Anda di halaman 1dari 7

Kerajaan Kandis

Kerajaan Kandis adalah kerajaan tertua yang berdiri di Sumatra, yang terletak di Koto Alang,
masuk wilayah Lubuk Jambi, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Diperkirakan berdiri pada
tahun 1 SM. Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada 1 Sebelum Masehi, mendahului berdirinya
kerajaan Moloyou atau Dharmasraya di Sumatra Tengah. Dua tokoh yang sering disebut sebagai
raja kerajaan ini adalah Patih dan Tumenggung. Kehidupan ekonomi kerajaan Kandis ini adalah
dari hasil hutan seperti damar, rotan, dan sarang burung layang-layang, dan dari hasil bumi
seperti emas dan perak

Kerajaan Koto Alang


Kerajaan Koto Alang berdiri sekitar abad ke-1. Adalah sebuah kerajaan yang berdiri di atas
keruntuhan Kerajaan Kandis di Sumatera, kab. Kuantan Singingi, prov. Riau.
Berdasarkan Tambo Kenegerian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal, kerajaan Koto Alang adalah
pengembangan dari Kerajaan Kandis, “Pada masa jayanya Kerajaan Kandis banyak terjadi
perebutan kekuasaan dari orang-orang yang merasa mampu, mereka ingin merebut kekuasaan
dan akhirnya memisahkan diri dari Kerajaan Kandis,” kata Datuk Tomo. Maka berdirilah
Kerajan Koto Alang pada abad ke-2 M, Rajanya bergelar Aur Kuning, ia mempunyai Patih
(Wakil Raja) dan Temenggung (Penasehat Raja).

Kerajaan Kathangka
Kerajaan Kathangka berasal dari warisan Langkapuri Indo Dunia yang merupakan Induk atau
Bunda leluhur mereka, yang dipimpin oleh seorang raja. Raja-raja itu mestilah bergelar datu’
terlebih dahulu, barulah kemudian ia dapat diamanahkan sebagai raja yang ditinggikan seranting,
didahulukan selangkah. Maksud bergelar datu’ sebelum diangkat menjadi seorang raja adalah
raja yang diangkat merupakan pewaris (penyambung) gelar datu’ secara turun temurun. Ini
menunjukkan setiap raja jelas asal usulnya dan merupakan orang pilihan dari satu kaum atau
puak tersebut, sesuai dengan istilah “Kosiok putioh ayiu-nyo jonioh, botuong tumbuoh di mato,”
artinya, seseorang yang terpilih, atau dipilih menjadi seorang datu’ adalah orang yang benar-
benar menjalankan, mematuhi aturan adat yang telah ditentukan secara turun temurun sebagai
pedoman kehidupan yang belum atau tidak melanggarnya (tapijak dibenang arang).
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatra
dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta
membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa Barat dan
kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang",
dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan
yang gilang-gemilang".
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok
dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad
ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan
beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel,
selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya

Kerajaan Sintong
Kerajaan Sintong terletak di propinsi Riau, Rokan area. Kerajaan Sintong berada di hulu Sungai
Sintong, kira- kira satu kilometer dari muara Sungai Sintong anak Sungai Rokan.
Kerajaan Sintong berada di hulu Sungai Sintong, kira- kira satu kilometer dari muara Sungai
Sintong anak Sungai Rokan. Tidak banyak catatan tentang kerajaan ini, selain catatan lisan. Ada
sebuah situs yang penting dari kerajaan ini yaitu berupa candi yang pernah diteliti oleh tim
arkeologi dari Dinas Budsenipar Provinsi Riau. Namun demikian, keberadaan candi tersebut
sudah sangat rusak dan kemungkinan sulit dilakukan rekontruksi. Menurut cerita lisan
masyarakat setempat, situs itu merupakan tempat ibadah nenek moyang masyarakat Sintong
sebelum Islam masuk. Berubahnya keyakinan mereka dari agama lama diperoleh dari pengaruh
mubalig- mubalig dan serbuan pasukan yang berasal dari Pasai dan ARU.

