Anda di halaman 1dari 6

A.

Tinjauan Pustaka Pemeriksaan Limbah Rumah Potong Hewan


1. Limbah Rumah Potong
Limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan
usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah
padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran
ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah
semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari
pencucian alat-alat). Limbah cair Rumah Pemotongan Hewan (RPH) mengandung
bahan organik dengan konsentrasi tinggi, padatan tersuspensi, serta bahan koloid
seperti lemak, protein, dan selulosa. Bahan organik ini dapat menimbulkan
permasalahan lingkungan bila dibuang langsung ke lingkungan (Roihatin, A, 2006).
Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas
(Soehadji, 1992).
Limbah dapat membahayakan kesehatan masyarakat, walaupun tidak terlibat
langsung dalam perpindahan penyakit, namun kandungan bahan organik yang tinggi
dapat merupakan sumber makanan yang baik bagi perkembangan organisme (Jenie dan
Rahayu, 1993). Menurut Kusnoputranto (1995) limbah akan berdampak pada kualitas
fisik air yaitu warna dan pH disamping itu total padatan terlarut, padatan tersuspensi,
kandungan lemak, BOD5, ammonium, nitrogen, fosfor akan mengalami peningkatan.
Sedangkan Tjiptadi (1990) mengatakan bahwa limbah terbesar berasal dari darah dan
isi perut (rumen) dan usus akan meningkatkan jumlah padatan. Limbah cair RPH dapat
bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah
tersebut mudah mengalami proses dekomposi atau pembusukan. Proses
pembusukannya di dalam air menimbulkan bau yang tidak sedap yang dapat
mengakibatkan gangguan pada saluran pernapasan manusia yang ditandai dengan
reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain
menimbulkan gas berbau busuk, penggunaan oksigen terlarut yang berlebihan oleh
mikroba dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (meningkatkan BOD).
Pendapat lain dikemukakan oleh Simamora (2004) bahwa limbah peternakan dalam
jumlah yang besar dapat menimbulkan permasalahan, antara lain, seperti polusi tanah,
air, dan udara. Hal ini terjadi terutama jika limbah tidak ditangani dengan baik, atau
jika limbah lanngsung dialirkan begitu saja ke sungai atau ditimbun ditempat terbuka.
Sanjaya (1996) menyatakan bahwa untuk menangani limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan RPH, maka ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu identifikasi limbah,
karakterisasi dan pengolahan limbah. Hal ini harus dilakukan agar dapat ditentukan
suatu bentuk penanganan limbah RPH yang efektif.

2. Penggolongan Limbah
berdasarkan karakteristiknya, air limbah RPH dapat digolongkan menjadi tiga bagian,
yaitu :
a. Karakteristik fisik, terdiri dari 99,9% air serta sejumlah kecil bahanbahan
padattersuspensi.Air buangan rumah tangga biasanya sedikit berbau sabun atau
minyak dan bewarna suram seperti larutan sabun, biasanya terdapat sisa-sisa kertas,
sabun serta bagian-bagian dari tinwja;
b. Karakteristik kimia, air buangan mengandung campuran zat-zat kimia anorganik
yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik yang berasal dari
bahan-bahan buangan dari proses produksi. Biasanya bersifat basa pada saat limbah
baru dibuang dan cenderung bersifat asam apabila limbah sudah mulai membusuk.
Substansi organik dalam air buangan dapat digolongkan menjadi dua gabungan.
Kedua substansi tersebut adalah gabungan yang mengandung nitrogen, yang terdiri
dari urea, protein, dan asam amino, serta gabungan yang tidak mengandung
nitrogen, yang terdiri dari lemak, sabun dan karbohidrat jenis sellulosa;
c. Karakteristik biologis, kandungan bakteri patogen serta organisme golongan coli
juga terdapat dalam air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya
tidak berperan dalam proses pengolahan air limbah industri. Untuk mencegah atau
mengurangi dampak negatif tersebut, perlu diperhatikan kondisi sistem pembuangan
air limbah yang memenuhi syarat sehingga air limbah tersebut tidak
mengkontaminasi sumber air minum, tidak mengakibatkan pencemaran permukaan
tanah, tidak menyebabkan pencemaran air untuk mandi, perikanan, air sungai, atau
tempat-tempat rekreasi, tidak dapat dihinggapi serangga dan tikus dan tidak menjadi
tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor; baunya tidak
mengganggu masyarakat setempat.

