Abstract:. The study reported an increase in critical thinking skill and mastery of science
concept in Cisomang 2 primary schools through Problem Based Learning Model. critical
thinking skills Indicators that are used in this study refers to a theory that developed by
Ennis, while the Bloom categorization is used as an indicator of mastery of science
concepts. This study uses pretest value and postest value to see the comparison. Data
analysis performed in this study is calculate the n-gain increase. From the research results,
there is an increased critical thinking skills and mastery sciece concepts after using model
Problem Based Learning. Based on research result, there are the increase of critical
thinking average after the problem based learning model gived to student and the result
is30.70,while the mastery science concept 32,17.
Keyword: Problem Based learning;Critical Thinking; Learning Result; mastery science
concept
1
Institut Pendidikan Indonesia, Email: widisukma@institutpendidikan.ac.id
Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 115
bahwa peserta didik harus dapat Pembelajaran yang utama yang
menunjukan kemampuan berpikir, kritis, seharusnya dilakukan setiap mata pelajaran
dan kreatif dalam membangun, di sekolah, menurut Dewey (Abidin, 2014,
menggunakan, dan menerapkan informasi hlm 158) adalah pembelajaran yang
tentang lingkungan sekitar untuk mampu merangsang pikiran peserta didik untuk
menyelesaikan masalah (BNSP, 2006). memperoleh segala kemampuan belajar
Menurut Ardiyanti dan Winarti yang bersifat nonskolastik. Upaya efektif
(2013, hlm 27) menyatakan bahwa, proses yang sesuai dengan pernyataan di atas
pembelajaran IPA tidak cukup adalah dengan menerapkan model
dilaksanakan dengan menyampaikan pembelajaran konstruktivisme yang tidak
informasi tentang konsep saja, tapi juga bersifat teacher centered tetapi bersifat
harus memahami proses terjadinya student centered.
fenomena IPA dengan melakukan Salah satu alternatif model
pengindraan melalui kegiatan demonstrasi pembelajaran yang dapat mengembangkan
dan eksperimen. Oleh karena itu kemampuan berpikir dan pembentukan
pembelajaran IPA semestinya dirancang sikap peserta didik adalah model
sedemikian rupa agar peserta didik Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
mendapatkan kegiatan yang baik dan Based Learning). Hal ini didukung oleh
bermakna. pendapat Savery dan Duffy (1995) (dalam
Namun saat ini pembelajaran sains Pecore, 2013, hlm 9) yang menyatakan
belum menemukan hasil yang signifikan bahwa PBL ini adalah salah satu contoh
dalam pendidikan Indonesia. Hal ini terbaik dalam mengembangkan
dikarenakan pembelajaran IPA masih pembelajaran konstruktivisme.
dilakukan dengan cara-cara yang Bukti empirik yang mendukung
konvensional. Guru masih memberikan model PBL dalam meningkatkan berpikir
informasi kepada muridnya secara dominan kritis adalah hasil penelitian yang telah
dan satu arah. Kurangnya interaksi dan dilakukan Tosun dan Taskesenligil (2011,
terlalu berpusat dari guru membuat peserta hlm 129), yang menunjukan bahwa PBL
didik kurang termotivasi hingga akhirnya memiliki kontribusi yang positif terhadap
pembelajaran menjadi kurang bermakna. kemampuan berpikir kritis yang merupakan
Hal ini sejalan dengan pendapat Thompson bagian dari sub dimensi kognitif namun
(2011, hlm 3) yang menyatakan bahwa saat belum melihat bagaimana pengaruhnya
ini sudah banyak teori-teori tentang terhadap penguasaan konsep secara
kemampuan berpikir kritis baik itu teori bersamaan. Kemudian dalam penelitian
tradisional maupun kontemporer, namun yang dilakukan Akinoglu & Tandogen
output dari peserta didik masih belum (2007) menunjukan bahwa PBL
banyak yang menguasainya. berpengaruh pada pencapaian prestasi,
Rendahnya prestasi sains Indonesia sikap, dan konsep belajar siswa sekolah
seperti di atas juga dipengaruhi oleh lanjutan dengan materi energi.