Kerajaan Kuantan
Kerajaan (federasi) Kuantan (Federasi Nan Kuanso Duo Puluh Kuantan) terletak di Sumatera,
prov. Riau, Kab. Kuantan Singingi.
Menurut berbagai sumber sejarah dan purbakala, tradisi dan adat bahwa Kuantan Singingi
merupakan negeri tua yang mempunyai sistem kemasyarakatan dan pemerintahan yang spesifik.
Sistem kemasyarakatan didasarkan kepada sistem kekerabatan geneologis (adat bersuku-suku).
Di dalam pemecahan masalah kemasyarakatan dan pemerintahan diutamakan musyawarah untuk
mufakat. Sistem kemasyarakatan tersebut di aplikasikan dalam bentuk adat yang tercermin pada
sistem pemerintahan yang bersifat otonom. Bagi rantau Kuantan keadaan ini berlangsung dari
masa kerajaan Kandis (abad ke 8 Masehi) sampai awal kemerdekaan Republik Indonesia. Karena
Rantau yang berbeda, Singingi tidak mengalami pengaruh kemasyarakatan sebab ia memiliki
daulat sendiri dari kerajaan pagaruyung.
Kerajaan Keritang
Kerajaan Keritang didirikan sekitar awal abad ke-12 (ada juga sumber lain yang menyatakan
pada abad 6). Berlokasi Sumatera, di Sepanjang Sungai Gangsal. Kini: Kecamatan Keritang,
Kabupaten Indragiri Hilir, prov. Riau.
Kerajaan Keritang adalah sebuah kerajaan purba yang berpusat di Inderagiri. Kerajaan Keritang
didirikan sekitar awal abad ke-12 (ada juga sumber lain yang menyatakan pada abad 6) di
wilayah Kecamatan Keritang sekarang. Nama Keritang dipercayai berasal daripada kata akar
itang, di mana itang adalah sejenis tumbuhan yang terdapat di sepanjang anak Sungai Gangsal.
Asal muasal Kerajaan Keritang berawal dari Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang.

Kerajaan Gasib
Kerajaan Gasib adalah Kerajaan Siak I, yang berada di Sungai Gasib di Hulu Sungai Siak,
wilayah Kab. Siak, prov. Riau. Kerajaan Gasib merupakan Pecahan Kerajaan Sriwijaya yang
berpusat di Muara Takus. Raja Terakhir dari Kerajaan Gasib ini telah beraga Islam yaitu Sultan
Hasan yang ditabalkan menjadi Raja Oleh Sultan Johor. Kerajaan Siak I berakhir pada tahun
1622 M.
Selama 100 tahun Negeri ini tidak mempunyai Raja, maka ditunjuk seorang Syahbandar yang
berkedudukan di Sabak Auh di Kuala Sungai Siak untuk mengawasi negeri ini yang ditugasi
memungut sungai hasil hutan, timah dan hasil laut di Kawasan Kerajaan Johor.

Kerajaan Segati
Kerajaan Segati adalah kerajaan yang didirikan oleh Tuk Jayo Sati, cucu dari Maharajo Olang
dari Kuantan. Penduduk kerajaan Segati beragama Hindu atau Budha. Kerajaan Segati dulunya
berada di daerah hulu Sungai Segati, 15 km dari Negeri Langgam sekarang, di tepi Sungai
Kampar, Riau. Kerajaan Segati merupakan salah satu kerajaan kecil, yang luas kekuasaannya
hanya sebatas beberapa desa di hulu Sungai Segati. Jika dibandingkan secara geografis, luas
Kerajaan Segati adalah seluas satu kecamatan saat ini. Kerajaan Segati menguasai bagian hulu
Sungai Segati, daerah Langgam Sekarang.