3. Jenis Pengolahan Air Limbah RPH


Kusnoputranto (1983) menjelaskan bahwa pengolahan air limbah, termasuk air limbah
RPH, dapat menggunakan cara:
a. Pengenceran (dilution)
Pengenceran (dilution) air buangan dilakukan dengan menggunakan air jernih untuk
mengencerkan sehingga konsentrasi polutan pada air limbah menjadi cukup rendah
untuk bisa dibuang ke badan-badan air. Pada keadaankeadaan tertentu pengenceran
didahului dengan proses pengendapan dan penyaringan. Kekurangan yang perlu
diperhatikan dalam cara ini adalah penggunaaan jumlah air yang banyak,
kontaminasi pada badan-badan air, dan pendangkalan saluran air akibat adanya
pengendapan.
b. Irigasi luas
Irigasi luas umumnya digunakan di daerah luar kota atau di pedesaan karena
memerlukan tanah yang cukup luas yang jauh dari pemukiman penduduk. Air
limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali dan merembes masuk ke
dalam tanah permukaan melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut. Air limbah
RPH yang banyak mengandung ammonia atau bahan pupuk dapat dialirkan ke lahan
pertanian karena berfungsi untuk pemupukan. 36
c. Kolam oksidasi (Oxidation Ponds/Waste Stabilization Ponds Lagoon)
Empat unsur penting dalam proses pembersihan alamiah di kolam oksidasi adalah
sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen. Ganggang dengan butir
chlorophylnya dalam air buangan mampu melakukan proses fotosintesis dengan
bantuan sinar matahari sehingga tumbuh dengan subur. Pada proses sintesis dibawah
pengaruh sinar matahari terbentuk O2 (oksigen). Oksigen ini digunakan oleh, bakteri
aerobik untuk melakukan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam air
buangan. Disamping itu terjadi pula penguraian dan flokulasi zat-zat padat sehingga
terjadi pengendapan. Pada gilirannya kadar BOD dan TSS dari air buangan akan
berkurang sampai pada tingkat yang relatif aman bila akan dibuang ke dalam badan-
badan air.
d. Instalasi pengolahan primer dan sekunder (primary and secondary treatment plant)
Instalasi ini biasanya merupakan fasilitas lengkap pengolahan air limbah yang besar
bagi sebuah kawasan pemukiman kota dan industri yang menghasilkan air limbah.
Pengolahan primer biasanya mencakup proses mekanis untuk menghilangkan
material padatan tersuspensi. Sedangkan proses selanjutnya yaitu pengolahan
sekunder biasanya meliputi proses biologiuntuk mengurangi BOD di dalam air.
4. Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan
Paramater air limbah yang ditetapkan di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 02 Tahun 2006 meliputi :
a. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan hewan air untuk dapat bertahan hidup di dalam air. Semakin banyak
polutan organik di dalam air maka akan semakin banyak oksigen yang dibutuhkan
oleh organisme hidup akuatik (Cech, 2005). Kadar BOD maksimum yang
diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 100 mg/l.
b. COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Angka COD
merupakan ukuran pencemaran oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui proses mikrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut di dalam air. Kadar COD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan
rumah potong hewan adalah 200 mg/l.
c. TSS (Total Suspended Solid) adalah padatan yang tidak larut dan tidak dapat
mengendap langsung yang menyebabkan kekeruhan air (turbiditi). Padatan
tersuspensi biasanya terdiri dari partikel-partikel halus ataupun floks (lempung dan
lanau) yang ukuran maupun berat partikelnya lebih rendah dari sedimen
pasir.Bahan-bahan kimia toksik dapat melekat pada padatan tersuspensi ini. Kadar
TSS maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 100
mg/l.
d. Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam kelompok
padatan yang mengapung di atas permukaan air. Pencemaran air oleh minyak sangat
merugikan karena dapat mereduksi penetrasi sinar matahari, menghambat
pengambilan oksigen dari atmosfir, dan mengganggu kehidupan tanaman dan satwa
air. Komponenkomponen hidrokarbon jenuh yang menyusun minyak yang
mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi dan narkosis
pada berbagai hewan tingkat rendah dan jika terdapat pada konsentrasi tinggi dapat
35 mengakibatkan kematian. Kadar minyak dan lemak maksimum yang
diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 15 mg/l.
e. NH3 (Ammonia) biasanya mucul sebagai akibat dari pembusukan jaringan tanaman
dan dekomposisi kotoran hewan. Ammonia kaya akan nitrogen dan merupakan
bahan pupuk yang baik. Adanya ammonia dalam air limbah dapat menjadi indikasi
adanya pencemaran senyawa organik yang mengandung nitrogen. Kadar NH3
maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 25 mg/l.
f. pH (derajat keasaman) adalah ukuran kualitas air yang menggambarkan tingkat
keasaman dan kebasaan air. Air yang netral, atom hydrogen positif dan ion hydroxyl
negatif dalam keadaan seimbang, memiliki pH 7. Rentang kadar pH yang
diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 6 sampai dengan 9.

B. Materi dan Metode Pemeriksaan Limbah Rumah Potong Hewan

C. Hasil Pemeriksaan Limbah Rumah Potong Hewan


1. Hasil Evaluasi Limbah RPH Pesanggaran
Pengambilan sampel air limbah dilakukan pada 6 lokasi berbeda di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran Kota Denpasar. Pemeriksaan limbah
selanjutnya dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas udayana yang pelaksanaannya dimulai pada tanggal 8
dan 9 Oktober 2020.
Tabel 1. Pemeriksaan Subjektif Limbah RPH Pesanggaran

Lokasi Macam Uji


Tanggal
Pengambilan Warna Bau Konsistensi
8 Oktober 2020 Bening kekuningan Amis Encer
I
9 Oktober 2020 Bening kekuningan Amis Encer
8 Oktober 2020 Cokelat kekuningan Bau jeroan Encer
II
9 Oktober 2020 Cokelat kekuningan Bau jeroan Encer
8 Oktober 2020 Kuning keruh Amis Encer
III
9 Oktober 2020 Kuning keruh Amis Encer
8 Oktober 2020 Cokelat keruh Busuk Encer
IV
9 Oktober 2020 Cokelat keruh Busuk Encer
8 Oktober 2020 Bening Tidak berbau Encer
V
9 Oktober 2020 Bening Tidak berbau Encer
8 Oktober 2020 Kuning keruh Amis Encer
VI
9 Oktober 2020 Kuning keruh Amis Encer

Tabel 4.13 Pemeriksaan Objektif Limbah RPH Pesanggaran

Lokasi Macam Uji


Tanggal
Pengambilan pH Uji Reduktase BJ Suhu Padatan
8 Oktober 2020 8,1 >3 jam 0,982 27,7 6
I 9 Oktober 2020 7,8 >3 jam 0,995 26,9 6
Rataan 7,95 - 0,988 27,3 6
8 Oktober 2020 8,9 >3 jam 1,014 27,6 14
II 9 Oktober 2020 8,1 >3 jam 0,952 28,0 12
Rataan 8,5 - 0,983 27,8 13
8 Oktober 2020 7,5 >3 jam 0,979 33,3 4
III 9 Oktober 2020 7,9 >3 jam 0,956 29,8 8
Rataan 7,7 - 0,967 31,5 6
8 Oktober 2020 7,1 >3 jam 0,986 30,5 6
IV 9 Oktober 2020 7,4 >3 jam 0,942 27,5 2
Rataan 7,25 - 0,964 29 4
8 Oktober 2020 7,8 >3 jam 0,998 26,6 6
V 9 Oktober 2020 7,6 >3 jam 0,919 27,3 2
Rataan 7,7 - 0,958 26,6 4
8 Oktober 2020 7,5 >3 jam 0,983 27,9 2
VI 9 Oktober 2020 7,7 >3 jam 0,927 28,8 4
Rataan 7,6 - 0,955 28,35 3

Keterangan :
Lokasi I : Limbah dari tempat penetelan karkas sapi;
Lokasi II : Limbah dari tempat pembersihan jeroan sapi;
Lokasi III : Limbah dari tempat pemotongan babi;
Lokasi IV : Limbah dari penampungan bersama limbah sapi dan babi;
Lokasi V : Limbah dari Waste Water Garden (WWG);
Lokasi VI : Limbah akhir yang dibuang ke selokan umum.

D. Pembahasan Pemeriksaan Limbah Rumah Potong Hewan

DAFTAR PUSTAKA

Cech, T. V. (2005). Principles of Water Resources, History, Development, Management, and


Policy. John Wiley & Sons, USA, 468 hal.
Kusnoputranto. (1983). Kesehatan Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Sanjaya, A.W. Sudarwanto, M. Pribadi, E.S. 1996. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Potong
Hewan di Kabupaten Dati 11 Bogor. Media Veteriner Vol. III (2). Depok-Bogor.
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah
Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai