Fisiologi Hewan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

A.

Definisi Ventilasi Paru


Ventilasi merupakan proses keluar masuknya udara dari dan ke paru. Ventilasi paru
mencakup gerakan dasar atau kegiatan bernafas atau inspirasi dan ekspirasi. Udara yang
masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara intrapleura dengan
tekanan atmosfer, dimana pada saat inspirasi tekanan intrapleural lebih negatif (752
mmHg) dari pada tekanan atmosfer (760mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.
Proses ini berfungsi untuk menyediakan/menyalurkan oksigen dari udara luar yang
dibutuhkan sel untuk metabolisme dan membuang karbondioksida hasil sisa metabolisme
sel ke luar tubuh. Proses terdiri atas dua tahap, yaitu inspirasi, pergerakan udara dari luar
ke dalam paru dan ekspirasi, pergerakan udara dari dalam ke luar paru. Namun secara
volume pernapasan, ventilasi dibagi dua menjadi ventilasi per menit dan ventilasi
alveolar.
B. Pengaturan Ventilasi
Pengaturan ventilasi (peningkatan atau penagaturan ventilasi) untuk memenuhi
kebutuhan metabolic dilakukan dengan mengupayakan keseimbangan antara volume tidal
dan frekuensi peernapasan. Pengaturan ini dilakukan melalui tia komponen sistem
pengontrol pernapasan yaitu :
1. Pusat control respirasi respiratory control centers)
Terletak berpencar di berberapa level, yaitu di batang otak (pons dan medulla
oblongata) serta korteks. Sentrum pernapasan di korteks berperan untuk pernapasan
yang disadari (voluntary) pusat pernapasan yang disadar ini penting untuk mengatur
pernapasan selagi bicara, ,menyanyi da mengedan. Sentrum pernapasan di batang
otak merupakan kelompok neuron luas terletak bilateral di medulla di substansia
retikuler medulla oblongata dan pons yang berperan dalam pernapasan spontan
(involuntary). Daerah ini dibagi menjadi tiga kelompok neuron utama yaitu kelompok
pernapasa dorsal yang menyebabkan inspirasi, kelompok pernasapan ventral yang
menyebabkan ekspirasi dan pusat pneumotaksik yang mengatur kecepatan dan
kedalaman napas.
Area inspiratorik pada kelompok pernapasan dorsal memegang peranan paling
mendasar dalam mengatur pernapasan dimana sebagian besa neuronnya terletak di
dalam nucleus traktus solitaries. Nukleus ini merupaka akhir sensoris dari nervus
vagus (N.X) dan nervus glossofaringeus (N.IX) yang mentransmisikan sinyal sensoris
ke dalam pusat pernapasan dari kemoreseptor perifer, baroreseptor dan berbagai
macar reseptor dalam paru. Pusat pneumotaksik mentransmisikan sinyal ke area
inspiratorik untu mengatur titik ”penghentian” inspirasi landai dengan demikian
mengatur lamanya fase pengisian pada siklus paru. Fungsi pusat pneumotaksik yang
utama adalah membatasi inspirasi dan memiliki efek sekunder terhadap peningkatan
kecepatan pernapasan, karena pembatasan inspirasi jug memperpendek inspirasi dan
seluruh periode pernapasan.
Area ekspiratotik pada kelompok pernapasan ventral hampir seluruhnya tetap inaktif
selama pernpasan tenang yang normal. Bila rangsan pernapasan guna meningkatkan
ventilasi paru menjadi lebih besar dan normal, sinyal respirasi yang dari area
inspiratorik (dorsal) akan akan tercurah ke area ekspiratorik (ventral) sehingga area
ekspiratorik akan turut membantu merangsang pernapsan ekstra. Neuron - neuron
pada area pernapasan ventral tersebut akan menghasilkan sinyal ekspirasi yang kuat
ke otot - otot abdomen selama ekspirasi yang sangat sulit. Dengan demikian area ini
lebih berperan sebagai suatu mekanisme pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru
yan besar, khususnya selama latihan fisik yang berat.