Kerajaan Gunung Sahilan


Berdirinya Kerajaan Gunung Sahilan tidak dapat dipisahkan dari Kerajaan Pagaruyung yang
didirikan oleh Adityawarman, seorang penerus Dinasti Mauli penguasa di Kerajaan Melayu.
Kerajaan Gunung Sahilan pada masa awal berdirinya diperkirakan pada abad ke 16-17 Masehi.
Raja yang memerintah di adalah keturunan raja Pagaruyung atau Raja Muda Kerajaan
Pagaruyung. Kerajaan Gunung Sahilan berdiri sendiri sebagai Kerajaan berdaulat setelah
runtuhnya Kerajaan Pagaruyung pada awal abad ke 18 Masehi akibat perang paderi.
Kerajaan Pekantua
Pada awalnya, Kerajaan Pelalawan bernama Kerajaan Pekantua, karena dibangun di daerah
bernama Pematang Tuo. Sekarang masuk Desa Tolam, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten
Pelalawan. Setelah berhasil membangun kerajaan, raja pertama Pekantua, Maharaja Indera
(1380-1420), membangun Candi Hyang di Bukit Tuo (sekarang wilayah Pematang Buluh atau
Pematang Lubuk Emas) sebagai wujud rasa syukur.
Banyaknya barang dagangan yang dihasilkan, terutama hasil hutan, menjadikan Kerajaan
Pekantua semakin terkenal, dan secara perlahan mulai menjadi pesaing bandar terpenting di Selat
Malaka saat itu, yakni Malaka. Oleh karenanya, Raja Malaka, Sultan Mansyur Syah (1459-
1477), berhasrat menguasai Kerajaan Pekantua, sebagai bagian rencana memperkokoh
kekuasaan di pesisir timur Sumatera. Di bawah pimpinan Panglima Sri Nara Diraja, Malaka
berhasil mengalahkan Pekantua.

Kerajaan Tambusai
Kerajaan Tambusai, terletak di Sumatera, Kabupaten Rokan Hulu di propinsi Riau. Dahulunya,
daerah Rokan Hulu dikenal dengan nama Rantau Rokan atau Luhak Rokan Hulu, karena
merupakan daerah tempat perantauan suku Minangkabau yang ada di daerah Sumatera Barat
Sebelum kemerdekaan yakni pada masa penjajahan Belanda, wilayah Rokan Hulu terbagi atas
dua daerah:
* wilayah Rokan Kanan yang terdiri dari Kerajaan Tambusai, Kerajaan Rambah dan Kerajaan
Kepenuhan.
* wilayah Rokan Kiri yang terdiri dari Kerajaan Rokan IV Koto, Kerajaan Kunto Darussalam
serta beberapa kampung dari Kerajaan Siak (Kewalian negeri Tandun dan kewalian Kabun)
Kerajaan-kerajaan di atas sekarang dikenal dengan sebutan Lima Lukah.
Pada tahun 1905, kerajaan-kerajaan di atas mengikat perjanjian dengan pihak Belanda. Diakuilah
berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut sebagai landscape. Setiap peraturan yang dibuat kerajaan
mendapat pengesahan dari pihak Belanda.

