Anda di halaman 1dari 13

EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar | p-ISSN 2085-1243 | e-ISSN 2579-5457

Vol. 10 No.2 Juli 2018 | Hal 115-127

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN


PENGUASAAN KONSEP IPA SISWA SD DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING
Widdy Sukma Nugraha1
Institut Pendidikan Indonesia Garut

Abstract:. The study reported an increase in critical thinking skill and mastery of science
concept in Cisomang 2 primary schools through Problem Based Learning Model. critical
thinking skills Indicators that are used in this study refers to a theory that developed by
Ennis, while the Bloom categorization is used as an indicator of mastery of science
concepts. This study uses pretest value and postest value to see the comparison. Data
analysis performed in this study is calculate the n-gain increase. From the research results,
there is an increased critical thinking skills and mastery sciece concepts after using model
Problem Based Learning. Based on research result, there are the increase of critical
thinking average after the problem based learning model gived to student and the result
is30.70,while the mastery science concept 32,17.
Keyword: Problem Based learning;Critical Thinking; Learning Result; mastery science
concept

Abstrak: Penelitian ini melaporkan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan


penguasaan konsep IPA peserta didik di SD Negeri Cisomang 2 dengan menggunakan
model Problem Based Learning. Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan pada
penelitian ini mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Ennis, sedangkan kategorisasi
Bloom digunakan sebagai indikator penguasaan konsep IPA. Penelitian ini menggunakan
nilai pretest (sebelum pembelajaran) dan nilai posttest (setelah pembelajaran) untuk
melihat perbandingan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan konsep peserta didik.
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah melihat peningkatan N-gain dari
hasil instrumen yang sebelumnya dilakukan uji homogenitas dan uji-t dengan program
SPSS 18. Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil peningkatan kemampuan
berpikir kritis setelah pembelajaran dengan rata-rata peningkatan 30,70 sementara untuk
hasil tes penguasaan konsep terjadi peningkatan dengan rata-rata 32,17. Baik kemampuan
berpikir kritis maupun penguasaan konsep terjadi peningkatan yang signifikan.
Kata Kunci: Problem Based Learning;Berpikir Kritis;Penguasaan konsep IPA

PENDAHULUAN spiritual. Ketiganya merupakan pilar


Seiring perkembangan ilmu pendidikan secara global.
pengetahuan dan teknologi, berkembang Fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
pula pemikiran-pemikiran manusia ke arah prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
peradaban yang lebih baik dari sebelumnya. proses penemuan (Depdiknas, 2006).
Pemikiran manusia merupakan wujud dari Salah satu aspek kemampuan
kualitas sumber daya manusia itu sendiri. berpikir yang perlu mendapat penekanan
SDM berkualitas diperoleh melalui dunia pada pembelajaran sains dalam
pendidikan. Baik dari pendidikan formal menghadapi perubahan teknologi dan
maupun non formal. Pendidikan dilakukan masyarakat saat ini adalah kemampuan
tidak hanya mengajarkan kemampuan berpikir kritis dan penyelesaian masalah.
intelektual, tetapi juga mengajarkan cara Dalam standar kompetensi lulusan satuan
mengolah emosi dan memantapkan pendidikan dasar dan menengah disebutkan

1
Institut Pendidikan Indonesia, Email: widisukma@institutpendidikan.ac.id

Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 115
bahwa peserta didik harus dapat Pembelajaran yang utama yang
menunjukan kemampuan berpikir, kritis, seharusnya dilakukan setiap mata pelajaran
dan kreatif dalam membangun, di sekolah, menurut Dewey (Abidin, 2014,
menggunakan, dan menerapkan informasi hlm 158) adalah pembelajaran yang
tentang lingkungan sekitar untuk mampu merangsang pikiran peserta didik untuk
menyelesaikan masalah (BNSP, 2006). memperoleh segala kemampuan belajar
Menurut Ardiyanti dan Winarti yang bersifat nonskolastik. Upaya efektif
(2013, hlm 27) menyatakan bahwa, proses yang sesuai dengan pernyataan di atas
pembelajaran IPA tidak cukup adalah dengan menerapkan model
dilaksanakan dengan menyampaikan pembelajaran konstruktivisme yang tidak
informasi tentang konsep saja, tapi juga bersifat teacher centered tetapi bersifat
harus memahami proses terjadinya student centered.
fenomena IPA dengan melakukan Salah satu alternatif model
pengindraan melalui kegiatan demonstrasi pembelajaran yang dapat mengembangkan
dan eksperimen. Oleh karena itu kemampuan berpikir dan pembentukan
pembelajaran IPA semestinya dirancang sikap peserta didik adalah model
sedemikian rupa agar peserta didik Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
mendapatkan kegiatan yang baik dan Based Learning). Hal ini didukung oleh
bermakna. pendapat Savery dan Duffy (1995) (dalam
Namun saat ini pembelajaran sains Pecore, 2013, hlm 9) yang menyatakan
belum menemukan hasil yang signifikan bahwa PBL ini adalah salah satu contoh
dalam pendidikan Indonesia. Hal ini terbaik dalam mengembangkan
dikarenakan pembelajaran IPA masih pembelajaran konstruktivisme.
dilakukan dengan cara-cara yang Bukti empirik yang mendukung
konvensional. Guru masih memberikan model PBL dalam meningkatkan berpikir
informasi kepada muridnya secara dominan kritis adalah hasil penelitian yang telah
dan satu arah. Kurangnya interaksi dan dilakukan Tosun dan Taskesenligil (2011,
terlalu berpusat dari guru membuat peserta hlm 129), yang menunjukan bahwa PBL
didik kurang termotivasi hingga akhirnya memiliki kontribusi yang positif terhadap
pembelajaran menjadi kurang bermakna. kemampuan berpikir kritis yang merupakan
Hal ini sejalan dengan pendapat Thompson bagian dari sub dimensi kognitif namun
(2011, hlm 3) yang menyatakan bahwa saat belum melihat bagaimana pengaruhnya
ini sudah banyak teori-teori tentang terhadap penguasaan konsep secara
kemampuan berpikir kritis baik itu teori bersamaan. Kemudian dalam penelitian
tradisional maupun kontemporer, namun yang dilakukan Akinoglu & Tandogen
output dari peserta didik masih belum (2007) menunjukan bahwa PBL
banyak yang menguasainya. berpengaruh pada pencapaian prestasi,
Rendahnya prestasi sains Indonesia sikap, dan konsep belajar siswa sekolah
seperti di atas juga dipengaruhi oleh lanjutan dengan materi energi.
kemampuan berpikir kritis pada peserta Berdasarkan permasalahan yang
didik terhadap suatu permasalahan yang berkembang diatas, maka peneliti ingin
dihadapi. Padahal berpikir kritis sangat melihat bagaimana kemampuan berpikir
dibutuhkan oleh peserta didik untuk kritis dan penguasaan konsep IPA peserta
menghadapi berbagai tantangan. Berpikir didik melalui model pembelajaran berbasis
kritis merupakan sebuah proses yang dapat masalah (Problem Based Learning) pada
diajarkan kepada peserta didik, akan tetapi pembelajaran IPA Sekolah Dasar dengan
dengan catatan guru harus mampu memilih konsep Perubahan Fisik Lingkungan.
dan menetapkan model pembelajaran yang
tepat dengan perkembangan peserta didik
itu sendiri.

116 EduHumaniora: Vol. 10 No. 2, Juli 2018


TINJAUAN PUSTAKA information about the natural
world. Science is also the
1. Hakikat IPA
knowledge gathered through the
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
use of such processes. Finally,
sering disebut dengan sains. Sains berasal
science is characterized by those
dari kata latin “scientia” yang artinya
values and attitudes possessed by
adalah: (a) pengetahuan tentang atau tahu
people who use scientific processes
tentang; (b) pengetahuan, pengertian,
to gather knowledge.”
paham yang benar dan mendalam (Surjani
Wonorahardjo, 2010, hlm 11).
Kutipan di atas secara umum
Secara bahasa, IPA berasal dari
mengandung pengertian bahwa (1) IPA
bahasa Inggris yaitu natural science.
merupakan proses kegiatan mengumpulkan
Natural berarti alamiah serta berhubungan
informasi secara sistematis tentang dunia
dengan alam, sedangkan science berarti
sekitar, (2) IPA merupakan pengetahuan
ilmu pengetahuan. Dengan begitu, IPA
yang didapatkan melalui proses kegiatan
merupakan ilmu pengetahuan tentang alam
atau ilmu yang mempelajari peristiwa yang tertentu, dan (3) IPA dicirikan oleh nilai-
nilai dan sikap ilmuwan dalam
terjadi di alam (Samatowa, 2010, hlm 3).
menggunakan proses ilmiah untuk
Jadi, secara singkat IPA dapat
mendapatkan pengetahuan. Dengan
diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang
demikian, IPA merupakan serangkaian
mengkaji tentang alam semesta beserta
proses kegiatan yang dilakukan oleh
segala isinya sehingga didapatkan produk
ilmuwan untuk memperoleh pengetahuan
IPA.
dan didukung oleh sikap terhadap proses
Fowler (Aly dan Rahma, 2011, hlm
kegiatan tersebut. Hal ini sebagaimana
18) mendefinisikan pengertian lain tentang
yang diungkapkan oleh Carin dan Sund
IPA yaitu ilmu yang sistematis dan
(Samatowa, 2010: 20) bahwa IPA terdiri
dirumuskan, yang berhubungan dengan
dari tiga macam/komponen yaitu produk,
gejala-gejala kebendaan dan didasarkan
proses, dan sikap.
terutama atas pengamatan dan induksi. Ini
Koballa dan Chiappetta (2010, hal
berarti dalam kegiatan pembelajaran IPA di
105), mendefinisikan IPA sebagai a way of
sekolah, rencana pembelajaran harus juga
thinking, a way of investigating, a body of
mengutamakan kegiatan yang melibatkan
knowledge, dan interaksinya dengan
peserta didik dalam melakukan
teknologi dan masyarakat. Dapat diartikan
pengamatan langsung agar pemahaman
bahwa dalam IPA terdapat dimensi cara
konsep bisa dibangun dengan sendirinya.
berpikir, cara investigasi, bangunan ilmu
Dawson (dalam Bundu, 2006, hlm
dan kaitannya dengan teknologi dan
10) mengemukakan pendapat yang berbeda
masyarakat. Hal ini menjadi substansi yang
tentang IPA yaitu aktivitas pemecahan
mendasar pentingnya pembelajaran IPA
masalah oleh manusia yang termotivasi dari
yang mengembangkan proses ilmiahnya
keingintahuan tentang alam di
untuk pembentukan pola pikir peserta
sekelilingnya dan keinginan untuk
didik. Menurut Sund & Trowbridge (1973,
memahami, menguasai, dan mengolahnya
hal 2), kata science sebagai “both a body of
demi memenuhi kebutuhan.
knowledge and a process”. Sains diartikan
Berdasarkan pengertian di atas, IPA
sebagai bangunan ilmu pengetahuan dan
dapat dipandang dari berbagai segi. Hal ini
proses.
seperti yang diungkapkan oleh Abruscato
(Bundu, 2006, hlm 9) sebagai berikut.
2. Tujuan Pembelajaran IPA di
“Science is the name we give to Sekolah Dasar
Pendidikan IPA bertujuan agar
group of processes through which
peserta didik memahami atau menguasai
we can systematically gather

Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 117
konsep-konsep IPA dan saling mengembangkan wawasan, sikap, dan
keterkaitannya, mampu menggunakan nilai-nilai yang berguna bagi peserta didik
metode ilmiah untuk memecahkan dalam rangka meningkatkan kualitas
masalah-masalah yang dihadapinya, kehidupan sehari-hari, (4) mengembangkan
sehingga peserta didik lebih menyadari kesadaran akan keterkaitan yang saling
kebesaran dan kekuasaan penciptanya mempengaruhi antara kemampuan IPA dan
(Sumaji, 2009, hlm 35). Adapun tujuan teknologi dengan keadaan lingkungan serta
pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-
pencapaian IPA dari segi produk, proses, hari, dan (5) mengembangkan kemampuan
dan sikap keilmuan (Bundu, 2006, hlm 18). peserta didik untuk menerapkan ilmu
a) Dari segi produk: peserta didik pengetahuan dan teknologi serta
diharapkan dapat memahami keterampilan yang berguna dalam
konsep-konsep IPA dan kehidupan sehari-hari maupun untuk
keterkaitannya dalam kehidupan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
sehari-hari. lebih tinggi.
b) Dari segi proses: peserta didik
diharapkan memiliki kemampuan A. Model Pembelajaran Berbasis
untuk mengembangakan Masalah
pengetahuan, gagasan, serta 1. Pengertian Model Problem
mengaplikasikan konsep yang Based Learning (PBL)
diperoleh untuk menjelaskan dan Berikut adalah beberapa definisi
memecahkan masalah yang pembelajaran berbasis masalah atau sering
ditemukan dalam kehidupan sehari- dikenal dengan istilah Problem Based Learning
hari. menurut beberapa ahli diantara yaitu:
c) Dari segi sikap dan nilai: peserta a) Arends (2008, hal 41), model
didik diharapkan mempunyai minat berdasarkan masalah merupakan suatu
untuk mempelajari benda-benda di pendekatan pembelajaran dimana
lingkungannya, bersikap ingin tahu, peserta didik mengerjakan
tekun, kritis, mawas diri, permasalahan yang autentik dengan
bertanggung jawab, dapat maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan
bekerjasama dan mandiri, serta
inkuiri, keterampilan berpikir tingkat
mengenal dan memupuk rasa cinta lebih tinggi, mengembangkan
terhadap alam sekitar sehingga kemandirian, dan percaya diri.
menyadari keagungan Tuhan Yang b) Kemendikbud (2014, hal 26), model
Maha Esa. pembelajaran berbasis masalah sebagai
suatu model pembelajaran yang
Berdasarkan uraian di atas, tujuan menantang peserta didik untuk belajar
pembelajaran IPA di sekolah dasar secara bagaimana belajar, bekerja secara
umum mencakup aspek pengetahuan, kelompok untuk mencari solusi dari
keterampilan, dan sikap. Oleh karena itu, permasalahan dunia nyata.
kompetensi pembelajaran IPA di SD/MI Berdasarkan beberapa definisi di atas
sudah jelas bahwa pembelajaran berbasis
yang harus dikuasai peserta didik sesuai
masalah ini tidak hanya memfokuskan pada
dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 penguasaan konsep IPA saja, melainkan juga
adalah sebagai berikut (Fatonah dan proses pembelajaran yang dapat mempengaruhi
Prasetyo, 2014, hlm 9-10): (1) menguasai penguasaan konsep IPA peserta didik. Model
pengetahuan tentang berbagai jenis dan pembelajaran berbasis masalah merupakan
sifat lingkungan alam dan buatan dalam sebuah model pembelajaran yang menyediakan
kaitannya dengan pemanfaatan bagi pengalaman autentik sehingga dapat
kehidupan sehari-hari, (2) mengembangkan mendorong peserta didik untuk belajar secara
keterampilan proses IPA, (3) aktif, dan mengkonstruksi pengetahuan secara

118 EduHumaniora: Vol. 10 No. 2, Juli 2018


mandiri. Ada dua jenis masalah secara umum rasa ingin tahu peserta didik lebih dalam
yaitu masalah tidak terstruktur (ill structure), terhadap masalah yang dihadapi
kontekstual dan menarik (contextual & (Vasconselos, 2011, hlm 2). Dalam
engaging). kegiatan PBM, yang menjadi titik awal
Pengajaran berdasarkan masalah ini
pembelajaran adalah masalah yang “ill
telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009, hlm 91)
structured” (Chin & Chia, 2009, hlm 3)
belajar berdasarkan masalah adalah interaksi yang berfungsi sebagai stimulus supaya
antara stimulus dan respon, merupakan peserta didik lebih termotivasi (Levin, 2001
hubungan antara dua arah belajar dan dlm Sahin, 2010, hlm 1).
lingkungan. Lingkungan memberikan masukan Peran guru dalam PBM sangat penting
kepada peserta didik berupa bantuan dan yaitu menjadi fasilitator, guru harus mampu
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi mengarahkan atau membantu sisiwa untuk
menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga menentukan apa yang telah diketahui, apa yang
masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dibutuhkan untuk diketahui dan dimana mereka
dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan dapat mencari informasi yang penting (Drake &
baik. Sedangkan menurut Delisle (2002) Long, 2009 hlm 1-2; Bilgin et al, 2009, hlm 3)
(dalam Akcay, 2009, hlm 26) menyebutkan sehingga dengan demikian peserta didik
bahwa pembelajaran berbasis masalah ini mampu memahami untuk apa dan mengapa
berasal dari progressive movement terutama mereka harus belajar.
dari pemikiran Dewey yang mengharuskan Pada akhirnya menurut Wolk (1994)
guru merangsang peserta didik agar belajar (dalam Tamin, 2013, hlm73) menyebutkan
sesuai dengan nalurinya dalam menginvestigasi bahwa Problem Based Learning ini
sesuatu dan menciptakan sebuah karya. mengharapkan agar peserta didik dapat
Pembelajaran Berbasis Masalah meningkatkan motivasi belajarnya, dan dapat
melibatkan peserta didik dalam proses mengembangkan pengetahuan dan
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat keterampilan (berpikir tingkat tinggi). Selain
kepada peserta didik, yang mengembangkan itu PBL juga bisa merubah kebiasaan-
kemampuan pemecahan masalah dan kebiasaan buruk dalam belajar menjadi lebih
kemampuan belajar mandiri yang diperlukan baik. Seperti yang dikemukakan oleh Walker &
untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan Leary (2009) bahwa PBL ini dilakukan dalam
dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kelompok kecil, untuk memperoleh
kompleks sekarang ini. Ini sejalan dengan apa pengetahuan baru yang merupakan langkah
yang diungkapkan oleh Akinoglu & Tandogen untuk mengatasi masalah dan memperbaiki
(2007), bahwa Problem Based Learning ini kebiasaan yang tidak baik. Seperti yang
merubah kebiasaan peserta didik, yang semula dikemukakan oleh Drinan (1991) (dalam
pasif dan hanya menerima informasi menjadi Hillman, 2003, hlm 2) bahwa dalam
aktif dalam mencari informasi, menjadi Self- memberikan PBL permasalahan yang diberikan
learner, dan problem solver. Problem Based kepada peserta didik harus bisa
Learning dapat pula dimulai dengan melakukan dipertanggungjawabkan.
kerja kelompok antar peserta didik. peserta
didik menyelidiki sendiri, menemukan 2. Langkah Model Pembelajaran
permasalahan, kemudian menyelesaikan Berbasis Masalah
masalahnya di bawah petunjuk fasilitator
Dalam prosesnya, pembelajaran
(guru).
berbasis masalah memiliki langkah-langkah
Menurut Gallagher et al (1995) pembelajaran yang mengarahkan peserta
(dalam Chia & Chin, 2005, hlm 46) dalam didiknya pada pemecahan masalah yang
PBM, masalah dijadikan suatu stimulus bersifat autentik dengan tujuan supaya peserta
untuk aktivitas belajar peserta didik didik dapat memperoleh serta menyusun
sehingga akan membantu peserta didik pengetahuannya sendiri. Arends (2008, hal 57)
untuk memahami mengapa dan untuk apa menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
mereka belajar. Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dengan lima langkah
masalah diakui sebagai kegiatan kegiatan. Adapun tahapan pembelajaran atau
penyelidikan yang mampu menumbuhkan

Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 119
sintaks pembelajaran berbasis masalah adalah satu proses berpikir konseptual tingkat
sebagai berikut: tinggi (Liliasari, 2002, hlm 14).
a) Memberi orientasi tentang Berpikir kritis akan memicu suatu
permasalahan kepada peserta didik. proses sistematis yang memungkinkan
b) Mengorganisasi peserta didik untuk
peserta didik untuk merumuskan dan
meneliti.
c) Membantu investigasi mandiri dan
mengevaluasi keyakinan dan pendapat
kelompok. mereka sendiri. Proses sistemis ini
d) Mengembangkan dan merupakan proses terorganisasi yang
mempresentasikan artefak. memungkinkan peserta didik mengevaluasi
e) Menganalisis dan mengevaluasi proses bukti, asusmsi, logika, dan bahasa yang
pemecahan masalah. mendasari pernyataan orang lain. Sehingga
akan mencapai pemahaman yang
B. Kemampuan Berpikir Kritis mendalam. Pemahaman membuat kita
1. Hakikat berpikir mengerti maksud dibalik ide yang
Berpikir secara umum didefiniskan mengarahkan hidup kita setiap hari.
sebagai suatu proses kognitif, suatu aktivasi Pemahaman mengungkapkan makna
mental untuk memperoleh pengetahuan dibalik suatu kejadian (Elaine B Johnson,
(Liliasari, 2002, hal 23). Mampu 2006, hal 185).
mempersiapkan peserta didik berpikir pada
berbagai disiplin ilmu serta dapat dipakai 2. Kemampuan Berpikir Kritis
untuk pemenuhan kebutuhan intelekual dan Krulik dan Rudnik (Rochmansyah,
pengembangan potensi peserta didik. 2006) mendefinisikan berpikir kritis adalah
Nickerson (Presseisen, 1985, hlm berpikir yang menguji, menghubungkan,
45) mengemukakan bahwa proses berpikir dan mengevaluasi semua aspek dari situasi
dapat dikelompokan dalam berpikir dasar masalah. termasuk di dalam berpikir kritis
dan berpikir kompleks. Berpikir dasar adalah mengelompokan,
merupakan gambaran dari proses berpikir mengorganisasikan, mengingat, dan
rasional yang mengandung sejumlah menganalisis informasi. Berpikir kritis juga
langkah dari yang sederhana menuju yang dapat didefinisikan sebagai pemikiran yang
kompleks. Aktivitas berpikir rasional masuk akal dan reflektif yang berfokus
meliputi menghafal, membayangkan, untuk memutuskan apa yang mesti
mengelompokan, menggeneralisasikan, dipercaya atau dilakukan (Ennis, 2002).
embandingkan, mengevaluasi, Namun dari sekian banyak pendapat, para
menganalisis, mensintesis, mendeduksi, ahli sepakat bahwa berpikir kritis itu adalah
dan menyimpulkan. Kemudian Costa sebuah kebiasaan untuk bisa membuka diri
(Liliasari, 2002, hlm 13) mengemukakan untuk menganalisis, mensintesis, dan
bahwa proses berpikir kompleks dikenal mengevaluasi informasi untuk
sebagai proses berpikir tingkat tinggi. memecahkan sebuah permasalahan (Dixon
Proses berpikir ini dikategorikan dalam dalam Alghafri & Nizam, 2014, 519).
empat kelompok yang meliputi pemecahan Pada dasarnya Ennis (2002, hlm 54-
masalah (problem solving), pengambilan 56) mengembangkan berpikir kritis ke
keputusan (decision making), berpikir kritis dalam dua aspek besar yaitu aspek
(critical thinking), dan berpikir kreatif pembentukan watak (disposition) dan aspek
(creative thinking). kemampuan (abilities). Pada aspek
Dari penjelasan di atas, berpikir pembentukan watak terdapat 13 indikator
kritis menjadi salah satu proses berpikir yaitu bertanya, melihat alasan, memberikan
tingkat tinggi dan tentu dapat digunakan informasi yang baik, menggunakan
dalam pembentukan sistem konseptual IPA sumber-sumber yang jelas dan mampu
peserta didik, sehingga dapat menjadi salah menjelaskannya, mengaitkan antar situasi,
mengulang kembali poin-poin penting,

120 EduHumaniora: Vol. 10 No. 2, Juli 2018


berpegang teguh pada suatu pemikiran, meliputi: keluarga, sekolah, dan
melihat berbagai alternatif, berpikiran masyarakat.
terbuka, bertindak sesuai fakta, melihat Berdasarkan faktor-faktor yang
sesuatu dengan teliti, tidak mudah setuju, mempengaruhi Hasil Belajar di atas,
peka terhadap perasaan, pengetahuan dan peneliti menggunakan faktor
pengalaman. Sedangkan pada aspek eksternal berupa penggunaan model
kemampuan (abilities) terdapat lima pembelajaran berbasis masalah atau
indikator dan 12 subindikator berpikir kritis Problem Based Learning.
(Ennis, 2000, hlm 54). Diharapkan dengan pembelajaran
yang diberikan dapat
C. Penguasaan konsep IPA Peserta mempengaruhi hasil belajar dari
Didik peserta didik.
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil Belajar IPA merupakan salah 3. Penguasaan Konsep
satu bagian penting dalam pembelajaran. Dari pengertian hasil belajar yang
Sudjana (2009, hlm 3) mendefinisikan telah dikemukakan di atas dapat diketahui
Hasil Belajar peserta didik adalah bahwa salah satu bentuk dari hasil belajar
perubahan tingkah laku sebagai penguasaan adalah memiliki kemampuan kognitif.
konsep IPA, dalam pengertian yang lebih Dalam penelitian ini kemampuan kognitif
luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan yang dimaksud adalah penguasaan konsep
psikomotorik. Dimyati & Mudjiono (2006, IPA. Penguasaan konsep terdiri dari dua
hlm 3-4) juga menyebutkan Hasil Belajar kata yaitu penguasaan dan konsep.
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak Penguasaan menurut Kamus Besar Bahasa
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, Indonesia (2005: 604) diartikan sebagai
tindak mengajar diakhiri dengan proses “pemahaman atau kesanggupan untuk
evaluasi Hasil Belajar. Sedangkan dari sisi menggunakan pengetahuan, kepandaian,
peserta didik, Hasil Belajar merupakan dan sebagainya”. Sedangkan konsep
berakhirnya pengajaran dari puncak proses menurut Rosser (dalam Dahar, 2011, hlm
belajar. 63) didefinisikan sebagai “suatu abstraksi
yang mewakili satu kelas objek, kejadian,
2. Faktor Yang Mempengaruhi kegiatan, atau hubungan yang mempunyai
Hasil Belajar atribut yang sama”. Pendapat senada
Hasil Belajar sebagai salah satu disampaikan oleh Dahar (2011, hlm 64)
indikator pencapaian tujuan pembelajaran yang mendefinisikan konsep sebagai
di kelas tidak dapat terlepas dari faktor- “abstraksi mental yang mewakili satu kelas
faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar stimulus”. Konsep yang dipelajari siswa
itu sendiri. Sugihartono, dkk (2007, hlm 76- dipengaruhi oleh umur, perkembangan
77), menyebutkan faktor-faktor yang bahasa, dan tingkat perkembangan
mempengaruhi Hasil Belajar adalah intelektualnya. Teori perkembangan
sebagai berikut: kognitif yang dikemukakan oleh Jean
a. Faktor Internal Piaget penting bagi guru dalam kaitannya
Faktor internal adalah faktor yang dengan konsep (Arends, 2008, hlm 327).
ada dalam diri individu yang sedang Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
belajar. Faktor internal meliputi: bahwa penguasaan konsep merupakan
jasmani dan psikologis. pemahaman atau kesanggupan siswa
terhadap abstraksi yang memiliki satu kelas
b. Faktor Eksternal objek, kejadian, dan kegiatan yang
Faktor eksternal adalah faktor yang mempunyai atribut sama. Penguasaan
ada di luar individu. Faktor ini konsep dalam penelitian ini meliputi
keseluruhan materi yang diajarkan, karena

Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 121
materi yang satu dengan yang lain saling dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
berhubungan. bahwa penguasaan konsep IPA merupakan
Penguasaan konsep IPA merupakan kesanggupan siswa memahami konsep-
kemampuan siswa untuk mengatasi konsep IPA pada ranah kognitif sesuai
konsep-konsep IPA pada tingkat dengan klasifikasi Bloom. Penguasaan
perkembangan kognitif siswa sesuai konsep IPA diukur melalui penguasaan
dengan klasifikasi Bloom yang telah kurikulum konsep IPA sesuai tingkat
direvisi (Anderson dan Krathwohl, 2010, kemampuan kognitif siswa.
hlm 100) dalam ranah kognitif yang
meliputi enam tingkatan sebagai berikut. 1) D. Kaitan Model Pembelajaran
Mengingat (C1), mengambil pengetahuan Berbasis Masalah dengan Berpikir
yang dibutuhkan dari memori jangka Kritis
panjang. Proses-proses kognitif dalam Menurut Hartati dan Sholihin
kategori ini meliputi mengenali (2015, hlm 506), menyebutkan bahwa
(mengidentifikasi) dan mengingat kembali variabel kunci dalam PBL adalah masalah
(mengambil). 2) Memahami (C2), dan informasi yang diperoleh. Jadi, model
membangun makna dari materi PBL menggunakan masalah kontekstual
pembelajaran, termasuk apa yang
untuk memberikan rangsangan kepada
diucapkan, ditulis, dan digambarkan oleh peserta didik agar menimbulkan rasa ingin
guru. Proses-proses kognitif dalam kategori tahu peserta didik, sehingga peserta didik
ini meliputi menafsirkan (menerjemahkan),
lebih termotivasi untuk mencari informasi
mencontohkan, mengklasifikasikan sebagai pemecahan masalah tersebut.
(mengelompokkan), merangkum,
Proses pencarian informasi dalam rangka
menyimpulkan, membandingkan, dan memecahkan masalah inilah yang akan
menjelaskan. 3) Mengaplikasikan (C3), membantu peserta didik dalam membangun
menerapkan suatu prosedur dalam keadaan pengetahuannya sekaligus
tertentu. Proses-proses kognitif dalam mengembangkan kemampuan berpikir
kategori ini meliputi mengeksekusi kritis peserta didik. Sejalan dengan
(melaksanakan) dan mengimplementasikan pendapat Redjeki (2014) menyebutkan
(menggunakan). 4) Menganalisis (C4), bahwa, Problem Based Learning adalah
memecah-mecah materi menjadi bagian
pengembangan kurikulum dan sistem
penyusun dan menentukan hubungan antar
penyampaian pelajaran yang sadar akan
bagian dan keseluruhan 12 struktur atau kebutuhan untuk mengembangkan
tujuan. Proses-proses kognitif dalam keterampilan pemecahan masalah dan juga
kategori ini meliputi membedakan, membantu peserta didik mendapatkan
mengorganisasi, dan mengatribusikan pengetahuan serta keterampilan yang
(menentukan sudut pandang). 5) diperlukan.
Mengevaluasi (C5), mengambil keputusan
berdasarkan kriteria atau standar yang telah
METODOLOGI PENELITIAN
ditentukan. Kriteria yang paling sering
digunakan adalah kualitas, efektivitas, Penelitian ini menggunakan
efisiensi, dan konsistensi. Sedangkan pendekatan kuantitatif. Sedangkan Metode
proses kognitif dalam kategori ini meliputi penelitian yang digunakan adalah Pre
memeriksa (menguji) dan mengkritik Experimental Design. Metode ini dipilih
(menilai). 6) Mencipta (C6), memadukan karena dalam penelitian ini dilakukan
bagian-bagian yang saling berhubungan pengambilan sampel secara tidak acak
untuk membentuk suatu produk baru yang (purposive sampling) sehingga masih
asli. Proses-proses kognitif dalam kategori terdapat faktor-faktor yang tidak dapat
ini meliputi merumuskan, merencanakan, dikontrol secara penuh. Menurut Campbell
dan memproduksi. Berdasarkan pendapat & Stanley, penelitian Pre Experimental

122 EduHumaniora: Vol. 10 No. 2, Juli 2018


adalah penelitian yang masih ada variabel model pembelajaran Problem Based
luar yang berpengaruh (dalam Ary, 2011, Learning adalah kurang dari 55% untuk
hlm 374). seluruh subjek penelitian, sehingga
Desain yang digunakan dalam termasuk ke dalam kategori kurang dan
penelitian ini adalah Pre-test and Post-test sangat kurang.
design (Creswell, 2008, hlm 314).
Penelitian ini dilakukan dilakukan untuk
43% Kurang
menguji suatu ide atau perilaku atau 57%
Sangat Kurang
prosedur untuk mengetahui pengaruhnya
dengan mengubah suatu kondisi dan
mengamati pengaruhnya terhadap hal lain. Gambar 1. Grafik Kemampuan Awal Berpikir
Kritis siswa
Menurut Arikunto (2008, hlm 85) desain
penelitian menggunakan satu kelas dengan Kemampuan berpikir kritis awal
pemberian tes awal (Pretest) sebelum peserta didik masih kurang untuk seluruh
pembelajaran dan tes akhir (Posttest) peserta didik yang dijadikan subjek
setelah pembelajaran dilaksanakan. penelitian dengan persentase kemampuan
Perbedaan antara hasil Pretest dan Posttest berpikir kritis yang merata atau hampir
diasumsikan sebagai efek dari treatment sama, tidak ada yang berbeda secara
atau eksperimen. signifikan. Hal tersebut dapat dikarenakan
Populasi dalam penelitian ini adalah masih kurangnya kegiatan pembelajaran
peserta didik kelas IV semester 2 tahun sebelumnya yang dapat mengasah
ajaran 2015-2016 di salah satu SD Negeri kemampuan berpikir peserta didik. Subjek
Cisomang 2 Kabupaten Bandung Barat. penelitian berasal dari kelas yang yang
Komplek SD Negeri Cisomang 2 memiliki memiliki latar kemampuan peserta didik
tiga rombongan belajar kelas IV. Jumlah yang cukup baik, cukup aktif dibandingkan
peserts didik di ketiga kelas memiliki dengan kelas lainnya, sehingga teknik
jumlah berbeda. sampling yang digunakan oleh peneliti
Teknik sampling yang digunakan termasuk purposive sampling. Akan tetapi,
pada penelitian ini menggunakan Purposive jika pembelajaran yang digunakan kurang
Sampling. Teknik adalah teknik penentuan mengasah kemampuan berpikir kritis, maka
sampel dengan pertimbangan tertentu kemampuan berpikir kritis peserta didik
sesuai dengan tujuan yang dikehendaki pun masih termasuk katerogi kurang.
(Sugiyono, 2011, hlm. 118-127), dimana Tes awal (pretest) dilakukan untuk
sampel yang dibutuhkan akan ditentukan mengetahui kemampuan awal berpikir
oleh peneliti sesuai dengan permasalahan kritis peserta didik. Setelah dilakukan
yang akan dikaji dengan disertai pretest, barulah dilakukan pembelajaran
pertimbangan alasan-alasan tertentu yaitu dengan menggunakan PBL. Setelah seluruh
melihat prestasi akademik pada mata kegiatan pembelajaran selesai, peserta
pelajaran IPA serta memiliki keaktifan didik diberikan soal posttest untuk
cukup baik dibandingkan dengan kelas mengetahui kemampuan akhir peserta didik
yang lainnya. atau kemampuan peserta didik setelah
diberikan perlakuan berupa pembelajaran
HASIL PENELITIAN DAN menggunakan PBL, selain itu juga untuk
PEMBAHASAN mengetahui adak tidaknya pengaruh dari
perlakuan yang diberikan, apakah
1. Kemampuan Berpikir Kritis
kemampuan peserta didik tetap atau
Peserta Didik
terdapat peningkatan dalam kemampuan
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, didapatkan persentase berpikir kritisnya. Adapun data hasil
posttest dari setiap peserta didik adalah
kemampuan berpikir kritis peserta didik
sebagai berikut:
sebelum pembelajaran menggunakan

Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 123
(Arikunto, 2010, hlm 367). Sehingga,
3% dalam penelitian ini digunakan pengujian
27%
Normalitas dengan menggunakan Saphiro-
70% Sangat Baik Wilk karena jumlah subjek penelitian
Baik kurang dari 50. Sementara untuk uji
Cukup
Homogenitas menggunakan Uji Varian.
Baik uji Normalitas maupun Homogenitas
dalam pengolahan data dilakukan dengan
Gambar 2. Grafik Kemampuan Akhir Berpikir
Kritis siswa
menggunakan software SPSS 18.
Berdasarkan hasil pengujian
Berdasarkan data hasil penilaian Normalitas dan Homogenitas data pretest
kemampuan berpikir kritis peserta didik maupun posttest didapatkan hasil bahwa
sebelum pembelajaran dan setelah data tersebut termasuk ke dalam distribusi
pembelajaran, kita dapat mengetahui normal dan merupakan data yang homogen,
peningkatan kemampuan berpikir kritis sehingga dapat dilakukan uji t-test untuk
peserta didik setelah pembelajaran mengetahui signifikansi antara hasil pretest
menggunakan model Problem Based dengan posttest. Nilai t yang dihasilkan
Learning. adalah sebesar 19,693 dengan signifikansi
Seluruh peserta didik mengalami 0,000 (<0,005).
peningkatan kemampuan berpikir kritis
setelah pembelajaran dengan menggunakan KESIMPULAN
Problem Based Learning. Sebanyak enam
orang peserta didik mengalami peningkatan Penelitian ini mencoba untuk
yang cukup signifikan, terbukti dengan mengkaji penggunaan Problem Based
nilai indeks gain yang tinggi, yaitu lebih Learning dalam meningkatkan kemampuan
dari 0,70, sementara yang lainnya, yaitu berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik
sebanyak 24 peserta didik mengalami sekolah dasar. Berdasarkan temuan dan
peningkatan dengan nilai indeks gain pembahasan hasil penelitian, dapat diambil
berkisar antara 0,30 sampai dengan 0,69 kesimpulan sebagai berikut:
yang termasuk kategori cukup. Nilai indeks 1. Aktivitas peserta didik dan guru dalam
gain dari peningkatan kemampuan berpikir proses pembelajaran IPA dengan
kritis seluruh peserta didik adalah 0,50, menggunakan model Problem Based
yang berarti terdapat peningkatan Learning telah sesuai dengan
kemampuan berpikir kritis peserta didik karakteristik khusus yang ada pada PBL.
setelah pembelajaran dengan menggunakan 2. Terdapat perbedaan rata-rata dalam
Problem Based Learning termasuk dalam kemampuan berpikir kritis antara hasil
kategori cukup. post test dengan hasil pre tes. Hasil pre
Data hasil pretest dan posttest test kemampuan berpikir kritis
dianalisis menggunakan software SPSS 18 mendapatkan skor rata-rata 14,733
dengan metode paired sample t-test (uji dengan nilai ujian rata-rata 39.
beda dua sampel berpasangan) untuk Sedangkan hasil post test kemampuan
membandingkan kemampuan berpikir berpikir kritis mendapatkan skor rata-
kritis awal siswa dengan kemampuan rata 26,37 dengan nilai ujian rata-rata 69.
berpikir kritis siswa setelah pembelajaran Ini menggambarkan bahwa terdapat
menggunakan Problem Based Learning peningkatan kemampuan berpikir kritis
apakah perbedaannya signifikan atau tidak. peserta didik sebelum mendapatkan
Dalam melakukan analisis data dengan pembelajaran dengan model problem
menggunakan t-test, diperlukan syarat yang based learning.
harus dipenuhi, yaitu data harus merupakan 3. Terdapat perbedaan rata-rata dalam hasil
data dengan distribusi normal dan homogen belajar antara hasil post test dengn hail
pre test. Hasil pre test hasil belajar