2. Efektor pernapasan (respiratory effectors)
Transmisi impuls dari pusat napas ke otot pernapasan berjalan melalui Nervus
frenikus yang menuju diafragma, yang berasal dari radix saraf C3-C5. Blokade atau
paralisis nervus frenikus unilateral hanya sedikit mengurang fungsi pulmoner (sekitar
25%) pada orang normal. Walaupun paralisis pada nervus frenikus bilateral
menyebabkan gangguan yang lebih berat, aktivitas otot penyokong pernapasan
mempertahankan ventilasi yang adekuat pada sebagian pasien. Otot-otot intercostal
disarafi oleh radix saraf thoraks masing-masing.
Cedera kordaservikal di atas C5 tidak sesuai dengan ventilasi spontan karena baik
nervusfrenikus maupun interkostalis sama-sama dikenai. Nervus aksesorius menuju
ke muskulus sternokledomastoideus, serta nervu servikalis inferior ke muskulus
skalenus1,4 Nervus vagus memberikan inervasi sensorik pada percabangan
tracheobronchial. Terdapat inervasi autonomik simpatik maupun parasimpatik pada
otot polos bronchial dan kelenjar sekretorik. Aktivitas vagal memediasi
bronkokonstriksi dan meningkatkan sekresi bronchial melalui reseptor muskarinik.
Aktivitas simpatik (T1-T4) memediasi bronkodilasi dan juga menurunkan sekresi
melalui reseptor β2 adrenergik.4 Reseptor α- dan β- adrenergik terdapat pada vaskular
paru, terapi sistem simpatik normalnya memiliki efek yang kecil pada tonus vaskuler
paru. Aktivitas α1- menyebabkan vasokonstriksi; aktivitas β2 memediasi vasodilatasi.
Aktivitas vasodilatasi parasimpatik tampak dimediasi melalui pelepasan
nitricoxide.4,5
3. Sensor pernapasan (respiratory sensors)
Sensor pernapasan terdiri dari kemoreseptor sentral, kemoreseptor perifer, reseptor
sensoris di dinding dada, serta reseptor sensoris didalam paru. Kemoreseptor sentral
terletak pada area kemosensitif yang terleta sepersekian millimeter dibawah
permukaan ventral medulla oblongata. Area ini merespon dengan cepat setiap
peningkatan konsentrasi CO2 ataupun peningkatan konsentrasi ion H+ dengan
menambah ventilasi. Hipoksia tidak berperan sebagai stimulant terhadap
kemoreseptor sentral, melainka menekan kemoreseptor ini. Sebaliknya kemoreseptor
perifer yang terletak d bifurkasio arteri karotis dan sepanjang arkus aorta diaktifkan
oleh hipoksi dan oleh CO2 dan ion H+. Pada suasana normal, reseptor ini sangat peka
dan menjaga PaCO2 tetap konstan walaupn ada peubahan produksi CO2. Sensor
pernapasan juga peka terhadap penurunan tekanan darah seperti yang didapatkan pada
shock yang mengakibatkan terjadinya hiperventilasi
Kemoreseptor sentral hanya berperan linier terhadap PaO2, sedangkan kemoreseptor
perifer hanya menyebabkan kenaikan ventilasi bila terjadi hipoksemia yang signifikan
(PaO2 <60 mmHg). Mekanoreseptor pad dinding dada bereaksi terhadap penegangan
otot dinding interkostal yang secara reflex mengatur irama pernapasan dan dalamnya
tarikan napas.
Gambar 6. Komponen pengontrol pernapasan
C. Pergerakan Udara
1. Hukum Boyle
Pergerakan udara mengikuti gradient penurunan tekanan, yaitu mengalir dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Oleh karena itu agar udara dapat masuk ke alveoli tekanan
intra-alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer sehingga udara dapat mengalir
masuk sewaktu inspirasi. Sama halnya sewaktu ekspirasi, tekanan intraalveolus harus
lebih besar dari tekanan atmosfer agar udara dapat mengalir keluar. Tekanan intra-
alveolus dapat diubah dengan mengubah volume paru-paru, sesuai dengan Hukum
Boyle.
Hukum Boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan yang ditimbulkan oleh
suatu gas berbanding terbalik dengan volume. Sewaktu volume gas meningkat,
tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara proporsional Demikian
sebaliknya bila tekanan meningkat secara proporsional sewaktu volume gas
berkurang, maka secara matematis Hukum Boyle dapat dituliskan sebagai P = 1/V.
Perubahan volume paru-paru, dan karenanya tekanan intra-alveolus, ditimbulkan
secara tidak langsung oleh aktivitas otot-otot pernapasan.
2. Tekanan dan Aliran Udara Ke Paru-Paru
Terdapat tiga tekanan yang berperan penting dalam proses ventilasi pernapasan yaitu
tekanan atmosfer (barometrik), tekanan intrapleura dan tekanan intra-alveolus.
a. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh udara di atmosfer pada
benda di permukaan bumi, termasuk tubuh manusia. Pada ketinggian permukaan
laut, tekanan atmosfer sama adengan 760 mmHg atau 1 atm. Tekanan atmosfer
akan berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut.
b. Tekanan intrapleura atau dikenal juga sebagai tekanan intrathoraks adalah tekanan
cairan di dalam kantung pleura (ruang antara pleura parietalis dan pleura
visceralis). Tekanan intrapleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, rerata tekanan
intrapleura yaitu 756 mmHg pada saat instirahat. Tekanan udara pernapasan
menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik referensi. Hal tersebut berarti
tekanan sebesar 756 mmHg pada intrapleura saat istirahat dapat pula disebut
sebagai tekanan -4 mmHg. Meskipun sebenarnya tidak ada tekanan negatif
absolut, tekanan 756 mmHg pada ruang tertutup kantung pleura menjadi tekanan
– 4 mmHg karena lebih rendah 4 mmHg dibandingkan tekanan atmosfer. Selama
inspirasinormal pengembangan rangka dada akan menarik paru kea rah luar
sehingga tekanan intrapleura menjadi semakin negative, menjadi rata - rata 6
mmHg. Peningkatan negativitas tekanan intrapleura dari -4 menjadi -6 mmHg
selama inspirasi meningkatkan volume paru sebanyak 0,5 liter. Tekanan
intrapleura dapat mencapai - 18mmHg selama inspirasi kuat. Pada kantung pleura,
tekanan tidak menyeimbangkan dengan tekanan atmosfer maupun intra-alveolus
karena tidak ada komunikasi langsung dengan atmosfer atau alveolus.
c. Tekanan intra-alveolus atau tekanan intrapulmonal adalah tekanan di dalam
alveolus. Arah dari aliran udara ditentukan oleh hubungan antara tekanan
atmosfer dan tekanan intra-alveolus. Ketika glottis terbuka, dan tidak ada udara
yang mengalir ke dalam atau ke luar paru maka tekanan pada semua saluran napas
sampai alveoli sama dengan tekanan atmosfer, yang dianggap sebagai tekanan
acuan 0 dalam jalan napas yaitu 0 mmHg. Saat tubuh relaksasi dan bernafas
tenang, perbedaan tekanan intra-alveolus dan tekanan atmosfer relatif kecil. Saat
inspirasi paru-paru mengembang dan tekanan intra-alveolus turun menjadi 759
mmHg atau dapat dinyatakan sebagai -1 mmHg. Tekanan yang sedikit negative
ini cukup untuk menarik sekitar 0,5 liter udara kedalam paru dalam waktu 2 detik.
Saat ekspirasi paru-paru kembali ke ukuran semula dan tekanan intra pulmonal
meningkat menjadi 761 mmHg atau +1 mmHg, tekanan ini mendorong sekitar 0,5
liter udara inspirasi keluar paru saat ekspirasi selama 2 sampai 3 detik. Udara
berhenti mengalir pada saat tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer.
Terdapat perbedaan antara tekanan alveolus dan tekanan pleura. Perbedaan
ini disebut tekanan transpulmonal yang merupakan perbedaan antara tekanan
alveoli dan tekanan pada permukaan luar paru. Perbedaan tekanan menerminkan
nilai daya elastic dalam paru yang cenderung mengempiskan paru pada setiap
pernapasan atau disebut juga tekanan daya lenting paru.
3. Sifat Elastik Paru
Elastisitas paru berkaitan dengan dua konsep, yaitu compliance paru dan elastic
recoil. Compliance paru adalah luasnya pengembangan paru untuk setiap
peningkatan tekanan transpulmonal atau seberapa besar upaya yang dibutuhkan untuk
mengembangkan atau meregangkan paru, dianalogikan sebagai seberapa keras kerja
yang dibutuhkan untuk meniup sebuah balon. Secara spesifik, compliance paru adalah
ukuran seberapa banyak perubahan dalam volume paru yang terjadi akibat perubahan
tertentu dari gradien tekanan antara alveoli dan intrapleura yang membuat dinding
paru-paru meregang mengisi dinding thoraks, atau disebut gradien tekanan
transmural/transpulmonal. Hal ini berarti, semakin rendah compliance paru maka
semakin besar gradien tekanan transmural yang harus diciptakan selama inspirasi agar
menghasilkan ekspansi paru normal.
Istilah elastic recoil merupakan seberapa mudah paru-paru kembali ke bentuknya
semula setelah diregangkan. Hal ini berperan mengembalikan paru-paru kembali ke
volume sebelum inspirasi ketika otot-otot pernapasan relaksasi di akhir inspirasi.
Sifat elastic recoil paru dipengaruhi oleh kandungan tinggi serat elasti pada jaringan
paru, dan yang lebih penting lagi yaitu tegangan permukaan alveolus yang bekerja di
pertemuan udara – air pada alveolus.
4. Tegangan Permukaan Alveoli dan Surfaktan
Tegangan permukaan alveoli diciptakan oleh tidak seimbangnya kuat gaya tarik
antara molekul-molekul air di permukaan alveolus dan molekul-molekul udara di
atasnya dimana air memiliki tegangan lebih kuat dibandingkan dengan udara.
Tegangan permukaan alveolus memiliki dua dampak, pertama yaitu lapisan molekul
air di permukaan alveolus akan menahan setiap gaya yang meningkatkan luas
permukaan alveolus, karena itu semakin besar tegangan permukaan alveolus maka
compliance paru akan semakin rendah. Kedua, molekul – molekul air di permukaan
alveolus dapat mengurangi ukuran alveolus karena luas permukaan cairan cenderung
menciut sekecil mungkin akibat sifat molekulnya yang cenderung saling menarik,
sehingga ada kecenderungan alveolus untuk kolaps.
Terdapat dua faktor yang melawan kecenderungan alveolus untuk kolaps sehingga
stabilitas alveolus dapat dipertahankan dan kerja bernapas berkurang, yaitu surfaktan
paru dan interdependensi alveolus.
a. Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan alveolus yang dibentuk oleh
campuran kompleks fosfolipid (fosfolipid dipalmitoilfosfatidilkolin), protein
(surfaktan apoprotein), dan ion kalsium. Campuran ini terselip di antara molekul-
molekul air di cairan yang melapisi bagian dalam tiap alveoli. Zat-zat yang
terkandung dalam surfaktan tidak terlarut dalam air, melainkan dapat menyebar
dan melapisi seluruh permukaan alveoli. Salah satu bagian dari tiap molekul
fosfolipid bersifat hidrofilik dan terlarut dalam air yang melapisi alveoli,
sedangkan bagian lipid dari molekul ini bersifat hidrofobik dan lebih mengarah ke
udara. Permukaan lipid ini memiliki bear tegangan seperduabelas sampai setengah
jumlah tegangan permukaan air. Dengan demikian keberadaan surfaktan
membantu menstabilkan ukuran alveolus serta membantu alveolus tetap terbuka
pada saat pertukaran udara.
b. Interdependensi alveolus (alveolar interdependence) dapat dikatakan sebagai
suatu fenomena “saling ketergantungan” antara alveolus-alveolus yang
berdekatan. Setiap alveolus dikelilingi oleh alveolus lain dan saling berhubungan
melalui jaringan ikat. Ketika sebuah alveolus mulai kolaps maka alveolus lain di
sekitar akan teregang karena dindingnya tertarik ke arah alveolus yang mulai
kolaps, kemudian akan terjadi resistensi dari peregangan pada alveolus yang
tertarik tersebut dengan sifat recoil-nya. Hasilnya adalah alveolus yang mulai
kolaps akan terregang kembali dan terbantu menjadi tetap terbuka.
D. Mekanika Ventilasi Paru
Seperti telah diketahui pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru dengan merubah
volume paru-paru. Perubahan volume paru-paru terjadi melalui kontraksi otot-otot
skeletal, khususnya yang berinsersi pada tulang rangka iga, dan otot diafragma pada saat
inspirasi. Selain hal tersebut, sifat paru-paru yang elastis (elastic recoil) sehingga dapat
diregangkan dan dapat kembali ke posisi semula pada saat ekspirasi juga turut berperan
dalam siklus pernapasan.
Paru - paru dapat dikembangkan melalui dua cara:
1. Dengan gerakan naik turun diafragma unruk mempersar atau memperkecil rongga
dada, dan
2. Dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada.
Siklus respirasi terdiri dari satu siklus inspirasi dan ekspirasi. Pada awal siklus respirasi
tekanan intrapulmonal (intra-alveolus) dan tekanan atmosfer adalah sama dan tidak ada
pergerakan udara (gradien tekanan 0).
1. Inspirasi adalah proses aktif dan melibatkan satu atau lebih otot diafragma dan
intercostalis eksterna. Kontraksi diafragma akan mendatarkan dasar rongga dada,
meningkatkan volume dada dan turunnya tekanan intrapleura secara bertahap tekanan
ini turun menjadi sekitar -4 sampai -6 mmHg. Selama periode tersebut tekanan
intrapulmonal turun menjadi -1 mmHg yang diikuti dengan masuknya udara ke paru-
paru.
2. Ekspirasi umumnya adalah proses pasif, namun dapat menjadi aktif tergantung dari
tingkat aktifitas pernafasan. Pada pernapasan tenang, diafragma mengalami relaksasi
dan sifat elastic daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada dan struktur abdomen
akan menekan paru sehingga saat ekspirasi dimulai, tekanan intrapleura dan tekanan
intrapulmonal meningkat dengan cepat mendorong udara keluar paru-paru. Saat akhir
ekspirasi, tidak ada lagi pergerakan udara saat tidak ada lagi perbedaan tekanan
intrapulmonal dengan tekanan atmosfer. Jumlah udara yang masuk sama dengan yang
keluar paru-paru, ini disebut volume tidal. Selama siklus pernapasan, terdapat suatu
tekanan transpulmonal yaitu selisih antara tekanan intrapulmonal dengan tekanan
intrapleura, yang biasanya digunakan untuk mengkalkulasi area potensial paru paru.
Secara matematis tekanan transpulmonal dapat dituliskan menjadi Ptranpulmonal =
Pintrapulmonal – Pintrapleura

.
Gambar 7. Perubahan tekanan intrapulmonal, tekanan intrapleura, dan volume tidal
selama inspirasi dan ekspirasi
Kecepatan napas atau frekuensi napas adalah jumlah napas dalam 1 menit. Kecepatan
napas normal untuk dewasa tenang adalah 12 – 18 x /menit atau kira-kira 1 kali setiap 4
kali denyut jantung. Anak-anak bernafas lebih cepat sekitar 18 – 20 x /menit.6
E. Volume Paru dan Kapasitas Paru
Volume dan kapasitas seluruh paru tiap orang berbeda - beda, pada wanita kira - kira 20
sampai 25 persen lebih kecil dibandingkan pria, dan lebih besar lagi pada orang yang
bertubuh atletis dan bertubuh besar dibandingkan orang yang astenis dan bertubuh kecil.
1. Volume Paru
Terdapat empat volume paru yang didefinisikan dan bila keempatnya dijumlahkan
akan menghasilkan volume maksimal paru yang mengembang. Secara umum, nilai -
nilai volume untuk wanita sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Volume paru yang dapat diukur adalah sebagai berikut :
a. Volume alun napas atau volume tidal (tidal volume)
Adalah volume udara yang masuk atau keluar aru selama satu kali bernapas
normal, besarnya yaitu 6-7 ml/kgBB atau rerata sekitar 500 ml pada orang
dewasa.
b. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume)
Adalah volume udara cadangan tambahan yang masih dapat secara maksimal
dihirup diatas volume tidal. IRV dicapai dengan inspirasi paksa. Nilai IRV
biasanya mencapai 3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume)
Adalah volume udara cadangan tambahan yang secara aktif dapat dihembuskan
dengan mengkontraksikan otot-otot ekspirasi (ekspirasi paksa) melebihi udara
yang secara normal dihembuskan secara pasif. Nilai ERV rerata adalah 1000 ml.
d. Volume residu atau volume sisa (residual volume)
Volume udara yang tetap tersisa dalam paru meskipun telah dilakukan ekspirasi
maksimal, ±1200 ml pada laki-laki dan ±1100 ml pada perempuan. Volume
minimal adalah komponen dari volume residu yaitu volume udara yang tetap
tersisa di paru meskipun paru kolaps, jumlahnya ±30-120 ml. volume minimal
tidak dapat diperiksa pada orang sehat. Volume minimal terjadi karena adanya
surfactan yang melapisi alveoli. Volume respirasi semenit yaitu jumlah total udara
baru yang masuk ke dalam saluran napas tiap menit, disimbolkan dengan VE,
didapat dengan mengalikan frekuensi napas (f) dengan volume tidal (VT).
Volume tidal normal kira - kira 500 ml dan frekuensi napas normal kira - kira 12
kali permenit. Oleh karena itu rata – rata volume respirasi semenit dalam keadaan
tenang yaitu sekitar 6 liter per menit.
2. Kapasitas Paru-paru
a. Kapasitas Inspirasi (inspiratory capacity)
Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah selesainya suatu siklus
nafas tenang. Kapasitas inspirasi adalah jumlah dari volume tidal dan volume
cadangan inspirasi.
b. Kapasitas Sisa Fungsional (functional residual capacity)
Volume udara yang tersisa di paru pada akhir siklus nafas tenang, merupakan
jumlah dari volume cadangan ekspirasi dan volume residu.
c. Kapasitas Vital (vital capacity)
Volume udara yang dapat diinspirasi maksimal dan diekspirasi maksimal pada
satu siklus nafas, merupakan penjumlahan dari volume cadangan ekspirasi,
volume tidal, dan volume cadangan inspirasi. volumenya ± 4500 ml pada laki-laki
dan ± 3500 ml pada perempuan.
d. Kapasitas Paru Total (total lung capacity)
Volume paru total yang dihitung dari jumlah kapasitas vital dan volume sisa.
Kapasitas paru total pada laki-laki ± 6000 ml dan pada perempuan ±4500 ml.

Gambar 8. Gambaran volume dan kapasitas paru4


F. Ventilasi Alveolar
Tidak semua udara inspirasi masuk ke dalam alveoli. Dari sekitar 500 ml udara yang
masuk (Volume tidal atau VT), sekitar 350 ml dapat mencapai alveoli dan 150 ml hanya
sampai saluran nafas dan tidak pernah mencapai alveoli sehingga tidak ikut dalam
pertukaran udara dengan darah. Hal ini disebut dengan anatomic dead space,
disimbolkan dengan VD.
Ventilasi alveolar (VA) adalah jumlah volume udara yang masuk alveoli per menit.
Ventilasi alveolar lebih kecil dari pada volume respirasi semenit karena adanya udara
yang tidak mencapai alveoli tapi tetap berada di dead space paru-paru.

Ventilasi alveolar dapat dituliskan secara matematis yaitu VA = f x (VT – VD).

Dalam keadaan tenang ventilasi alveolar (VA) sekitar 4200ml per menit, didapatkan dari
frekuensi napas tenang (12 kali per menit) dikalikan selisih volume tidal dengan volume
dead spaceparu (350 ml).2,6
G. Pertukaran Gas
Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi pasif
sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial. Peristiwa difusi merupakan
peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra. Tidak terdapat mekanisme transport
aktif dalam pertukaran gas-gas ini. Suatu tekanan yang ditimbulkan secara independen
atau tersendiri oleh masing-masing gas dalam suatu campuran gas disebut tekanan parsial
gas.
1. Hukum Dalton Tentang Tekanan Parsial Gas
Dalam Hukum Dalton disebutkan bahwa total tekanan suatu campuran gas adalah
sama dengan jumlah tekanan parsial dari masing-masing bagian gas.6 Sebagai
contoh, udara yang kita hirup merupakan campuran gas, terdiri dari Nitrogen (N2)
79%, Oksigen (O2) 21%, dan 1% terdiri dariuap air (H2O), karbondioksida (CO2)
dan gas lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka 79% dari tekanan atmosfer 760
mmHg (sekitar 600 mmHg) ditimbulkan oleh molekul N2, begitu juga dengan
oksigen yaitu21% dari tekanan atmosfer (sekitar 160 mmHg) ditimbulkan oleh
molekul O2 di udara. Untuk tekanan udara atmosfer dapat dituliskan sebagai PN2 +
PO2 + PH2O + PCO2 + Pgaslain = 760 mmHg.
2. Tekanan Parsial O2 dan CO2Di Alveolus
Saat udara melewati rongga hidung, udara difiltrasi, dihangatkan dan dilembabkan.
Filtrasi dan pelembaban udara berlanjut selama udara melalui faring, trachea, dan
bronkus. Semua hal tadi akan merubah karakteristik udara atmosfer ketika memasuki
jalan napas. Saat mencapai alveoli, udara yang baru masuk akan bercampur dengan
udara residu alveoli dari siklus napas sebelumnya. Udara alveoli mengandung lebih
banyak CO2 dan lebih sedikit O2 dibanding udara atmosfer.
Selama ekspirasi, udara yang keluar dari alveoli bercampur dengan 150 ml udara di
dead space menghasilkan campuran udara yang berbeda dengan udara atmosfer dan
udara alveoli. Saat udara atmosfer memasuki jalan napas yang lembab, maka segera
udara tersebut akan jenuh oleh H2O. Pada suhu tubuh tekanan parsial H2O sekitar 47
mmHg. Sehingga masing-masing gas dalam campuran gas udara atmosfer akan
“diencerkan” oleh tekanan uap air kemudian tekanannya akan menurun, dengan kata
lain tekanan campuran gas berubah menjadi 713 mmHg dalam saluran napas. Maka
dapat diperkirakan dalam udara lembab PN2 sekitar 563 mmHg dan PO2 150 mmHg.
Pada akhir inspirasi, kurang 15% udara di alveolus adalah udara segar karena udara
yang masuk selain mengalami pelembaban juga bercampur dengan udara sisa
ekspirasi sebelumnya dan udara di dead space paru. Akibat dari pelembaban dan
pertukaran udara alveolus yang rendah maka PO2 di alveolus rerata adalah 100
mmHg.
Pada CO2 terjadi situasi serupa tetapi berkebalikan dengan O2 pada jalur napas.
Alveoli mengandung lebih banyak CO2 dan lebih sedikit O2 dibanding udara
atmosfer akibat produksi CO2 sebagai sisa metabolisme. Di kapiler paru CO2
berdifusi menuruni gradien tekanannya dari darah ke alveoli, maka sewaktu di alveoli
konsentrasi CO2 di alveoli ditambahkan dengan konsentrasi CO2 yang
terkandungdalam udara inspirasi sehingga tekanannya pun meningkat. Seperti halnya
PO2, PCO2 di alveoli juga relatif tetap tetapi dengan nilai yang berbeda yaitu 40
mmHg.
TABEL
3. Gradien PO2 dan PCO2 Menembus Kapiler Paru
Kelarutan gas dalam cairan dijelaskan dalam Hukum Henry. Dalam Hukum Henry
disebutkan bahwa, pada temperatur konstansemakin besar tekanan parsial suatu gas
dan semakin besar tingkat kelarutanya maka semakin banyak gas yang terlarut dalam
cairan tubuh. Ini berarti perbedaan tekanan parsial yang tinggi akan memudahkan
kelarutan suatu gas.
Ventilasi secara terus-menerus mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2
sehingga gradien parsial antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk
ke kapiler paru berasal dari vena sistemik yang relatif kekurangan O2 (PO2
40mmHg) dan relatif kaya CO2 (PCO2 46mmHg). Karena PO2 di alveolus lebih
tinggi dibandingkan PO2 di kapiler paru yaitu 100 mmHg, maka O2 berdifusi
menuruni gradien memasuki kapiler paru hingga tidak ada lagi gradien tekanan
parsial. Sehingga sewaktu meninggalkan kapiler kembali ke sirkulasi, darah memiliki
PO2 sama dengan alveolus yaitu 100 mmHg.
Gradien PCO2 memiliki arah yang berlawanan, yaitu darah yang memasuki kapiler
paru memiliki PCO2 lebih tinggi (46 mmHg) dibandingkan PCO2 di alveolus (40
mmHg), sehingga terjadi difusi CO2 dari darah ke dalam alveolus sampai tidak ada
lagi gradien tekanan parsial. Setelah meninggalkan kapiler kembali ke sirkulasi, darah
kini memiliki PCO2 sebesar 40 mmHg.2,6Secara sistemik dapat dikatakan bahwa
pada darah arteri terdapat PO2 sebesar 100 mmHg dan PCO2 sebesar 40 mmHg,
sedangkan pada vena terdapat PO2 sebesar 40 mmHg dan PCO2 sebesar 46 mmHg.

Gambar 9. Gradien Difusi Oksigen dan Karbondioksida


Proses difusi melewati membrane pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh darah
meliputi proses difusi gas dan proses difusi cairan. Udara atmosfer masuk ke dalam
paru dengan aliran cepat, ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampa terhenti.
Udara atau gas yang baru masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur dengan gas
yang telah ada dalam alveoli. Kecepatan gas berdifusi berbanding terbalik dengan
berat molekulnya. O2 mempunyai berat molekul 32 sedangkan berat molekul CO2
adalah 44. Gerak molekul gas O2 lebih cepat dibandingkan gerak molekul gas CO2
sehingga kecepatan difusi O2 juga lebih cepat. Sedangkan kecepatan difusi gas pada
fase cairan tergantung kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan CO2 lebih besar
dibandingkan O2 sehingga kecepatan difusi CO2 didalam fase cairan 20 kali lipat
kecepatan difusi O2. Semakin besar membran pembatas, halangan bagi proses difusi
semakin besar. Dalam hal ini pembatas - pembatasnya adalah dinding alveoli, dindin
kapiler endotel, lapisan plasma kapiler dan dinding eritrosit.

Anda mungkin juga menyukai