Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan
upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Peningkatan upaya kesehatan perorangan di rumah sakit secara terus menerus
ditingkatkan sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan teknologi
kedokteran. Pengembangan pelayanan kesehatan I rumah sakit juga diarahkan guna
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien serta efisiensi biaya dan kemudahan akses segenap
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan ksehaan.
Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan mempunyai fungsi rujukan harus
dapat memberikan pelayanan secara maksimal, terutama di pelayanan khusus. Di RSUD
Kabupaten Kepulauan Meranti pelayanan di Instalasi Khusus meliputi Pelayanan di ruang ICU,
HCU, Kamar Operasi dan Perinatologi
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang
lingkup pelayanan meliputi dukungan funsiorgan-organ vital seperti pernfasan, cardiosirkulasi,
susunan saraf pusat, ginjal, dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa ataupun pasien anak.
Pengembangan tim multidiplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan
keselamatan pasien. Selain dukungan itu sarana, prasarana serta peralatan juga diperlukan
dalam rangka meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenaga
khusus, terbatasnya sarana dan prasarana, serta mahalnya peralatan, maka demi efisiensi,
keberadaan ICU perlu dikonsentrasikan.
Disamping pelayanan ICU, pelayanan HCU di rumah sakit perlu ditingkatkan secara
berkesinambungan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pengobatan, perawaan dan
observasi secara ketat yag semakin meningkat sebagai aibat penyakit menular maupun tidak
menular.
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan
yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.
Kesalahan-kesalahan selama operasi, antara lain kesalahan insisi pada posisi yang akan
dilakukan operasi, kesalahan dalam pemberian label pada spesimen patologi, kesalahan tranfusi
dan obat-obatan, sehingga pasien sangat rentan terhadap bahaya yang disebabkan oleh
1
kesalahan-kesalahan tersebut saat menjalani operasi. Standarisasi Prosedur Pembedahan yang
aman dapat mencegah terjadinya cidera dan kesalahan dalam prosedur pembedahan.
Perinatologi merupakan salah satu bagian pelayanan kesehatan yang harus bisa
memberikan tindakan medis yang aman, efektif dengan memberdayakan Sumber Daya Manusia
yang kompeten dan profesional dalam menggunakan peralatan, obat-obatan yang sesuai dengan
standar therapy di Indonesia.
Pedoman Instalasi Khusus ini disusun sebagai pedoman bagi rumah sakit dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti yang berkualitas
dan mengedepankan keselamatan pasien di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di Instalasi Khusus Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti.
2. Tujuan Khusus
a. Memiliki standar ketenagaan, kebutuhan dan kualifikasi sumber daya manusia di ruang
ICU, HCU, Kamar Operasi dan Perinatologi
b. Memiliki standar mutu pelayanan dan keselamatan pasien, pemantauan dan pelaporan
di Instalasi Khusus
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang mencakup di Instalasi Khusus antara lain :
1. Ruang ICU (Intensive Care Unit)
2. Ruang HCU (High Care Unit)
3. Kamar Operasi (OK)
4. Perinatologi
2
BAB II
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI KHUSUS
3
PEDOMAN PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang termasuk ke
dalam ruang lingkup instalasi rawat khusus dengan staff yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang ditujukan untuk observasi, cedera, atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan
sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staff medik, perawat yang berpengalaman dalam mengelola
kedaaan-kedaan tersebut.
Kematian pasien yng mengalamipembedahan terbanyak timbul pada saat pasca
bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale megusulkan anetesi sampai ke masa
pasaca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo clinic membuat suatu ruangan khusus dimana
pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi vitalnya,
serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi.
Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal dipandang perlunya untuk
melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca
bedah. Evolusi dari ICU bermula dari timbulnya wabah poliomekytis di Scandinavia pada
sekitar awal tahun 1950, dijumpai kematian yang disebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan.
Dokter spesialis antologi yang di pelopori oleh Bjorn Ibsen pada waktu itu, melakukan intubasu
dan memberikan bantuan nafas secara manual miripyang dilakukan selama anestesi.
Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka
mempertahankan pasien piloimelytis bulbar dan bahkan menurunkan mortalitas menjadi
sebanyak 40 %, dibaandingdengan cara sebelumnya yakni penggunaan iron lung yang
mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1952 Engstrom membuat ventilasi mekanik bertekanan
positif yang ternyata sangan efektif member pernafasan jangka panjang. Sejak itulah ICU
dengan perawatan pernafasan mulai terbentuk dan tersebar luas.
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang
lingkup pelayanan meliputi dukungan funsiorgan-organ vital seperti pernfasan, cardiosirkulasi,
susunan saraf pusat, ginjal, dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa ataupun pasien anak.
Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan mempunyai fungsi rujukan harus
dapat memberikan pelayanan ICU yang professional dan berkualitas. Dengan mengedepankan
keselamatan pasien. Di ICU, perawatan untuk pasien dilaksanakan dengan melibatkan berbagai
tenaga professional yang terdiri dari multidisiplin ilmu yang bekerja sama dengan tim .
4
Pengembangan tim multidiplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan keselamatan
pasien. Selain dukungan itu sarana, prasarana serta peralatan juga diperlukan dalam rangka
meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenaga khusus,
terbatasnya sarana dan prasarana, serta mahalnya peralatan, maka demi efisiensi, keberadaan
ICU perlu dikonsentrasikan.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Meningkatkan peayanan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien.
2. Tujuan Khusus
a) Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan ICU dirumah sakit.
b) Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien ICU dirumah sakit
c) Menjadi acuan pengembangan pelayanan ICU dirumah sakit.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik prnyakit penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa
hari;
2) memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar
3) Pemantauan fungsi vital tubuh
4) Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat tergantung
pada alat mesin.
5) Pelayanan HCU bila kondisi ruang HCU penuh.
6) Pelayanan ruang isolasi dengan kasus infeksius untuk pasien kondisi kirtis stabil
yang membutuhkan observasi secara ketat.
D. Batasan Operasional
Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan RS dan Standar
Prosedur Operasional
Pelayanan ICU
Pelayanan ICU meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernafasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnyabaik pada pasien dewasa
maupun pasien anak.
Pelayanan HCU
Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang membutuhkan
pelayanan, pengobatan dan observasi secara ketat.
E. Landasan Hukum
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan pedoman ini adalah sebaga iberikut :
1. KMK No. 129//MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal RS
5
2. PMK No. 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran
3. Kepmenkes RI No 004/Menkes/SK/2003 Tentang Kebijakan Dan Strategi Desentralisasi
Bidang Kesehatan.
4. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
5. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN.
7
d. Gangguan atau gagal ginjal akut
e. Gangguan endokrin dan/ atau metabplic akut yang mengancam
nyawa
f. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi
2. Menajemen Unit.
Dokter intensivis berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas menajemen
unit yang diperlukan untuk memberikan pelayanan-pelayanan ICU yang
efesien, tepat waktu dan konsisten. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi
antara lain ;
a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit
c) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang
berkelanjutan termasuk supervise koleksi data
d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin
kelancaran pelayanan di ICU
e) Mempertahanakan pendidikan berkelanjutan tentang critical care
medicine,
f) Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literature
kedokteran
g) Berpartisipasi dalam program-program pendidikan dokter berkelanjutn
h) Menguasai standar-standar untuk unit critical care. Ada dan bersedia
untuk berpartisipasi pada perbaikan kualitas interdisipliner.
C. Tenaga Keperawatan.
ICU harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih. (diganti)
menjadi : jumlah perawat di ICU di tentukan berdasarakan jumlah tempet tidur dan
ketersediaan ventilasi mekanisk. Perbandingan perawat : Pasien 1: 1, sedangkan
perbandingan perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1 : 2.
D. Distribusi Ketenagaan
NAMA KUALIFIKASI FUNGSI JUMLAH
JABATAN FORMAL DAN SDM
INFORMAL
Ka. Instalasi ICU Spesialis Managerial 1
anastesiologi
pelatihan ACLS dan
BLS
8
Profesi dan D3 keperawatan dan
Keperawatan bertanggung jawab
Pelatihan BTCLS terhadap kelancaran tugas
salam shift
Perawat S1 Keperawatan Melakukan tindakan- 8
Pelaksana Profesi dan D3 tindakan keperawatan
Keperawatan sesuai SPO
Pelatihan BTCLS dan
bantuan hidup
dasar dan bantuan
hidup lanjut
E. Pengaturan Jaga
Jam dinas :
1. Dinas Pagi : 07.00-14.00 wib
2. Dinas Siang : 14.00-21.00 wib
3. Dinas Malam : 21.00-07.30 wib
4. Dokter spesialis Anestesiologi siap 24 jam menangani kasus kegawatan ICU
5. Dokter spesialis konsulen siap 24 jam menangani kasus kegawatan ICU
6. Tenaga perawat siap 24 jam melayani kasus ICU (terjadwal)
2). Dokter spesialis konsulen harus bias dihubungi sewaktu-waktu jika diperlukan.
3).Jika salah satu dokter konsulen berhalangan hadir maka wajib memberitahu 1 hari
sebelumnya dan kemudian dialihkan ke dokter konsulen lainnya dalam disiplin ilmu
yang sama.
b. Dokter Jaga
Pengaturan jadwal dokter jaga ruangan sesuai dengan jadwal jaga dokter IGD.
9
d. Jika ada keperluan penting pada hari tertentu (direncanakan), maka perawat tersebut
dapat mengajukan permintaan izin kepada pj. ruangan.
e. Setiap tugas jaga /shif harus ada perawat penanggung jawab shif (Incharge) dengan
syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun.
f. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terjadwal), maka perawat bersangkutan harus
memberikan informasi PJ. Ruangan ICU minimal 1 hari sebelumnya, agar penanggung
jawab ruangan dapat mengatur kembali jadwal pelayanan sehingga pelayanan tidak
terganggu
g. Apabila ada tenaga perawat tidak dapat jaga sesuai jaga yang telah ditetapkan (tidak
terencana) karena sakit / kemalangan dan sebagainya maka perawat tersebut harus
memberikan informasi kepada PJ. ruangan ICU minimal 4 jam sebelum jam dinas
dimulai, hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu untuk mencari perawat
pengganti saat itu.
BAB III
STANDAR FASILITAS
10
A. Denah (Terlampir)
Keterangan ruang :
:pintu masuk
: Bed Pasien
: Meja Perawat
: Tempat sampah
: Lemari kaca
11
: Troly emergency
: Oksigen Sentral
: Suction
: Kursi
: Troly tindakan
: Tirai pembatas
: Kamar mandi
B. Standar Fasilitas
12
Standar Fasilitas Peralatan ICU
Ruangan HCU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki
4 kapasitas tempat tidur. Ada pun fasilitas ruangan HCU adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas Medis
No Jenis Kelengkapan Standar ICU primer Jumlah yang dimiliki
1 Ventalasi Mekanik Sederhana 5
2 Alat hisap/ Suction ada 5
3 Monitor ada 4
4 Syiringe Pump ada 5
5 Infus Pump ada 5
6 Balanket Warm ada 2
7 Bed Decubitus ada 3
8 Occu Venit ada 1
9 Defibrilator ada 1
10 EKG ada 1
11. Nebulizer ada 2
12. Blood Warmer ada 2
Pressure Infusion
13. ada 2
Cuff
14. Suction Mobile ada 3
15. Tensimeter Mobile ada 1
16. Oxymetri dewasa ada 1
17. Film fiever ada 1
3. Alat-alat Kesehatan
Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Laringoskop 1 1
2. Ambu Bag dewasa 2 2
3. Regulator oksigen sentral 5 √
4. Temperature air raksa 1 √
5. Troly emergency 1 √
6. Matras decubitus 3 √
13
7. Stetoskop litmant 1 √
8. Stetoskop merk Erka 1 √
9. Tourniquet 1 √
10
Tromol sedang 1 √
.
11
Standart infuse mobile 5 √
.
12
Pen Light 1 1
.
13
Trolly tindakan 2 √
.
14
Bak instrument sedang 1 √
.
15
Bak instrument kecil 1 √
.
16
Gunting jaringan 1 √
.
17
Gunting perban 1 √
.
18
Nald holder 1 √
.
19
Pinset anatomis 1 √
.
20
Pinset crugis 1 √
.
21
Arteri klem 1 √
.
Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Bed Pasien 5 √
2. Lemari kabinet pasien 5 √
3. Meja makan pasien 5 √
4. Telepon ruangan 1 √
5. Lemari linen 1 √
6. Lemari alkes 1 √
7. Lemari obat 1
8. Nurse station 2 √
9. Kursi 6 √ 1
11. Spill kit 1 √
12. Box sample darah 1 √
13 Box Obat 4 v
14 Box CSSD 1 v
15. Matras pasien 4 √
16. Ember besar 1 √
17 Tempat linen kotor 2 √
18. Jam dinding 1 √
19. Tong sampah 2 √
20. Locker perawat 1 √
21. Baki besar 2 √
14
5. Alat tenun
N Keadaan barang
Jenis Barang Jumlah
o Baik Rusak
1 Sprei 12 √ 2
2 Sarung bantal 14 √ 1
3 Selimut 5 √ 1
4 Bantal 5 √
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
15
A. Alur Pelayanan ICU
Pasien Gawat
Tidak
Ya
Pindah/Meninggal
16
PRIORITAS I
Pasien sakit kritis, kondisi tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan monitoring yang
tidak bisa dilakukan diruang rawat inap yang lain
Pasien yang memerlukan bantuan ventilator, obat vasoactive continue, terapi tidak
ARDS, Syok, hemodinamik tidak stabil
PRIORITAS 2
Pasien yang memerlukan monitoring ketat da berpotensi melakukan
Chronic comormid disease eksaserbasi akut yang berat secara medis atau bedah
PRIORITAS 3
Pasien kritis kronik yang cenderung masuktahap recovery, menjalani terapi untuk kasus
akutnya tetapi tidak memerlukan intubasi atau resusitasi jantung paru
Keganasan dengan metastase komplikasi dengan infeksi, tamponade jantung atau obstruksi
jalan nafas
PRIOROTAS 4
Pasien yang secara umum tidak perlu masuk ke ICU
Tidak banyak keuntungannya dirawat di ICU misal : bedah vaskuler perifer, hemodinamik
stabil pada ketoasidosis diabetikum, gagal jantung ringan.
Pasien stase terminal dan irreversible misal : pada keganasan dengan metastase disertai organ
failure.
2. Pulmonary System
Acute respiratory failure ventilator support
Pulmonary emboli dengan hemodynamic tidak stabil
Massive hemoptysis
Respiratory failure with imminent intubation
17
3. Penyakit Neurologic
Stroke akut dengan perubahan mental
Coma metabolic, toxic or antoxic
Perdarahan Intracranial dengan berpotensi untuk potensi herniasi
Perdarahan subarachnoid akut
Meningitis dengan perubahan mental atau kesulitan bernafas
Gangguan syaraf pusat ataupenyakit neuromuscular dengan memburuknya fungsi
paru
Status epilepticus
Mati batang otak atau potensi mati batang otak
Cedera kepala berat
4. Penyakit Gastroentestinal
Ancaman nyawa perdarahan gastrointestinal
Penyakit liver
Pancreatitis berat
Ensophageal perforation
5. Endocrine
Ketoasidosis diabestik dengan komplikasi hemodinamik tidak stabil, perubahan
mental, gagal nafas, atau acidosis berat
Thyroid storm. Mix oedem dengan hemodynamic tidak stabil
Coma hyperosmolar state
Hypo atau hipernatremia dengan kejang
Hypo atau hiperkalemia dengan dysrhytmia atau kelemahan otot
Hypo atau hipermagnesemia dengan hemodynamic compromise atau dysrhitmia
Hipoposphatemia dengan kelemahan otot
6. Surgical
Post operative patients permintaan ICU hemodynamic
Monitoring/ventilator support atau pengawasan
7. Lain- lain
Septic shock dengan hemodynamic tidak stabil
Hemodinamic monitoring
C. Kriteria Keluar
18
Priorotas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala
instalasi khusus ICU dan tim yang merawat pasien.
Bila status fisik pasien sudah stabil dan tidak perlu monitoring ketat lebih lama
Bila status fisik telah menurun jauh tetapi tidak ada rencana intervensi aktif.
19
organ khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan
nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien.
Pelaporan pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya,
sistem skor prognosis, penggunaaan alat bantu (ventilasi mekanis, hemodialisis, dan
sebagainya), lama rawat dan keluaran (hidup atau meninggal) dari ICU.
20
BAB V
LOGISTIK
Barang-barang yang diperlukan antara lain alat tulis kantor (ATK), bahan inventaris yang
diperuntukkan ke ruangan ICU,formulir asuhan keperawatan serta formulir ruangan ICU. Untuk
mendapatkan formulir dan seluruh alat tulis serta peralatan yang dibutuhkan ruangan ICU,
sebelumnya telah diajukan dalam anggaran belanja rumah sakit, dengan ketentuan.
1. Mengajukan permintaan dengan diketahui pj. ruangan ICU dan kemudian persetujuan
dari bagian tata usaha (kasubag umum ) yang di rekap pertahun.
2. Mengajukan permintaan barang dengan mengisi formulir permintaan barang ke
bagian logistik (perlengkapan).
3. Barang yang sudah diamprah kemudian diambil dan dibawa ke ruangan ICU untuk
dipergunakan sesuai kebutuhan.
21
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Defenisi
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.
B. Tujuan
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD)
Terlaksana program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian
Tidak Dnginkan
C. Standar Patient Safety
Standar keselamatan pasien (Patient safety) untuk pelayanan ICU adalah :
1. Ketepatan
Target 100%. Label identitas tidak tepat apabila : Tidak terpasang, salah pasang,
salah penulisan nama, salah penulisangelar (Tn/Ny/An), salah jenis kelamin
Target 100 %. Terpasang gelang identitas pasien rawat inap : Pasien yang masuk
ke rawat inap terpasanggelang identitas
2. Komunikasi SBAR
Target 100% konsul ke dokter via telepon menggunakan metode SBAR
3. Medikasi
Ketepatan pemberian : Target 100% yang dimaksud tidak tepat apabila : salah
obat, salh dosis, salah jenis, salah rute pemberian, salah identitas pada etiket,
salah pasien
Ketepatan transfuse : Target 100%. Yang dimaksud tidak tepat apabila : salah
idntitas pada permintaan, salah tulis jenis produk darah, salah pasien.
4. Pasien jatuh : Target 100%. Tidak ada kejadian pasien jatuh di ICU
22
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat kerja/aktivitas
karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cidera
yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.
B. Tujuan
a.Terciptanya budaya keselamatan kerja di RS
b. Mencegah dan mengurangi
c.Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan peoses
d. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah
C. Tata Laksana Keselamatan Karyawan
Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi,
yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien di ICU dapat menularkan
2. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot/alas kaki
tertutup, celemek,masker,dll) terutama bila terdapat kontak dengan spesimen
pasien : yaitu urine, darah, muntah, secret.
3. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien, sesuai prosedur yang
ada, misalnya : memasang kateter, menyuntik, menjahit luka, memasang infus, dll
4. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah menangani
5. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius
6. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu :
a. Dekontaminasi dengan larutan klorin
b. Pencucian dengan sabun
c. Pengeringan
7. Menggunakan baju kerja
8. Melakukan upaya-upaya medis yang tepat dalam menangani kasus infeksius seperti:
HIV/AIDS (sesuai prinsip pencegahan infeksi), TBC, dll
23
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
BAB VIII
PENUTUP
24
Pedoman pelayanan ICU dirumah sakit ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
seluruh petugas pemberi layanan yang menyelenggarakan pelayanan pada pasien ICU.
Berdasarkan klarifikasi sumber daya, sarana, prasarana dan peralatan pelayanan ICU
dirumah sakit dapat dikategorikan sebagai ICU primer.
Oleh karena itu, rumah sakit diharapkan akan terus mengembangkan pelayanan
sesuai dengan ketentuan pedoman standar ICU sesuai dengan situasi dan kondisi yang
kondusif bagi setiap program pengembangan layanan ICU dirumah sakit.
Sedangkan untuk kelancaran setiap pelaksanaan pelayanan ICU perlu adanya
penjabaran dari pedoman pelayanan dengan penyusunan prosedur tetap diunit layanan ICU
sehingga hambatan dalam menjalankan pelaksanaan pelayanan bisa diminimalkan.
25
PEDOMAN PELAYANANHIGH CARE UNIT (HCU)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
26
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam undang –
undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang diwujudkan dengan upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya. Peningkatan Upaya Kesehatan
(UPK) di Rumah Sakit secara terus menerus ditingkatkan sejalan dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Pengembangan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit juga diarahkan guna meningkatkan mutu dan keselamatan pasien
serta efisiensi biaya dan kemudahan akses segenap masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Pelayanan Intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu
untuk dikembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan asuahan bagi pasien dengan
penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan asuhan pada pasien yang memerlukan
observasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang dapat diberikan diruangan perawatan
biasa memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien dengan potensial atau adanya kerusakan
organ umumnya paru mengurangi kesakitan dan kematian yang sapat dihindari pada pasien-
pasien dengan penyakit kritis.
Pelayanan High Care Unit (HCU) di Rumah sakit perlu ditingkatkan secara
berkesinambungan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pengobatan, perawatan
dan pemantauan secara ketat. HCU merupakan ruang perawatan dengan tingkat resiko
kematian yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat tepat sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang ditunjang
data yang mnerupakan hasil observasi dan monitoring yang kontinu oleh perawat.
Pelayanan High Care Unit (HCU) adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
dalam kondisi kritis diruangan perawatan intensif, dilaksanakan secara terintegritas oleh tim
yang terlatih dan berpengalaman dibidang critical care dan ditunjang oleh peralatan yang
tidak ditemukan diruang perawatan biasa.
Pedoman pelayanan ini sebagai acuan bagi Rumah Sakit dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan HCU yang berkualitas dan mengedepankan keselamatan pasien
di Rumah Sakit serta dalam penyusunan standar prosedur operasional pelayanan High Care
Unit (HCU) di rumah sakit.
B.Tujuan Pedoman .
1. Tujuan Umum
Meningkatkatkan mutu Pelayanan dan keselamatan pasien yang dirawat diruangan
HCU di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti.
27
2. Tujuan Khusus
a. Memiki standar ruangan yang meliputi Struktur, design, sarana dan prasrana
ruangan HCU
b. Memiliki standar ketenagaan, kebutuhan dan kualifikasi sumber daya manusia di
ruangan HCU.
c. Memilik standar mutu pelayanan, pemantauan dan pelaporan
d. Memiliki standar sistem meliputi kebijakan / SOP dan lain-lain.
C. Ruang Lingkup
Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang
membutuhkan pelayanan, pengobatan dan pemantauan secara ketat tanpa penggunaan alat
bantu (Ventilator) dan terapi Titrasi.
D. Batasan Operasional
1. High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi
stabil dan fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran, namun masih memerlukan
pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Tujuannya adalah agar bias
diketahui secara dini perubahan-perubahan yang membahayakan, sehingga bisa dengan
segera dipindahkan ke ICU untuk dikelola lebih baik.
2. Pasien yang dimaksud pada poin (a) tersebut adalah pasien yang memerlukan tingkat
pelayanan yang berbeda di antara ICU dan ruang rawat inap biasa ( artinya tidak perlu
perawatan ICU namun belum dapat dirawat di ruang rawat biasa karena masih
memerlukan pemantauan ketat ).
3. Waktu penyelenggaraan pelayanan HCU berlangsung 24 jam sehari selama 7 hari
perminggu.
4. Ada 3 ( tiga ) jenis type HCU, yaitu :
a. Separated/ conventional/ freestanding HCU adalah HCU yang berdiri sendiri
( independent), terpisah dari ICU
b. Integrated HCU adalah HCU yang menjadi satu dengan ICU
c. Pararel HCU adalah HCU yang terletak berdekatan ( bersebelahan) dengan ICU.
HCU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Termasuk Dalam
Tipe Parel yaitu ruangan HCU terletak berdekatan (bersebelahan) dengan ruangan
ICU.
E. Landasan Hukum
28
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
5. Keputusan Menteri kesehatan nomor 512/kemenkes/Per/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri kesehatan nomor 1333/kemenkes/SK/IV/2007 tentang Izin Praktik
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
7. Keputusan Menteri kesehatan nomor 834/kemenkes/SK/VII/2010 tentang pedoman
penyelenggaraan pelayanan High Care Unit (HCU) di rumah sakit.
BAB II
STANDART KETENAGAAN
29
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Pelayanan HCU dilakukan oleh Tim terdiri dari Dokter Spesialis dan Dokter jaga serta
dibantu oleh Perawat. Tim pelayanan HCU tersebut telah mendapatkan pelatihan dasar HCU
yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi. Adapun usunan Tim Pelayanan HCU adalah
sebagai berikut:
Jumlah dokter spesialis, dokter dan perawat disesuaikan dengan jam kerja pelayanan HCU 24
jam, beban kerja dan kompleksitas kasus pasien yang membutuhkan pelayanan HCU.
SDM pelayanan HCU diharuskan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan secara
berkelanjutan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
B. Distribusi Ketenagaan
Kepala instalasi : dr. Devi Ariani, Sp. An
3. Lidiawati, AMK
4. Nurlimasari, AMK
5. Depiana, AMK
6. Hidayu, AMK
7. Azman, AMK
30
8. Atmawaty, AMK
C. Pengaturan Jaga
2). Dokter spesialis konsulen harus bias dihubungi sewaktu-waktu jika diperlukan.
3).Jika salah satu dokter konsulen berhalangan hadir maka wajib memberitahu 1 hari
sebelumnya dan kemudian dialihkan ke dokter konsulen lainnya dalam disiplin ilmu
yang sama.
b. Dokter Jaga
Pengaturan jadwal dokter jaga ruangan sesuai dengan jadwal jaga dokter IGD.
4. Pengaturan Jaga Tenaga Keperawatan.
a. Pengaturan jadwal dinas ruangan HCU dibuat dan dipertanggung jawabkan oleh
Kepala Ruangan HCU dan disetujui oleh Kepala Instalasi Rawat Khusus dan Kasi
Pelayanan Medik
b. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, sore malam dan libur.
c. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu sebulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana HCU setiap satu bulan.
d. Jika ada keperluan penting pada hari tertentu (direncanakan), maka perawat tersebut
dapat mengajukan permintaan izin kepada kepala ruangan.
e. Permintaan akan disesuaikan dengannkebutuhan tenaga yanga ada ( apabila tenaga
cukup dan tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui)
f. Setiap tugas jaga /shif harus ada perawat penanggung jawab shif (Incharge) dengan
syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun.
31
g. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat bersangkutan harus
memberikan informasi kepada Kepala Ruangan HCU minimal 1 hari sebelumnya, agar
penanggung jawab ruangan dapat mengatur personil yang jaga saat itu.
h. Apabila ada tenaga perawat tidak dapat jaga sesuai jaga yang telah ditetapkan ( tidak
terencana) karena sakit / anak sakit dan sebagainya maka perawat tersebut harus
memberikan informasi kepada Kepala Ruangan HCU minimal 4 jam sebelum jam
dinas dimulai, hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu untuk mencari perawat
pengganti saat itu.
BAB III
STANDAR FASILITAS
32
A. Denah Ruangan
Ruangan HCU terletak pada lokasi yang nyaman, tenang dan aman, berada dekat dengan
ruangan ICU dan kamar operasi. Ketentuan bangunan Ruangan Hcu adalah sebagai berikut :
a. Area Pasien
1. Luas ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Luas daerah untuk satu tempat tidur disesuaikan dengan kondisi ruangan.
3. Memiliki sumber oksigen (sentral / tabung).
4. Ditempatkan ada alat pemadam kebakaran ( APAR).
5. Memiliki sumber air yang baik.
6. Memilik alat pendingin ruangan (AC).
7. Memiliki akses komunikasi yang memadai.
8. Pencahayaan cukup.
9. Ruangan tertutup memiliki 4 tempat tidur
10. Peralatan medis tersedia dan mudah dicapai.
b. Area Kerja
1. Ruang yang cukup untuk menjaga kontak visual perawat dengan pasien.
2. Ruang yang cukup untuk memonitor pasien , peralatan resusitasi, penyimpanan obat dan
alat.
3. Ruang cukup untuk menyimpan monitor, infuse pump, syringe pump, troly emergenci
suction, standar infuse dan tempat penyimpanan linen.
33
Keterangan ruang :
:pintu masuk
: Bed Pasien
: Meja Perawat
: Tempat sampah
: Lemari kaca
: Troly emergency
34
: Oksigen Sentral
: Suction
: Kursi
: Troly tindakan
: Tirai pembatas
: Kamar mandi
: Tensimeter mobile
B. Standar Fasilitas
Ruangan HCU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki 4
kapasitas tempat tidur. Ada pun fasilitas ruangan HCU adalah sebagai berikut :
2. Fasilitas
Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Bed pasien 4 √
2. Lemari Pasien 4 √
3. AC 2 √
4. Meja pasien 4 √
3. Alat Medis
Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Monitor 4 √
2. Monitor portable 1 √
3. Srynge pump 4 √
35
4. Infuse pump 4 √
5. Defibrillator 1 √
6. EKG 1 √
7. Nebulizer 1 √
8. Blood Warmer 2 √
9. Pressure Infusion Cuff 2 √
10. Suction Mobile 1 √
11. Tensimeter Mobile 1 √
12. Oxymetri dewasa 1 √
13. Film fiever 1 √
3. Alat-alat Kesehatan
Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Laringoskop 1 √
2. Ambu Bag dewasa 2 2
3. Regulator oksigen sentral 4 √
4. Temperature digital 1 √
5. Troly emergency 1 √
6. Matras decubitus 3 √
7. Stetoskop litmant 1 √
8. Stetoskop merk Erka 1 √
9. Tourniquet 1 √
10
Tromol sedang 1 √
.
11
Standart infuse mobile 4 √
.
12
Pen Light 1 1
.
13
Trolly tindakan 2 √
.
14
Bak instrument sedang 1 √
.
15
Bak instrument kecil 1 √
.
16
Gunting jaringan 1 √
.
17
Gunting perban 1 √
.
18 4. Alat-alat Non
Nald holder 1 √
. Kesehatan.
19
Pinset anatomis 1 √ Keadaan barang
. No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
20
1.Pinset
Bed Pasien
crugis 1 4 √ √
. 2. Lemari kabinet pasien 4 √
21 3. Meja makan pasien 4 √
. 4.Arteri klem ruangan
Telepon 1 1 √ √
5. Lemari linen 1 √
6. Lemari alkes 1 √
7. Nurse station 2 √
36
8. Apar 1 √
9. Kursi 4 √
10
Mosquito killer lamp 2 √
.
11
Box obat pasien 6 √
.
12
Spill kit 1 √
.
13
Box sample darah 1 √
.
14
Matras pasien 4 √
.
15
Ember besar 1 √
.
16
Tempat linen kotor 2 √
.
17
Jam dinding 1 √
.
18
Tong sampah 3 √
.
19
Locker perawat 1 √
.
20
Baki besar 2 √
.
5. Alat tenun
N Keadaan barang
Jenis Barang Jumlah
o Baik Rusak
1 Sprei 8 √
2 Sarung bantal 8 √
3 Selimut 4 √
4 Bantal 4 √
37
BAB IV
A. Pelayanan HCU
Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang dilaksanakan melalui pendekatan Tim
multidisiplin yang terdiri dari Dokter Spesialis dan Dokter serta dibantu oleh Perawat yang
bekerja secara interdisiplin dengan focus pelayanan pengutamaan pada pasien yang
membutuhkan pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat sesuai dengan standar prosedur
operasional yang berlaku di Rumah Sakit.
pelayanan HCU meliputi pemantauan pasien secara ketat, menganalisa hasil pemantauan dan
melakukan tindakan medik dan asuhan keperawatan yang diperlukan.
1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi pernafasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal 4 (empat ) jam atau
disesuaikan dengan keadaan fisik
3. Oksigenasi dengan meggunakan oksimeter secara terus – menerus
4. Keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal 8 ( delapan ) jam atau
disuaikan dengan keadaan pasien
38
6. Evaluasi seluruh tindakan dan pengobatan yang telah di berikan
Pasien Gawat
Tidak
Ya
Pulang/Meninggal
1. Indikasi Masuk
a. Pasien dengan gagal organ tunggal yang berpotensi mempunyai resiko tinggi
untuk terjadi komplikasi dan tidak merlukan monitor dan alat bantu invasive.
b. Pasien yang memerlukan perawatan dan pengawasan perioperatif.
c. Pasien dengan frekuensi pernafasan > 32x/menit atau 10x/menit, wheezing.
d. Nadi teraba dengan frekuensi nadi 120-150x/menit.
e. Pasien dengan tekanan darah sistolik >160 MmHg atau tekanan darah diastole
>100 MmHg.
39
f. Pasien dengan penurunan kesadaran.
2. Indikasi keluar
a. Pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang ketat.
b. Pasien yang tidak ada penuruna kesadaran dan tingkat TIK, GCS 15 kesadaran
composmentis, TD ; <140/80 MmHg, Nadi 80x/menit.
c. Pasien yang sudah stabil respirasi dengan oksigen nasal nilai RR 20x/menit.
d. Pasien yang stabil sirkulasi dengan jumlah cairan maintenance, tanpa obat
inotropik dan vasoaktif.
e. Tidak ada perdarahan massif, HB 10 mg/dL
f. Pasien yang cenderung memburuk dan/atau memerlukan pemantauan dan alat
bantu invasife sehingga perlu pindah ke ICU
g. Pasien yang meninggal.
3. Pasien yang tidak perlu masuk HCU
a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit ( seperti : kanker stadium akhir )
b. Pasien atau keluarga yang menolak untuk di rawat di HCU (atas dasar “informed
consent” ).
40
BAB V
LOGISTIK
Barang-barang yang diperlukan antara lain alat tulis kantor (ATK), bahan inventaris yang
diperuntukkan ke ruangan HCU,formulir asuhan keperawatan serta formulir ruangan HCU. Untuk
mendapatkan formulir dan seluruh alat tulis serta peralatan yang dibutuhkan ruangan HCU,
sebelumnya telah diajukan dalam anggaran belanja rumah sakit, dengan ketentuan.
41
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamaatan pasien (Patient Safety) adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.
B. Tujuan
Tujuan keselamatan pasien :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan (KTD).
1. Label identitas tidak tepat apabila : Tidak terpasang, salah pasang, salah penulisan nama,
salah penulisan gekar (Ny/An), salah jenis kelamin.
2. Terpasang gelang identitas pasien HCU : pasien yang masuk ke ruangan HCU terpasang
gelang identitas
3. Konsul ke dokter via telpon menggunakan metode SBAR.
4. Medikasi ketepatan pemberian :
Yang dimaksudkan tidak tepat apabila : salah obat, salah dosis, salah jenis, salah rute
pemberian, salah identitas pada etiket, salah pasien.
5. Ketepatan Tranfusi :
Yang dimaksud tidak tepat apabila : salah identitas pada permintaan, salah tulis jenis
produk darah, salah pasien.
6. Pasien jatuh :
Tidak ada kejadian pasien jatuh diruangan HCU.
42
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu system dimana rumah sakit membuat kerja /
aktivitas karyawan aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di rumah sakit.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja.
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah.
43
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Dalam rangka pengendalian mutu pelayan HCU dilakukan self assessment untuk memantau
mutu pelayana HCU di rumah sakit.
Kualitas pelayanan HCU dapat dinilai dengan beberapa penilaian objektif, seperti :
1. Penurunan scoring derajat keparahan pasien, seperti SOFA (Sequential Organ Failure
Assessment), SAPS ( Simplified Acute Physiology Score), dan sebagainya.
2. Jumlah pasien yang pindah ICU.
3. Angka kejadian infeksi nasokomial.
4. Angka kejadian stress ulcer.
5. Angka kejadian phlebilitis.
6. Angka kejadian dekubitus.
44
BAB IX
PENUTUP
Petunjuk teknis penggunaan HCU ( High Care Unit ) ini di susun dalam rangka
memberikan acuan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dalam
menyelenggarakan pelayanan yang bermutu, aman efektif dan efisien dengan mengutamakan
keselamatan pasien. Pedoman ini mempunyai peranan penting sebagai pedoman, sehingga mutu
pelayanan yang diberikan kepada pasien dapat terus ditingkatkan, sehingga dapat berfungsi sebagai
mana diharapkan.
