria dari Hukum
agraria adat yaitu Serangkaian aturan yang mengikat pada suatu masyarakat yang tidak
tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang tumbuh dan berkembang pada suatu
masyarakat tertentu yang kemudian diterima menjadi hukum secara turun temurun
Hingga Hukum Agraria Barat (HAB) (Hukum Agraria Barat) Adalah keseluruhan
kaidah-kaidah hukum agraria yang bersumber pada hukum Perdata Barat khususnya
yang bersumber pada KUHPerdata (BW sebagian terbesar ada pada Buku II BW, tetapi
ada juga pada buku III dan IV.
DAFTAR PUSTAKA.

I Made Suwitra Konsep Komunal “Religius Sebagai Bahan Utama Dalam


Pembentukan Uupa Dan Dampaknya Terhadap Penguasaan Tanah Adat Di Bali”
Jurnal Perspektif Volume Xv No. 2 Tahun 2010 Edisi April

Abdul Hamid Usman “Perlindungan Hukum Hak Milik atas Tanah Adat Setelah
Berlakunya Undang-undang Pokok Agraria” Jurnal kepastian hukum dan keadilan
P-ISSN: 2721-0545, E-ISSN: 2722-3604 Volume 1 Nomor 2, Juni 2020

Laila F. Bamatraf “Sejarah Sebelum Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria”


IAIN Manado
Naskah TAP MPR RI No. IX/MPR-RI/2001
Materi perkuliahan sejarah perkembangan hukum agrarian oleh Nurul Laili Fadhilah
S.H.,M.H

Anda mungkin juga menyukai