kemampuan berpikir kritis pada peserta Berdasarkan permasalahan yang
didik terhadap suatu permasalahan yang berkembang diatas, maka peneliti ingin
dihadapi. Padahal berpikir kritis sangat melihat bagaimana kemampuan berpikir
dibutuhkan oleh peserta didik untuk kritis dan penguasaan konsep IPA peserta
menghadapi berbagai tantangan. Berpikir didik melalui model pembelajaran berbasis
kritis merupakan sebuah proses yang dapat masalah (Problem Based Learning) pada
diajarkan kepada peserta didik, akan tetapi pembelajaran IPA Sekolah Dasar dengan
dengan catatan guru harus mampu memilih konsep Perubahan Fisik Lingkungan.
dan menetapkan model pembelajaran yang
tepat dengan perkembangan peserta didik
itu sendiri.
Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 117
konsep-konsep IPA dan saling mengembangkan wawasan, sikap, dan
keterkaitannya, mampu menggunakan nilai-nilai yang berguna bagi peserta didik
metode ilmiah untuk memecahkan dalam rangka meningkatkan kualitas
masalah-masalah yang dihadapinya, kehidupan sehari-hari, (4) mengembangkan
sehingga peserta didik lebih menyadari kesadaran akan keterkaitan yang saling
kebesaran dan kekuasaan penciptanya mempengaruhi antara kemampuan IPA dan
(Sumaji, 2009, hlm 35). Adapun tujuan teknologi dengan keadaan lingkungan serta
pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-
pencapaian IPA dari segi produk, proses, hari, dan (5) mengembangkan kemampuan
dan sikap keilmuan (Bundu, 2006, hlm 18). peserta didik untuk menerapkan ilmu
a) Dari segi produk: peserta didik pengetahuan dan teknologi serta
diharapkan dapat memahami keterampilan yang berguna dalam
konsep-konsep IPA dan kehidupan sehari-hari maupun untuk
keterkaitannya dalam kehidupan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
sehari-hari. lebih tinggi.
b) Dari segi proses: peserta didik
diharapkan memiliki kemampuan A. Model Pembelajaran Berbasis
untuk mengembangakan Masalah
pengetahuan, gagasan, serta 1. Pengertian Model Problem
mengaplikasikan konsep yang Based Learning (PBL)
diperoleh untuk menjelaskan dan Berikut adalah beberapa definisi
memecahkan masalah yang pembelajaran berbasis masalah atau sering
ditemukan dalam kehidupan sehari- dikenal dengan istilah Problem Based Learning
hari. menurut beberapa ahli diantara yaitu:
c) Dari segi sikap dan nilai: peserta a) Arends (2008, hal 41), model
didik diharapkan mempunyai minat berdasarkan masalah merupakan suatu
untuk mempelajari benda-benda di pendekatan pembelajaran dimana
lingkungannya, bersikap ingin tahu, peserta didik mengerjakan
tekun, kritis, mawas diri, permasalahan yang autentik dengan
bertanggung jawab, dapat maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan
bekerjasama dan mandiri, serta
inkuiri, keterampilan berpikir tingkat
mengenal dan memupuk rasa cinta lebih tinggi, mengembangkan
terhadap alam sekitar sehingga kemandirian, dan percaya diri.
menyadari keagungan Tuhan Yang b) Kemendikbud (2014, hal 26), model
Maha Esa. pembelajaran berbasis masalah sebagai
suatu model pembelajaran yang
Berdasarkan uraian di atas, tujuan menantang peserta didik untuk belajar
pembelajaran IPA di sekolah dasar secara bagaimana belajar, bekerja secara
umum mencakup aspek pengetahuan, kelompok untuk mencari solusi dari
keterampilan, dan sikap. Oleh karena itu, permasalahan dunia nyata.
kompetensi pembelajaran IPA di SD/MI Berdasarkan beberapa definisi di atas
sudah jelas bahwa pembelajaran berbasis
yang harus dikuasai peserta didik sesuai
masalah ini tidak hanya memfokuskan pada
dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 penguasaan konsep IPA saja, melainkan juga
adalah sebagai berikut (Fatonah dan proses pembelajaran yang dapat mempengaruhi
Prasetyo, 2014, hlm 9-10): (1) menguasai penguasaan konsep IPA peserta didik. Model
pengetahuan tentang berbagai jenis dan pembelajaran berbasis masalah merupakan
sifat lingkungan alam dan buatan dalam sebuah model pembelajaran yang menyediakan
kaitannya dengan pemanfaatan bagi pengalaman autentik sehingga dapat
kehidupan sehari-hari, (2) mengembangkan mendorong peserta didik untuk belajar secara
keterampilan proses IPA, (3) aktif, dan mengkonstruksi pengetahuan secara
Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 119
sintaks pembelajaran berbasis masalah adalah satu proses berpikir konseptual tingkat
sebagai berikut: tinggi (Liliasari, 2002, hlm 14).
a) Memberi orientasi tentang Berpikir kritis akan memicu suatu
permasalahan kepada peserta didik. proses sistematis yang memungkinkan
b) Mengorganisasi peserta didik untuk
peserta didik untuk merumuskan dan
meneliti.
c) Membantu investigasi mandiri dan
mengevaluasi keyakinan dan pendapat
kelompok. mereka sendiri. Proses sistemis ini
d) Mengembangkan dan merupakan proses terorganisasi yang
mempresentasikan artefak. memungkinkan peserta didik mengevaluasi
e) Menganalisis dan mengevaluasi proses bukti, asusmsi, logika, dan bahasa yang
pemecahan masalah. mendasari pernyataan orang lain. Sehingga
akan mencapai pemahaman yang
B. Kemampuan Berpikir Kritis mendalam. Pemahaman membuat kita
1. Hakikat berpikir mengerti maksud dibalik ide yang
Berpikir secara umum didefiniskan mengarahkan hidup kita setiap hari.
sebagai suatu proses kognitif, suatu aktivasi Pemahaman mengungkapkan makna
mental untuk memperoleh pengetahuan dibalik suatu kejadian (Elaine B Johnson,
(Liliasari, 2002, hal 23). Mampu 2006, hal 185).
mempersiapkan peserta didik berpikir pada
berbagai disiplin ilmu serta dapat dipakai 2. Kemampuan Berpikir Kritis
untuk pemenuhan kebutuhan intelekual dan Krulik dan Rudnik (Rochmansyah,
pengembangan potensi peserta didik. 2006) mendefinisikan berpikir kritis adalah
Nickerson (Presseisen, 1985, hlm berpikir yang menguji, menghubungkan,
45) mengemukakan bahwa proses berpikir dan mengevaluasi semua aspek dari situasi
dapat dikelompokan dalam berpikir dasar masalah. termasuk di dalam berpikir kritis
dan berpikir kompleks. Berpikir dasar adalah mengelompokan,
merupakan gambaran dari proses berpikir mengorganisasikan, mengingat, dan
rasional yang mengandung sejumlah menganalisis informasi. Berpikir kritis juga
langkah dari yang sederhana menuju yang dapat didefinisikan sebagai pemikiran yang
kompleks. Aktivitas berpikir rasional masuk akal dan reflektif yang berfokus
meliputi menghafal, membayangkan, untuk memutuskan apa yang mesti
mengelompokan, menggeneralisasikan, dipercaya atau dilakukan (Ennis, 2002).
embandingkan, mengevaluasi, Namun dari sekian banyak pendapat, para
menganalisis, mensintesis, mendeduksi, ahli sepakat bahwa berpikir kritis itu adalah
dan menyimpulkan. Kemudian Costa sebuah kebiasaan untuk bisa membuka diri
(Liliasari, 2002, hlm 13) mengemukakan untuk menganalisis, mensintesis, dan
bahwa proses berpikir kompleks dikenal mengevaluasi informasi untuk
sebagai proses berpikir tingkat tinggi. memecahkan sebuah permasalahan (Dixon
Proses berpikir ini dikategorikan dalam dalam Alghafri & Nizam, 2014, 519).
empat kelompok yang meliputi pemecahan Pada dasarnya Ennis (2002, hlm 54-
masalah (problem solving), pengambilan 56) mengembangkan berpikir kritis ke
keputusan (decision making), berpikir kritis dalam dua aspek besar yaitu aspek
(critical thinking), dan berpikir kreatif pembentukan watak (disposition) dan aspek
(creative thinking). kemampuan (abilities). Pada aspek
Dari penjelasan di atas, berpikir pembentukan watak terdapat 13 indikator
kritis menjadi salah satu proses berpikir yaitu bertanya, melihat alasan, memberikan
tingkat tinggi dan tentu dapat digunakan informasi yang baik, menggunakan
dalam pembentukan sistem konseptual IPA sumber-sumber yang jelas dan mampu
peserta didik, sehingga dapat menjadi salah menjelaskannya, mengaitkan antar situasi,
mengulang kembali poin-poin penting,
Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 121
materi yang satu dengan yang lain saling dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
berhubungan. bahwa penguasaan konsep IPA merupakan
Penguasaan konsep IPA merupakan kesanggupan siswa memahami konsep-
kemampuan siswa untuk mengatasi konsep IPA pada ranah kognitif sesuai
konsep-konsep IPA pada tingkat dengan klasifikasi Bloom. Penguasaan
perkembangan kognitif siswa sesuai konsep IPA diukur melalui penguasaan
dengan klasifikasi Bloom yang telah kurikulum konsep IPA sesuai tingkat
direvisi (Anderson dan Krathwohl, 2010, kemampuan kognitif siswa.
hlm 100) dalam ranah kognitif yang
meliputi enam tingkatan sebagai berikut. 1) D. Kaitan Model Pembelajaran
Mengingat (C1), mengambil pengetahuan Berbasis Masalah dengan Berpikir
yang dibutuhkan dari memori jangka Kritis
panjang. Proses-proses kognitif dalam Menurut Hartati dan Sholihin
kategori ini meliputi mengenali (2015, hlm 506), menyebutkan bahwa
(mengidentifikasi) dan mengingat kembali variabel kunci dalam PBL adalah masalah
(mengambil). 2) Memahami (C2), dan informasi yang diperoleh. Jadi, model
membangun makna dari materi PBL menggunakan masalah kontekstual
pembelajaran, termasuk apa yang
untuk memberikan rangsangan kepada
diucapkan, ditulis, dan digambarkan oleh peserta didik agar menimbulkan rasa ingin
guru. Proses-proses kognitif dalam kategori tahu peserta didik, sehingga peserta didik
ini meliputi menafsirkan (menerjemahkan),
lebih termotivasi untuk mencari informasi
mencontohkan, mengklasifikasikan sebagai pemecahan masalah tersebut.
(mengelompokkan), merangkum,
Proses pencarian informasi dalam rangka
menyimpulkan, membandingkan, dan memecahkan masalah inilah yang akan
menjelaskan. 3) Mengaplikasikan (C3), membantu peserta didik dalam membangun
menerapkan suatu prosedur dalam keadaan pengetahuannya sekaligus
tertentu. Proses-proses kognitif dalam mengembangkan kemampuan berpikir
kategori ini meliputi mengeksekusi kritis peserta didik. Sejalan dengan
(melaksanakan) dan mengimplementasikan pendapat Redjeki (2014) menyebutkan
(menggunakan). 4) Menganalisis (C4), bahwa, Problem Based Learning adalah
memecah-mecah materi menjadi bagian
pengembangan kurikulum dan sistem
penyusun dan menentukan hubungan antar
penyampaian pelajaran yang sadar akan
bagian dan keseluruhan 12 struktur atau kebutuhan untuk mengembangkan
tujuan. Proses-proses kognitif dalam keterampilan pemecahan masalah dan juga
kategori ini meliputi membedakan, membantu peserta didik mendapatkan
mengorganisasi, dan mengatribusikan pengetahuan serta keterampilan yang
(menentukan sudut pandang). 5) diperlukan.
Mengevaluasi (C5), mengambil keputusan
berdasarkan kriteria atau standar yang telah
METODOLOGI PENELITIAN
ditentukan. Kriteria yang paling sering
digunakan adalah kualitas, efektivitas, Penelitian ini menggunakan
efisiensi, dan konsistensi. Sedangkan pendekatan kuantitatif. Sedangkan Metode
proses kognitif dalam kategori ini meliputi penelitian yang digunakan adalah Pre
memeriksa (menguji) dan mengkritik Experimental Design. Metode ini dipilih
(menilai). 6) Mencipta (C6), memadukan karena dalam penelitian ini dilakukan
bagian-bagian yang saling berhubungan pengambilan sampel secara tidak acak
untuk membentuk suatu produk baru yang (purposive sampling) sehingga masih
asli. Proses-proses kognitif dalam kategori terdapat faktor-faktor yang tidak dapat
ini meliputi merumuskan, merencanakan, dikontrol secara penuh. Menurut Campbell
dan memproduksi. Berdasarkan pendapat & Stanley, penelitian Pre Experimental
Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 123
(Arikunto, 2010, hlm 367). Sehingga,
3% dalam penelitian ini digunakan pengujian
27%
Normalitas dengan menggunakan Saphiro-
70% Sangat Baik Wilk karena jumlah subjek penelitian
Baik kurang dari 50. Sementara untuk uji
Cukup
Homogenitas menggunakan Uji Varian.
Baik uji Normalitas maupun Homogenitas
dalam pengolahan data dilakukan dengan
Gambar 2. Grafik Kemampuan Akhir Berpikir
Kritis siswa
menggunakan software SPSS 18.
Berdasarkan hasil pengujian
Berdasarkan data hasil penilaian Normalitas dan Homogenitas data pretest
kemampuan berpikir kritis peserta didik maupun posttest didapatkan hasil bahwa
sebelum pembelajaran dan setelah data tersebut termasuk ke dalam distribusi
pembelajaran, kita dapat mengetahui normal dan merupakan data yang homogen,
peningkatan kemampuan berpikir kritis sehingga dapat dilakukan uji t-test untuk
peserta didik setelah pembelajaran mengetahui signifikansi antara hasil pretest
menggunakan model Problem Based dengan posttest. Nilai t yang dihasilkan
Learning. adalah sebesar 19,693 dengan signifikansi
Seluruh peserta didik mengalami 0,000 (<0,005).
peningkatan kemampuan berpikir kritis
setelah pembelajaran dengan menggunakan KESIMPULAN
Problem Based Learning. Sebanyak enam
orang peserta didik mengalami peningkatan Penelitian ini mencoba untuk
yang cukup signifikan, terbukti dengan mengkaji penggunaan Problem Based
nilai indeks gain yang tinggi, yaitu lebih Learning dalam meningkatkan kemampuan
dari 0,70, sementara yang lainnya, yaitu berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik
sebanyak 24 peserta didik mengalami sekolah dasar. Berdasarkan temuan dan
peningkatan dengan nilai indeks gain pembahasan hasil penelitian, dapat diambil
berkisar antara 0,30 sampai dengan 0,69 kesimpulan sebagai berikut:
yang termasuk kategori cukup. Nilai indeks 1. Aktivitas peserta didik dan guru dalam
gain dari peningkatan kemampuan berpikir proses pembelajaran IPA dengan
kritis seluruh peserta didik adalah 0,50, menggunakan model Problem Based
yang berarti terdapat peningkatan Learning telah sesuai dengan
kemampuan berpikir kritis peserta didik karakteristik khusus yang ada pada PBL.
setelah pembelajaran dengan menggunakan 2. Terdapat perbedaan rata-rata dalam
Problem Based Learning termasuk dalam kemampuan berpikir kritis antara hasil
kategori cukup. post test dengan hasil pre tes. Hasil pre
Data hasil pretest dan posttest test kemampuan berpikir kritis
dianalisis menggunakan software SPSS 18 mendapatkan skor rata-rata 14,733
dengan metode paired sample t-test (uji dengan nilai ujian rata-rata 39.
beda dua sampel berpasangan) untuk Sedangkan hasil post test kemampuan
membandingkan kemampuan berpikir berpikir kritis mendapatkan skor rata-
kritis awal siswa dengan kemampuan rata 26,37 dengan nilai ujian rata-rata 69.
berpikir kritis siswa setelah pembelajaran Ini menggambarkan bahwa terdapat
menggunakan Problem Based Learning peningkatan kemampuan berpikir kritis
apakah perbedaannya signifikan atau tidak. peserta didik sebelum mendapatkan
Dalam melakukan analisis data dengan pembelajaran dengan model problem
menggunakan t-test, diperlukan syarat yang based learning.
harus dipenuhi, yaitu data harus merupakan 3. Terdapat perbedaan rata-rata dalam hasil
data dengan distribusi normal dan homogen belajar antara hasil post test dengn hail
pre test. Hasil pre test hasil belajar
Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 125
Drake, K. N. & Long, D. (2009). pendidikan guru kimia. Jurnal
“Rebecca’s in the dark: A Penelitian Pendidikan, Vol 2
comparative study of problem based no.2/Oktober 2002
learning and direct Pecore, L., J. (2013). Beyond belifes:
instruction/experiental learning in teachers adapting problem based
two 4th-grade classrooms”. Journal learning to preexisting system of
of Elementary Science Educational. practice. Interdiciplinary Journal of
21 (1): 1-6. Problem Learning. Vol 7, Issue 2.
Ennis, R. H. (2002). What is critical Presseisen, B. Z. (1985). Thinking skill
thingking?. [online]. Diakses dari: meaning and model. Alexandria:
http://www.criticalthingking.com./ ASDC
articles/critical-thingking-definition Redjeki, S. (2014). Model-model
Ennis, R. H. (2000). At outline of Goals for pembelajaran yang mendukung
a critical thingking curiculum and kurikulum 2013. Makalah:
its assesment. Online Universitas Kuningan.
http://criticalthingking.net Sahin. (2010). “An evaluation of teacher
Elaine, B. Johnson. (2002). Contextual perceptins of teaching social skills
teaching and learning. California: to fifth grade students within the
Corwin Press, inc scope of social studies lesson”.
Fatonah, S. dan Prasetyo, K. Z. (2014). International Journal of Progresive
Pembelajaran sains. Yogyakarta: Education. 6 (1), 28-45.
Penerbit Ombak. Sawatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA di
Hartati, R. Dan Sholihin, H. (2015). sekolah dasar. Jakarta: PT Indeks.
Meningkatkan kemampuan berpikir Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi
kritis siswa melalui implementasi pendidikan. Yogyakarta: UNY
model problem based learning pada Press.
pembelajaran ipa terpadu siswa Sumaji. (2009) Pendidikan Sains yang
smp. Prosiding Simposium Humanistis. Yogyakarta: Kanisius
Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sund & Trowbidge. (1973). Teaching
Sains 2015. Hal 505-508 science by inquiry in the secondary
Hillman, Wendy. (2003). Learning how to school. Columbus: Charles E.
learn: problem based learning. Merill Publishing Company.
Australian Journal of Teacher Sugiyono. (2010). Metode penelitian
Education. Vol. 2, Issue 2. pendidikan. Pendekatan
Kemendikbud. (2014). Lampiran III. Kuantitatif. Bandung: Alfabeta
peraturan menteri pendidikan dan Tamin, R., Suha. (2013). Definitions and
kebudayaan republik indonesia, uses: Case Study of teachers
nomor 57 tahun 2014 tentang implementing project based
kurikulum 2013 sekolah learning. Interdiciplinary Journal of
dasar/madrasah ibtidaiyah. Jakarta: Problem Based Learning. Vol. 7,
Kemendikbud Issue 2.
Koballa & Chiappetta. (2010) . Science Thompson, C. (2011). Critical thinking
instruction in the middle and across the curriculum: Process over
secondary schools: developing output. International Journal of
fundamental knowledge and skills. - Humanities and social science,
7th ed. America: Pearson 1(9), 1-7.
Education. Inc. Tosun, C. & Taskesenligil, Y. (2011). The
Liliasari. (2002). Pengembangan effect of problem based learning on
keterampilan berpikir kritis dan student motivation towards
kretaif untuk meningkatkan mutu chemistry classes and on learning
Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 127