45
PEDOMAN PELAYANAN KAMAR OPERASI
46
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dijelaskan bahwa penyelenggaraan rumah sakit bertujuan memberikan perlindungan terhadap
keselamatan pasien (patient safety), masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit. Oleh sebab itu, rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan
yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.
Kesalahan-kesalahan selama operasi, antara lain kesalahan insisi pada posisi yang akan
dilakukan operasi, kesalahan dalam pemberian label pada spesimen patologi, kesalahan tranfusi
dan obat-obatan, sehingga pasien sangat rentan terhadap bahaya yang disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan tersebut saat menjalani operasi. Standarisasi Prosedur Pembedahan yang
aman dapat mencegah terjadinya cidera dan kesalahan dalam prosedur pembedahan.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan Rumah sakit
tipe C dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melaksanakan Good
Clinical Governance yang berbasis quality dan patient safety terus berupaya
menyempurnakan pelaksanaan program keselamatan pasien. Dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di RSUD melalui program sasaran keselamatan pasien rumah sakit, maka
6 (enam) goals keselamatan pasien diupayakan terlaksana secara optimal dan
berkesinambungan. Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan
spesifik dalam keselamatan pasien.
47
Sesuai dengan Sasaran Keselamatan pasien (SKP), Unit Kamar Operasi berperan aktif
dalam kegiatan keselamatan pasien, yakni kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien operasi. Dalam pelaksanaannya Unit Kamar Operasi telah menggunakan cek list
Keselamatan Operasi dengan mengikuti panduan surgical safety checklist WHO dan penandaan
area operasi (Marking site).
Unit Kamar Operasi adalah salah satu unit yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kepulauan Meranti yang keberadaannya di bawah Bidang Pelayanan Medik dan
Bidang Keperawatan. Sebagai salah satu unit yang memberikan pelayanan pembedahan,
selayaknya memiliki sebuah pedoman yang dapat memandu atau sebagai acuan dalam seluruh
kegiatan pelayanan yang semestinya dilakukan / dijalankan di kamar bedah yang memenuhi
standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja untuk mencegah
terjadinya bahaya yang dihadapi tim bedah dan pasien yang menjalani operasi.
Mutu pelayanan di suatu Rumah Sakit merupakan indikator keberhasilan yang ditentukan
oleh beberapa faktor dari tiap bagian yang ada di Rumah Sakit tersebut, dan indikator lain
mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diberikan.Pelayanan mutu di Unit Kamar Operasi
merupakan pelayanan khusus dan memerlukan penanganan khusus pula, karena melibatkan
beberapa disiplin ilmu. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka diperlukan tim kerja
yang solid. Hal ini akan sangat mendukung keberhasilan dari mutu pelayanan yang diberikan.
Atas dasar hal di atas, maka perlu disusun Pedoman Pelayanan Bedah RSUD sebagai
suatu acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan di kamar bedah, menurunkan angka kematian
dan kecacatan pada pasien yang menjalani pembedahan.
B. Tujuan
Pedoman Pelayanan Bedah Rumah Sakit Umum Kabupaten Kepulauan Meranti ini
disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai panduan (guidelines) dalam meningkatkan mutu pelayanan pembedahan di kamar
bedah, menurunkan angka kematian dan kecacatan pada pasien yang menjalani pembedahan.
2. Memberikan pelayanan kamar bedah yang aman, memuaskan, dan menghilangkan
kecemasan dan stres psikis lain.
3. Mengurangi dan menurunkan angka kematian, kecacatan, dan infeksi seminimal mungkin.
4. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan secara terus
menerus dan berkesinambungan.
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini membahas tentang bagaimana pelayanan kepada pasien diberikan dimulai pada
saat diterimanya pasien di ruang persiapan operasi dilanjutkan ketika pasien mendapat pelayanan
medis atau tindakan pembedahan dan sampai dengan penanganan pasca operasi di ruang pulih
48
sadar / recovery room.
Ruang lingkup pelayanan Unit Kamar Operasi meliputi memberikan pelayanan untuk
menunjang pelayanan anestesiologi dan memberikan pelayanan untuk menunjang pelayanan
pembedahan spesialistik dan subspesialistik.
2. Cakupan pelayanan kamar bedah pada pasien dengan anestesi lokal/sedasi ringan
Pada tindakan bedah yang tidak memerlukan pelayanan anestesi, pelayanan bedah
dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal / sedasi ringan. Pemilihan jenis obat
anestesi lokal/sedasi ringan ditentukan oleh dokter bedah. Pasien dimonitor secara kontinu
keadaan hemodinamiknya dan dicatat oleh perawat sirkuler di formulir pemantauan pasien
selama anestesi lokal / sedasi ringan dan ditandatangani oleh dokter bedah.
D. Batasan Operasional
1. Bedah
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan
dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan tangan. Hal ini
memiliki sinonim yang sama dengan kata “Chirurgia” (dibaca: KI-RUR-JIA). Dalam bahasa
Yunani “Cheir” artinya tangan; dan “ergon” artinya kerja.
49
bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi
yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter,
2006).
Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan prosedur
operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan tanpa rawat
inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-day surgery).
2. Jenis Pembedahan
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif dilakukan secara sederhana,
tidak memiliki risiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan bantuan asisten untuk
melakukannya, seperti : membuka abses superficial, pembersihan luka, inokulasi,
superfisial nekrotomi dan tenotomi.
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk dilakukan
daripada pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko terhadap nyawa
pasien, dan memerlukan bantuan asisten, seperti: bedah caesar, mammektomi.
c. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap penggunaan agen
antiseptik untuk mengontrol kontaminasi bakterial.
d. Bedah Konservatif
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara untuk
melakukan perbaikan terhadap bagian tubuh yang diasumsikan tidak dapat mengalami
perbaikan, daripada melakukan amputasi, seperti: koreksi dan imobilisasi dari fraktur
pada kaki daripada melakukan amputasi terhadap kaki.
e. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari penyakit
tersebut dibuang, seperti: pembedahan radikal untuk neoplasma, pembedahan radikal
untuk hernia.
f. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan rekonstruktif merupakan pembedahan yang dilakukan untuk melakukan
koreksi terhadap pembedahan yang telah dilakukan pada deformitas atau malformasi,
seperti: pembedahan terhadap langit-langit mulut yang terbelah, tendon yang mengalami
kontraksi.
g. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk memperbaiki efek atau
deformitas, baik dengan jaringan setempat atau dengan transfer jaringan dari bagian
tubuh lainnya.
50
3. Sifat Operasi:
a. Operasi Berencana (elektif)
Operasi Berencana (elektif) adalah layanan tindakan pembedahan yang dijadwalkan
maksimal satu hari sebelum pembedahan. Pasien yang direncanakan untuk operasi harus
sudah dilengkapi dengan pemeriksaan yang diperlukan sesuai dengan standar KSM
(Kelompok Staf Medis) bersangkutan dan KSM Anestesi. Bedah elektif dapat dilakukan
penundaan tanpa membahayakan nyawa pasien.
b. Operasi Gawat Darurat / Cito (emergency)
Operasi emergency adalah tindakan pembedahan yang membutuhkan penanganan cepat
dan tidak boleh ditunda karena bisa mengancam jiwa.
E. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti sesuai dengan :
1. Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4431);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5072);
3. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 04 Tahun 2011 tentang
Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti Tahun 2011 Nomor 04);
4. Peraturan Bupati Kepulauan Meranti Nomor 29 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok Dan
Fungsi Serta Uraian Tugas Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti (Berita Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011 Nomor 29);
5. Keputusan Bupati Kepulauan Meranti Nomor. Kpts.821.3/VIII/2014/041 tentang
Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon III.a dan III.b di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Meranti.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 290 / Menkes / Per / III / 2008
tentang tertanggal 26 Maret 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 / Menkes / Per / VIII /
2011 tertanggal 08 Agustus 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
51
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 tahun 2012 tertanggal 15
Maret 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tertanggal 18
Agustus 2014 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008
tertanggal 06 Februari 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah sakit;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 779 / Menkes / SK / VIII /
2008 tertanggal 19 Agustus 2008 tentang Standar Pelayanan Bedah Rumah Sakit;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 428/Menkes/SK/XII/2012
tertanggal 07 Desember 2012 tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksana
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia.
52
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
2. Operator
Operator bedah dan kebidanan adalah Dokter Spesialis bedah dan kebidanan.
Dokter Spesialis Bedah dan kebidanan yaitu dokter yang telah menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi melakukan tindakan bedah dan
kebidanan.
Dokter Spesialis bedah dan kebidanan lulus dari pusat pendidikan yang diakui dan telah
mendapatkan SIP (Surat Ijin Praktek) dan SKK (Surat Kewenangan Klinis) dari Komite
Medik. Dokter bedah dan dokter kebidanan bertanggung jawab atas pemberian
pelayanan pembedahan dan kebidanan.
b) Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar, dan Basic Life support (BLS)
dengan pengalaman kerja dikamar bedah minimal 6 bulan.
(2) D3 Keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan Basic Life
Support (BLS) dengan pengalaman kerja di kamar bedah minimal 1 tahun.
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 10 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar, Basic Life Support (BLS).
53
c) Fungsi dan Peran
Pra Operasi :
1. Pra Operasi
a. Menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai meliputi:
Kebersihan ruangan operasi dan peralatan
Meja mayo
Meja operasi lengkap
Lampu operasi
Mesin anesthesia lengkap
Suction pump
Gas medis
b. Menyiapkan set instrument steril sesuai jenis pembedahan.
c. Menyiapkan bahan desinfektan, dan bahan lain sesuai keperluan
pembedahan.
d. Melakukan cuci tangan steril, memakai jas operasi dan sarung tangan steril
sesuai prosedur
e. Menghitung jumlah kassa, instrument yang dikeluarkan dan jarum
dilakukan bersama-sama dengan circulating nurse
f. Menyiapkan kanul penghisap dan diathermy
Intra Operasi :
a. Memperingatkan “tim steril“ jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik.
b. Menata instrumen steril di meja mayo sesuai urutan prosedur pembedahan.
c. Memberikan bahan desinfektan kepada operator untuk desinfeksi kulit
daerah yang akan disayat.
d. Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan
kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar.
e. Memberikan kain kasa steril kepada operator, dan mengambil kain kasa yang
telah digunakan dengan memakai alat.
f. Menyiapkan benang jahitan sesuai kebutuhan, dalam keadaan siap pakai.
g. Mempertahankan instrumen selama pembedahan dalam keadaan tersusun
secara sistematis untuk memudahkan bekerja.
h. Membersihkan instrumen dari darah dalam pembedahan untuk
mempertahankan sterilitas alat.
i. Menyiapkan cairan untuk mencuci luka.
j. Memeriksa dan menghitung semua instrument dan kassa sebelum luka
dijahit / ditutup.
k. Membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit.
l. Menutup luka dengan kain kasa steril.
54
m. Menyiapkan bahan pemeriksaan laboratorium / patologi.
Post Operasi :
a. Memfiksasi drain dan kateter.
b. Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang
dipasang elektroda.
c. Menggantikan alat tenun, baju pasien dan penutup serta memindahkan
pasien dari meja operasi ke kereta dorong.
d. Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi pembedahan dalam keadaan
lengkap.
e. Membersihkan instrumen bekas pakai dengan cara :
1) Merendam dengan cairan desinfektan.
2) Menyikat sela-sela instrumen.
3) Membilas dengan air mengalir.
d) Kompetensi
(1) Mampu menyiapkan pasien untuk tindakan operasi (kelengkapan data dan
kondisi pasien pra operasi)
(2) Mampu melakukan standar Precaution (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi)
(3) Mampu menyiapkan lingkungan kamar bedah
(4) Mampu menyiapkan instrument bedah,linendan persediaan alat kesehatan
(5) Mampu mengendalikan kestabilan emosi
(6) Mampu melaksanakan prosedur patient safety
2) Perawat Sirkuler
a. Definisi
Perawat Sirkuler adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi wewenang
dan ditugaskan untuk membantu persiapan kebutuhan operasi dan memonitoring
pasien serta perlengkapan kebutuhan operasi.
b. Kualifikasi
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan sertifikat kamar bedah
lanjut/khusus dan BLS dengan pengalaman klinis dikamar bedah minimal 3
tahun
(2) D3 Keperawatan pengalaman klinis dikamar bedah minimal 5 tahun
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 10 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar dan Basic Life Support
(4) Memiliki kepemimpinan dalam tim
(5) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan
55
c. Fungsi dan Peran
Pra operasi :
a) Menerima pasien yang akan dibedah.
b) Memeriksa dengan menggunakan formulir “ check list “ meliputi :
1) Kelengkapan dokumen medis antara lain :
(a) Informed Consent.
(b) Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir.
(c) Hasil pemeriksaan radiologi dan foto rontgen.
(d) Hasil pemeriksaan ahli anestesia (pra visite anestesi).
(e) Hasil konsultasi ahli lain sesuai kebutuhan.
2) Kelengkapan obat-obatan.
3) Persediaan darah (bila diperlukan).
c) Memeriksa pemeriksaan fisik.
d) Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan sesuai isian check list,
dengan perawat ruang rawat.
e) Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan tentang:
(1) Tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
(2) Tim bedah yang akan menolong.
(3) Fasilitas yang ada didalam kamar bedah antara lain lampu operasi dan
mesin pembiusan.
(4) Tahap-tahap anestesi.
Intra Operasi :
a) Mengatur posisi pasien sesuai jenis pembedahan dan bekerja sama dengan
petugas anestesi.
b) Membuka set steril dengan memperhatikan teknik aseptik.
c) Mengingatkantim bedah jika mengetahui adanya penyimpangan penerapan
teknik aseptik.
d) Mengikatkan tali jas steril tim bedah.
e) Membantu, mengukur dan mencatat kehilangan darah dan cairan, dengan cara
mengetahui : jumlah produksi urine, jumlah perdarahan, jumlah cairan yang
hilang.
(1) Cara menghitung pengeluaran jumlah cairan :
Jumlah cairan dalam botol suction yang berasal dari pasien diukur dengan
membaca skala angka-angka dalam botol suction.
(2) Cara mengetahui jumlah produksi urine :
Jumlah produksi urine didalam urine bag dan dicatat setiap jam atau
secara periodik(normal : 1 : 2 cc/kg berat badan perjam).
56
f) Mencatat jumlah cairan yang hilang dengan cara menjumlahkan perdarahan
yang berasal dari botol suction danjumlah urine di dalam urine bag.
g) Melaporkan hasil pemantauan dan pencatatan kepada ahli anestesi.
h) Menghubungi petugas penunjang medis (petugas laboratorium) bila
diperlukan selama pembedahan.
i) Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan.
j) Menghitung dan mencatat pemakaian kain kasa, bekerjasama dengan perawat
instrumen.
k) Mengukur dan mencatat tanda – tanda vital.
l) Mengambil instrumen yang jatuh dengan menggunakan alat dan memisahkan
dari instrumen yang steril.
m) Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kasa, bersama perawat instrumen
agar tidak tertinggal dalam tubuh pasien sebelum luka operasi ditutup.
Post Operasi :
a) Membersihkan dan merapikan pasien yang sudah selesai dilakukan
pembedahan.
b) Memindahkan pasien dari meja operasi ke kereta dorong yang telah
disediakan.
c) Mengukur dan mencatat tanda-tanda vital :
(1) Pernafasan.
(2) Tekanan darah.
(3) Suhu, nadi.
d) Mengukur tingkat kesadaran, dengan cara memanggil nama pasien,
memberikan stimulus, memeriksa reaksi pupil.
e) Meneliti, menghitung dan mencatat obat-obatan serta cairan yang diberikan
kepada pasien.
f) Memeriksa kelengkapan berkas rekam medis antara lain :
(1) Laporan pembedahan.
(2) Laporan anestesi.
(3) Pengisian formulir Patologi Anatomi ( PA ).
g) Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama pembedahan antara lain :
(1) Identitas pasien :
(a) Nama pasien.
(b) Umur.
(c) No rekam medis.
(d) Nama tim bedah.
(e) Waktu dan lama pembedahan.
(f) Jenis pembedahan.
(g) Jenis kasus (bersih, bersih tercemar, tercemar, kotor).
57
(h) Tempat tindakan.
(i) Urutan jadwal tindakan pembedahan.
(2) Masalah-masalah yang timbul selama pembedahan.
(3) Tindakan yang dilakukan.
(4) Hasil evaluasi.
d. Kompetensi
(1) Mampu sebagai scrub nurse
(2) Mampu menyiapkan pasien memasuki area semi ketat / ruang induksi
(3) Mampu bekerja sama dengan tim bedah
(4) Mampumemantau kesadaran pasien dan hemodinamik dan keseimbangan
cairan
(5) Mampu menyiapkan dan mengantisipasi kekurangan peralatan serta bahan
habis pakai dalam waktu cepat
(6) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi
(7) Mampu memfasilitasi komunikasi antara tim bedah dan pasien.
3) Perawat Asisten
a. Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar, sertifikat kamar bedah lanjut /
khusus, sertifikat BLS (Basic Life Support) dan pengalaman 5 tahun menjadi
perawat scrub nurse di kamar bedah.
(2) D3 keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar, sertifikat kamar
bedah lanjut / khusus, sertifikat BLS (Basic Life Support) dan pengalaman
menjadi perawat scrub nurse di kamar bedah minimal 5 tahun.
(3) Dalam masa transisi sampai tahun 2015 untuk yang berpendidikan SPK
dengan pengalaman menjadi scrub nurse minimal 10 tahun memiliki sertifikat
bedah dasar dan sertifikat BLS (Basic Life Support).
58
Pra Operasi :
a. Melakukan pengecekan ulang terhadap pasien yang akan dioperasi meliputi :
Diagnosa pasien / indikasi operasi
Lokasi operasi
Persiapan daerah operasi (cukur daerah operasi dsb)
Persiapan lainnya pendukung operasi
b. Membantu memposisikan pasien sesuai prosedur operasi
c. Mempersiapkan diri untuk membantu operasi
Cuci tangan steril
Memakai jas operasi steril
Memakai sarung tangan steril
Membantu petugas instrument mengatur alat instrument
d. Melakukan tindakan aseptik dan antiseptik di permukaan kulit area lapangan
operasi
e. Melakukan drapping (menutup daerah sekitar area operasi dengan linen steril)
sesuai prosedur operasi
Intra operasi :
a. Membantu dilaksanakannya prosedur operasi
b. Merawat perdarahan
c. Membantu memperluas lapang pandang operasi
d. Memberikan masukan atau pendapat dalam melaksanakan prosedur operasi
Post operasi
a. Melakukan perawatan luka
b. Membersihkan pasien dari bekas prosedur operasi (darah, cairan tubuh, dan
sebagainya)
c. Membantu membersihkan alat-alat yang telah dipakai
d. Mengecek kembali alat-alat medis dan obat yang dipakai
c. Kompetensi :
(1) Mampu sebagai perawat sirkuler.
(2) Mampu sebagai asisten operator dalam melakukan tindakan operasi.
(3) Memiliki kemampuan tehnik aseptik antiseptik.
(4) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi.
(5) Memahami anatomi dasar tubuh, fisiologi, penyembuhan luka yang
berhubungan dengan prosedur pembedahan
59
(3) Memiliki sertifikat Kamar Bedah Dasar.
(4) Memiliki sertifikat BHD (Bantuan Hidup Dasar).
(5) Memiliki sertifikat Manajemen Kamar Bedah
b. Fungsi Peran
a) Melaksanakan Fungsi Perencanaan meliputi :
(1) Menyusun program kerja tahunan di wilayah tanggung jawabnya.
(2) Menyusun rencana kebutuhan SDM perawat meliputi jumlah dan
kualifikasinya.
(3) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan pengembangan SDM perawat di
unitnya.
(4) Menyusun kebutuhan alat-alat keperawatan meliputi jumlah dan jenisnya.
(5) Menyusun usulan perbaikan dan pemeliharaan alat medik keperawatan
serta sarana dan prasarana di Unit Kamar Operasi.
60
(12) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sebatas
wewenang dan kemampuannya.
(13) Mengadakan kerja sama yang baik dengan Kepala Bidang Keperawatan,
Komite Keperawatan, Kepala Sub Bidang, Kepala Unit Rawat Inap dan
Kepala Unit lainnya.
(14) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan
antara lain melalui pertemuan ilmiahatau diklat lainnya.
c) Melaksanakan Fungsi Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian meliputi :
(1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan tugas masing-masing Staf / Pegawai
Unit Kamar Operasi.
(2) Melaksanakan penilaian kinerja Staf / Pegawai Unit Kamar Operasi.
(3) Memonitor pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Unit
Kamar Operasi.
d) Melaksanakan Fungsi Administrasi meliputi :
(1) Menyusun laporan mutu asuhan keperawatan.
(2) Menyusun laporan kegiatan pelayanan di Unit Kamar Operasi.
(3) Menyusun laporan pertanggung jawaban inventaris dan bahan habis
pakai.
(4) Menyusun laporan patient safety.
c) Kompetensi
(1) Mampu mengelola perawatan kamar operasi
(2) Mampu mengkoordinasi antara pasien, tim bedah dan tim anestesi
(3) Mampu menyusun rencana kebutuhan tenaga (SDM) dan sarana prasarana
kamar bedah
(4) Mampu menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO)
(5) Mampu melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian / evaluasi
(6) Memiliki kemampuan kepemimpinan
(7) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan
5) Tenaga Lain
Tenaga Sanitasi
a) Definisi :
Seseorang yang diberi tugas dan tanggung jawab terhadap kebersihan dan
kesiapan alat penunjang seperti linen dan instrumen dan pengawasan di bawah
Ka. Perawatan Unit Kamar Operasi dan Ka. Unit Sanitasi.
b) Kualifikasi :
Lulusan SLTA/Sederajat, sehat jasmani rohani, berdedikasi tinggi, mampu bekerja
sama dalam tim.
61
c) Fungsi dan Peran :
(1) Membersihkan seluruh ruangan di Unit Kamar Operasi, pagi, siang dan
sewaktu-waktu.
(2) Melaksanakan kebersihan kamar operasi baik sewaktu, harian, mingguan.
(3) Membantu mengantar dan mendorong pasien saat pra dan post op
(4) Bisa mengikuti rapat dengan Ka. Unit Kamar Operasi
B. Distribusi Ketenagaan
1. Tenaga Dokter Spesialis di RSUD
1. Bedah Umum : 3 orang
2. Penyakit Dalam : 2 orang
3. Kebidanan dan Kandungan : 2 orang
4. Anak : 1 orang
5. Radiologi : 1 orang
6. Anestesi : 1 orang
7. Patologi Klinik : 1 orang
2. Tenaga Perawat
Pendistribusian ketenagaan Perawat Kamar Operasi :
1) Kepala Perawatan Unit Kamar Operasi : 1 orang
2) Perawat Unit Kamar Operasi : 15 orang, terdiri dari perawat asisten, perawat sirkuler dan
perawat instrumen, perawat anestesi
3. Tenaga Lain / Tenaga Sanitasi : 1 orang
62
e. Fotokopi ijazah terakhir
f. Fotokopi STR
g. Fotokopi sertifikat pelatihan/ seminar yang pernah diikuti
h. Surat pengalaman kerja (bila ada)
4) Calon tenaga medis (dokter) melakukan test kesehatan.
5) Selanjutnya dokter mengikuti orientasi yang diselenggarakan bagian kepegawaian dan
Diklat berkoordinasi dengan Bidang Pelayanan Medik.
6) Bidang kepegawaian meneruskan berkas kepada Ketua Komite Medik untuk dilakukan
proses kredensial agar dapat dikeluarkan Surat Penugasan Klinis oleh Direktur.
D. Pengaturan Dinas
Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi perawat untuk
melaksanakan tugas pelayanan di Unit Kamar Operasi sehingga semua kegiatan pelayanan
bedah dapat terkoordinir dengan baik. Pengaturan dinas dibuat 3 shift dalam 24 jam yaitu:
1. Dinas Pagi Jam 07.30 wib – 14.00 wib
2. Dinas Sore Jam 14.00 wib - Jam 21.00 wib
63
3. Dinas Malam Jam 21.00 wib - Jam 07.30 wib
4. On Call bila dibutuhkan
5. Pengaturan jadwal dinas bisa secara fleksibel sesuai jam operasi (untuk mengurangi angka
kelebihan jam dinas), jadwal dibuat sebulan sekali
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
Keterangan
Ruang
Persiapan Recovery = Zona 0
Pra Operasi Room ( RR ) = Zona 1
= Zona 2
Zona 0 = Zona 3
Pintu Masuk ZONA 1 = Zona 4
Pasien Pre Op ZONA 4 = Arah Pasien Masuk
ZONA 2 = Arah Pasien Keluar
Pintu Keluar Pasien Paska Operasi = Alur linen dan Instrumen kotor
R. Serah Terima Nurs Station R. Resusitasi
Pasien
Zona 0
ZONA 1
ZONA 2
Pantry CSSD
64
B. STANDAR FASILITAS
1. Pembagian Zona
Sistem zona pada bangunan Unit Kamar Operasi bertujuan untuk meminimalisir risiko
penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme dari rumah sakit (area kotor)
sampai pada kompleks kamar bedah.
Ruangan-ruangan pada bangunan (sarana) Unit Kamar Operasi dapat dibagi ke dalam 3 zona,
dari luar ke dalam seperti tergambar berikut:
3
2
1 Kamar bedah
65
Ruang Dokter
Kamar mandi
3) Area Ketat
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap
dengan prosedur aseptik.
Area ketat ini meliputi :
Ruang cuci tangan
Ruang Induksi
Ruang tindakan pembedahan (kamar operasi)
c. Ruang Dokter
Ruang Dokter mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Kursi Tamu / sofa
- TV
- Kulkas
- Lemari alat
- Dispenser air minum
66
d. Kamar mandi dokter dan suster
Kamar mandi mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Ember
- Gayung
- Tempat sampah tertutup
i. Ruang sterilisasi
Ruang sterilisasi mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Sterilisator
- Autoclave
67
- Tempat cuci tangan, kran air dengan pengumpil panjang
- Sikat
- Desinfektan dalam tempatnya
- Cermin
68
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan di operasi di kamar bedah agar dapat dilaksanakan sesuai jadwal
yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan dapat dilihat di SPO Cara Penjadwalan Pasien di
Kamar Operasi Elektif Maupun Darurat.
C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan
pemberian informasi yang sejelas – jelasnya mencakup manfaat dan resiko pembedahan.
Beberapa hal yang perlu perbaikan sebagai berikut :
69
a. Informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standar dikuatkan risalah
informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian karena faktor beban pelayanan
yang cukup banyak.
b. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau operasi oleh tim
khusus disamping risalah tertulis harus ada pertemuan khusus antara tim dengan pasien
dan keluarganya sebelum operasi dilaksanakan.
D. Pelayanan Kamar Operasi
I. Manajemen Intra Operatif
1. Memonitor performa kamar operasi / ruang tindakan
Sebelum prosedur dimulai, harus dilakukan persiapan ruangan. Hal ini meliputi
menciptakan lapangan steril, menyiapkan alat-alat dan memeriksa kelengkapannya.
a. Penciptaan lapangan steril :
o Menempatkan duk steril di sekeliling daerah operasi dan pada tempat alat-alat
o Semua personel harus mengenakan pakaian steril
o Hanya alat steril dan orang-orang yang telah steril yang diperbolehkan memasuki
lapangan steril
o Jangan menempatkan alat-alat steril di dekat pintu yang terbuka
o Jendela harus ditutup
o Letakkan alat steril hanya pada lapangan steril
o Pastikan tangan telah discrub sebelum menyentuh alat steril
o Orang yang telah steril tidak diperkenankan menyentuh alat-alat tidak steril atau
pergi ke tempat yang tidak steril
o Perlu diingat bahwa ujung kemasan dari alat-alat steril adalah tidak steril
o Perlu diingat bahwa sekali batas steril telah dilewati, hal ini telah dianggap
terkontaminasi
o Jika ada keraguan tentang status sterilitas sesuatu alat atau area, harus dianggap
telah terkontaminasi
b. Persiapan alat :
Ada empat tahap proses persiapan alat, yaitu : pencucian dan dekontaminasi,
desinfeksi, sterilisasi, dan penyimpanan atau pemindahan ke lapangan steril.
Ada beberapa jenis sterilisasi, yaitu menggunakan steam, ethylene oxide, ozone, dan
gas plasma.
c. Persiapan perlengkapan anestesi
d. Memastikan kualitas udara dan ventilasi :
o Ventilasi kamar operasi harus positive-pressure
o Udara harus masuk ke ruangan melalui ventilasi langit-langit yang tinggi dan
keluar dari ruangan melalui exhaust air outlet dekat lantai yang berseberangan
dengan ventilasi masuk.
70
o Mengatur agar sedikitnya terjadi 15 kali pertukaran udara per jamnya, di mana 3
di antaranya harus udara segar.
o Penyaringan udara yang diresirkulasi dan udara segar melalui filter yang baik
dengan efisiensi minimum 90%.
o Ruangan hanya diijinkan dibuka untuk perpindahan alat, personel tim bedah dan
pasien; selebihnya pintu dijaga agar selalu tertutup.
2. Manajemen Pasien
Beberapa poin penting dalam mengkaji faktor risiko pasien :
Alergi
Riwayat kesehatan sebelumnya (misalnya tekanan darah tinggi, asma, masalah
jantung atau pernapasan)
Penggunaan tembakau (karena rokok meningkatkan risiko infeksi)
Penggunaan alkohol dan narkotika
Pengalaman pribadi pasien dengan sedasi dan anestesi sebelumnya
Berat badan
Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
Ada tidaknya risiko untuk anestesi dan sedasi
Permintaan khusus dari pasien untuk jenis anestesi dan sedasi
Kecemasan pasien
Delirium
Status nutrisi
Risiko potensial untuk deep vein thrombosis
Obat-obatan yang diberikan pada pasien harus dilabel dengan mencakup informasi
seperti di bawah ini :
Nama pasien
No. RM
Ruang
Nama Obat
Jumlah / kekuatan / konsentrasi
Pelarut
Rute pemberian
Tanggal dan waktu pemberian
Tanggal dan waktu kadaluarsa
Penyimpanan
71
Rekomendasi standar :
Kostum bedah harus terbuat dari bahan yang ringan dan memungkinkan untuk
bernapas. Kostum tidak terbuat dari kapas karena kapas mudah terbakar dan memiliki
banyak pori yang bisa dilewati mikroorganisme
Sepatu proteksi harus tertutup bagian depannya, bertumit rendah, bersol anti selip dan
dibersihkan secara berkala
Sebelum memegang kostum bedah atau memasuki tempat kostum bedah, semua
personel harus mencuci tangan dengan sabun dan air, antiseptik dan air atau
antiseptic hand rub
Kostum bedah harus diganti setiap harinya atau setiap kali terkontaminasi atau basah.
Bila kostum terdiri dari 2 bagian, atasan harus selalu dimasukkan ke dalam bawahan
dan ukuran harus pas
Semua personel harus menutupi kepala dan rambut muka
Dalam kasus-kasus tertentu yang berisiko terciprat (misalnya kasus trauma), tim
bedah harus mengenakan alat-alat proteksi tambahan
Masker harus menutupi seluruh bagian mulut dan hidung
Kostum bedah harus dicuci bersih
Seluruh personel harus menerima edukasi dan pengarahan perihal kostum bedah ini
Beberapa prinsip penggunaan sarung tangan :
Sarung tangan harus menjadi barrier yang efektif terhadap material infeksius,
termasuk darah dan cairan tubuh
Sarung tangan harus diganti setiap habis kontak dengan pasien atau setiap sarung
tangan tersebut rusak
Sarung tangan tidak boleh dicuci atau direuse
Untuk prosedur invasif, tenaga kesehatan harus memakai dua lapis sarung tangan,
satu di atas yang lain
4. Penandaan Operasi
Beberapa hal yang berpotensi untuk menimbulkan kekeliruan untuk wrong surgery :
Lebih dari satu dokter bedah terlibat
Dilakukan lebih dari satu prosedur
Pasien memiliki beberapa karakteristik khusus, seperti deformitas fisik atau obesitas
masif
Ada beberapa pasien yang memiliki nama yang sama atau prosedur yang sama atau di
waktu yang bersamaan
72
3. Time out
Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan :
Kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar)
Kasus intervensi seperti kateter jantung
Kasus yang melibatkan gigi
Prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan akan menyebabkan tato
permanen
Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan penandaan, alasan harus dapat dijelaskan
dan dipertanggungjawabkan. Sedapat mungkin penandaan harus melibatkan pasien untuk
menghindarkan kekeliruan. Meskipun jarang, pasien boleh menolak penandaan setelah
dijelaskan maksud dan tujuannya. Penandaan harus dibuat menggunakan surgical marking
pen yang tidak hilang bila dicuci saat preparasi lapangan operasi. Untuk pasien dengan
warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (biru tua) agar
penandaan jelas terlihat, misalnya warna merah. Pada kasus-kasus seperti operasi spinal,
dapat dilakukan proses dua tahap yang meliputi penandaan preoperatif per level spinal
(yang akan dioperasi) dan interspace spesifik intraoperatif menggunakan radiographic
marking.
Jika terdapat beberapa prosedur dalam satu operasi, maka time out harus dilakukan
sebelum setiap prosedur. Apabila terjadi diskrepansi, prosedur tidak boleh dimulai sebelum
tercapai kata sepakat oleh semua anggota tim (dalam time out) atau sebelum semua
pertanyaan atau masalah terjawab. Time outini harus terdokumentasikan, minimal
berbentuk suatu pernyataan bahwa time out telah dilakukan dan tercapai kata sepakat.
73
d. E ndotracheal tube
e. R eview monitor dan peralatan
f. A irway
g. B reathing
h. C irculation
i. D rugs
j. A wareness
k. S wift check (pasien, dokter bedah, proses, dan respons)
8. Awareness anestesi : kasus-kasus di mana pasien bangun di tengah-tengah anestesi
(intraoperatif)
a. mengidentifikasi pasien-pasien berisiko
b. perawatan peralatan
c. monitoring pasien
6. Memasukkan Obat
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko :
74
1) Keselamatan alat (skalpel yang terlindung, jarum berujung tumpul, dll)
2) Keselamatan teknik
Menggunakan zona netral di mana benda-benda tajam ditempatkan tanpa
kontak tangan
Menggunakan teknik tanpa sentuh
Menggunakan sarung tangan dua rangkap
Mempertimbangkan penggunaan sarung tangan anti-robek
Mengganti sarung tangan bedah secara rutin
Menggunakan teknik jahit yang mencegah trauma
Sebisa mungkin menghindari lapangan bedah ketika dokter bedah memotong
dan menjahit
Memakai alas kaki yang terlindung
75
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
a) Bagian tubuh yang akan dioperasi
b) Umur dan ukuran tubuh pasien
c) Tipe anestesi yang digunakan
d) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (artritis).
2) Prinsip-prinsip di dalam pengaturan posisi pasien :
a) Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman
b) Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan
kakinya ditutup dengan duk
c) Amankan pasien di atas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan di atas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk
menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
d) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk
meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
e) Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu, karena tekanan dapat
menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya trombus.
f) Jangan izinkan ekstremitas pasien terayun di luar meja operasi karena hal ini
dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
g) Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
h) Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti di tangan atau di lengan.
i) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara
bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
o Membersihkan dan Menyiapkan Kulit
o Penutupan Daerah Steril
o Mempertahankan Surgical Asepsis
o Menjaga suhu tubuh pasien dari kehilangan panas tubuh
o Penutupan luka pembedahan
o Perawatan drainase
o Pengangkatan pasien ke Ruang Pemulihan dan atau Unit Rawat Intensif
g. Tata Laksana Perawatan Pasien di Ruang Pulih Sadar
1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan
pembiusan umum, sedang pada pasien dengan anestesi regional posisi kepala
pasien semi fowler.
2. Pasang pengaman pada tempat tidur.
3. Monitor tanda vital : Tekanan darah, Nadi, respirasi setiap 15 menit.
4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakea
5. Beri O2 sesuai program.
6. Observasi adanya muntah.
7. Catat intake dan output cairan.
76
8. Tata Laksana Pengeluaran Pasien dari Ruang Pulih Sadar
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
a. Pasien harus pulih dari efek anestesi
b. Tanda-tanda vital harus stabil
c. Tidak ada drainase yang berlebihan dari tubuh.
d. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil
e. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
f. Pengawasan pasca operasi selanjutnya diserahkan pada perawat unit.