Kerajaan Inderagiri
Kerajaan Inderagiri merupakan sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, sekarang dengan
wilayahnya berada pada Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau,
Indonesia. Inderagiri berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Indera yang bermaksud sama dengan
raja dan Giri yang berarti bukit atau kedudukan yang tinggi, sehingga kata inderagiri secara
harfiah berarti Raja Bukit.
Sebelumnya kerajaan ini merupakan bawahan (vazal) dari Kerajaan Pagaruyung dan sekaligus
merupakan kawasan pelabuhan. Kemudian kerajaan ini diperebutkan oleh Kesultanan Jambi,
Kesultanan Siak, dan Kesultanan Aceh.
Kerajaan Rambah
Dahulunya wilayah Kerajaan Rambah masuk ke dalam wilayah Kerajaan Tambusai yang
merupakan kerajaan terbesar di Rokan Hulu. Saat itu Kerajaan Tambusai dipimpin oleh Yang
Dipertuan Tua. Yang Dipertuan Tua mempunyai tiga orang adik, dua orang laki-laki dan seorang
perempuan. Yang Perempuan bernama Siti Dualam, dan laki-laki Tengku Raja Muda dan Yang
Dipertuan Akhir Zaman.
Setelah perjanjian disetujui maka Tengku Raja Muda pun mendirikan sebuah kerajaan sendri.
Dan diberikan rakyat dan alat kebesaran. Dan Tengku Raja Muda membuka Negri di Kalu
Batang Lubuk. Dikarenakan Negri Kalu Batang Lubuk dirambah oleh orang Tambusai maka
negeri tersebut dinamakan Negeri Rambah. Kerajaan Rambah pun berdiri dengan makmurnya.
Setelah Tengku Raja Muda mangkat maka posisi Raja digantikan oleh anaknya yang bergelar
Yang Dipertuan Besar.

Kerajaan Kunto Darussalam


kerajaan Kunto Darussalam ini salah satu kerajaan yang terdapat di Rokan Hulu. Jika merujuk
pada sisisilah raja-raja Kunto darussalam maka kerajaan –kerajaan yang ada di Rokan Hulu
berdiri sekitar abad ke-19, seperti kerajaan Kunto Darussalam juga. Sedangkan jika merajuk
pada sejarah rokan tentunya keraan ini telah berdiri semenjak abad ke-16, berarti antara jatuhnya
kerajaan rokan di Pekaitan sekitaran tahun 1513, dan secara yuridis masing-masing kerajaan di
rokan hulu dan hilir ini mempunyai pemerintahan yang sendiri-sendiri yang bersifat otonom
tetapi raja dan rakyatnya masih terikat dalam suatu kekerabatan, pemimpin kerajaan di Rokan
Hulu adalah Raja dengan gelar Yang Dipertuan.

Kesultanan Siak Sri Inderapura


Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di
Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia. Kesultanan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil
dari Pagaruyung bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam
perebutan tahta Johor. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah
kerajaan bahari yang kuat[2] dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatra
dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa. Jangkauan terjauh pengaruh
kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran
antara Sumatra dan Kalimantan
Kerajaan Pelalawan
Kesultanan Pelalawan atau Kerajaan Pelalawan (1725 M - 1946 M) yang sekarang terletak di
Kabupaten Pelalawan adalah satu dari beberapa kerajaan yang pernah berkuasa di Bumi Melayu
yang turut serta berpengaruh dalam mewarisi budaya Melayu dan Islam di Riau, sedangkan gelar
atau sebutan bagi Raja Pelalawan adalah Tengku Besar (Tengkoe Besar). Berasal dari kata dasar
"Lalau" yang berarti "Cadang", disebutlah daerah Pe-lalau-an atau daerah Pen-cadang-an (tempat
yang pernah dicadangkan). Kerajaan ini merupakan sebuah Negeri yang sebelumnya bernama
Kerajaan Tanjung Negeri, di bawah pimpinan Maharaja Dinda II sebagai Rajanya (1720 - 1750
M), dan berdiri di bawah kekuasaan Sultan Johor sebagai Yang Dipertuan Tinggi.
Diawali sekitar tahun 1725 M, Maharaja Dinda II memindahkan Pusat Kerajaan Tanjung Negeri
dari Sungai Nilo ke Hulu Sungai Rasau. Hal ini terjadi dikarenakan wabah penyakit yang
menyerang rakyat Tanjung Negeri sejak masa kekuasaan leluhurnya Maharaja Wangsa Jaya
(1686 - 1691 M). Seiring perpindahan tersebutlah Maharaja Dinda II mengubah nama Kerajaan
Tanjung Negeri menjadi Kerajaan Pelalawan.

Kesultanan Rokan IV Koto


Kesultanan Rokan IV Koto atau Kerajaan Rokan ialah kerajaan yang berada di sekitar Batang
Rokan Kiri. Kerajaan Rokan IV Koto menguasai wilayah yang kini mencakup 3 kecamatan di
Kabupaten Rokan Hulu, Riau (Rokan IV Koto, Pendalian IV Koto, dan Ujung Batu). Kerajaan
ini didirikan pada 1340 oleh Sutan Seri Alam dari Koto Banio Tinggi.

Kerajaan Kepenuhan
Kerajaan Kepenuhan adalah kerajaan di wilayah Rokan di prov. Riau. Berdirinya Kerajaan
Kepenuhan tidak terlepas dari kontribusi Kerajaan Tambusai yang bernaung di bawah Yang
Dipertuan Tua yang memerintah di aerah Rokan. Beliau adalah keturunan Raja Pagaruyung yang
terkenal di Sumatera, yang memiliki tiga putera, yaitu Siti Dualam, Duli Yang Dipertuan Akhir
Zaman, dan Tengku Raja Muda. Dari ketiga anak Yang Dipertuan Tua inilah, keberadaan
Kerajaan Kepenuhan mulai ada yaitu tepatnya pada masa Pemerintahan Sultan Abdullah. Beliau
menjadikan pemerintahan ketatanegaraan dengan sangat adil dan bijaksana.
Secara historis, pada tahun 1945, Kerajaan Kepenuhan bergabung denganRepublik Indonesia.
Setelah itu keberadaan Kepenuhan dapat dikatakan hilangkeberadaan pemerintahannya. Akan
tetapi keturunan Sultan Sulaiman sampai sekarang masih ada, mereka pada umumnya tinggaldi
Pekanbaru.
Andiko Nan 44
Kampar telah memiliki sejarah panjang dengan Limo kotonya, dimana daerah ini, dulunya
adalah bagian dari persukuan Minangkabau di Sumatera Barat, semasa pemerintahan system adat
kenegerian yang dipimpin oleh datuk atau ninik mamak, pemerintahan Kampar dikenal dengan
sebutan “Andiko 44” yang termasuk kedalam wilayah pemerintahan Andiko 44 adalah XIII Koto
Kampar, VIII Koto Setingkai (Kampar Kiri), daerah Limo Koto (Kuok, Bangkinang, Salo,
Airtiris dan Rumbio), X Koto di Tapung ( Tapung Kiri VII dan Tapung Kanan III), III Koto
Sibalimbiong (Siabu), Rokan IV Koto dan Pintu Rayo.
Adat istiadat hingga bahasa sehari-hari (bahasa Ocu) hampir mirip dengan Minangkabau dan
demikian pula semacam seni budaya, alat musik tradisional (calempong dan Oguong) dan
beberapa kebiasaan lainnya.

Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua


Rantau Kuantan merupakan bagian dari Kabupaten Indragiri Hulu dan terletak di sepanjang
batang Kuantan (Sungai Indragiri bagian hulu). Menurut sejarah, daerah ini dikenal dengan
sebutan Rantau Nan Kurang Oso Duo Pulua”, artinya negeri tempat perantauan yang mempunyai
sembilan belas koto (negeri) atau dua puluh kurang satu koto. Daerah ini pernah berada di bawah
pengaruh Pagaruyung. Negeri yang sudah terkenal serta ramai penduduknya itu dibagi menjadi
beberapa distrik atau kesatuan wilayah dalam bentuk federasi. Kesatuan-kesatuan wilayah
tersebut dinamai menurut jumlah koto. Pada setiap kesatuan (koto) ditempatkan kepala
pemerintahan yang bergelar datuk sebagai wakil pemerintahan

Anda mungkin juga menyukai