124 EduHumaniora: Vol. 10 No. 2, Juli 2018


mendapatkan skor rata-rata 16,74 Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian.
dengan nilai ujian rata-rata 4,1855. Suatu pendekatan praktik. Jakarta:
Sedangkan hasil post test hasil belajar PT. Rineka Cipta.
mendapatkan skor rata-rata 29,4 dengan Ary, Donald, Jacobs, L. C. & Razavieh, A.
nilai ujian rata-rata 7,350. Ini (2011). Pengantar penelitian dalam
menggambarkan bahwa terdapat pendidikan, Terjemahan Arief
peningkatan hasil belajar peserta didik Furchan. Yogyakarta: Pustaka
sebelum mendapatkan pembelajaran Pelajar.
dengan model Problem Based Learning.
Bilgin, I. (2009). The effect of problem
DAFTAR PUSTAKA based learning instruction on
Abidin, Y. (2014). Kemampuan menulis university student performanceof
dan berbicara akademik. Bandung: conceptual and quantitative
Rizqi Press problem gas concepts. Eurasia
Akinoglu, O., & Tandogen, O. (2007). The Journal of Mathematics, Science,
effect of problem based active and Thecnology Education. 5 (2).
learning in sience education on 153-164.
student academic achievment, BNSP. (2006). Panduan penyusunan
attitude and concept learning. kurikulum tingkat satuan
Eurasia Journal of Mathematics, pendidikan jenjang pendidikan
Science & Technology Education. 3 dasar dan menengah. Jakarta:
(1). 71-81. BNSP.
Akcay, B. (2009). Problem-Based Learning Bundu, P. (2006). Penilaian keterampilan
in Science Education. Journal of proses dan sikap ilmiah dalam
Turkish Science Education pembelajaran sains SD. Jakarta:
(TUSED), 6(1). Direktorat Jendral Pendidikan
Alghafri, S., Ali, & Nizam, H. (2014). The Tinggi.
effects of integrating creative and Campbell, D. T. & Stanley, J. C. (1966).
critical thinking on schools students Experimental and quasi
thinking. International Journal of experimental design for research.
Social Science and Humanity.Vol. Chicago: Rand Mcnally & Co.
4, No. 6. Chin, C. & Chia, L. (2005). problem based
Aly, A., & Eny, R. (2011). Ilmu dasar learning: using iii structured
alamiah. Jakarta: Bumi Aksara. problem in biology project work.
Anderson, I., & Krathwohl, D. (2010). Wiby Interscience. 1: 44-67.
Pembelajaran, pengajaran, dan Chin, C. & Chia, L. (2009). “Implementing
asesmen. Yogyakarta: Pustaka problem based learning in biology”.
Pelajar. Journal of Biological Educational.
Ardiyanti, F. dan Winarti. (2013). Pengaruh 38. (2). 69-75.
model pembelajaran berbasis Creswell, J. (2008). Educational research:
fenomena untuk meningkatkan planning, conducting, and
keterampilan berpikir kritis siswa evaluating quantitative and
sekolah dasar. Kaunia, Vol IX, No. qualitative research. 3rd edition.
2. Hal 27-33 New Jersey: Person Education Inc.
Arends. (2008). Learning to teach. Dahar, R. W. (2011). Teori-teori belajar &
Yogyakarta: Pustaka Belajar. pembelajaran. Jakarta: Erlangga
Arikunto, S. (2008). Penelitian tindakan Depdiknas. (2006). Kurikulum pendidikan
kelas. Jakarta: Bumi Aksara. dasar. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan
pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka.

Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 125
Drake, K. N. & Long, D. (2009). pendidikan guru kimia. Jurnal
“Rebecca’s in the dark: A Penelitian Pendidikan, Vol 2
comparative study of problem based no.2/Oktober 2002
learning and direct Pecore, L., J. (2013). Beyond belifes:
instruction/experiental learning in teachers adapting problem based
two 4th-grade classrooms”. Journal learning to preexisting system of
of Elementary Science Educational. practice. Interdiciplinary Journal of
21 (1): 1-6. Problem Learning. Vol 7, Issue 2.
Ennis, R. H. (2002). What is critical Presseisen, B. Z. (1985). Thinking skill
thingking?. [online]. Diakses dari: meaning and model. Alexandria:
http://www.criticalthingking.com./ ASDC
articles/critical-thingking-definition Redjeki, S. (2014). Model-model
Ennis, R. H. (2000). At outline of Goals for pembelajaran yang mendukung
a critical thingking curiculum and kurikulum 2013. Makalah:
its assesment. Online Universitas Kuningan.
http://criticalthingking.net Sahin. (2010). “An evaluation of teacher
Elaine, B. Johnson. (2002). Contextual perceptins of teaching social skills
teaching and learning. California: to fifth grade students within the
Corwin Press, inc scope of social studies lesson”.
Fatonah, S. dan Prasetyo, K. Z. (2014). International Journal of Progresive
Pembelajaran sains. Yogyakarta: Education. 6 (1), 28-45.
Penerbit Ombak. Sawatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA di
Hartati, R. Dan Sholihin, H. (2015). sekolah dasar. Jakarta: PT Indeks.
Meningkatkan kemampuan berpikir Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi
kritis siswa melalui implementasi pendidikan. Yogyakarta: UNY
model problem based learning pada Press.
pembelajaran ipa terpadu siswa Sumaji. (2009) Pendidikan Sains yang
smp. Prosiding Simposium Humanistis. Yogyakarta: Kanisius
Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sund & Trowbidge. (1973). Teaching
Sains 2015. Hal 505-508 science by inquiry in the secondary
Hillman, Wendy. (2003). Learning how to school. Columbus: Charles E.
learn: problem based learning. Merill Publishing Company.
Australian Journal of Teacher Sugiyono. (2010). Metode penelitian
Education. Vol. 2, Issue 2. pendidikan. Pendekatan
Kemendikbud. (2014). Lampiran III. Kuantitatif. Bandung: Alfabeta
peraturan menteri pendidikan dan Tamin, R., Suha. (2013). Definitions and
kebudayaan republik indonesia, uses: Case Study of teachers
nomor 57 tahun 2014 tentang implementing project based
kurikulum 2013 sekolah learning. Interdiciplinary Journal of
dasar/madrasah ibtidaiyah. Jakarta: Problem Based Learning. Vol. 7,
Kemendikbud Issue 2.
Koballa & Chiappetta. (2010) . Science Thompson, C. (2011). Critical thinking
instruction in the middle and across the curriculum: Process over
secondary schools: developing output. International Journal of
fundamental knowledge and skills. - Humanities and social science,
7th ed. America: Pearson 1(9), 1-7.
Education. Inc. Tosun, C. & Taskesenligil, Y. (2011). The
Liliasari. (2002). Pengembangan effect of problem based learning on
keterampilan berpikir kritis dan student motivation towards
kretaif untuk meningkatkan mutu chemistry classes and on learning

126 EduHumaniora: Vol. 10 No. 2, Juli 2018


strategies. Journal of Turkish
Science Education. 9:1, 126-131.
Trianto. (2009). Model pembelajaran
terpadu (konsep strategi dan
implementasinya dalam kurikulum
tingkat satuan pendidikan).
Bandung: Bumi Aksara.
Vasconselos, C. (2011). Teaching
environmental education trough
pbl: evaluation of a teaching
intervention program. Journal
Research of Science Educational. h.
219-232
Walker, A., & Leary, H. (2009). A problem
based learning meta analysis:
Differences across problem types,
implementation types, disciplines,
and assessment
levels. Interdisciplinary Journal of
Problem-based Learning, 3(1), 6.

Widdy Sukma Nugraha: Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Penguasaan Konsep Ipa Siswa SD 127

Anda mungkin juga menyukai