77
linen/laundry tidak boleh memegang kantong berisi linenterkontaminasi dengan
tubuhnya atau meremas kantongnya untuk mencegah tertusuk jarum atau benda tajam
lain yang tanpa sengaja tertinggal.
78
2. Pelayanan Post Operatif
1) Mengkaji status mental pasien, dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pasien :
a. Tanggal hari ini
b. Hari apa hari ini
c. Nama tempat ia berada saat ini
d. Nomor teleponnya
e. Nama jalan tempat tinggalnya
f. Berapa umurnya
g. Kapan ia dilahirkan
h. Siapa nama gadis ibu kandungnya
i. Berapa hasil 20 dikurang 3, lalu hasilnya dikurang 3 lagi, dst sampai beberapa
kali
2) Mengkaji status fisik pasien, dapat dilakukan dengan memeriksa tanda vital, derajat
nyeri, adanya pembengkakan, fungsi respirasi, drainage luka, efek samping anestesi,
atau deep vein thrombosis
3) Mengkaji obat-obatan yang dibutuhkan, hal ini meliputi obat-obatan apa yang harus
diteruskan dari operasi, atau mana yang harus distop atau obat-obat baru, termasuk
darah dan komponen-komponen darah yang diperlukan. Peresepan dan pemberian
obat-obatan tersebut harus dicatat dengan baik sesuai urutannya, semua perintah
verbal diulang kembali, dan dilabel secara benar. Dapat dipikirkan pemanfaatan
teknologi komputer untuk pendokumentasian maupun pengingat
4) Mencegah infeksi (khususnya dari surgical site, kateter urin dan akses intravena)
a. Monitor ketat suhu tubuh dan kadar glukosa darah untuk mengurangi risiko infeksi
postoperatif dari surgical site
b. Gunakan kateter urin hanya bila diperlukan
c. Kurangi waktu penggunaan kateter urin, kateter harus sering diganti secara berkala
d. Gunakan teknik yang benar untuk insersi dan perawatan
e. Catat semua penggunaan kateter urin
79
7) Membuat perjanjian dengan pasien dan keluarganya, bila memungkinkan, untuk
follow up. Berikan catatan berisi nama, alamat, dan telepon yang bisa dihubungi
8) Rekonsiliasi pengobatan, lakukan double-check untuk obat-obatan terakhir yang
diberikan untuk di rumah. Berikan kepada pasien daftar obat-obat yang akan ia
konsumsi di rumah, daftar tersebut harus mencakup deskripsi obat, indikasi, dosis,
jadwal pemberian dan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Hal ini bersama
dengan pengertian pasien harus selalu direkonfirmasi oleh tenaga kesehatan. Pasien
dianjurkan untuk selalu membawa daftar obatnya, termasuk ketika kontrol berobat
9) Kolaborasi dengan layanan komunitas
Summary Pemulangan :
1) Setiap pasien pulang perawatan diberikan resume pulang.
2) Resume tentang perawatan pasien disiapkan semenjak awal pasien masuk.
3) Resume diisi dan diserahkan kepada pasien saat pasien pulang.
4) Resume Pasien pulang rawat inap ada dua, yaitu diisi oleh DPJP / Dokter Ruangan
dan perawat penanggung jawab pasien / Ka. Ruangan
5) Resume pasien pulang yang diisi DPJP / Dokter Ruangan berisi :
a. Diagnosa Masuk
b. Anamnesis
c. Pemeriksaan Fisik (waktu masuk)
d. Pemeriksaan penunjang
e. Diagnosa Utama dan Sekunder
f. Obat yang diberikan selama dirawat
g. Tindakan selama di rumah sakit
h. Kondisi pasien saat pulang
i. Anjuran / Rencana / Kontrol selanjutnya
j. Obat-obatan di rumah
6) Resume pasien pulang yang diisi perawat penanggung jawab pasien / Ka. Ruangan
berisi :
a. Keadaan pasien ketika pulang
b. Diagnosa Medis dan tanda vital
c. Masalah keperawatan
d. Obat
e. Berkas yang dibawa pulang
f. Alat yang terpasang dan tanggal pemasangan
g. Kontrol ulang
h. Pendidikan kesehatan (diet, perawatan luka, manajemen nyeri)
i. Aktivitas / istirahat
7) Resume pulang diparaf oleh :
80
a) Perawat
b) Pasien / penanggung jawab
c) DPJP / dokter ruangan
8) Resume medis pasien pulang masing-masing dibuat rangkap 3 : asli disimpan dalam
rekam medis, salinannya diberikan kepada pasien, dan praktisi kesehatan perujuk.
b. Durante Operasi
a) Premedikasi dilakukan oleh Dokter Anestesi .
b) Bila timbul penyulit selama operasi, dokter operator minta konsul kepada dokter dari
bagian / bidang yang diminta melalui perawat sirkuler (onloop).
c) Perawat menghubungi dokter sesuai permintaan.
d) Bila harus dilakukan operasi bersama maka tanggungjawab utama terhadap pasien
tetap berada pada operator pertama.
e) Prosedur umum durante operasi
1) Melakukan aseptik dan antiseptik pada area operasi.
2) Tutup area non steril dengan linen operasi steril.
3) Membantu pelaksanaan operasi sebagai scrub nurse dan sirkuler
4) Menutup luka operasi
c. Post Operasi
a) Pasien diantar ke ruang pulih oleh perawat anestesi dan perawat sirkuler. Pasien
diobservasi di ruang pulih dibawah tanggung jawab Dokter Anestesi.
81
b) Memonitoring keadaan pasien yang telah dilakukan tindakan operasi dengan mengukur
tanda-tanda vital dan mencatat pada lembar pengawasan, apabila kondisi pasien
menurun menunjukan ke arah yang lebih buruk atau tidak stabil untuk dilakukan re
operasi atau dilakukan pengawasan di ICU / HDU.
c) Pasien dipindahkan ke Unit Rawat Inap sesudah mendapat persetujuan Dokter Anestesi
dan diserahterimakan kepada perawat Unit Rawat Inap yang menjemput pasien.
d) Bila perlu dirawat di ICU / HDU, pasien diantar langsung dari Unit Kamar Operasi ke
ICU / HDU oleh Dokter Anestesi dan perawat sirkuler.
F. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan anestesi. Semua
tindakan pelayanan peri-anestesi didokumentasikan dalam rekam medis pasien dan
ditandatangani oleh dokter anestesi yang bertanggung jawab dalam pelayanan anestesi tersebut.
Pelayanan anestesi dapat dilakukan di luar kamar bedah dengan persiapan sesuai standar.
1. Sign In
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter anestesi berperan
dalam pelaksanaan prosedur “Sign In” yang tata caranya dijabarkan dalam SPO.
82
c. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan anastesi, dokter spesialis
anastesi bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur sign in yang tata caranya
dijabarkan dalam SPO.
d. Spesialis Anestesi dibantu perawat anestesi bertanggung jawab melakukan verifikasi di
ruang persiapan operasi, pemeriksaan ulang pasien untuk menilai asesmen pra sedasi
memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan, dicatat dalam rekam medis
anestesi dan dalam bentuk check list (sign in).
e. Sebelum induksi anestesi dilakukan, pengecekan kelengkapan mesin, alat dan obat
anestesi dan resusitasi.
83
d. Semua tindakan dan kejadian dicatat dalam rekam medis anestesi yang akan disertakan
dalam rekam medis pasien.
Kesadaran Nilai
A. Orientasi baik 2
B. Dapat dibangunkan 1
C. Tidak dapat atau susah dibangunkan 0
Warna
A. Pink, perlu O2, saturasi O2>92% 2
B. Pucat/ kehitaman, perlu O2, saturasi O2>90% 1
C. Sianosis, dengan O2, saturasi O2<90% 0
84
Aktivitas
A. 4 eksremitas bergerak 2
B. 2 ekstremitas bergerak 1
C. Tidak ada gerakan 0
Respirasi
A. Dapat nafas dalam dan batuk 2
B. Nafas dangkal, sesak 1
C. Apnea, obstruksi 0
Kardiovaskuler
A. Tensi berubah < 20% 2
B. Tensi berubah 20%-30% 1
C. Tensi berubah 50% 0
Skor
>8 Pindah ruang biasa
5-8 Observasi, kalau perlu
ICU / HDU
<5 ICU / HDU / rujuk RS
lain
85
9. Sedasi Ringan, Moderat, dan dalam
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pemberian sedasi moderat dan dalam
termasuk anestesi umum kepada pasien, termasuk dalam memonitor keadaan umum dan
tanda-tanda vital pasien serta pemberian instruksi tatalaksana pasca pemberian sedasi.
Untuk anestesi lokal dengan sedasi ringan tanggung jawab ada pada masing-masing dokter
penanggung jawab pasien. Pada pemberian anestesi lokal dengan jumlah besar, keadaan
pasien harus dimonitor seperti pada pemberian sedasi moderat dan dalam.
a. Kriteria Sedasi Ringan
Pasien dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi setiap saat tanpa perubahan
fungsi kardiorespirasi.
b. Kriteria Sedasi Moderat
a) Pasien memiliki respon terhadap perintah verbal.
b) Pasien dapat menjaga patensi jalan nafasnya sendiri.
c) Perubahan ringan dari respon ventilasi.
d) Fungsi kardiovaskuler masih normal.
e) Dapat terjadi gangguan orientasi lingkungan serta motorik ringan sampai sedang.
c. Kriteria Sedasi Dalam
a. Pasien tidak mudah dibangunkan tetapi masih memberikan respon terhadap
stimulasi berupa nyeri.
b. Respon ventilasi menurun, tidak dapat menjaga patensi jalan nafasnya.
c. Fungsi kardiovaskuler masih baik.
d. Membutuhkan alat monitor yang lebih lengkap dari sedasi moderat atau ringan.
G. Pelayanan Bedah
1. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pra bedah yang terdokumentasi.
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan
kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi bagian lain untuk membuat suatu
asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien,
diagnosis penyakit (indikasi operasi / tindakan), alasan mengapa harus dilakukan operasi /
tindakan, hal yang akan terjadi bila tidak dilakukan operasi atau tindakan apa yang
dilakukan saat operasi atau tindakan, rencana tindakan, alternatif tindakan, tingkat
keberhasilan, komplikasi operasi atau tindakan yang mungkin terjadi, alternatif terapi atau
tindakan lain (bila ada), prognosis / kemungkinan-kemungkinan gambaran ke depan yang
terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya operasi, tidak
termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam
medis pasien dan ditandatangani oleh pasien atau keluarga, dokter bedah yang
bersangkutan / DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga, dan saksi pihak RSUD . Informasi
86
yang diberikan dicatat dalam lembar khusus Informed Consent yang disertakan dalam
rekam medis pasien.
87
jawab pasien dan dicatat dalam rekam medis pasien. Pencatatan selama anestesi lokal
atau sedasi ringan dilakukan oleh perawat sirkuler. Formulir Pemantauan keadaan
pasien selama anestesi lokal atau sedasi ringan ditandatangani oleh dokter operator /
DPJP. Pemilihan jenis obat anestesi lokal dan sedasi ringan ditentukan oleh dokter
operator / DPJP.
b. Pada tindakan bedah dengan anestesi baik umum atau regional kebijakan pencatatan
keadaan tanda vital diserahkan kepada tenaga anestesi yang bertugas.
88
BAB V
LOGISTIK
Tujuan pengadaan logistik adalah agar pengadaan kebutuhan akan barang terencana dan
terpantau dengan baik, sehingga tercapai efisiensi dan penghematan biaya serta kualitasnya dapat
dipertanggung jawabkan.
Program pengendalian logistik meliputi alat elektromedik, alat medik dan keperawatan, alat
tulis kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.
Kamar bedah dalam memberikan pelayanan membutuhkan alat / instrumen bedah, obat-
obatan dan alat tulis kantor, yang berguna dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan
mendukung pekerjaan yang bersifat administrasi di dalam kamar bedah. Kebutuhan tersebut
dipenuhi oleh bagian logistik, yang meliputi :
A. Logistik Farmasi
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan alkes disposible dan obat-obatan pada setiap
semester pertama dan kedua, yang kemudian dirangkum dalam kebutuhan setahun, yaitu :
barang habis pakai farmasi dan obat-obatan ditentukan jumlah stoknya. Jumlah stok yang
terpakai langsung dilakukan penggantian, maksimal sehari sesudahnya.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang dan obat-obatan logistik
farmasi yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Kamar bedah melakukan penyimpanan barang-barang atau obat-obatan berdasarkan pada :
1) Obat-obatan narkotik disimpan dalam lemari yang khusus double lock dengan kunci
dipegang oleh dua petugas
2) Obat-obatan larutan pekat dikunci dilemari / laci yang telah diberi tanda “High Alert”.
3) Obat-obatan yang digunakan untuk emergency disimpan dalam trolley emergency.
89
4) Alat kesehatan disposable dan alat-alat penunjang disposable dipisahkan dan disimpan di
lemari kaca.
5) Obat-obatan yang perlu disimpan pada suhu tertentu, maka disimpan dalam kulkas.
4. Pendistribusian
Setiap petugas kamar bedah bertanggung jawab dalam hal pencatatan pemakaian yang telah
dipakai operasi di setiap kamar bedah kemudian diberikan ke petugas farmasi yang bertugas.
5. Penghapusan
Penghapusan barang dan alat-alat di kamar bedah dilakukan apabila terjadi :
1) Bahan / barang rusak tidak dapat dipakai kembali
2) Bahan / barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk dipakai ulang
3) Bahan / barang sudah melewati masa kadaluarsa (expired date)
4) Bahan / barang hilang karena pencurian atau sebab lain
B. Logistik Umum
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor dan dilakukan setiap
semester pertama dan kedua, selanjutnya perencanaaan kebutuhan disesuaikan dengan
jadwal logistik umum dimana permintaan barang kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor
dilakukan minimal seminggu dua kali.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik umum yang telah
direncanakan.
3. Penyimpanan
Barang-baranglogistik disimpan dalam lemari sesuai dengan jenis barang, mudah terjangkau.
4. Pendistribusian
Semua barang yang ada dilakukan inventaris dan pencatatan barang yang terpakai.
C. Logistik Linen
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan linen dalam hal ini dilakukan setahun sekali,
selanjutnya perencanaaan dan permintaan kebutuhan terutama yang mendesak disesuaikan
dengan jadwal dari logistik linen.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik linen yang telah
direncanakan.
3. Penyimpanan
Linen baju operasi (pakaian dasar kamar bedah) disimpan di lemari linen dan linen baju
ganti pasien di ruang pra operasi
90
Dalam fungsi penyimpanan logistik ada beberapa hal yang menjadi alasan dan perlu perhatian
adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan
memperkirakan kebutuhan secara tepat dan akurant.
2. Untuk menghindari kekosongan barang (out of stock)
3. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap pakai.
4. Untuk mempercepat pendistribusian.
91
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSUD melalui program sasaran
keselamatan pasien rumah sakit, maka 6 (enam) goals keselamatan pasien diupayakan terlaksana
secara optimal dan berkesinambungan.
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan keselamatan pasien
dengan harapan pelayanan kesehatan di RSUD dapat berjalan dengan lebih baik dan aman dan
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas.
Keselamatan (patient safety) pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan adalah
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Mengurangi terjadinya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.
92
- Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
- Saat melaporkan hasil pemeriksaan, efek samping terapi / tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
- Melaksanakan SPO Obat-obat yang perlu Kewaspadaan Tinggi pada obat-
obat yang termasuk dalam daftar obat LASA dan High Alerts Medications.
- Memberikan obat sesuai dengan prinsip 5 (lima) BENAR.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
a. Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
- Infeksi Daerah Operasi (IDO)
- Kepatuhan kebersihan tangan.
b. Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
a. Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut
kepada pasien yang dirawat .
b. Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
c. Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-masing
unit pelayanan.
d. Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.
93
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang begitu pesat, didorong oleh
perkembangan penyakit yang beraneka ragam, serta semakin tingginya bahaya penularan
penyakit yang dapat ditimbulkannya. Mendorong rumah sakit untuk menggunakan peralatan
kerja disertai penerapan teknik dan teknologi dari berbagai tingkatan di segenap sektor kegiatan,
khususnya di kamar bedah.
Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut di satu pihak akan memberikan kemudahan dalam
operasional tetapi di lain pihak cenderung menimbulkan resiko kecelakaan akibat kerja yang
dapat ditimbulkan oleh alat-alat yang berteknologi tinggi tersebut, terutama bila petugas yang
bekerja di kamar bedah kurang mendaptkan pendidikan dan pelatihan keterampilan, khususnya
pelatihan yang berhubungan dengan penggunaan alat-alat serta penanganan bahaya infeksi
nosokomial yang dapat ditimbulkannya di kamar bedah.
Salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang tidak terduga tersebut,
yaitu dengan jalan menurunkan dan mengendalikan sumber bahaya tersebut, melalui
penyediaan dan penggunaan APD. Akan tetapi walaupun telah disediakan pihak rumah sakit,
namun efektivitas penggunaan APD tergantung pada faktor pemakainya.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditingkatkan upaya dan program keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) antara lain peningkatan kesadaran, kedisiplinan K3 terutama lingkungan
kamar bedah di rumah sakit. Dan melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dengan
menutupi sumber bahaya bila memungkinkan, akan tetapi sering keadaan bahaya tersebut
belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Untuk itu perlu dilakukan usaha pencegahan dengan
cara menggunakan Alat Pelindung Diri (Personal Protective Devices) yang umum sering
disingkat dengan APD (Kusuma,S.P, 1986).
Resiko infeksi nosokomial dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas
ke pasien dan antar petugas. Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas
terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu
pelayanan karena para petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien, dengan
demikian penggunaan alat pelindung diri sangat tepat agar dapat membatasi penyebaran infeksi
nosokomial tersebut. Salah satu langkah dari pengendalian infeksi nosokomial adalah dengan
menerapkan Kewaspadaan Universal atau sering disebut Universal Precautions.
Personil di kamar bedah terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan kegiatan operasi
terdiri dari berbagai spesialisasi. Melihat dari jenis operasi yang ada, dengan penggunaan alat
berteknologi tinggi dan dapat menimbulkan tingkat bahaya penularan yang cukup tinggi baik
94
melalui udara (air borne) maupun melalui darah (blood borne) ataupun cairan tubuh lainnya.
Petugas kamar bedah mempunyai resiko penularan penyakit yang cukup tinggi.
95
a. Kelelahan dan nyeri punggung bawah akibat penanganan pasien berat dan untuk periode
merindukan pekerjaan dalam posisi berdiri.
b. Stres psikologis yang disebabkan oleh perasaan tanggung jawab yang berat terhadap
pasien.
c. Stres, hubungan keluarga yang tegang dan kelelahan akibat perubahan dan bekerja
malam, lembur kerja dan kontak dengan pasien yang sakit, terutama bila pasien tidak
pulih dari operasi.
d. Masalah hubungan interpersonal dengan ahli bedah dan anggota lain dari tim operasi.
e. Paparan pasien mengalami trauma, beberapa korban bencana atau peristiwa bencana
atau pasien parah dapat menyebabkan kekerasan pasca-trauma sindrom stres.
96
f. Memeriksa alat ventilasi udara agar berfungsi dengan baik
g. Memasang simbol khusus untuk daerah rawan bahaya atau mempunyai resiko mudah
terbakar
h. Menggunakan diatermi yang tepat
i. Memeriksa alat pemadam kebakaran agar dalam keadaan siap pakai
j. Pemakaian secara rutin alat elektro medis yang dilakukan oleh petugas PSP2RS.
97
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis pelayanan
haruslah mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna jasa dapat membedakan
pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan standarnya.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia / tenaga
kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau
konsumen.
Pengendalian mutu pelayanan bedah di Unit Kamar Operasi RSUD disusun berdasarkan
Kepmenkes Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, meliputi :
1. Waktu tunggu Operasi elektif ≤ 2 hari
2. Kejadian Kematian di meja operasi ≤ 1 %
3. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi / salah insisi 100%
4. Tidak adanya kejadian operasi salah orang 100%
5. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi 100%
6. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing / lain pada tubuh pasien setelah operasi 100%
7. Komplikasi anestesi karena overdosis, reaksi anestesi dan salah penempatan endotracheal tube ≤
6%
Tujuan :
1. Tersusunnya sistem monitoring pelayanan kamar operasi melalui indikator mutu pelayanan
2. Tercapainya mutu pelayanan kamar operasi yang dapat menunjang mutu pelayanan medis
sesuai dengan tuntutan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
98
dilaksanakan.
2. Program peningkatan mutu dituangkan dalam program kerja tahun berikutnya yang meliputi
:
a. Program pengembangan staf / SDM : berupa program diklat
b. Program pengembangan peralatan
c. Program pengembangan ruangan dan fasilitas
d. Program pengembangan sistem
e. Dan lain - lain
3. Program peningkatan mutu disusun satu tahun sekali yang dimasukkan ke dalam program kerja
tahunan berdasarkan evaluasi pencapaian program kerja tahun sebelumnya (Rekapitulasi data,
analisa dan evaluasi tahunan dilakukan pada bulan Desember untuk membuat program
peningkatan mutu tahun berikutnya dan revisi standar mutu yang merupakan bagian dari
program kerja tahunan).
4. Jika terjadi hal-hal yang berpotensi mengganggu pelayanan pada tahun berjalan maka tindak
lanjut perbaikan mutu harus segera dilakukan.
5. Penanggung jawab kegiatan mutu : Ka.Unit Kamar Operasi
99
BAB IX
PENUTUP
100
PANDUAN PELAYANAN ANESTESI
BAB I
DEFINISI
A. PENGERTIAN ANESTESI
Anestesi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya kesadaran
dan atau persepsi nyeri (bersama atau terpisah), yang dapat dilakukan secara temporer
dengan menggunakan obat anestesi.
Pelayanan anestesi merupakan suatu tindakkan kedokteran yang dibutuhkan
untuk memungkinkan suatu tindakkan operasi oleh ahli bedah agar dapat dilakukan. Oleh
karenanya tindakkan pemberian anestesi termasuk tergolong sebagai salah satu tindakkan
kedokteran yang beresiko tinggi, karena tujuan akhirnya adalah pasien dapat bebas dari
rasa nyeri dan stress psikis serta pasien dapat pulih kembali pasca operasi sesuai dengan
derajat berat ringannya kerusakkan yang dialami pasien serta mempertahankan status
fisiologis pasien secara optimal terhadap stressor tindakkan pembedahan.
Adanya resiko yang tinggi tersebut menuntut adanya manajemen terhadap resiko
tersebut agar pelayanan anestesi dapat berjalan aman, lancer dan sukses dengan
memperhatikan kaidah – kaidah patient safety.
Manajemen mengatasi kegawat daruratan tersebut menyebabkan dalam
perkembangannya pelayanan anestesi bias diberikan diinstalasi gawat darurat, unit
pelayanan intensif, radiologi serta diruangan yang memerlukan sehingga kini disebut
sebagai anestesi dan reanemasi.
B. JENIS ANESTESI
1. Anestesi umum
Adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia,
melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesia umum memungkinkan pasien untuk mentoleransi
prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan menimbulkan sakit yang taktertahankan,
berisiko eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan agen intravena (injeksi) atau hirup.
Dapat diberikan intravena, intramuscular maupun inhalasi, sesuai dengan indikasi
masing – masing.
101
Obat anestesi langsung bekerja diotak sehingga pada waktu dilakukan incise maka
pasien diam tak bergerak.
2. Anestesi Regional
Adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada bagian impuls saraf
sensorik sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible)
a. Pada berkas saraf dekat medulla spinalis (plexus block / perifer block).
b. Pada medulla spinalis (epidural dan subarachnoid block)
3. Anestesi Lokal
Adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu.
Hal ini memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur pembedahan dan gigi tanpa rasa sakit
yang mengganggu.
Dilakukan infiltrasi pada ujung syaraf di lokasi yang akan di incisi.
102
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari standar Pelayanan Medis Anestesi ini dibatasi pada pelayanan medis
perioperatif, penanggulangan nyeri dan stres, serta life support pada pasien yang ada di rumah sakit.
Dengan berpedoman pada standar pelayanan medis anestesi maka diharapkan tercapai tujuan
pengobatan pasien secara keseluruhan dengan aman, baik dan benar.
Standar Pelayanan Medik Anestesi ini dibuat dengan maksud untuk memberikan pegangan
bagi dokter spesialis anestesiologi yang bekerja di RSUD untuk melakukan pelayanan / tindakan
medis anestesi. Standar pelayanan medis anestesi ini mengacu pada Standar Pelayanan Medis IDSAI
(Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (Indonesian Society of
Anesthesiologists and Reanimateurs) / IDI, akan dievaluasi dan direvisi secara periodik.
103
6. Pelayanan di Ruang Perawatan Intensif.
BAB III
KEBIJAKAN
1. Pelayanan anestesiologidan terapi intensif adalah pelayanan dalam rangka menerapkan ilmu
anestesiologi dan terapi intensif di berbagai unit kerja.
2. Tim pelaksana pelayanan anestesi terdiri dari dokter spesialis anestesiologi serta penata anestesi
dan perawat terlatih anestesi. Dalam melakukan pelayanan dokter anestesiologi dapat
mendelegasikan tugas pemantauan kepada anggota tim namun tetap bertanggung jawab atas
pasien secara keseluruhan.
3. Dokter spesialis anestesiologi yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikan program studi
dokter spesialis anestesiologi diinstitut pendidikan yang telah diakui atau lulusan luar negeri dan
yang telah mendapat Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP).
4. Dokter spesialis anestesi bila tidak dapat memberikan pelayanan saat akan dilakukan operasi
maka pasien dirujuk.
5. Penata anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan dan ilmu
keperawatan anestesi setara D-III.
6. Pengawasan dan pengarahan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan bahwa pekerjaan
anestesiologi termasuk mengawasi mengelola dan membimbing petugas anestesi non-dokter
yang tergabung dalam tim anestesi.
7. Ketua Kelompok Staf Medis (KSM) anestesiologi adalah seorang dokter spesialis anestesiologi
yang diangkat oleh Direktur Rumah Sakit.
8. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi / langkah – langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu berdasarkan standar
kompetensi, standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun, ditetapkan oleh
rumah sakit sesuai kemampuan Rumah Sakit dengan memperhatikan sumber daya manusia,
sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia.
9. Pelayanan anestesi harus selalu berorentasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
10. Pelayanan Pra-anestesi adalah penilaian untuk menentukan status medis pra-anestesi dan
pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh tindakan anestesi.
11. Pelayanan intra anestesi adalah pelayanan anestesi yang dilakukan selama tindakan anestesi
meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu.
12. Perawatan pasca anestesi : dilakukan kepada semua pasien yang menjalani anestesi umum /
regional, atau perawatan anestesi terpantau (monitored anesthesia care).
104
13. Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien sakit kritis di lingkungan
Rumah Sakit.
14. Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko mengalami
henti jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang di lingkungan Rumah
Sakit.
15. Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestesi untuk memblok saraf regional
sehingga tercapai anestesi di lokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan.
16. Pelayanan anestesia / analgesia di luar kamar operasi adalah tindakan pemberian
anestetik/analgetik di luar kamar operasi.
17. Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri, terutama nyeri akut,
kronik dan kanker dengan prosedur intervensi (interventional pain management).
18. Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian atau penundaan bantuan
hidup.
105
BAB III
TATA LAKSANA
b. PRA ANESTESI
1. Tujuan
Mengusahakan kondisi optimal dari pasien agar dapat menjalani pembedahan dengan hasil
sebaik – baiknya.
2. Kegiatan
Evaluasi pra anestesi dikerjakan dalam periode 24 jam sebelum tindakkan anestesi
pembedahan agar terapi atau pemeriksaan yang dilakukan hendaknya diberikan waktu yang
cukup untuk evaluasi tersebut. Jika evaluasi dini tidak dapat dilakukan (misalnya
pembedahan darurat), penilaian dilakukan sebelum memulai anestesi, dan pembedahan.
106
Tujuan akhir dari evaluasi ini adalah didapatkan persiapan menjelang operasibaik pasien,
alat, maupun obat yang optimal.
c. PRA INDUKSI
1. Siap pasien
Dilakukan penilaian ulang terhadap pasien terhadap :
B1 (airway dan fungsi pernafasan)
B2 (Fungsi Cardiovascular)
B3 (fungsi kesadaran)
B4 (Fungsi ginjal)
B5 (fungsi ppencernaan)
B6 (tulang)
Puasa
Obat yang digunakan
Bila ditemukan masalah segera diambil tindakkan.
2. Siap alat
Sebelum operasi dimulai selalu dicek persiapan alat yang meliputi :
107
- Sumber oksigen, cek tekanannya antara 4-5 barr
- Alat untuk membebaskan jalan nafas :
1. Orofaring airway, nasofaring airway
2. Laryngoskope dengan 2 ukuran serta laryngoscope McCoy untuk intubasi
sulit,dicek lampu menyala terang berwarna putih.
3. Endotracheal tubedengan 3ukuran, dicek tidak ada kebocoran cuff.
Siapkan non kingking untuk posisi : tengkurap, palatoraphy, (operasi /
tindakkan daerah wajah dan jalan nafas)
4. Masker beberapa ukuran
5. Magyl forcep
6. Stylet
7. Plaster
8. Kassa gulung kecil penggamjal ompong
9. Kassa ukuran sedang
10. Kassa tampon
c. Meja Trolly anestesi untuk meletakkan semua perlengkapan di atas
d. Mesin suction dicek apakah berfungsi dengan bain dan pilih kateter suction yang sesuai.
e. Alat bantu nafas cadangan, dicek adakah ambu bagdan berfungsi.
f. Monitor : ECG, Saturasi, Tensimeter, Suhu.
g. Alat untuk regional anestesi
h. Meja operasi dicek fungsinya untuk berbagai posisi.
i. Defibrilator selalu dalam posisi siap pakai
j. Mesin anestesi meliputi :
1. Cek tekanan oksigen normalnya antara 4-5 barr.
2. Sambungkan dengan sumber oksigen
3. Sambungkan dengan sumber listrik bila dilengkapi dengan ventilator.
4. Tes kebocoran
5. Cek isi gas inhalasi
6. Cek perubahan warna sodalime
7. Cek fungsi ventilator
k. Siap obat, meliputi :
1. Obat induksi
2. Midazolam
Disiapkan dalam spuit 5 cc dengan sediaan 1 mg/cc
3. Propofol
Disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10 mg/cc
4. Ketamin
Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
5. Golongan narkotik
Morfin : disipakan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 1 mg/cc
108
Pethidin : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50mg / cc
Biasanya perlu diencerkan lagi dalam spuit 5 cc dengan sediaan 5 mg/cc
Fentanyl : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50 mcg/ cc
6. Gas inhalasi
Isoflurane : Vaporizer diberi label berwarna ungu, dicek isinya
Sevoflurane : Vaporizer diberi label berwarna kuning, dicek isinya
Etrane, Desflurane , Halotane
7. Obat pelupuh otot
Vecuronium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 4 mg/cc
Atracurium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaann 10 mg/ cc
Untuk keamanan obat – obatan tersebut dimasukkan dalam spuit yang berbeda ukurannya serta di
beri label dan tanggal.
l. Obat emergensi
1. Epinefrin
2. Nor Epinefrin
3. Sulfas Atropin
4. Efedrine
5. Dopamin
6. Lidokain
7. Furosemide
8. Amiodaron, Aminophylin, Dexamethason bila diperlukan.
m. Cairan infus :
Cristalloid (Ringer laktat, Normal saline) dan colloid (haes 6%, gelatin)
D. Induksi Anestesi
109
3. Memberi informasi kepada pasien atau keluarga tentang pilihan cara anestesi dan rencana
pengelolaan anestesi yang direkomendasikan serta persiapan yang diperlukan untuk
rencana tersebut.
Pelayanan dilaksanakan di klinik, kamar operasi, UGD atau ruangan perawatan termasuk
ICU, selambat-lambatnya beberapa saat sebelum dilakukan pembiusan.
Standar tindakan:
1. Mempelajari rekam medis pasien
2. Melakukan anamnesis untuk membahas riwayat medis, kebiasaan / habituasi,
pengalaman anestesi dan terapi obat terdahulu
3. Melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai aspek-aspek kondisi fisik yang dapat
mempengaruhi keputusan berkenaan dengan resiko dan penatalaksanaan peri-operatif
4. Mempelajari hasil-hasil pemeriksaan penunjang dan hasil konsultasi yang telah
dilakukan.
5. Meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang lain atau konsultasi kepada dokter ahli
lain bila dianggap perlu
110
d) Ventilasi paru (observasi, auskultasi)
Semua pasien yang menjalani anestesi umum harus memiliki ventilasi
yang adekuat dan dipantau secara terus-menerus
Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada, pergerakan kantong
pernapasan, auskultasi dada
Pemantauan karbon dioksida yang diekspirasi untuk pasien yang terpisah
dari pengasuh / keluarganya
Jika terpasang ETT / LMA: pastikan posisi terpasang dengan benar
e) Sirkulasi
Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular
yang signifikan
Pemeriksaan analisis gas darah (AGGD)
Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 menit (kecuali
dikontraindikasikan)
Pasien dengan anestesi umum : semua hal di atas ditambah evaluasi
kontinu fungsi sirkulasi dengan : palpasi nadi, auskultasi bunyi jantung,
tekanan intra-arteri, oksimetri.
f) Temperatur tubuh
g) Dosis dan jenis obat yang digunakan, waktu dan jalur pemberian obat,
identifikasi efek samping obat
h) Jenis dan jumlah cairan intravena yang digunakan, termasuk produk darah,
serta waktu pemberiannya.
i) Teknik yang digunakan dan posisi pasien saat dianestesi.
j) Peralatan untuk jalan napas yang digunakan berikut teknik dan lokasi
pemasangannya.
k) Kejadian-kejadian tidak biasa yang terjadi selama pemberian anestesi
l) Status pasien setelah dianestesi.
3) Pencatatan data untuk sedasi berat / dalam :
a) Respons terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih intens (kecuali
dikontraindikasikan)
b) Pemantauan karbondioksida yang diekspirasi untuk semua pasien
c) EKG untuk semua pasien
111
c. Memasang alat pemantauan anestesi (tekanan darah, saturasi oksigen / nadi, dan
EKG).
d. Memeriksa sekali lagi keadaan pasien, melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik
ulang sesuai keperluan. Bila perlu menerangkan kembali tindakan yang akan
dilakukan.
e. Memeriksa atau melakukan persiapan pasien misalnya akses intravena dengan kanul
intravena yang sesuai, melakukan pemberian cairan perioperatif sesuai kebutuhan.
2. Melakukan tindakan anestesi dengan dibantu oleh perawat anestesi :
a. Pada anestesi umum yaitu :
1) Memberikan premedikasi, di ruang perawatan, ruangan persiapan pasien atau
ruang kamar operasi.
2) Melakukan intubasi bila perlu. Sebelumnya dapat diberikan obat pelumpuh otot.
Obat pelumpuh otot pilihan pada operasi tanpa persiapan / operasi gawat darurat
atau keadaan spasme adalah suksinil kolin. Untuk operasi berjadwal
menggunakan pelumpuh otot non depolarisasi.
3) Melakukan pemeliharaan anestesi dengan anestesi inhalasi. Pada operasi /
tindakan dalam waktu singkat dapat juga dengan anestesi intravena baik secara
intermiten maupun kontinu.
4) Mengakhiri anestesi dan melakukan ekstubasi. Pada pasien yang mendapat obat
pelumpuh otot, bila perlu diberikan obat pemulihnya. Ekstubasi dapat dilakukan
dalam keadaan teranestesi maupun sadar dengan ventilasi yang sudah adekuat.
b. Pada anestesi regional
1) Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.
2) Melakukan anti sepsis
3) Melakukan penyuntikan sesuai dengan pedoman ilmiah yang berlaku.
4) Melakukan uji keberhasilan anestesi regional dengan anamnesis dan atau
sekurang-kurangnya uji cubit kulit.
5) Mengantisipasi dan menangani hipotensi, dengan vasopresor : efedrin atau
pemberian cairan.
112
K. Pelayanan Medis sesudah Anestesi /Pasca Anastesi
Tujuan : menjaga keselamatan pasien pasca anestesi dengan memantau keadaan umum,
sistem pernafasan, kardiovaskular, kesadaran, kemampuan motorik
Tempat : meja operasi, selasar kamar bedah dan ruang pulih sadar (RR).
Waktu : setelah pengakhiran anestesi dan atau ekstubasi.
Evaluasi Pasca-Anestesi/Monitoring
1. Evaluasi pasien setelah keluar dari ruang prosedur / operasi
2. Pasien dipindahkan ke ruang rawat pasca-anestesi
3. Selama transfer, pasien harus didampingi oleh salah satu anggota Tim Anestesi yang
paham mengenai kondisi pasien.
4. Pasien harus terus dievaluasi selama transfer dengan pemantauan dan peralatan yang
mendukung kondisi pasien.
5. Saat tiba di RR, lakukan pencatatan status dan kondisi pasien
6. Transfer informasi mengenai kondisi pre-operatif, selama operasi / prosedur, dan
pemberian anestesi kepada perawat di RR.
113
7. Anggota Tim Anestesi harus tetap tinggal di RR sampai tanggung jawab perawatan
pasien selanjutnya diserahkan ke perawat ruangan/ICU
8. Evaluasi dan pemantauan kondisi pasien secara kontinu :
a. Pencatatan sesuai kronologis mengenai tanda vital (oksigenasi, jalan napas, ventilasi,
sirkulasi, temperatur tubuh) dan tingkat kesadaran pasien
b. Penilaian oksigenasi dapat menggunakan oksimetri
c. Pencatatan sesuai kronologis mengenai obat-obatan yang diberikan, dosis, dan jalur
pemberiannya
d. Jenis dan jumah cairan intravena yang diberikan, termasuk produk darah.
9. Evaluasi kejadian-kejadian tidak biasa, termasuk komplikasi pasca-anestesi/ pasca-
prosedur.
10. Terdapat kebijakan untuk memastikan ketersediaan dokter yang dapat menangani
komplikasi dan melakukan resusitasi kardiopulmoner di RR
11. Kunjungan pasca-anestesi oleh dokter.
12. Lakukan pencatatan yang akurat dan sesuai kronologis
114
a) Mampu melakukan evaluasi dan terapi pre-anestesi.
b) Mampu melakukan penatalaksanaan medis pasien dan prosedur-prosedur
anestesi.
c) Mampu melakukan evaluasi dan terapi pasca-anestesi.
2) Mampu melakukan tindakan resusitasi.
3) Mampu melakukan pengelolaan kardiopulmoner.
4) Mampu melakukan pengelolaan intensif.
5) Mampu melakukan penatalaksanaan nyeri.
6) Mampu melakukan pengelolaan trauma dan kedaruratan.
Dokter spesialis anestesi wajib mengikuti CPD (Continuing Professional
Development) setiap tahun sesuai ketentuan IDSAI dan memperbaharui STR sesuai
undang-undang yang berlaku
b. Penata Anestesi
Perawat anestesi adalah perawat setingkat D-III / Akper yang telah mendapat pelatihan
dan penugasan di pelayanan anestesi selama 6 bulan sampai 1 tahun.
115
3. Perencanaan Tindakan Anestesi
a. Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan anestesi yang
bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan
tercapainya keselamatan pasien dengan optimal.
b. Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi pasien
memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang
ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent).
c. Ketika terdapat situasi dimana suatu bagian dari layanan anestesi akan dilakukan
oleh petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi harus memberitahukan
kepada pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi
oleh Tim Anestesi.
6. Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnyatidak dapat didelegasikan kepada nondokter.
II. Manajemen Keselamatan Pasien Dalam Penggunaan Sedasi Ringan Dan Sedang Oleh
Perawat Dan Asisten Anestesi
1. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama
perawatan pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).
2. Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggung jawab harus hadir / mendampingi di
ruang tindakan.
116
3. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi
pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan
risiko anestesi.
4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan
pasien / menurunkan kualitas pelayanan pasien.
5. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi
emergensi dimana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.
6. Sertifikat ACLS (Advanced Cardiac Life Support) merupakan standar persyaratan
minimal yang harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi / anestesi dan
dokter non-anestesi yang mengawasinya.
IV. Pelatihan
1. Farmakologi obat-obatan anestesi dan analgesik
2. Farmakologi obat-obatan antagonis yang tersedia
3. Keterampilan bantuan hidup dasar
4. Keterampilan bantuan hidup lanjut
117
5. Untuk sedasi berat / dalam: keterampilan bantuan hidup lanjut di kamar tindakan /
prosedur.
V. Informed Consent
1. Surat Persetujuan Tindakan
a. DPJP Anestesi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pasien (atau
keluarganya) memahami bahwa selama proses anestesi berlangsung di kamar
operasi/tindakan, anestesiologis yang bertanggung jawab terhadap pasien.
b. Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan hal ini, tahap
selanjutnya adalah menandatangani surat persetujuan tindakan.
2. Pemberian Informasi kepada Professional Liability Carrier
Untuk memastikan adanya jaminan asuransi pertanggungjawaban profesional yang
terpercaya untuk semua pihak yang terlibat (mencakup tim anestesi dan institusi),
langsung dan berkelanjutan oleh anestesiologis yang terlatih, terpercaya, dan
kompeten.
118
5) Berbagai ukuran pipa orofaring, sungkup laring dan alat bantu jalan nafas lainnya.
6) Laringoskop dengan berbagai ukuran bilahnya
7) Berbagai ukuran pipa endotrakeal dan konektor
8) Stilet / mandrein untuk pipa endotrakeal.
9) Semprit untuk mengembangkan balon endotrakeal
10)Forseps Magill dan tampon faring
11) Beberapa ukuran plester / pita perekat medis
12) Pelicin steril untuk endotrakeal
13) Torniket untuk pemasangan akses vena
14) Peralatan infus intravena dengan berbagai ukuran kanul intravena danberbagai
macam cairan infus yang sesuai
15) Sistem pembuangan untuk bahan-bahan yang terkontaminasi cairan biologis, benda
tajam dan pecahan kaca / gelas.
d. Peralatan-peralatan yang harus segera tersedia jika diperlukan sewaktu-waktu, yaitu:
1) LMA untuk menanggulangi kesulitan intubasi.
2) Peralatan untuk infus cairan secara cepat.
3) Defibrilator jantung dengan kemampuan kardioversi sinkron (synchronised
cardioversion)
4) Peralatan untuk melakukan blok subaraknoid dan epidural.
e. Kebutuhan lainnya untuk keamanan tindakan anestesi, meliputi:
1) Penerangan yang cukup untuk melakukan pemantauan klinis pasien.
2) Penerangan darurat dan sumber listrik darurat.
3) Telepon / airphhone / HT untuk berkomunikasi dengan orang di luar kamar operasi.
4) Alat pendingin (kulkas obat) untuk penyimpanan obat-obatan dan produk biologik.
5) Alat pengatur suhu ruangan untuk mempertahankan suhu kamar operasi antara 16-
22°C.
6) Troli atau tempat tidur transfer pasien.
119
b. Ada daftar / checklist pemeriksaan mesin anestesi di setiap mesin anestesi.
120
2) Evaluasi jalan napas
3) Auskultasi jantung dan paru
d. Pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan EKG (berdasarkan pada kondisi yang
mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam penanganan pasien)
e. Temuan klinis dikonfirmasi segera sebelum melakukan anestesi / sedasi.
f. Konsultasi medis, jika memungkinkan.
g. Penyusunan rencana tindakan anestesi dan diskusi dengan pasien / keluarganya
mengenai risiko – keuntungan dari tindakan anestesi
h. Penandatanganan surat persetujuan tindakan (informed consent)
i. Pemberian pre-medikasi dan antibiotik profilaksis, sesuai indikasi.
j. Dukungan psikologis
k. Pencatatan di rekam medis pasien
Konseling pasien mengenai risiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif yang ada, Puasa
pre-prosedur
a. Prosedur elektif: mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan lambung
b. Situasi emergensi: berpotensi terjadi pneumonia aspirasi, pertimbangkan dalam
menentukan tingkat / kategori sedasi, apakah perlu penundaan prosedur, dan apakah
perlu proteksi trakea dengan intubasi.
121
a. Konsultasi dokter spesialis: spesialis anestesiologi dapat melakukan konsultasi dengan
spesialis lain sesuai kebutuhan. Yang diharapkan dari konsultasi ini adalah diagnosis
spesialistik dan terapi / penatalaksanaan yang sesuai dengan kondisi pasien saat
diperiksa. Kondisi ini merupakan bahan pertimbangan bagi spesialis anestesiologi
melakukan penatalaksanaan peri-operatif pasien tersebut. Petunjuknya:
1) Spesialis jantung dan pembuluh darah: pasien asimptomatis di atas 60 tahun, atau
dengan keluhan dan temuan kelainan kardiovaskular.
2) Spesialis penyakit dalam: pasien dengan DM dan penyakit metabolik-endokrin,
dengan penyakit ginjal dan hipertensi, dengan penyakit hematologi, dll
3) Spesialis anak: neonatus dan bayi.
4) Spesialis paru: pasien dengan keluhan dan temuan kelainan pulmoner.
III.Petunjuk Puasa
a. Tujuan: untuk mengurangi risiko aspirasi – regurgitasi.
b. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra-bedah, dari minum susu 6
jam pra-bedah, dari minum air jernih 3 jam pra-bedah.
c. Pasien anak-anak mengikuti jadwal sebagai berikut:
122
a. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih dapat merespons
dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi
dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
- Blok saraf perifer
- Anestesi lokal atau topikal
- Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri
b. Sedasi moderat (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien
memberikan respons terhadap stimulus sentuhan.
1) Sedasi moderat merupakan suatu teknik untuk mengurangi kecemasan dan
ketidaknyamanan pasien selama menjalani prosedur medis.
2) Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan potensi jalan napas, dan
ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan
baik.
3) Selama tindakan Sedasi moderat, dokter mengawasi proses pemberian anestesi.
4) Pemberian Sedasi moderat melalui intravena.
5) Pasien akan merasa setengah sadar dan mengantuk, tetapi dapat segera bangun bila
diajak bicara / disentuh. Pasien mungkin tidak akan mengingat dengan detail
tahapan prosedur yang dilakukan.
6) Pasien akan tetap dimonitor sebelum, selama, dan setelah prosedur dilakukan.
7) Persiapan pre-anestesi:
- Nilai apakah pasien secara rutin mengkonsumsi alkohol, obat-obatan anti-
depresan / relaksans otot, atau obat tidur (karena dapat menurunkan efektifitas
obat anestesi).
- Pasien menggunakan nasal kanul
- Pengukuran tanda vital (dicatat dalam rekam medis)
8) Penilaian dan pencatatan selama proses anestesi:
- Denyut dan irama jantung
- Tekanan darah
- Saturasi oksigen dalam darah
9) Penilaian setelah prosedur:
- Pasien diobservasi di ruang pemulihan selama 30 menit, hingga efek anestesi
menghilang.
- Biasanya tidak ada efek lanjutan / ikutan setelah pemberian anestesi sedang.
Akan tetapi terdapat kemungkinan terjadinya gangguan dalam konsentrasi,
penilaian dalam membuat keputusan, refleks / reaksi, dan ingatan jangka
pendek selama 24 jam pasca-anestesi.
10) Pasien tidak diperbolehkan untuk mengemudi sehingga diperlukan orang dewasa
lainnya untuk mendampingi pasien pulang ke rumah.
123
11) Pasien juga disarankan untuk tidak mengoperasikan peralatan yang berbahaya,
membuat keputusan penting, atau menandatangani dokumen resmi apapun dalam
24 jam pasca-anestesi.
12) Jika pasien tidak didampingi oleh pengantarnya saat tiba di rumah sakit / klinik
untuk menjalani prosedur, maka pasien tidak akan diberikan sedasi / anestesi
sedang. Pilihannya adalah : menjalani prosedur tanpa anestesi atau membatalkan
prosedur tersebut.
c. Sedasi dalam : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan
respons terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu /
tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi
jalan napas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
d. Anestesi umum: hilangnya kesadaran dimana pasien tidak sadar, bahkan dengan
pemberian stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan
patensi jalan napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak
adekuatnya ventilasi spontan / fungsi kardiovaskular dapat terganggu.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin
untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu,
petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera
terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya
terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan
penanganan terhadap pasien yang jatuh ke dalam kondisi sedasi berat).
Sedasi ringan /
Sedasi moderat
minimal Sedasi berat / dalam Anestesi umum
(pasien sadar)
(anxiolysis)
Respons Respons Merespons Merespons setelah Tidak sadar,
normal terhadap diberikan stimulus meskipun dengan
terhadap stimulus berulang / stimulus stimulus nyeri
stimulus verbal sentuhan nyeri
Jalan napas Tidak Tidak perlu Mungkin perlu Sering
terpengaruh intervensi intervensi memerlukan
intervensi
Ventilasi Tidak Adekuat Dapat tidak adekuat Sering tidak
spontan terpengaruh adekuat
Fungsi Tidak Biasanya dapat Biasanya dapat Dapatterganggu
kardiovaskular terpengaruh dipertahankan dipertahankan dengan
dengan baik baik
124
d. Sebagai bagian dari teknik anestesia: analgetik.
e. Menghasilkan amnesia.
f. Cara pemberian: intravena, intramuskular
g. Tempat pemberian : ruang persiapan anestesi dan di dalam kamar bedah.
h. Jenis obat: sedativa, analgetik narkotik, neuroleptik, antikolinergik, antiemetik.
125
3) Kriteria pemindahan pasien ke ruangan: bila pasien sudah sadar betul dengan skor
Aldrete di atas 9. Pasien bayi dan anak sudah menangis.
126
i. Anestesia regional untuk kasus pediatrik dapat diberikan sebelum operasi dan atau
setelah operasi untuk tujuan rumatan dan atau analgesia pasca bedah. Anestesia kaudal
digunakan untuk operasi di daerah perut dan tungkai. Brachial blok dapat diberikan
untuk operasi di daerah lengan. Infiltrasi dan blok syaraf superfisial dapat dilakukan
baik sebelum sayatan kulit, maupun pada saat menutup luka operasi.
127
d. Pasca anestesi.
1) Pemantauan di ruang pulih sadar menggunakan skor Aldrete.
2) Pada pasien diberikan oksigen kanul hidung 2 l/m atau sesuai kondisi pasien.
3) Kriteria pemindahan pasien ke ruangan : skor Aldrete di atas 9, pasien sudah bisa
menggerakkan tungkainya.
128
4) Ada jaminan akses intravena cukup besar untuk pemberian cairan secara cepat bila
diperlukan. Tidak perlu diberikan cairan secara cepat sebelum penyuntikan spinal.
5) Posisi penyuntikan : duduk membungkuk atau miring meringkuk.
6) A dan antisepsis dengan povidon iodine yang dibilas dengan alkohol 90%.
b. Penyuntikan obat
1) Dengan jarum tipe quincke 27 G atau direkomendasikan dengan jarum whitacre /
sprotte.
2) Di sela lumbal 2-3 atau 3-4 atau 4-5.
3) Obat yang dipakai : morfin 0,15 - 0,2 mg; dan fentanil 25 ug.
129
2) Berikan parasetamol 1 gram dan kodein 20 mg.
3) Bila tidak adekuat, berikan petidin atau morfin IM. (berikan juga laxatif)
4) Berikan kafein 300 mg atau,
5) Teofilin 300 mg PO atau,
6) Sumatriptan (Cetatrex / Imitrex / Serogran / Triptagic) 100 mg oral. Dapat diulang
dalam 24 jam bila masih nyeri.
7) Bila nyeri kepala berat bertahan 48 jam, lakukan Epidural Blood Patch (EBP) :
Kontra indikasi pada pasien yang mendapat antikoagulan dan sepsis.
Lokasi penusukan pada tempat yang sama atau 1 ruas kauda.
Masukkan 10 - 20 ml darah pasien ke dalam ruang epidural.
Tirah baring 2 jam setelah EBP.
Cegah mengedan atau mengangkat sebelum 5 hari pasca EBP.
130
Obat golongan narkotik : petidin 50 mg IV dilanjutkan dengan infus kontinu
150 mg / 24 jam dalam NaCl 0.9%. atau
Obat golongan narkotik : morfin 5 mg IV dilanjutkan dengan infus kontinu 15
mg / 24 jam.
Pada anak-anak dapat dipakai : Ibuprofen suppositoria 125 mg 2-3 x / hari.
Tramadol 1-2 mg / kgBB 3x / hari. Petidin 0,5-1mg / kgBB 3x / hari atau
dengan titrasi.
2) Harus memperhatikan kontraindikasi Obat Anti Inflamasi NonSteroid / OAINS
(selektif dan nonselektif) :
Ulcus peptikum
Perdarahan gastro intestinal atau adanya kelainan perdarahan.
Aspirin sensitive asthma. Hati-hati pada asma yang lain.
Riwayat alergi aspirin atau OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)lain.
3) Setelah pasien berada di ruangan, dilakukan pemantauan tanda vital sesuai prosedur
ruangan perawatan.
4) Penilaian nyeri dilakukan secara aktif selama 24 jam dengan menggunakan skala
rasa nyeri dengan Wong Baker Faces Pain Rating Scales dan Numeric Rating Scale
(NRS) untuk dewasa dan anak 6 tahun dan FLACC Pain Scale untuk < 6 tahun
selama 3 jam setiap 15 menit.
5) Bila tidak ada kontraindikasi, pasien boleh minum bebas, dan setelah 12 jam pasca
bedah boleh makan.
6) Mobilisasi cepat : pada pasien pasca anestesia spinal, boleh duduk setelah 6 jam
dan berdiri setelah 12 jam. Bila ada tanda-tanda nyeri kepala / tengkuk, mobilisasi
ditunda.
7) Bila obat analgetik pasca bedah sudah diberikan sesuai jadwal dan nilai skor nyeri
> 6, dapat diberikan tambahan paracetamol oral 1 gr dan kodein oral 20 mg.
8) Bila 2 jam kemudian nilai nyeri masih > 6, dapat diberikan obat golongan opioid :
petidin IM / IV.
9) Obat-obatan untuk mengatasi efek samping dapat diberikan sesuai indikasi:
misalnya
Mual-mual dan muntah : ondansetron 4 mg IV dapat diulang 3 x dengan total
12 mg / 24 jam.
Depresi nafas karena narkotik (laju nafas < 12 x / m) : naloxone secara titrasi.
Gatal-gatal : karena narkotik : naloxone secara titrasi, recopol 10 mg,
dexametason, antihistamin.
10) Pemantauan :
Tanda vital sesuai protokol ruang perawatan atau sesuai indikasi.
Skala nyeri sesuai skor yang didapat dan implementasinya.
Efek samping.
131
Mobilisasi, bila nyeri tidak ada atau sedikit, mobilisasi bisa dilakukan lebih
cepat.
132
1) Ekstensi kepala jangan berlebihan karena dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas
pada bayi dan anak kecil. Kepala dijaga dalam posisi netral selama diusahakan
membuka jalan nafas pada kelompok ini.
2) Pemberian ventilasi harus lebih kecil volumenya.
3) Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi diantara 2
skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan
hentakan dada diberikan dengan bayi telentang, kepala terletak dibawah melintang
pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan
dengan korban telungkup melintang diatas paha penolong dengan kepala lebih
rendah dari badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak telentang diatas
lantai
4) Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien –
pasien muda, kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari
dibawah titik potong garis putting susu dengan sternum pada bayi dan pada tengah
pertengahan bawah sternum pada anak. Penekanan sternum 1,5 – 2,5 cm efektif
untuk bayi, terapi pada anak diperlukan penekanan 2,5 – 4 cm. Pada anak yang
lebih besar, hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar
5) Selama henti jantung, pemberian kompresi dada luar harus minimal 100 kali
permenit
133
3) Lidokain, dosis inisial 1 – 1,5 mg / kgBB IV. Bila VF / VT tanpa denyutan masih
berlangsung dapat diberikan dosis tambahan 0,5 – 0,75 mg / kgBB bolus dalam
interval 5 – 10 menit. Maksimal 3 mg / kgBB.
4) Magnesium, untuk VF / VT tanpa denyutan yang berhubungan dengan torsades de
pointes, dosis 1 – 2 gram dalam 10 mL D5W IV/IO bolus selama 5 – 60 menit.
5) Obat yang mungkin berguna pada kasus pediatrik
a) Kalsium Klorida, dosis 20 mg / kgBB IV/IO pelan, tidak terbukti memperbaiki
hasil RJP.
b) Natrium Bikarbonat, dosis 1 mEq/ kgBB IV/IO pelan, tidak terbukti
memperbaiki hasil RJP.
134
BAB IV
DOKUMENTASI
135
pada saat kunjungan pra-anestesi. Kelainan lain yang tidak terdapat dalam daftar dapat
dituliskan pada kotak kosong pada kolom catatan.
5) Bila ditemukan kelainan maka kelainan dilingkari.
6) Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang, pengisian sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium/penunjang pasien. Dicantumkan juga tanggal dilakukannya pemeriksaan
laboratorium/penunjang yang tercatat.
7) Kesimpulan evaluasi pra-anestesi, meliputi ASA, Cardiac Risk Index, penyulit, dan
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien. Diisi setelah mengevaluasi kondisi pasien
secara keseluruhan.
8) Pemeriksaan mengisikan identitasnya dengan nama dengan jelas serta singkatan,
membutuhkan waktu, tanggal dan tanda tangan. Setelah melengkapi kesemuanya,
cantumkan nama pemeriksa dan waktu kunjungan pra-anestesi dan bubuhkan tanda
tangan pemeriksa pada kotak yang telah disediakan.
c. Rencana Pra-anestesi
Tempat untuk merencanakan rencana anestesi dan obat-obat yang rencana digunakan :
1) Rencana Anestesi, diisi sesuai dengan rencana anestesi yang telah disusun setelah
mengevaluasi kondisi pasien, dan disetujui oleh pasien (dibutuhkan dengan lembaran
Informed Consent) dan juga diketahui oleh perawat yang bertugas. Berikan tanda
”check” pada teknik yang dipilih, dan lingkari agen yang dipilih. Jika dipilih agen/teknik
yang tidak bersedia, dapat dituliskan pada kolom catatan.
2) Perencana untuk tindakan anestesi meletakkan nama yang jelas serta singkatannya,
tanggal dan waktu perencanaan.
d. Evaluasi Pra-Induksi
Merupakan re-evaluasi pra-anestesi sesaat sebelum melakukan induksi. Meliputi tanda vital
(tekanan darah, nadi, frekuensi napas, saturasi oksigen perifer dan suhu tubuh), kecukupan
puasa, masalah saat induksi, perubahan rencana anestesi, dan pemberian premedikasi yang
telah direncanakan.
1) Tanda vital diisi sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapatkan, bila didapatkan
kelainan maka dicantumkan dalam status, dan bila mana kondisi tersebut tidak
memungkinkan untuk induksi, maka disebutkan / ditulis pada ”Sebutkan jika
ada..................”
2) Kecukupan puasa diisi sesuai hasil interogasi terhadap pasien / keluarga pasien.
3) Jika terdapat masalah pada saat induksi (berdasarkan hasil pemeriksaan), beri tanda
”check”, dan tuliskan pada baris yang telah tersedia.
4) Jika terdapat perubahanhan teknik anestesi yang akan digunakan dan tidak sesuai
rencana, tuliskan pada baris yang tersedia ”Perubahan rencana Anestesi.............” dan
lakukan informed consent kembali kepada pasien dan keluarganya.
136
5) Pemberian premedikasi diisi oleh pihak yang memberikan premedikasi dengan
menuliskan nama agen yang diberikan, waktu, serta membubuhkan tanda tangan dan
nama terang.
e. Daftar cheklis keselamatan pasien
Diisi dengan memberikan tanda ”check” pada kotak yang telah disediakan, jika point
tersebut ada / sudah dikerjakan.
f. Induksi
Kolom Induksi, meliputi teknik induksi, teknik intubasi, evaluasi jalan napas, posisi pasien,
dan ketersediaan IV line, NGT, tampon, CVC, maupun arterial line.
1) Teknik induksi diisi sesuai dengan teknik yang digunakan. Titrasi obat induksi, tahapan
induksinya.
2) Evaluasi jalan napas, meliputi penilaian derajat dari laringoskopi, dan ETT maupun
LMA yang digunakan. Diisi sesuai dengan hasil pengamatan pemeriksa, jika melakukan
intubasi ataupun pemasangan LMA.
3) Pengisian posisi pasien, IV line, NGT, tampon, CVC, maupun arterial line sesuai dengan
yang terpasang pada pasien.
g. Monitoring intra anestesi
Monitoring Intra Anestesi, meliputi tabel monitoring intra anestesi, balans cairan, anestesi
regional, dan catatan.
1) Tabel monitoring diisikan sesuai dengan keadaan pasien (tanda sesuai ”keterangan”
yang telah tersedia pada lembaran status anestesi) (Tekanan darah, nadi, dan frekuensi
napas (jika pasien bernapas spontan) setiap 5 menitnya.
2) Pemberian obat juga diberikan tanda angka sesuai dengan tempat nama obat tersebut
dituliskan pada tabel sesuai dengan waktu pada saat diberikan.
3) Rangkuman balans cairan intra anestesi dituliskan pada kotak dan baris yang telah
disediakan.
4) Jika menggunakan anestesi regional, berikan keterangan mengenai teknik, agen yang
digunakan, tipe, volume, dan keterangan lain pada kotak yang telah disediakan.
5) Masalah atau keterangan lain yang terjadi intra-anestesi dapat dicantumkan pada kotak
catatan.
6) Setelah proses anestesi selesai bubuhkan tanda tangan dan waktu pada kolom yang
tersedia.
7) Tanggal, waktu masuk kamar operasi, saat induksi, saat insisi, dicatat pada kolom yang
disediakan.
8) Tanggal, waktu keluar kamar operasi, saat selesai operasi, saat selesai anestesi dicatat
pada kolom yang disediakan.
9) Pada operasi yang berhubungan dengan persalinan, maka bayi yang lahir dicatat jam
berapa, Apgar Score yang dinilai. Berat badan dan tinggi badan setelah ditimbang dan
diukur.
h. Monitoring pasca anestesi
137
Meliputi tabel monitoring pasca anestesi, Skor Aldrette pasca anestesi, pesanan / tindakan di
ruang pulih sadar, skor nyeri pasca anestesi.
1) Tabel monitoring pasca anestesi diisikan sesuai dengan kondisi pasien selama di ruang
pulih sadar. Cantumkan data dasar pasien dan pemeriksa pada tabel terlebih dahulu pada
saat menerima pasien. Kemudian, tabel diisi dengan memberikan tanda pada tabel (tanda
yang digunakan sama dengan tanda pada tabel monitoring intra anestesi) sesuai dengan
kondisi pasien.
2) Keterangan lain selama pulih sadar dapat dituliskan pada baris keterangan skor nyeri dan
aldrette diisikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dengan tidak lupa mencantumkan
waktu evaluasi. Pesanan / tindakan di ruang pulih sadar diisi langsung setiap setelah
memberikan pesanan / melakukan tindakan dengan mencantumkan waktu, pesanan /
tindakan, dan tanda tangan pada kolom yang sesuai.
3) Ketika pasien akan dipindahkan dari ruang pulih sadar, cantumkan tempat yang dituju,
waktu, nama dokter dan perawat yang mengetahui, dan bubuhkan tanda tangan dokter
yang menyetujui pemindahan pasien dari ruang pulih sadar.
2. Informed Consent
Pemberian Informed Consent didokumentasikan pada dokumen rekam medis persetujuan
tindakan pembiusan.
3. Daftar Pelayanan Anestesi Dan Sedasi Moderat / DalamRumah Sakit Umum Deli
a. Tindakan Anestesi
• Anestesi Umum
• Anestesi Regional
• Anastesi Infiltrasi
• Anastesi Blok
• Anastesi Spinal
• Blok Epidural
• Blok Pleksus Brakialis
• Anestesia Paravertebral
• Blok Transakral (Kaudal)
• Anastesi Regional Intravena
b. Tindakan Sedasi
a. Sedasi sedang
• Menggunakan midazolam
• Menggunakan ketamin
• Menggunakan propofol
b. Sedasi dalam
• Menggunakan ketamin
• Menggunakan midazolam oral
• Menggunakan flunitrazepam
• Menggunakan fentanil
138
• Menggunakan alfentanil
• Menggunakan remifentanil
139
PEDOMAN PELAYANAN PERINATOLOGI
RSUD MERANTI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan banyaknya pelayanan Rumah Sakit yang ada sekarang ini dan
berkembangnya pelayanan kesehatan saat ini, diperlukan suatu peningkatan pelayanan
kesehatan agar dapat berulang dalam memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh kaena itu,
Ruang Perinatologi merupakan salah satu bagian pelayanan kesehatan yang harus bisa
memberikan tindakan medis yang aman, efektif dengan memberdayakan Sumber Daya
Manusia yang kompeten dan rofesional dalam menggunakan peralatan, obat-obatan yang
sesuai dengan standar therapy di Indonesia.
Dalam rangka menyelenggarakn pelayanan kesehatan tersebut diatas, maka
disusunlah pedoman Pelayanan Ruang Perinatologi. Pedoman ini adalah pedoman minimal
dan dapat dikembangkan kapanpun seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan.
B. 1. Tujuan Umum
Tujuan meningkatkan mutu pelayanan di Ruang Perinatologi
2. Tujuan khusus
a. Memiliki standar ketenagaan di Ruang Perinatologi
b. Memiliki standar fasilitas di Ruang Perinatologi
c. Memiliki tata laksana di Ruang Perinatologi
d. Memiliki standar logistic di Ruang Perinatologi
e. Memiliki standar keselamatan pasien di Ruang Perinatologi
f. Memiliki standar keselamatan kerja di Ruang Perinatologi
g. Memiliki standar pengendalian mutu di Ruang Perinatologi
140
ekstraksi, forcep ekstraksi, secsio sesaria, bayi dengan kelahiran sungsang yang brmasalah/
sulit.
D. Batasan Operasional
Batasan operasional Pelayanan Neonatus yang diberikan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit
Umum Daerah Kepulauan Meranti didasarkan pada 3 (tiga) level, yaitu :
1. Pelayanan Keperawatan Neonatus level 1
Yaitu Perawatan Neonatus sehat:
Pelayanan Neonatus Dasar dan bayi berisiko rendah yang memerlukan Asuhan
Keperawatan Dasar minimal, dimana perawatan bayi utamanya dilakukan oleh ibu:
Kriteria bayi baru lahir normal sehat:
Persalinan normal/ tindakan tanpa komplikasi
Nilai apgar 5 menit ≥ 7
Berat lahir 2500 gram – 4000 gram
Usia kehamilan 37 minggu – 41 minggu
Tanpa kelainan congenital
Tanpa resiko penyakit
Rawat gabung/ rawat bersama ibunya sampai pulang
2. Pelayanan Keperawatan Neonatus level II
Yaitu perawatan neonates khusus/perawatan bayi sakit sedang dan diharapkan pulih
secara cepat yang memerlukan observasi dan pengobatan yang memiliki asuhan
keperawatan normal
Kriteria
BBLR <1000 gram tanpa komplikasi
BBL ≥4000 gram/makrosomia
Gangguan nafas ringan sedang
Infeksi local/infeksi ringan sedang
Kelainan bawaan ringan sampai sedang yang bukan keadaan gawat
Penyakit komplikasi lain tanpa memerlukan perawatan intensive
Rawat di ruang Perinatologi
3. Pelayanan Keperawatan Neonatus Level III
Yaitu perawatan intensive neonates yang memerlukan pengawasan yang terus menerus
dari perawat, Dokter dan dukungan fasilitas berteknologi tinggi.
Kriteria
Berat badan lahir amat sangat rendah (<1000 gram )
Nilai apgar 5/10 menit <3
141
Gangguan napas berat
Infeksi berat
Meningitis
Kejang neonates
Kelainan bawaan ringan dengan gawat darurat
Bayi baru lahir dengan komplikasi yang memerlukan ventilasi mekanik
Dirujuk ke RS yang lebih tinggi
E. Landasan Hukum
Dasar hukum yang mendasari penyusunan Instalasi Perinatologi adalah :
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Kalsifikasi Perizinan
Rumah Sakit
5. Permenkes RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
6. Kepmenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
7. Kepmenkes RI Nomor 604 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Maternal, Perinatal
di Rumah Sakit Umum kelas B, Kelas C, dan Kelas D
142
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
143
5. Pelaksana
Pendidikan minimal D III keperawatan/kebidanan dengan masa kerja minimal 2
tahun
Sertifikat minimal Kegawatdaruratan Neonatus, Teknik Resusitasi Neonatus,
Manajemen Laktasi
Bersedia bekerja dengan system shift
Dapat melakukan bantuan hidup dasar
6. Distribusi Ketenagaan
Kepala Instalasi : dr. Devi Ariani, Sp.An
Dokter Spesialis Anak : 1. dr. Ayu FP, Sp.A
Tenaga administrasi :-
Tenaga kebersihan : Tenaga kebesihan / cleaning servis yang bertanggung jawab
terhadap kebersihan ruang Perinatologi merangkap dengan
ruangan mawar berjumlah 2 orang
7. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga di ruang Perinatologi adalah :
a. Petugas Non Shift
Senin s/d kamis : 07.30 s/d 14.00 wib
Jumat : 07.30 s/d 11.30 wib
Sabtu : 07.30 s/d 13.00 wib
b. Petugas Shift
Senin s/d kamis shift pagi : 07.30 s/d 14.00 wib
Shift siang :14.00 s/d 21.00 wib
144
Shift malam : 21.00 s/d 07.30 wib
Pengaturan jaga untuk masing-masing tenaga kesehatan dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengaturan jaga Tim medis
a. Dokter spesialis/ Konsulen
1. Pengaturan dokter spesialis/ konsulen sesuai dengan disiplin ilmu masing-
masing
2. Dokter spesialis konsulen harus bisa dihubungi sewaktu-waktu jika
diperlukan
3. Jika ada dokter konsulen berhalangan hadir maka wajib memberitahu 1 hari
sebelumnya dan kemudian dialihkan ke dokter konsulen lainnya dalam
disiplin ilmu yang sama
b. Dokter jaga
1. Pengaturan jadwal dokter jaga sesuai dengan jadwal jaga dokter IGD
2. Pengaturan Jaga Tenaga Keperawatan
a. Pengaturan jadwal dinas perawat Perinatologi dibuat dan dipertanggung
jawabkan oleh Kepala Ruangan Perinatologi dan disetujui oleh Kepala Instalasi
b. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, siang, malam dan libur
c. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana Perinatologi setiap satu bulan
d. Jika ada keperluan penting pada hari tertentu (direncanakan) maka perawat
tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada buku permintaan dinas
e. Permintaan akan disesuaikan dengan kenutuhan tenaga yang ada (apabila tenaga
cukup dan berimbang serta tidak menganggu pelayanan, maka permintaan
disetujui)
f. Setiap tugas jaga/shift harus ada perawat penganggung jawab shift dengan syarat
pendidikan D III keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun serta memiliki
sertifikat pelatihan yang berhubungan dengan kompetensi ruangan Perinatologi
(BBLR, resusitasi Neonatus)
g. Apabila ada tenag perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak bisa jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terencana) maka perawat yang bersangkutan harus
memberikan informasi kepada kepala ruangan Perinatologi 1 hari sebelumnya,
hal ini dimaksud untuk memberikan waktu penanggung jawab mengatur personil
yang jaga saat itu.
h. Apabila ada tenaga perawat tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan
(tidak rerencana) karena sakit/ anak sakit dan sebagainya maka perawat tersebut
harus memberikan informasi kepada Kepala Ruangan Perinatologi minimal 4 jam
sebelum jam dinas dimulai, hal ini dimaksud untuk memberikan waktu untuk
mencarikan perawat pengganti saat itu.
145
i. Apabila ada tenaga perawat yang tiba-tiba tidak bisa jaga sesuai dengan jadwal
yang ditetapkan karena ada kejadian yang mendadak (± 1 jam sebelum jam dinas
dimulai) maka penanggung jawab wajib mencarikan perawat pengganti
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
Ruangan Perinatologi berada dekat dengan ruang mawar. Ketentuan bagunan Ruang
Perinatologi adalah sebagai berikut:
1. Terisolasi, ruangan tertutup, dan tidak terkontaminasi dari luar
2. Memiliki akses masuk tersendiri
3. Ditempatkan alat pemadam kebakaran
4. Memiliki instalasi pipa air
5. Suhu dan kelembaban diatur dengan AC
6. Memiliki akses komunikasi yang memadai
7. Memiliki instalasi untuk kebutuhan monitor pasien
8. Kualitas udara, lantai, air, AC dan kelembaban di control dengan pembiakan kuman
secara berkala
9. Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata