Anda di halaman 1dari 179

PEDOMAN INSTALASI KHUSUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan
upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Peningkatan upaya kesehatan perorangan di rumah sakit secara terus menerus
ditingkatkan sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan teknologi
kedokteran. Pengembangan pelayanan kesehatan I rumah sakit juga diarahkan guna
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien serta efisiensi biaya dan kemudahan akses segenap
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan ksehaan.
Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan mempunyai fungsi rujukan harus
dapat memberikan pelayanan secara maksimal, terutama di pelayanan khusus. Di RSUD
Kabupaten Kepulauan Meranti pelayanan di Instalasi Khusus meliputi Pelayanan di ruang ICU,
HCU, Kamar Operasi dan Perinatologi
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang
lingkup pelayanan meliputi dukungan funsiorgan-organ vital seperti pernfasan, cardiosirkulasi,
susunan saraf pusat, ginjal, dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa ataupun pasien anak.
Pengembangan tim multidiplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan
keselamatan pasien. Selain dukungan itu sarana, prasarana serta peralatan juga diperlukan
dalam rangka meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenaga
khusus, terbatasnya sarana dan prasarana, serta mahalnya peralatan, maka demi efisiensi,
keberadaan ICU perlu dikonsentrasikan.
Disamping pelayanan ICU, pelayanan HCU di rumah sakit perlu ditingkatkan secara
berkesinambungan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pengobatan, perawaan dan
observasi secara ketat yag semakin meningkat sebagai aibat penyakit menular maupun tidak
menular.
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan
yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.
Kesalahan-kesalahan selama operasi, antara lain kesalahan insisi pada posisi yang akan
dilakukan operasi, kesalahan dalam pemberian label pada spesimen patologi, kesalahan tranfusi
dan obat-obatan, sehingga pasien sangat rentan terhadap bahaya yang disebabkan oleh

1
kesalahan-kesalahan tersebut saat menjalani operasi. Standarisasi Prosedur Pembedahan yang
aman dapat mencegah terjadinya cidera dan kesalahan dalam prosedur pembedahan.
Perinatologi merupakan salah satu bagian pelayanan kesehatan yang harus bisa
memberikan tindakan medis yang aman, efektif dengan memberdayakan Sumber Daya Manusia
yang kompeten dan profesional dalam menggunakan peralatan, obat-obatan yang sesuai dengan
standar therapy di Indonesia.
Pedoman Instalasi Khusus ini disusun sebagai pedoman bagi rumah sakit dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti yang berkualitas
dan mengedepankan keselamatan pasien di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di Instalasi Khusus Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti.
2. Tujuan Khusus
a. Memiliki standar ketenagaan, kebutuhan dan kualifikasi sumber daya manusia di ruang
ICU, HCU, Kamar Operasi dan Perinatologi
b. Memiliki standar mutu pelayanan dan keselamatan pasien, pemantauan dan pelaporan
di Instalasi Khusus

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang mencakup di Instalasi Khusus antara lain :
1. Ruang ICU (Intensive Care Unit)
2. Ruang HCU (High Care Unit)
3. Kamar Operasi (OK)
4. Perinatologi

2
BAB II
PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI KHUSUS

3
PEDOMAN PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang termasuk ke
dalam ruang lingkup instalasi rawat khusus dengan staff yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang ditujukan untuk observasi, cedera, atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan
sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staff medik, perawat yang berpengalaman dalam mengelola
kedaaan-kedaan tersebut.
Kematian pasien yng mengalamipembedahan terbanyak timbul pada saat pasca
bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale megusulkan anetesi sampai ke masa
pasaca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo clinic membuat suatu ruangan khusus dimana
pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi vitalnya,
serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi.
Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal dipandang perlunya untuk
melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca
bedah. Evolusi dari ICU bermula dari timbulnya wabah poliomekytis di Scandinavia pada
sekitar awal tahun 1950, dijumpai kematian yang disebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan.
Dokter spesialis antologi yang di pelopori oleh Bjorn Ibsen pada waktu itu, melakukan intubasu
dan memberikan bantuan nafas secara manual miripyang dilakukan selama anestesi.
Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka
mempertahankan pasien piloimelytis bulbar dan bahkan menurunkan mortalitas menjadi
sebanyak 40 %, dibaandingdengan cara sebelumnya yakni penggunaan iron lung yang
mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1952 Engstrom membuat ventilasi mekanik bertekanan
positif yang ternyata sangan efektif member pernafasan jangka panjang. Sejak itulah ICU
dengan perawatan pernafasan mulai terbentuk dan tersebar luas.
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang
lingkup pelayanan meliputi dukungan funsiorgan-organ vital seperti pernfasan, cardiosirkulasi,
susunan saraf pusat, ginjal, dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa ataupun pasien anak.
Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan mempunyai fungsi rujukan harus
dapat memberikan pelayanan ICU yang professional dan berkualitas. Dengan mengedepankan
keselamatan pasien. Di ICU, perawatan untuk pasien dilaksanakan dengan melibatkan berbagai
tenaga professional yang terdiri dari multidisiplin ilmu yang bekerja sama dengan tim .

4
Pengembangan tim multidiplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan keselamatan
pasien. Selain dukungan itu sarana, prasarana serta peralatan juga diperlukan dalam rangka
meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenaga khusus,
terbatasnya sarana dan prasarana, serta mahalnya peralatan, maka demi efisiensi, keberadaan
ICU perlu dikonsentrasikan.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Meningkatkan peayanan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien.
2. Tujuan Khusus
a) Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan ICU dirumah sakit.
b) Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien ICU dirumah sakit
c) Menjadi acuan pengembangan pelayanan ICU dirumah sakit.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik prnyakit penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa
hari;
2) memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar
3) Pemantauan fungsi vital tubuh
4) Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat tergantung
pada alat mesin.
5) Pelayanan HCU bila kondisi ruang HCU penuh.
6) Pelayanan ruang isolasi dengan kasus infeksius untuk pasien kondisi kirtis stabil
yang membutuhkan observasi secara ketat.
D. Batasan Operasional
Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan RS dan Standar
Prosedur Operasional
Pelayanan ICU
Pelayanan ICU meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernafasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnyabaik pada pasien dewasa
maupun pasien anak.
Pelayanan HCU
Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang membutuhkan
pelayanan, pengobatan dan observasi secara ketat.

E. Landasan Hukum
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan pedoman ini adalah sebaga iberikut :
1. KMK No. 129//MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal RS

5
2. PMK No. 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran
3. Kepmenkes RI No 004/Menkes/SK/2003 Tentang Kebijakan Dan Strategi Desentralisasi
Bidang Kesehatan.
4. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
5. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN.

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia.


Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di ICU harus mempunyai pengetahuan yang
memadai, mempunyai keterampilan yang sesuai dan mempunyai komitment terhadap
waktu.
B. Tenaga Medis.
Seorang dokter intensivis adalah seorang dokter yang memenuhi standar kompetensi
berikut ;
 Terdidik dan bersertifikat sebagaiseorang spesialis anestesiologi melalui program
pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan profesi yang terkait.
 Menunjang kualitas pelayanan ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara
efesien
 Medarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU
 Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari,
7 hari/minggu
 Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
a) Sample darah arteri
b) Memasang dan mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi trakeal,
trakeostomi perkutan dan ventilasi mekanis
c) Mengambil kateter intravaskuler untuk monitoring invasif maupun terapi
invasive misalnya ; peralatan monitoring, termasuk : a. Kateter Vena
Sentral (CVP)
d) Resusitasi jantung paru
e) Pipa torakostomi
f) Mampu melaksanakan dua peran utama :
1. Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayanan di
ICU, menggabungkan dan melakukan titrasi pelayanan pada pasien
penyakit kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem. Dalam
mengelola pasien, dokter intensivis dapat mengelola send ICU atau
berkolaborasi dengan dokter lain. Seorang dokter intensivis mampu
mengelola pasien sakit kritis dalam kondisi seperti :
a. Hemodinamik tidak stabil
b. Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan
tunjangan ventilasi mekanis
c. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi
intracranial

7
d. Gangguan atau gagal ginjal akut
e. Gangguan endokrin dan/ atau metabplic akut yang mengancam
nyawa
f. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi
2. Menajemen Unit.
Dokter intensivis berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas menajemen
unit yang diperlukan untuk memberikan pelayanan-pelayanan ICU yang
efesien, tepat waktu dan konsisten. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi
antara lain ;
a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit
c) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang
berkelanjutan termasuk supervise koleksi data
d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin
kelancaran pelayanan di ICU
e) Mempertahanakan pendidikan berkelanjutan tentang critical care
medicine,
f) Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literature
kedokteran
g) Berpartisipasi dalam program-program pendidikan dokter berkelanjutn
h) Menguasai standar-standar untuk unit critical care. Ada dan bersedia
untuk berpartisipasi pada perbaikan kualitas interdisipliner.

C. Tenaga Keperawatan.
ICU harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih. (diganti)
menjadi : jumlah perawat di ICU di tentukan berdasarakan jumlah tempet tidur dan
ketersediaan ventilasi mekanisk. Perbandingan perawat : Pasien 1: 1, sedangkan
perbandingan perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1 : 2.

D. Distribusi Ketenagaan
NAMA KUALIFIKASI FUNGSI JUMLAH
JABATAN FORMAL DAN SDM
INFORMAL
Ka. Instalasi ICU Spesialis Managerial 1
anastesiologi
pelatihan ACLS dan
BLS

Pj, Perawat ICU D3 Keperawatan Managerial 1


Pelatihan ICU
Manajemen bangsal
Pj. Shift S1 Keperawatan Melakukan administrasi 4

8
Profesi dan D3 keperawatan dan
Keperawatan bertanggung jawab
Pelatihan BTCLS terhadap kelancaran tugas
salam shift
Perawat S1 Keperawatan Melakukan tindakan- 8
Pelaksana Profesi dan D3 tindakan keperawatan
Keperawatan sesuai SPO
Pelatihan BTCLS dan
bantuan hidup
dasar dan bantuan
hidup lanjut

E. Pengaturan Jaga
Jam dinas :
1. Dinas Pagi : 07.00-14.00 wib
2. Dinas Siang : 14.00-21.00 wib
3. Dinas Malam : 21.00-07.30 wib
4. Dokter spesialis Anestesiologi siap 24 jam menangani kasus kegawatan ICU
5. Dokter spesialis konsulen siap 24 jam menangani kasus kegawatan ICU
6. Tenaga perawat siap 24 jam melayani kasus ICU (terjadwal)

Pengaturan jaga masing-masing tenaga kesehatan dijabarkan sebagai berikut :

1. Pengaturan Jaga Tim Medis


a. Dokter Spesialis / Konsulen.
1). Pengaturan dokter spesialis konsulen sesuai disiplin ilmu masing-masing.

2). Dokter spesialis konsulen harus bias dihubungi sewaktu-waktu jika diperlukan.

3).Jika salah satu dokter konsulen berhalangan hadir maka wajib memberitahu 1 hari
sebelumnya dan kemudian dialihkan ke dokter konsulen lainnya dalam disiplin ilmu
yang sama.

b. Dokter Jaga
Pengaturan jadwal dokter jaga ruangan sesuai dengan jadwal jaga dokter IGD.

2. Pengaturan Jaga Tenaga Keperawatan.


a. Pengaturan jadwal dinas ruangan ICU dibuat dan dipertanggung jawabkan oleh PJ.
ICU dan disetujui oleh Kepala Instalasi Rawat Khusus dan Kasi Pelayanan Medik
b. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, sore malam dan off.
c. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu sebulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana ICU setiap satu bulan.

9
d. Jika ada keperluan penting pada hari tertentu (direncanakan), maka perawat tersebut
dapat mengajukan permintaan izin kepada pj. ruangan.
e. Setiap tugas jaga /shif harus ada perawat penanggung jawab shif (Incharge) dengan
syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun.
f. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terjadwal), maka perawat bersangkutan harus
memberikan informasi PJ. Ruangan ICU minimal 1 hari sebelumnya, agar penanggung
jawab ruangan dapat mengatur kembali jadwal pelayanan sehingga pelayanan tidak
terganggu
g. Apabila ada tenaga perawat tidak dapat jaga sesuai jaga yang telah ditetapkan (tidak
terencana) karena sakit / kemalangan dan sebagainya maka perawat tersebut harus
memberikan informasi kepada PJ. ruangan ICU minimal 4 jam sebelum jam dinas
dimulai, hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu untuk mencari perawat
pengganti saat itu.

BAB III
STANDAR FASILITAS

10
A. Denah (Terlampir)

Berikut merupakan denah ruangan ICU

Keterangan ruang :

:pintu masuk

: Bed Pasien

: dudukan beside monitor

: Meja Perawat

: Tempat sampah

: Lemari kaca

11
: Troly emergency

: Oksigen Sentral

: Suction

: Kursi

: Troly tindakan

: Tirai pembatas

: Kamar mandi

B. Standar Fasilitas

12
 Standar Fasilitas Peralatan ICU
Ruangan HCU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki
4 kapasitas tempat tidur. Ada pun fasilitas ruangan HCU adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas Medis
No Jenis Kelengkapan Standar ICU primer Jumlah yang dimiliki
1 Ventalasi Mekanik Sederhana 5
2 Alat hisap/ Suction ada 5
3 Monitor ada 4
4 Syiringe Pump ada 5
5 Infus Pump ada 5
6 Balanket Warm ada 2
7 Bed Decubitus ada 3
8 Occu Venit ada 1
9 Defibrilator ada 1
10 EKG ada 1
11. Nebulizer ada 2
12. Blood Warmer ada 2
Pressure Infusion
13. ada 2
Cuff
14. Suction Mobile ada 3
15. Tensimeter Mobile ada 1
16. Oxymetri dewasa ada 1
17. Film fiever ada 1

2. Fasilitas Non Medis


Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Bed pasien 5 √
2. Lemari Pasien 5 √
3. AC 3 2 1
4. Meja pasien 5 √

3. Alat-alat Kesehatan

Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Laringoskop 1 1
2. Ambu Bag dewasa 2 2
3. Regulator oksigen sentral 5 √
4. Temperature air raksa 1 √
5. Troly emergency 1 √
6. Matras decubitus 3 √

13
7. Stetoskop litmant 1 √
8. Stetoskop merk Erka 1 √
9. Tourniquet 1 √
10
Tromol sedang 1 √
.
11
Standart infuse mobile 5 √
.
12
Pen Light 1 1
.
13
Trolly tindakan 2 √
.
14
Bak instrument sedang 1 √
.
15
Bak instrument kecil 1 √
.
16
Gunting jaringan 1 √
.
17
Gunting perban 1 √
.
18
Nald holder 1 √
.
19
Pinset anatomis 1 √
.
20
Pinset crugis 1 √
.
21
Arteri klem 1 √
.

4. Alat-alat Non Kesehatan.

Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Bed Pasien 5 √
2. Lemari kabinet pasien 5 √
3. Meja makan pasien 5 √
4. Telepon ruangan 1 √
5. Lemari linen 1 √
6. Lemari alkes 1 √
7. Lemari obat 1
8. Nurse station 2 √
9. Kursi 6 √ 1
11. Spill kit 1 √
12. Box sample darah 1 √
13 Box Obat 4 v
14 Box CSSD 1 v
15. Matras pasien 4 √
16. Ember besar 1 √
17 Tempat linen kotor 2 √
18. Jam dinding 1 √
19. Tong sampah 2 √
20. Locker perawat 1 √
21. Baki besar 2 √

14
5. Alat tenun

N Keadaan barang
Jenis Barang Jumlah
o Baik Rusak
1 Sprei 12 √ 2
2 Sarung bantal 14 √ 1
3 Selimut 5 √ 1
4 Bantal 5 √

 Standar alat keperawatan diruang ICU


 Standar linen bidang keperawatan diruang ICU
 Standar alat rumah tangga bidang keperawatan
 Standar alat pencatatan dan pelaporan diruang ICU

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

15
A. Alur Pelayanan ICU

Pasien yang memerlukan pelayanan ICU sesuai indikasinya adalah :


1. pasien Rawat Inap.
2. pasien dari UGD.
3. pasien dari kamar Operasi atau kamar tindakan lain (Post Operatif)

Bagan I. Alur Pasien

Pasien Gawat

Tidak
Ya

Poli klinik IGD

Kamar Opersi ICU HCU Rawat Inap

Pindah/Meninggal

Kriteria masuk dan keluar ICU


Sebelum pasien masuk ke ICU, pasien dan/atau keluarganya harus mendapatkan penjelasan
secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa pasien harus mendapat perawatan ICU,
serta tindakan kedokteran yang mungkin selama pasien di rawat di ICU. Penjelasan tersebut
diberikan oleh kepala ICU atau dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut pasien dan/atau
kelarganya dapat menerima /menyatakan persetujuan untuk dirawat di ICU.Persetujuan
dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent.
Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas pada suatu rumah sakit, diperlukan
mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau permintaan akan pelayanan ICU
lebih tinggi dari kemampuan pelayanan yang dapat diberikan. Kepala Instalasi ICU bertanggung
jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di ICU. Bila kebutuhan pasien masuk ICU
melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan kondisi berdasarakan prioritas
kondisi medik, pasien mana yangakan dirawat di ICU.

A. Kriteria Masuk Pasien Dengan Prioritas

16
PRIORITAS I
 Pasien sakit kritis, kondisi tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan monitoring yang
tidak bisa dilakukan diruang rawat inap yang lain
 Pasien yang memerlukan bantuan ventilator, obat vasoactive continue, terapi tidak
 ARDS, Syok, hemodinamik tidak stabil

PRIORITAS 2
 Pasien yang memerlukan monitoring ketat da berpotensi melakukan
 Chronic comormid disease eksaserbasi akut yang berat secara medis atau bedah

PRIORITAS 3
 Pasien kritis kronik yang cenderung masuktahap recovery, menjalani terapi untuk kasus
akutnya tetapi tidak memerlukan intubasi atau resusitasi jantung paru
 Keganasan dengan metastase komplikasi dengan infeksi, tamponade jantung atau obstruksi
jalan nafas

PRIOROTAS 4
 Pasien yang secara umum tidak perlu masuk ke ICU
 Tidak banyak keuntungannya dirawat di ICU misal : bedah vaskuler perifer, hemodinamik
stabil pada ketoasidosis diabetikum, gagal jantung ringan.
 Pasien stase terminal dan irreversible misal : pada keganasan dengan metastase disertai organ
failure.

B. Diagnosis Penyakit Yang Layak Untuk Rawat Di ICU


1. Cardiac System
 Infeksi miocard akut dengan komplikasi
 Shock Cardiogenic
 arrhythmia
 gagal jantung congestif akut dengan gagal nafas
 Hipertensi emergensi
 Unstable angina, dysrhytmis, hemodinamik instability, persistent chest pain
 Cardiac arrest
 Complete heart block

2. Pulmonary System
 Acute respiratory failure ventilator support
 Pulmonary emboli dengan hemodynamic tidak stabil
 Massive hemoptysis
 Respiratory failure with imminent intubation

17
3. Penyakit Neurologic
 Stroke akut dengan perubahan mental
 Coma metabolic, toxic or antoxic
 Perdarahan Intracranial dengan berpotensi untuk potensi herniasi
 Perdarahan subarachnoid akut
 Meningitis dengan perubahan mental atau kesulitan bernafas
 Gangguan syaraf pusat ataupenyakit neuromuscular dengan memburuknya fungsi
paru
 Status epilepticus
 Mati batang otak atau potensi mati batang otak
 Cedera kepala berat

4. Penyakit Gastroentestinal
 Ancaman nyawa perdarahan gastrointestinal
 Penyakit liver
 Pancreatitis berat
 Ensophageal perforation

5. Endocrine
 Ketoasidosis diabestik dengan komplikasi hemodinamik tidak stabil, perubahan
mental, gagal nafas, atau acidosis berat
 Thyroid storm. Mix oedem dengan hemodynamic tidak stabil
 Coma hyperosmolar state
 Hypo atau hipernatremia dengan kejang
 Hypo atau hiperkalemia dengan dysrhytmia atau kelemahan otot
 Hypo atau hipermagnesemia dengan hemodynamic compromise atau dysrhitmia
 Hipoposphatemia dengan kelemahan otot

6. Surgical
 Post operative patients permintaan ICU hemodynamic
 Monitoring/ventilator support atau pengawasan

7. Lain- lain
 Septic shock dengan hemodynamic tidak stabil
 Hemodinamic monitoring

C. Kriteria Keluar

18
Priorotas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala
instalasi khusus ICU dan tim yang merawat pasien.
 Bila status fisik pasien sudah stabil dan tidak perlu monitoring ketat lebih lama
 Bila status fisik telah menurun jauh tetapi tidak ada rencana intervensi aktif.

D. Persiapan Penerimaan Pasien


Monitoring Pasien.
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan guna mewujudkan
pelayanan ICU yang aman dan mengutamakan keselamatan pasien.
Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktor-
faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diuapayakan penyelesaian yang efektif.
Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistem skor prognosis dan keluaran
dari ICU. Sistem skor prognosis dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh
sistem skor prognosis yang dapat digunakan adalah APACHE II< SOFA skor. Rata-rata
nilai skoring prognosis dalamperiode tertentu dibandingkan dengan keluaran aktualnya.
Pencapaian yang diharapkan adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah dari
angka mortalitas terhadap rata-rata nilai skoring prognosis.

E. Prosedur Medik (Terlampir di SPO)


 Pemasangan CVP
 Intubasi dan perawatannya
 Ekstubasi
 Balance cairan
 Penialian kematian batang otak
 Indikasi penggunaan dan penghentian ventilator mekanik
 Penggunaan ventilator mekanik

F. Penggunaan Alat Medik (Terlampir di SPO)


 Syringe pump
 Infusion pump
 Suction
 Defibrilator

G. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan


Catatatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan pelayanan
di ICU dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut.
Pencatatan menggunakan status khusus ICU yang meliputi pencatatan lengkap
terhadap diagnosis yang menyebabkan dirawat di ICU,data tanda vital, pemantauan fungsi

19
organ khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan
nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien.
Pelaporan pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya,
sistem skor prognosis, penggunaaan alat bantu (ventilasi mekanis, hemodialisis, dan
sebagainya), lama rawat dan keluaran (hidup atau meninggal) dari ICU.

20
BAB V
LOGISTIK

Beberapa kebutuhan ruangan ICU diperoleh dengan mengajukan permintaan ke logistik.

Barang-barang yang diperlukan antara lain alat tulis kantor (ATK), bahan inventaris yang
diperuntukkan ke ruangan ICU,formulir asuhan keperawatan serta formulir ruangan ICU. Untuk
mendapatkan formulir dan seluruh alat tulis serta peralatan yang dibutuhkan ruangan ICU,
sebelumnya telah diajukan dalam anggaran belanja rumah sakit, dengan ketentuan.

1. Mengajukan permintaan dengan diketahui pj. ruangan ICU dan kemudian persetujuan
dari bagian tata usaha (kasubag umum ) yang di rekap pertahun.
2. Mengajukan permintaan barang dengan mengisi formulir permintaan barang ke
bagian logistik (perlengkapan).
3. Barang yang sudah diamprah kemudian diambil dan dibawa ke ruangan ICU untuk
dipergunakan sesuai kebutuhan.

21
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Defenisi
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.
B. Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD)
 Terlaksana program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian
Tidak Dnginkan
C. Standar Patient Safety
Standar keselamatan pasien (Patient safety) untuk pelayanan ICU adalah :
1. Ketepatan
 Target 100%. Label identitas tidak tepat apabila : Tidak terpasang, salah pasang,
salah penulisan nama, salah penulisangelar (Tn/Ny/An), salah jenis kelamin
 Target 100 %. Terpasang gelang identitas pasien rawat inap : Pasien yang masuk
ke rawat inap terpasanggelang identitas
2. Komunikasi SBAR
Target 100% konsul ke dokter via telepon menggunakan metode SBAR
3. Medikasi
 Ketepatan pemberian : Target 100% yang dimaksud tidak tepat apabila : salah
obat, salh dosis, salah jenis, salah rute pemberian, salah identitas pada etiket,
salah pasien
 Ketepatan transfuse : Target 100%. Yang dimaksud tidak tepat apabila : salah
idntitas pada permintaan, salah tulis jenis produk darah, salah pasien.
4. Pasien jatuh : Target 100%. Tidak ada kejadian pasien jatuh di ICU

22
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat kerja/aktivitas
karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cidera
yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.
B. Tujuan
a.Terciptanya budaya keselamatan kerja di RS
b. Mencegah dan mengurangi
c.Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan peoses
d. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah
C. Tata Laksana Keselamatan Karyawan
Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi,
yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien di ICU dapat menularkan
2. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot/alas kaki
tertutup, celemek,masker,dll) terutama bila terdapat kontak dengan spesimen
pasien : yaitu urine, darah, muntah, secret.
3. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien, sesuai prosedur yang
ada, misalnya : memasang kateter, menyuntik, menjahit luka, memasang infus, dll
4. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah menangani
5. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius
6. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu :
a. Dekontaminasi dengan larutan klorin
b. Pencucian dengan sabun
c. Pengeringan
7. Menggunakan baju kerja
8. Melakukan upaya-upaya medis yang tepat dalam menangani kasus infeksius seperti:
HIV/AIDS (sesuai prinsip pencegahan infeksi), TBC, dll

23
BAB VII

PENGENDALIAN MUTU

A. Standar Pelayanan Minimal


 Pemberi Pelayanan Intensif
Judul Pemberi Pelayanan Intensif
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan Kesiapan rumah sakit dalam menyediakan pelayanan intensif
Defenisi Pemberi pelayanan intensif adalah dokter spesialis, dokter umum dan
Operasional perawat yang mempunyai kompetensi sesuai yang dipersyaratkan dalam
persyaratan kelas rumah sakit
Frekuensi Tiga bulan sekali
pengumpulan
data
Periode analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah tim yang tersedia
Denominator Tidak ada
Sumber data Unit pelayanan intensif
Standar Sesuai denan ketentuan kelas rumah sakit Type C
Penanggung Kepala instalasi rawat Khusus ICU
jawab
pengumpul data

Indikator mutu lainnya :


 Ketersediaan fasilitas dan peralatan ruang ICU
 Ketersediaan fasilitas dan pelalatanruang ICU
 Ketersediaan tempat tidur dengan monitoring dan ventilator
 Kepatuhan terhadap hand hygiene
 Kejadian infeksi nosokomial di ruang ICU
 Rata-rata pasien yang kembali ke ruang perawatan intensif dengan kasus yang
sama <72 jam

BAB VIII

PENUTUP

24
Pedoman pelayanan ICU dirumah sakit ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi
seluruh petugas pemberi layanan yang menyelenggarakan pelayanan pada pasien ICU.
Berdasarkan klarifikasi sumber daya, sarana, prasarana dan peralatan pelayanan ICU
dirumah sakit dapat dikategorikan sebagai ICU primer.
Oleh karena itu, rumah sakit diharapkan akan terus mengembangkan pelayanan
sesuai dengan ketentuan pedoman standar ICU sesuai dengan situasi dan kondisi yang
kondusif bagi setiap program pengembangan layanan ICU dirumah sakit.
Sedangkan untuk kelancaran setiap pelaksanaan pelayanan ICU perlu adanya
penjabaran dari pedoman pelayanan dengan penyusunan prosedur tetap diunit layanan ICU
sehingga hambatan dalam menjalankan pelaksanaan pelayanan bisa diminimalkan.

25
PEDOMAN PELAYANANHIGH CARE UNIT (HCU)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

26
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam undang –
undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang diwujudkan dengan upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya. Peningkatan Upaya Kesehatan
(UPK) di Rumah Sakit secara terus menerus ditingkatkan sejalan dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Pengembangan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit juga diarahkan guna meningkatkan mutu dan keselamatan pasien
serta efisiensi biaya dan kemudahan akses segenap masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.

Pelayanan Intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu
untuk dikembangkan di Indonesia yang bertujuan memberikan asuahan bagi pasien dengan
penyakit berat yang potensial reversibel, memberikan asuhan pada pasien yang memerlukan
observasi ketat dengan atau tanpa pengobatan yang dapat diberikan diruangan perawatan
biasa memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien dengan potensial atau adanya kerusakan
organ umumnya paru mengurangi kesakitan dan kematian yang sapat dihindari pada pasien-
pasien dengan penyakit kritis.

Pelayanan High Care Unit (HCU) di Rumah sakit perlu ditingkatkan secara
berkesinambungan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan pengobatan, perawatan
dan pemantauan secara ketat. HCU merupakan ruang perawatan dengan tingkat resiko
kematian yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat tepat sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang ditunjang
data yang mnerupakan hasil observasi dan monitoring yang kontinu oleh perawat.

Pelayanan High Care Unit (HCU) adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
dalam kondisi kritis diruangan perawatan intensif, dilaksanakan secara terintegritas oleh tim
yang terlatih dan berpengalaman dibidang critical care dan ditunjang oleh peralatan yang
tidak ditemukan diruang perawatan biasa.

Pedoman pelayanan ini sebagai acuan bagi Rumah Sakit dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan HCU yang berkualitas dan mengedepankan keselamatan pasien
di Rumah Sakit serta dalam penyusunan standar prosedur operasional pelayanan High Care
Unit (HCU) di rumah sakit.

B.Tujuan Pedoman .

1. Tujuan Umum
Meningkatkatkan mutu Pelayanan dan keselamatan pasien yang dirawat diruangan
HCU di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti.

27
2. Tujuan Khusus

a. Memiki standar ruangan yang meliputi Struktur, design, sarana dan prasrana
ruangan HCU
b. Memiliki standar ketenagaan, kebutuhan dan kualifikasi sumber daya manusia di
ruangan HCU.
c. Memilik standar mutu pelayanan, pemantauan dan pelaporan
d. Memiliki standar sistem meliputi kebijakan / SOP dan lain-lain.

C. Ruang Lingkup

Pelayanan HCU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang
membutuhkan pelayanan, pengobatan dan pemantauan secara ketat tanpa penggunaan alat
bantu (Ventilator) dan terapi Titrasi.

D. Batasan Operasional

1. High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan Rumah Sakit bagi pasien dengan kondisi
stabil dan fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran, namun masih memerlukan
pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Tujuannya adalah agar bias
diketahui secara dini perubahan-perubahan yang membahayakan, sehingga bisa dengan
segera dipindahkan ke ICU untuk dikelola lebih baik.
2. Pasien yang dimaksud pada poin (a) tersebut adalah pasien yang memerlukan tingkat
pelayanan yang berbeda di antara ICU dan ruang rawat inap biasa ( artinya tidak perlu
perawatan ICU namun belum dapat dirawat di ruang rawat biasa karena masih
memerlukan pemantauan ketat ).
3. Waktu penyelenggaraan pelayanan HCU berlangsung 24 jam sehari selama 7 hari
perminggu.
4. Ada 3 ( tiga ) jenis type HCU, yaitu :
a. Separated/ conventional/ freestanding HCU adalah HCU yang berdiri sendiri
( independent), terpisah dari ICU
b. Integrated HCU adalah HCU yang menjadi satu dengan ICU
c. Pararel HCU adalah HCU yang terletak berdekatan ( bersebelahan) dengan ICU.
HCU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Termasuk Dalam
Tipe Parel yaitu ruangan HCU terletak berdekatan (bersebelahan) dengan ruangan
ICU.

E. Landasan Hukum

1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);

28
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);
5. Keputusan Menteri kesehatan nomor 512/kemenkes/Per/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri kesehatan nomor 1333/kemenkes/SK/IV/2007 tentang Izin Praktik
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
7. Keputusan Menteri kesehatan nomor 834/kemenkes/SK/VII/2010 tentang pedoman
penyelenggaraan pelayanan High Care Unit (HCU) di rumah sakit.

BAB II

STANDART KETENAGAAN

29
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Pelayanan HCU dilakukan oleh Tim terdiri dari Dokter Spesialis dan Dokter jaga serta
dibantu oleh Perawat. Tim pelayanan HCU tersebut telah mendapatkan pelatihan dasar HCU
yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi. Adapun usunan Tim Pelayanan HCU adalah
sebagai berikut:

1. Kepala Instalasi HCU :


Dokter Spesialis Anestesi yang telah mengikuti pelatihan dasar-dasar ICU.
2. Dokter Spesialis/ Dokter :
Dokter Spesialis/ Dokter yang telah mengikuti pelatihan Basic Life Support.
3. Perawat yang telah mengikuti peatihan Basic Life Support dan dapat melakukan
pemantauan menggunakan peralatan Monitor.

Jumlah dokter spesialis, dokter dan perawat disesuaikan dengan jam kerja pelayanan HCU 24
jam, beban kerja dan kompleksitas kasus pasien yang membutuhkan pelayanan HCU.

SDM pelayanan HCU diharuskan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan secara
berkelanjutan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.

B. Distribusi Ketenagaan
Kepala instalasi : dr. Devi Ariani, Sp. An

Dokter Spesialis Internis : dr. Nuzky Yofanda, Sp.PD

dr. Rahmi Sahreni, Sp.PD

Dokter Spesialis Bedah : dr. Erik Witular Kusnadi, Sp.B

dr. Indra Wiradinata, Sp.B

Dokter Spesialis Obgyn : dr. Azharul Yusri, Sp.OG

dr. Valentina Anita Andiriani, Sp.OG

Kepala Ruangan : Nordalena, AMK

Perawat Pelaksana : 1. Ns. Rina anggarini, S.Kep

2. Desma Hidayu, AMK

3. Lidiawati, AMK

4. Nurlimasari, AMK

5. Depiana, AMK

6. Hidayu, AMK

7. Azman, AMK

30
8. Atmawaty, AMK

9. Oto Firmansyah, Amd. Kep

10. Ns. Siti Hajar, S.Kep

C. Pengaturan Jaga

Pengaturan jaga di ruangan HCU ( High Care Unit ) adalah :


1. Perawat Non Shif
Senin s/d Sabtu : 07.30 s/d 14.00
2. Perawat Shif
Senin s/d Minggu :Shif Pagi : 07.30 s/d 14.00
Shif Sore : 14.00 s/d 21.00
Shif Malam : 21.00 s/d 07.30

Pengaturan jaga masing-masing tenaga kesehatan dijabarkan sebagai berikut :

3. Pengaturan Jaga Tim Medis


a. Dokter Spesialis / Konsulen.
1). Pengaturan dokter spesialis konsulen sesuai disiplin ilmu masing-masing.

2). Dokter spesialis konsulen harus bias dihubungi sewaktu-waktu jika diperlukan.

3).Jika salah satu dokter konsulen berhalangan hadir maka wajib memberitahu 1 hari
sebelumnya dan kemudian dialihkan ke dokter konsulen lainnya dalam disiplin ilmu
yang sama.

b. Dokter Jaga
Pengaturan jadwal dokter jaga ruangan sesuai dengan jadwal jaga dokter IGD.
4. Pengaturan Jaga Tenaga Keperawatan.
a. Pengaturan jadwal dinas ruangan HCU dibuat dan dipertanggung jawabkan oleh
Kepala Ruangan HCU dan disetujui oleh Kepala Instalasi Rawat Khusus dan Kasi
Pelayanan Medik
b. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, sore malam dan libur.
c. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu sebulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana HCU setiap satu bulan.
d. Jika ada keperluan penting pada hari tertentu (direncanakan), maka perawat tersebut
dapat mengajukan permintaan izin kepada kepala ruangan.
e. Permintaan akan disesuaikan dengannkebutuhan tenaga yanga ada ( apabila tenaga
cukup dan tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui)
f. Setiap tugas jaga /shif harus ada perawat penanggung jawab shif (Incharge) dengan
syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun.

31
g. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat bersangkutan harus
memberikan informasi kepada Kepala Ruangan HCU minimal 1 hari sebelumnya, agar
penanggung jawab ruangan dapat mengatur personil yang jaga saat itu.
h. Apabila ada tenaga perawat tidak dapat jaga sesuai jaga yang telah ditetapkan ( tidak
terencana) karena sakit / anak sakit dan sebagainya maka perawat tersebut harus
memberikan informasi kepada Kepala Ruangan HCU minimal 4 jam sebelum jam
dinas dimulai, hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu untuk mencari perawat
pengganti saat itu.

BAB III

STANDAR FASILITAS

32
A. Denah Ruangan
Ruangan HCU terletak pada lokasi yang nyaman, tenang dan aman, berada dekat dengan
ruangan ICU dan kamar operasi. Ketentuan bangunan Ruangan Hcu adalah sebagai berikut :
a. Area Pasien
1. Luas ruangan disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Luas daerah untuk satu tempat tidur disesuaikan dengan kondisi ruangan.
3. Memiliki sumber oksigen (sentral / tabung).
4. Ditempatkan ada alat pemadam kebakaran ( APAR).
5. Memiliki sumber air yang baik.
6. Memilik alat pendingin ruangan (AC).
7. Memiliki akses komunikasi yang memadai.
8. Pencahayaan cukup.
9. Ruangan tertutup memiliki 4 tempat tidur
10. Peralatan medis tersedia dan mudah dicapai.
b. Area Kerja

1. Ruang yang cukup untuk menjaga kontak visual perawat dengan pasien.

2. Ruang yang cukup untuk memonitor pasien , peralatan resusitasi, penyimpanan obat dan
alat.

3. Ruang cukup untuk menyimpan monitor, infuse pump, syringe pump, troly emergenci
suction, standar infuse dan tempat penyimpanan linen.

Berikut merupakan denah ruangan HCU

33
Keterangan ruang :

:pintu masuk

: Bed Pasien

: dudukan beside monitor

: Meja Perawat

: Tempat sampah

: Lemari kaca

: Troly emergency

34
: Oksigen Sentral

: Suction

: Kursi

: Troly tindakan

: Tirai pembatas

: Kamar mandi

: Tensimeter mobile

B. Standar Fasilitas
Ruangan HCU Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki 4
kapasitas tempat tidur. Ada pun fasilitas ruangan HCU adalah sebagai berikut :
2. Fasilitas
Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Bed pasien 4 √
2. Lemari Pasien 4 √
3. AC 2 √
4. Meja pasien 4 √

3. Alat Medis
Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Monitor 4 √
2. Monitor portable 1 √
3. Srynge pump 4 √

35
4. Infuse pump 4 √
5. Defibrillator 1 √
6. EKG 1 √
7. Nebulizer 1 √
8. Blood Warmer 2 √
9. Pressure Infusion Cuff 2 √
10. Suction Mobile 1 √
11. Tensimeter Mobile 1 √
12. Oxymetri dewasa 1 √
13. Film fiever 1 √

3. Alat-alat Kesehatan

Keadaan barang
No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
1. Laringoskop 1 √
2. Ambu Bag dewasa 2 2
3. Regulator oksigen sentral 4 √
4. Temperature digital 1 √
5. Troly emergency 1 √
6. Matras decubitus 3 √
7. Stetoskop litmant 1 √
8. Stetoskop merk Erka 1 √
9. Tourniquet 1 √
10
Tromol sedang 1 √
.
11
Standart infuse mobile 4 √
.
12
Pen Light 1 1
.
13
Trolly tindakan 2 √
.
14
Bak instrument sedang 1 √
.
15
Bak instrument kecil 1 √
.
16
Gunting jaringan 1 √
.
17
Gunting perban 1 √
.
18 4. Alat-alat Non
Nald holder 1 √
. Kesehatan.
19
Pinset anatomis 1 √ Keadaan barang
. No Jenis Barang Jumlah
Baik Rusak
20
1.Pinset
Bed Pasien
crugis 1 4 √ √
. 2. Lemari kabinet pasien 4 √
21 3. Meja makan pasien 4 √
. 4.Arteri klem ruangan
Telepon 1 1 √ √
5. Lemari linen 1 √
6. Lemari alkes 1 √
7. Nurse station 2 √

36
8. Apar 1 √
9. Kursi 4 √
10
Mosquito killer lamp 2 √
.
11
Box obat pasien 6 √
.
12
Spill kit 1 √
.
13
Box sample darah 1 √
.
14
Matras pasien 4 √
.
15
Ember besar 1 √
.
16
Tempat linen kotor 2 √
.
17
Jam dinding 1 √
.
18
Tong sampah 3 √
.
19
Locker perawat 1 √
.
20
Baki besar 2 √
.

5. Alat tenun

N Keadaan barang
Jenis Barang Jumlah
o Baik Rusak
1 Sprei 8 √
2 Sarung bantal 8 √
3 Selimut 4 √
4 Bantal 4 √

37
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Pelayanan HCU
Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang dilaksanakan melalui pendekatan Tim
multidisiplin yang terdiri dari Dokter Spesialis dan Dokter serta dibantu oleh Perawat yang
bekerja secara interdisiplin dengan focus pelayanan pengutamaan pada pasien yang
membutuhkan pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat sesuai dengan standar prosedur
operasional yang berlaku di Rumah Sakit.

pelayanan HCU meliputi pemantauan pasien secara ketat, menganalisa hasil pemantauan dan
melakukan tindakan medik dan asuhan keperawatan yang diperlukan.

Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakuakan antara lain :

1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi pernafasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal 4 (empat ) jam atau
disesuaikan dengan keadaan fisik
3. Oksigenasi dengan meggunakan oksimeter secara terus – menerus
4. Keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal 8 ( delapan ) jam atau
disuaikan dengan keadaan pasien

Tindakan medik dan asuhan keperawatan yang dilakukan adalah :


1. Bantuan hidup dasar / Basic Life Support ( BHD/ BLS ) dan bantuan hidup lanjut
Advence Life Support ( BHD / ALS )
a) Jalan Nafas ( Airway ): membebaskan jalan nafas, bila perlu menggunakan alat
bantu jalan nafas, seperti pipa oropharingeal atau pipa nasopharyngeal. Dokter
HCU juga harus mampu melakukan intubasi endotrakeal bila diindikasikan dean
segera memindahkan/ merujuk pasien
b) Pernafasan/ ventilasi
c) Sirkulasi : resusitasi cairan, tindakan defibrilasi, tindakan kompresi jantung luar
2. Terapi oksigen
3. Penggunaan obat – obatan untuk pemeliharaan/ stabilisasi ( obat inotropik,obat anti
nyeri, obat aritmia jantung, obat – obatab yang bersifat vasoaktif, dan lain – lain.
4. Nutrisi enteral dan nutrisi parenteral campuran
5. Fisioteraphy sesuai dengan keadaan pasien

38
6. Evaluasi seluruh tindakan dan pengobatan yang telah di berikan

B. Alur Pelayanan HCU

Pasien yang memerlukan pelayanan HCU sesuai indikasinya adalah :


1. pasien dari ICU.
2. pasien dari IGD.
3. pasien dari kamar Operasi atau kamar tindakan lain.
4. pasien dari ruangan rawat inap biasa.

Bagan I. Alur Pasien HCU

Pasien Gawat

Tidak
Ya

Poli klinik IGD

Kamar Opersi ICU HCU Rawat Inap

Pulang/Meninggal

C. Indikasi Masuk dan keluar HCU


Penentuan indikasi pasien yang masuk ke HCU dan keluar dari HCU serta pasien
yang tidak dianjurkan untuk dirawat di HCU ditentukan berdasarkan criteria sebagai berikut :

1. Indikasi Masuk
a. Pasien dengan gagal organ tunggal yang berpotensi mempunyai resiko tinggi
untuk terjadi komplikasi dan tidak merlukan monitor dan alat bantu invasive.
b. Pasien yang memerlukan perawatan dan pengawasan perioperatif.
c. Pasien dengan frekuensi pernafasan > 32x/menit atau 10x/menit, wheezing.
d. Nadi teraba dengan frekuensi nadi 120-150x/menit.
e. Pasien dengan tekanan darah sistolik >160 MmHg atau tekanan darah diastole
>100 MmHg.

39
f. Pasien dengan penurunan kesadaran.
2. Indikasi keluar
a. Pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang ketat.
b. Pasien yang tidak ada penuruna kesadaran dan tingkat TIK, GCS 15 kesadaran
composmentis, TD ; <140/80 MmHg, Nadi 80x/menit.
c. Pasien yang sudah stabil respirasi dengan oksigen nasal nilai RR 20x/menit.
d. Pasien yang stabil sirkulasi dengan jumlah cairan maintenance, tanpa obat
inotropik dan vasoaktif.
e. Tidak ada perdarahan massif, HB 10 mg/dL
f. Pasien yang cenderung memburuk dan/atau memerlukan pemantauan dan alat
bantu invasife sehingga perlu pindah ke ICU
g. Pasien yang meninggal.
3. Pasien yang tidak perlu masuk HCU
a. Pasien dengan fase terminal suatu penyakit ( seperti : kanker stadium akhir )
b. Pasien atau keluarga yang menolak untuk di rawat di HCU (atas dasar “informed
consent” ).

D. Kasus-kasus indikasi masuk ruangan HCU


Adapun kasus-kasus pasien indikasi masuk Hcu adalah sebagai berikut :

1. Miokard infark dengan hemodinamika stabil.


2. Gangguan irama jantung dengan hemodinamika stabil.
3. Gangguan irama jantung yang memerluka pacu jantung sementara / menetap
dengan hemodinamika stabil.
4. Gagal jantung kongestif NYHA grade I dan II.
5. Hipertensi urgensi tanpa ada gagal organ target
6. Gangguan pernafasan yang memerlukan fisioterapi yang intensif dan agresif.
7. Cedera kepala sedang (CKS) sampai cedera kepala berat (CKB), atau stroke yang
stabil dan memerlukan tirah baring dan memerlukan pemeliharaan jalan nafas
secara khusus, seperti hisap lender secara berkala.
8. Cedera sumsung tulang belakang bagian leher yang stabil.
9. Perdarahan saluran cerna bagian atas tanpa hipotensi ortostatik dan respon
dengan pemberian cairan.
10. KAD dengan infus insulin yang konstan.
11. Pasca pembedahan besar dengan hemodinamik stabil tapi masih memerlukan
resusitasi cairan
12. Pre Eklamsia pada kehamilan atau pasca persalinan.

40
BAB V
LOGISTIK

Beberapa kebutuhan ruangan HCU diperoleh dengan mengajukan permintaan ke logistik.

Barang-barang yang diperlukan antara lain alat tulis kantor (ATK), bahan inventaris yang
diperuntukkan ke ruangan HCU,formulir asuhan keperawatan serta formulir ruangan HCU. Untuk
mendapatkan formulir dan seluruh alat tulis serta peralatan yang dibutuhkan ruangan HCU,
sebelumnya telah diajukan dalam anggaran belanja rumah sakit, dengan ketentuan.

4. Mengajukan permintaan dengan diketahui kepala ruangan HCU dan kemudian


persetujuan dari bagian tata usaha (kasubag umum ) yang di rekap pertahun.
5. Mengajukan permintaan barang dengan mengisi formulir permintaan barang ke
bagian logistik (perlengkapan).
6. Barang yang sudah diamprah kemudian diambil dan dibawa ke ruangan HCU untuk
dipergunakan sesuai kebutuhan.

41
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamaatan pasien (Patient Safety) adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman.

B. Tujuan
Tujuan keselamatan pasien :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan (KTD).

C. Standar keselamatan pasien


Standar keselamatan pasien (patient safety) untuk pelayanan HCU adalah ketepatan :

1. Label identitas tidak tepat apabila : Tidak terpasang, salah pasang, salah penulisan nama,
salah penulisan gekar (Ny/An), salah jenis kelamin.
2. Terpasang gelang identitas pasien HCU : pasien yang masuk ke ruangan HCU terpasang
gelang identitas
3. Konsul ke dokter via telpon menggunakan metode SBAR.
4. Medikasi ketepatan pemberian :
Yang dimaksudkan tidak tepat apabila : salah obat, salah dosis, salah jenis, salah rute
pemberian, salah identitas pada etiket, salah pasien.
5. Ketepatan Tranfusi :
Yang dimaksud tidak tepat apabila : salah identitas pada permintaan, salah tulis jenis
produk darah, salah pasien.
6. Pasien jatuh :
Tidak ada kejadian pasien jatuh diruangan HCU.

42
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu system dimana rumah sakit membuat kerja /
aktivitas karyawan aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.

B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di rumah sakit.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja.
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah.

C. Tata laksana keselamatan kerja


Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi
yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien HCU dapat menularkan.
2. Menggunakan alat pelindung diri (APD) terutama bila terdapat kontak dengan specimen
yaitu : urine, darah, muntah, secret.
3. Penggunaan APD saat tindakan medis.
4. Pelaksanaan hand hygien saat five moment.

43
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Dalam rangka pengendalian mutu pelayan HCU dilakukan self assessment untuk memantau
mutu pelayana HCU di rumah sakit.

Kualitas pelayanan HCU dapat dinilai dengan beberapa penilaian objektif, seperti :

1. Penurunan scoring derajat keparahan pasien, seperti SOFA (Sequential Organ Failure
Assessment), SAPS ( Simplified Acute Physiology Score), dan sebagainya.
2. Jumlah pasien yang pindah ICU.
3. Angka kejadian infeksi nasokomial.
4. Angka kejadian stress ulcer.
5. Angka kejadian phlebilitis.
6. Angka kejadian dekubitus.

44
BAB IX

PENUTUP

Petunjuk teknis penggunaan HCU ( High Care Unit ) ini di susun dalam rangka
memberikan acuan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dalam
menyelenggarakan pelayanan yang bermutu, aman efektif dan efisien dengan mengutamakan
keselamatan pasien. Pedoman ini mempunyai peranan penting sebagai pedoman, sehingga mutu
pelayanan yang diberikan kepada pasien dapat terus ditingkatkan, sehingga dapat berfungsi sebagai
mana diharapkan.

45
PEDOMAN PELAYANAN KAMAR OPERASI

46
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
dijelaskan bahwa penyelenggaraan rumah sakit bertujuan memberikan perlindungan terhadap
keselamatan pasien (patient safety), masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya
manusia di rumah sakit. Oleh sebab itu, rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan
yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.

Kesalahan-kesalahan selama operasi, antara lain kesalahan insisi pada posisi yang akan
dilakukan operasi, kesalahan dalam pemberian label pada spesimen patologi, kesalahan tranfusi
dan obat-obatan, sehingga pasien sangat rentan terhadap bahaya yang disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan tersebut saat menjalani operasi. Standarisasi Prosedur Pembedahan yang
aman dapat mencegah terjadinya cidera dan kesalahan dalam prosedur pembedahan.

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan Rumah sakit
tipe C dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melaksanakan Good
Clinical Governance yang berbasis quality dan patient safety terus berupaya
menyempurnakan pelaksanaan program keselamatan pasien. Dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di RSUD melalui program sasaran keselamatan pasien rumah sakit, maka
6 (enam) goals keselamatan pasien diupayakan terlaksana secara optimal dan
berkesinambungan. Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan
spesifik dalam keselamatan pasien.

47
Sesuai dengan Sasaran Keselamatan pasien (SKP), Unit Kamar Operasi berperan aktif
dalam kegiatan keselamatan pasien, yakni kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien operasi. Dalam pelaksanaannya Unit Kamar Operasi telah menggunakan cek list
Keselamatan Operasi dengan mengikuti panduan surgical safety checklist WHO dan penandaan
area operasi (Marking site).
Unit Kamar Operasi adalah salah satu unit yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kepulauan Meranti yang keberadaannya di bawah Bidang Pelayanan Medik dan
Bidang Keperawatan. Sebagai salah satu unit yang memberikan pelayanan pembedahan,
selayaknya memiliki sebuah pedoman yang dapat memandu atau sebagai acuan dalam seluruh
kegiatan pelayanan yang semestinya dilakukan / dijalankan di kamar bedah yang memenuhi
standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja untuk mencegah
terjadinya bahaya yang dihadapi tim bedah dan pasien yang menjalani operasi.

Mutu pelayanan di suatu Rumah Sakit merupakan indikator keberhasilan yang ditentukan
oleh beberapa faktor dari tiap bagian yang ada di Rumah Sakit tersebut, dan indikator lain
mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diberikan.Pelayanan mutu di Unit Kamar Operasi
merupakan pelayanan khusus dan memerlukan penanganan khusus pula, karena melibatkan
beberapa disiplin ilmu. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka diperlukan tim kerja
yang solid. Hal ini akan sangat mendukung keberhasilan dari mutu pelayanan yang diberikan.

Atas dasar hal di atas, maka perlu disusun Pedoman Pelayanan Bedah RSUD sebagai
suatu acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan di kamar bedah, menurunkan angka kematian
dan kecacatan pada pasien yang menjalani pembedahan.

B. Tujuan
Pedoman Pelayanan Bedah Rumah Sakit Umum Kabupaten Kepulauan Meranti ini
disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Sebagai panduan (guidelines) dalam meningkatkan mutu pelayanan pembedahan di kamar
bedah, menurunkan angka kematian dan kecacatan pada pasien yang menjalani pembedahan.
2. Memberikan pelayanan kamar bedah yang aman, memuaskan, dan menghilangkan
kecemasan dan stres psikis lain.
3. Mengurangi dan menurunkan angka kematian, kecacatan, dan infeksi seminimal mungkin.
4. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan secara terus
menerus dan berkesinambungan.

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini membahas tentang bagaimana pelayanan kepada pasien diberikan dimulai pada
saat diterimanya pasien di ruang persiapan operasi dilanjutkan ketika pasien mendapat pelayanan
medis atau tindakan pembedahan dan sampai dengan penanganan pasca operasi di ruang pulih

48
sadar / recovery room.
Ruang lingkup pelayanan Unit Kamar Operasi meliputi memberikan pelayanan untuk
menunjang pelayanan anestesiologi dan memberikan pelayanan untuk menunjang pelayanan
pembedahan spesialistik dan subspesialistik.

1. Cakupan pelayanan anestesi


Pelayanan anestesi meliputi anestesi di dalam kamar operasi, termasuk sedasi moderat dan
sedasi dalam pada jadwal yang terencana maupun di luar jadwal seperti pada operasi
emergensi. Pelayanan anestesi di rumah sakit harus seragam sesuai dengan pedoman dan
standar pelayanan operasional yang ada. Dokter anestesi yang bertugas bertanggung jawab
terhadap semua tindakan anestesi mulai dari masa pra anestesi sampai masa pasca anestesi.
Dokter anestesi bertanggung jawab untuk menjaga dan meningkatkan wawasan serta
keterampilannya termasuk para petugas anestesi yang lain.

2. Cakupan pelayanan kamar bedah pada pasien dengan anestesi lokal/sedasi ringan
Pada tindakan bedah yang tidak memerlukan pelayanan anestesi, pelayanan bedah
dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal / sedasi ringan. Pemilihan jenis obat
anestesi lokal/sedasi ringan ditentukan oleh dokter bedah. Pasien dimonitor secara kontinu
keadaan hemodinamiknya dan dicatat oleh perawat sirkuler di formulir pemantauan pasien
selama anestesi lokal / sedasi ringan dan ditandatangani oleh dokter bedah.

3. Cakupan pelayanan kamar bedah.


Pelayanan bedah yang dapat dilakukan di kamar bedah meliputi pelayanan bedah,
kebidanan, dan pelayanan spesialis anak pada bayi baru lahir. Pelayanan bedah dapat
dilakukan selama jam kerja untuk operasi terjadwal dan setiap saat untuk operasi
emergensi.

4. Jenis operasi menurut waktunya


a. Operasi elektif dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan yang sudah disetujui
dokter anestesi dan dokter bedah.
b. Operasi emergensi dilakukan pada semua pasien yang harus segera diambil tindakan
pembedahan dalam waktu golden periode.

D. Batasan Operasional
1. Bedah
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan
dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan tangan. Hal ini
memiliki sinonim yang sama dengan kata “Chirurgia” (dibaca: KI-RUR-JIA). Dalam bahasa
Yunani “Cheir” artinya tangan; dan “ergon” artinya kerja.

49
bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi
yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter,
2006).
Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan prosedur
operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan tanpa rawat
inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-day surgery).

2. Jenis Pembedahan
a. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif dilakukan secara sederhana,
tidak memiliki risiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan bantuan asisten untuk
melakukannya, seperti : membuka abses superficial, pembersihan luka, inokulasi,
superfisial nekrotomi dan tenotomi.
b. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk dilakukan
daripada pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko terhadap nyawa
pasien, dan memerlukan bantuan asisten, seperti: bedah caesar, mammektomi.
c. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap penggunaan agen
antiseptik untuk mengontrol kontaminasi bakterial.
d. Bedah Konservatif
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara untuk
melakukan perbaikan terhadap bagian tubuh yang diasumsikan tidak dapat mengalami
perbaikan, daripada melakukan amputasi, seperti: koreksi dan imobilisasi dari fraktur
pada kaki daripada melakukan amputasi terhadap kaki.
e. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari penyakit
tersebut dibuang, seperti: pembedahan radikal untuk neoplasma, pembedahan radikal
untuk hernia.
f. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan rekonstruktif merupakan pembedahan yang dilakukan untuk melakukan
koreksi terhadap pembedahan yang telah dilakukan pada deformitas atau malformasi,
seperti: pembedahan terhadap langit-langit mulut yang terbelah, tendon yang mengalami
kontraksi.
g. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk memperbaiki efek atau
deformitas, baik dengan jaringan setempat atau dengan transfer jaringan dari bagian
tubuh lainnya.

50
3. Sifat Operasi:
a. Operasi Berencana (elektif)
Operasi Berencana (elektif) adalah layanan tindakan pembedahan yang dijadwalkan
maksimal satu hari sebelum pembedahan. Pasien yang direncanakan untuk operasi harus
sudah dilengkapi dengan pemeriksaan yang diperlukan sesuai dengan standar KSM
(Kelompok Staf Medis) bersangkutan dan KSM Anestesi. Bedah elektif dapat dilakukan
penundaan tanpa membahayakan nyawa pasien.
b. Operasi Gawat Darurat / Cito (emergency)
Operasi emergency adalah tindakan pembedahan yang membutuhkan penanganan cepat
dan tidak boleh ditunda karena bisa mengancam jiwa.

c. Operasi one day care surgery (ODCS)


Layanan bedah sehari (ODCS) adalah tindakan pembedahan dimana pasien datang dan
pulang pada hari yang sama (tidak menginap).

E. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan bedah Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti sesuai dengan :
1. Undang - Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4431);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5072);
3. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Nomor 04 Tahun 2011 tentang
Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Organisasi Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti Tahun 2011 Nomor 04);
4. Peraturan Bupati Kepulauan Meranti Nomor 29 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok Dan
Fungsi Serta Uraian Tugas Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti (Berita Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011 Nomor 29);
5. Keputusan Bupati Kepulauan Meranti Nomor. Kpts.821.3/VIII/2014/041 tentang
Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon III.a dan III.b di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Meranti.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 290 / Menkes / Per / III / 2008
tentang tertanggal 26 Maret 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 / Menkes / Per / VIII /
2011 tertanggal 08 Agustus 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

51
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 tahun 2012 tertanggal 15
Maret 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tertanggal 18
Agustus 2014 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008
tertanggal 06 Februari 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah sakit;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 779 / Menkes / SK / VIII /
2008 tertanggal 19 Agustus 2008 tentang Standar Pelayanan Bedah Rumah Sakit;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 428/Menkes/SK/XII/2012
tertanggal 07 Desember 2012 tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksana
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia.

52
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Kepala Unit Kamar Operasi
Kepala Unit Kamar Operasi merupakan dokter spesialis anestesi.

2. Operator
Operator bedah dan kebidanan adalah Dokter Spesialis bedah dan kebidanan.

Dokter Spesialis Bedah dan kebidanan yaitu dokter yang telah menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi melakukan tindakan bedah dan
kebidanan.
Dokter Spesialis bedah dan kebidanan lulus dari pusat pendidikan yang diakui dan telah
mendapatkan SIP (Surat Ijin Praktek) dan SKK (Surat Kewenangan Klinis) dari Komite
Medik. Dokter bedah dan dokter kebidanan bertanggung jawab atas pemberian
pelayanan pembedahan dan kebidanan.

3. Perawat Kamar Operasi


Perawat Unit Kamar Operasi memiliki: sertifikat BHD (Bantuan Hidup Dasar), STR dan SIP.
Perawat Kamar operasi terdiri dari :
1) Perawat Instrument (Scrub Nurse)
a) Definisi
Perawat Instrumen (Scrub Nurse) adalah seorang tenaga perawat profesional
yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam pengelolaan paket alat
pembedahan selama tindakan pembedahan berlangsung.

b) Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar, dan Basic Life support (BLS)
dengan pengalaman kerja dikamar bedah minimal 6 bulan.
(2) D3 Keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan Basic Life
Support (BLS) dengan pengalaman kerja di kamar bedah minimal 1 tahun.
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 10 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar, Basic Life Support (BLS).

53
c) Fungsi dan Peran
Pra Operasi :
1. Pra Operasi
a. Menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai meliputi:
 Kebersihan ruangan operasi dan peralatan
 Meja mayo
 Meja operasi lengkap
 Lampu operasi
 Mesin anesthesia lengkap
 Suction pump
 Gas medis
b. Menyiapkan set instrument steril sesuai jenis pembedahan.
c. Menyiapkan bahan desinfektan, dan bahan lain sesuai keperluan
pembedahan.
d. Melakukan cuci tangan steril, memakai jas operasi dan sarung tangan steril
sesuai prosedur
e. Menghitung jumlah kassa, instrument yang dikeluarkan dan jarum
dilakukan bersama-sama dengan circulating nurse
f. Menyiapkan kanul penghisap dan diathermy

Intra Operasi :
a. Memperingatkan “tim steril“ jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik.
b. Menata instrumen steril di meja mayo sesuai urutan prosedur pembedahan.
c. Memberikan bahan desinfektan kepada operator untuk desinfeksi kulit
daerah yang akan disayat.
d. Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan
kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar.
e. Memberikan kain kasa steril kepada operator, dan mengambil kain kasa yang
telah digunakan dengan memakai alat.
f. Menyiapkan benang jahitan sesuai kebutuhan, dalam keadaan siap pakai.
g. Mempertahankan instrumen selama pembedahan dalam keadaan tersusun
secara sistematis untuk memudahkan bekerja.
h. Membersihkan instrumen dari darah dalam pembedahan untuk
mempertahankan sterilitas alat.
i. Menyiapkan cairan untuk mencuci luka.
j. Memeriksa dan menghitung semua instrument dan kassa sebelum luka
dijahit / ditutup.
k. Membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit.
l. Menutup luka dengan kain kasa steril.

54
m. Menyiapkan bahan pemeriksaan laboratorium / patologi.

Post Operasi :
a. Memfiksasi drain dan kateter.
b. Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang
dipasang elektroda.
c. Menggantikan alat tenun, baju pasien dan penutup serta memindahkan
pasien dari meja operasi ke kereta dorong.
d. Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi pembedahan dalam keadaan
lengkap.
e. Membersihkan instrumen bekas pakai dengan cara :
1) Merendam dengan cairan desinfektan.
2) Menyikat sela-sela instrumen.
3) Membilas dengan air mengalir.

d) Kompetensi
(1) Mampu menyiapkan pasien untuk tindakan operasi (kelengkapan data dan
kondisi pasien pra operasi)
(2) Mampu melakukan standar Precaution (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi)
(3) Mampu menyiapkan lingkungan kamar bedah
(4) Mampu menyiapkan instrument bedah,linendan persediaan alat kesehatan
(5) Mampu mengendalikan kestabilan emosi
(6) Mampu melaksanakan prosedur patient safety

2) Perawat Sirkuler
a. Definisi
Perawat Sirkuler adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi wewenang
dan ditugaskan untuk membantu persiapan kebutuhan operasi dan memonitoring
pasien serta perlengkapan kebutuhan operasi.
b. Kualifikasi
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan sertifikat kamar bedah
lanjut/khusus dan BLS dengan pengalaman klinis dikamar bedah minimal 3
tahun
(2) D3 Keperawatan pengalaman klinis dikamar bedah minimal 5 tahun
(3) Dalam masa transisi sampai dengan tahun 2015, untuk yang berpendidikan
SPK dengan pengalaman kerja minimal 10 tahun memiliki sertifikat kamar
bedah dasar dan Basic Life Support
(4) Memiliki kepemimpinan dalam tim
(5) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan

55
c. Fungsi dan Peran
Pra operasi :
a) Menerima pasien yang akan dibedah.
b) Memeriksa dengan menggunakan formulir “ check list “ meliputi :
1) Kelengkapan dokumen medis antara lain :
(a) Informed Consent.
(b)  Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir.
(c)  Hasil pemeriksaan radiologi dan foto rontgen.
(d)  Hasil pemeriksaan ahli anestesia (pra visite anestesi).
(e)  Hasil konsultasi ahli lain sesuai kebutuhan.
2) Kelengkapan obat-obatan.
3) Persediaan darah (bila diperlukan).
c)  Memeriksa pemeriksaan fisik.
d) Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan sesuai isian check list,
dengan perawat ruang rawat.
e) Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan tentang:
(1) Tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
(2) Tim bedah yang akan menolong.
(3) Fasilitas yang ada didalam kamar bedah antara lain lampu operasi dan
mesin pembiusan.
(4) Tahap-tahap anestesi.

Intra Operasi :
a) Mengatur posisi pasien sesuai jenis pembedahan dan bekerja sama dengan
petugas anestesi.
b) Membuka set steril dengan memperhatikan teknik aseptik.
c) Mengingatkantim bedah jika mengetahui adanya penyimpangan penerapan
teknik aseptik.
d) Mengikatkan tali jas steril tim bedah.
e) Membantu, mengukur dan mencatat kehilangan darah dan cairan, dengan cara
mengetahui : jumlah produksi urine, jumlah perdarahan, jumlah cairan yang
hilang.
(1)  Cara menghitung pengeluaran jumlah cairan :
Jumlah cairan dalam botol suction yang berasal dari pasien diukur dengan
membaca skala angka-angka dalam botol suction.
(2)  Cara mengetahui jumlah produksi urine :
Jumlah produksi urine didalam urine bag dan dicatat setiap jam atau
secara periodik(normal : 1 : 2 cc/kg berat badan perjam).

56
f)  Mencatat jumlah cairan yang hilang dengan cara menjumlahkan perdarahan
yang berasal dari botol suction danjumlah urine di dalam urine bag.
g) Melaporkan hasil pemantauan dan pencatatan kepada ahli anestesi.
h) Menghubungi petugas penunjang medis (petugas laboratorium) bila
diperlukan selama pembedahan.
i) Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan.
j) Menghitung dan mencatat pemakaian kain kasa, bekerjasama dengan perawat
instrumen.
k) Mengukur dan mencatat tanda – tanda vital.
l)  Mengambil instrumen yang jatuh dengan menggunakan alat dan memisahkan
dari instrumen yang steril.
m) Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kasa, bersama perawat instrumen
agar tidak tertinggal dalam tubuh pasien sebelum luka operasi ditutup.

Post Operasi :
a) Membersihkan dan merapikan pasien yang sudah selesai dilakukan
pembedahan.
b) Memindahkan pasien dari meja operasi ke kereta dorong yang telah
disediakan.
c) Mengukur dan mencatat tanda-tanda vital :
(1)  Pernafasan.
(2)  Tekanan darah.
(3)  Suhu, nadi.
d)  Mengukur tingkat kesadaran, dengan cara memanggil nama pasien,
memberikan stimulus, memeriksa reaksi pupil.
e)  Meneliti, menghitung dan mencatat obat-obatan serta cairan yang diberikan
kepada pasien.
f)  Memeriksa kelengkapan berkas rekam medis antara lain :
(1)  Laporan pembedahan.
(2)  Laporan anestesi.
(3)  Pengisian formulir Patologi Anatomi ( PA ).
g)  Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama pembedahan antara lain :
(1)  Identitas pasien :
(a)  Nama pasien.
(b)  Umur.
(c)   No rekam medis.
(d)  Nama tim bedah.
(e)  Waktu dan lama pembedahan.
(f) Jenis pembedahan.
(g) Jenis kasus (bersih, bersih tercemar, tercemar, kotor).

57
(h) Tempat tindakan.
(i)  Urutan jadwal tindakan pembedahan.
(2)   Masalah-masalah yang timbul selama pembedahan.
(3)   Tindakan yang dilakukan.
(4)   Hasil evaluasi.

h) Melakukan serah terima dengan perawat ruangan rawat inap tentang :


(1)  Kelengkapan berkas rekam medis, instruksi pasca bedah.
(2) Keadaan umum pasien.
(3) Obat-obatan dan resep baru.
i)  Membantu perawat instrumen, membersihkan dan menyusun instrumen yang
telah digunakan, kemudian alat tersebut disterilkan.
j)  Membersihkan selang dan botol suction dari sisa jaringan serta cairan operasi.
k)  Mensterilkan selang suction yang dipakai langsung ke pasien.
l)  Membantu membersihkan kamar bedah setelah tindakan pembedahan selesai.

d. Kompetensi
(1) Mampu sebagai scrub nurse
(2) Mampu menyiapkan pasien memasuki area semi ketat / ruang induksi
(3) Mampu bekerja sama dengan tim bedah
(4) Mampumemantau kesadaran pasien dan hemodinamik dan keseimbangan
cairan
(5) Mampu menyiapkan dan mengantisipasi kekurangan peralatan serta bahan
habis pakai dalam waktu cepat
(6) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi
(7) Mampu memfasilitasi komunikasi antara tim bedah dan pasien.

3) Perawat Asisten
a. Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar, sertifikat kamar bedah lanjut /
khusus, sertifikat BLS (Basic Life Support) dan pengalaman 5 tahun menjadi
perawat scrub nurse di kamar bedah.
(2) D3 keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar, sertifikat kamar
bedah lanjut / khusus, sertifikat BLS (Basic Life Support) dan pengalaman
menjadi perawat scrub nurse di kamar bedah minimal 5 tahun.
(3) Dalam masa transisi sampai tahun 2015 untuk yang berpendidikan SPK
dengan pengalaman menjadi scrub nurse minimal 10 tahun memiliki sertifikat
bedah dasar dan sertifikat BLS (Basic Life Support).

b. Fungsi dan Peran :

58
Pra Operasi :
a. Melakukan pengecekan ulang terhadap pasien yang akan dioperasi meliputi :
 Diagnosa pasien / indikasi operasi
 Lokasi operasi
 Persiapan daerah operasi (cukur daerah operasi dsb)
 Persiapan lainnya pendukung operasi
b. Membantu memposisikan pasien sesuai prosedur operasi
c. Mempersiapkan diri untuk membantu operasi
 Cuci tangan steril
 Memakai jas operasi steril
 Memakai sarung tangan steril
 Membantu petugas instrument mengatur alat instrument
d. Melakukan tindakan aseptik dan antiseptik di permukaan kulit area lapangan
operasi
e. Melakukan drapping (menutup daerah sekitar area operasi dengan linen steril)
sesuai prosedur operasi
Intra operasi :
a. Membantu dilaksanakannya prosedur operasi
b. Merawat perdarahan
c. Membantu memperluas lapang pandang operasi
d. Memberikan masukan atau pendapat dalam melaksanakan prosedur operasi
Post operasi
a. Melakukan perawatan luka
b. Membersihkan pasien dari bekas prosedur operasi (darah, cairan tubuh, dan
sebagainya)
c. Membantu membersihkan alat-alat yang telah dipakai
d. Mengecek kembali alat-alat medis dan obat yang dipakai

c. Kompetensi :
(1) Mampu sebagai perawat sirkuler.
(2) Mampu sebagai asisten operator dalam melakukan tindakan operasi.
(3) Memiliki kemampuan tehnik aseptik antiseptik.
(4) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi.
(5) Memahami anatomi dasar tubuh, fisiologi, penyembuhan luka yang
berhubungan dengan prosedur pembedahan

4) Perawat Kepala Ruangan


a. Kualifikasi
(1) Diutamakan Ners dengan pengalaman kerja 5 tahun dikamar bedah.
(2) D3 Keperawatan dengan pengalaman kerja 10 tahun dikamar bedah.

59
(3) Memiliki sertifikat Kamar Bedah Dasar.
(4) Memiliki sertifikat BHD (Bantuan Hidup Dasar).
(5) Memiliki sertifikat Manajemen Kamar Bedah

b. Fungsi Peran
a) Melaksanakan Fungsi Perencanaan meliputi :
(1) Menyusun program kerja tahunan di wilayah tanggung jawabnya.
(2) Menyusun rencana kebutuhan SDM perawat meliputi jumlah dan
kualifikasinya.
(3) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan pengembangan SDM perawat di
unitnya.
(4) Menyusun kebutuhan alat-alat keperawatan meliputi jumlah dan jenisnya.
(5) Menyusun usulan perbaikan dan pemeliharaan alat medik keperawatan
serta sarana dan prasarana di Unit Kamar Operasi.

b) Melaksanakan fungsi penggerakan dan Pelaksanaan meliputi :


(1) Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di Unit
Kamar Operasi
(2) Menyusun dan mengatur daftar dinas tenaga perawatan sesuai
kebutuhan.
(3) Melaksanakan program orientasi kepada tenaga perawatan baru yang
akan bekerja di kamar operasi.
(4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan di Unit
Kamar Operasi untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
ketentuan / standar.
(5) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerjasama
dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan di kamar operasi.
(6) Mengadakan rapat bulanan dengan perawat pelaksana di Unit Kamar
Operasi.
(7) Mengatur pengadaan kebutuhan alat yang diperlukan di Unit Kamar
Operasi
(8) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu
dalam keadaan siap pakai.
(9) Memberi motivasi tenaga non perawatan dalam memelihara kebersihan
ruangan dan lingkungannya.
(10) Membuat laporan bulanan mengenai pelaksanaan kegiatan pelayanan di
Unit Kamar Operasi.
(11) Menjagaperasaan pasien agar merasa aman dan terlindungi selama
pelaksanaan pelayanan berlangsung.

60
(12) Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarganya sebatas
wewenang dan kemampuannya.
(13) Mengadakan kerja sama yang baik dengan Kepala Bidang Keperawatan,
Komite Keperawatan, Kepala Sub Bidang, Kepala Unit Rawat Inap dan
Kepala Unit lainnya.
(14) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang keperawatan
antara lain melalui pertemuan ilmiahatau diklat lainnya.
c) Melaksanakan Fungsi Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian meliputi :
(1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan tugas masing-masing Staf / Pegawai
Unit Kamar Operasi.
(2) Melaksanakan penilaian kinerja Staf / Pegawai Unit Kamar Operasi.
(3) Memonitor pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Unit
Kamar Operasi.
d) Melaksanakan Fungsi Administrasi meliputi :
(1) Menyusun laporan mutu asuhan keperawatan.
(2) Menyusun laporan kegiatan pelayanan di Unit Kamar Operasi.
(3) Menyusun laporan pertanggung jawaban inventaris dan bahan habis
pakai.
(4) Menyusun laporan patient safety.

c) Kompetensi
(1) Mampu mengelola perawatan kamar operasi
(2) Mampu mengkoordinasi antara pasien, tim bedah dan tim anestesi
(3) Mampu menyusun rencana kebutuhan tenaga (SDM) dan sarana prasarana
kamar bedah
(4) Mampu menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO)
(5) Mampu melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian / evaluasi
(6) Memiliki kemampuan kepemimpinan
(7) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan

5) Tenaga Lain
Tenaga Sanitasi
a) Definisi :
Seseorang yang diberi tugas dan tanggung jawab terhadap kebersihan dan
kesiapan alat penunjang seperti linen dan instrumen dan pengawasan di bawah
Ka. Perawatan Unit Kamar Operasi dan Ka. Unit Sanitasi.

b) Kualifikasi :
Lulusan SLTA/Sederajat, sehat jasmani rohani, berdedikasi tinggi, mampu bekerja
sama dalam tim.

61
c) Fungsi dan Peran :
(1) Membersihkan seluruh ruangan di Unit Kamar Operasi, pagi, siang dan
sewaktu-waktu.
(2) Melaksanakan kebersihan kamar operasi baik sewaktu, harian, mingguan.
(3) Membantu mengantar dan mendorong pasien saat pra dan post op
(4) Bisa mengikuti rapat dengan Ka. Unit Kamar Operasi

B. Distribusi Ketenagaan
1. Tenaga Dokter Spesialis di RSUD
1. Bedah Umum : 3 orang
2. Penyakit Dalam : 2 orang
3. Kebidanan dan Kandungan : 2 orang
4. Anak : 1 orang
5. Radiologi : 1 orang
6. Anestesi : 1 orang
7. Patologi Klinik : 1 orang

2. Tenaga Perawat
Pendistribusian ketenagaan Perawat Kamar Operasi :
1) Kepala Perawatan Unit Kamar Operasi : 1 orang
2) Perawat Unit Kamar Operasi : 15 orang, terdiri dari perawat asisten, perawat sirkuler dan
perawat instrumen, perawat anestesi
3. Tenaga Lain / Tenaga Sanitasi : 1 orang

C. Prosedur Rekruitmen dan Seleksi


Penerimaan/Rekrutmen (Recruitment) adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat
pelamar kerja dengan kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi
kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian.

Prosedur Penerimaan/Rekrutmen Tenaga Medis, Perawat di RSUD :

1. Prosedur Penerimaan/Rekrutmen Tenaga Medis (Dokter)


1) Ada kebutuhan tenaga dokter di rumah sakit.
2) Atas dasar papan pengumuman lowongan pekerjaan / referensi pihak tertentu / inisiatif
sendiri, calon dokter menyampaikan surat lamaran kerja kepada Direktur.
3) Oleh Direktur, surat lamaran didisposisikan kepada Ka. Sub Bidang Personalia dan
Diklat untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan berkas yang memuat minimal :
a. Surat lamaran
b. Fotokopi KTP
c. Foto berwarna
d. Daftar riwayat hidup

62
e. Fotokopi ijazah terakhir
f. Fotokopi STR
g. Fotokopi sertifikat pelatihan/ seminar yang pernah diikuti
h. Surat pengalaman kerja (bila ada)
4) Calon tenaga medis (dokter) melakukan test kesehatan.
5) Selanjutnya dokter mengikuti orientasi yang diselenggarakan bagian kepegawaian dan
Diklat berkoordinasi dengan Bidang Pelayanan Medik.
6) Bidang kepegawaian meneruskan berkas kepada Ketua Komite Medik untuk dilakukan
proses kredensial agar dapat dikeluarkan Surat Penugasan Klinis oleh Direktur.

2. Prosedur Penerimaan / Rekrutmen Tenaga Keperawatan


1) Ada kebutuhan tenaga keperawatan
2) Atas dasar papan pengumuman lowongan pekerjaan / referensi pihak tertentu / inisiatif
sendiri, calon perawat menyampaikan surat lamaran kerja kepada Direktur.
3) Oleh Direktur, surat lamaran didisposisikan kepada Ka. Sub Bidang Personalia dan Diklat
untuk dilakukan pemeriksaan kelengkapan berkas yang memuat minimal :
a. Surat lamaran
b. Fotokopi KTP
c. Foto berwarna
d. Daftar riwayat hidup
e. Fotokopi ijazah terakhir
f. Fotokopi STR
g. Fotokopi sertifikat pelatihan/ seminar yang pernah diikuti
h. Surat pengalaman kerja (bila ada)
4) Calon perawat mengikuti ujian tes tertulis dan wawancara yang diadakan oleh Ka. Bidang
Keperawatan berkoordinasi dengan komite keperawatan dan bidang kepegawaian.
5) Setelah dinyatakan lulus test ujian tulis dan wawancara maka dilanjutkan dengan test
kesehatan.
6) Setelah dinyatakan lulus test, selanjutnya calon perawat/bidan mengikuti orientasi
selama 7 hari disselnggarakan oleh Bidang kepegawaian dengan Ka. Sub. Bidang
Keperawatan dan Kepala ruangan/kepala perawatan.
7) Setelah dinyatakan lulus training, maka akan dikeluarkan Surat Pengangkatan Staf /
pegawai oleh Direktur RSUD .

D. Pengaturan Dinas
Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi perawat untuk
melaksanakan tugas pelayanan di Unit Kamar Operasi sehingga semua kegiatan pelayanan
bedah dapat terkoordinir dengan baik. Pengaturan dinas dibuat 3 shift dalam 24 jam yaitu:
1. Dinas Pagi Jam 07.30 wib – 14.00 wib
2. Dinas Sore Jam 14.00 wib - Jam 21.00 wib

63
3. Dinas Malam Jam 21.00 wib - Jam 07.30 wib
4. On Call bila dibutuhkan
5. Pengaturan jadwal dinas bisa secara fleksibel sesuai jam operasi (untuk mengurangi angka
kelebihan jam dinas), jadwal dibuat sebulan sekali

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN

Keterangan
Ruang
Persiapan Recovery = Zona 0
Pra Operasi Room ( RR ) = Zona 1
= Zona 2
Zona 0 = Zona 3
Pintu Masuk ZONA 1 = Zona 4
Pasien Pre Op ZONA 4 = Arah Pasien Masuk
ZONA 2 = Arah Pasien Keluar
Pintu Keluar Pasien Paska Operasi = Alur linen dan Instrumen kotor
R. Serah Terima Nurs Station R. Resusitasi
Pasien

Gudang Obat Cuci


dan BHP ZONA 3 Tangan

Zona 0
ZONA 1

ZONA 2

Pantry CSSD

64
B. STANDAR FASILITAS
1. Pembagian Zona
Sistem zona pada bangunan Unit Kamar Operasi bertujuan untuk meminimalisir risiko
penyebaran infeksi (infection control) oleh micro-organisme dari rumah sakit (area kotor)
sampai pada kompleks kamar bedah.
Ruangan-ruangan pada bangunan (sarana) Unit Kamar Operasi dapat dibagi ke dalam 3 zona,
dari luar ke dalam seperti tergambar berikut:

3
2
1 Kamar bedah

1) Zona 1, Area Bebas (Green Area)


Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar
operasi.
Area bebas meliputi :
 Ruang tunggu pasien
 Ruang ganti pakaian (loker)

65
 Ruang Dokter
 Kamar mandi

2) Zona 2, Area Semi Ketat


Pada area ini petugas wajib menggunakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri
atas topi, masker, baju dan celana operasi.
Area semi ketat ini meliputi :
 Ruang Pulih Sadar / Recovery
 Ruang sterilisasi
 Ruang penyimpanan alat steril
 Ruang penyimpanan alat non steril
 Ruang pencucian instrumen bekas pakai

3) Area Ketat
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap
dengan prosedur aseptik.
Area ketat ini meliputi :
 Ruang cuci tangan
 Ruang Induksi
 Ruang tindakan pembedahan (kamar operasi)

2. Standar Peralatan Kamar Operasi


a. Ruang tunggu pasien
Ruang tunggu pasien mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Kursi
b. Ruang ganti pakaian (loker)
Ruang ganti pakaian mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Loker dokter dan suster
- Gantungan pakaian
- Cermin

c. Ruang Dokter
Ruang Dokter mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Kursi Tamu / sofa
- TV
- Kulkas
- Lemari alat
- Dispenser air minum

66
d. Kamar mandi dokter dan suster
Kamar mandi mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Ember
- Gayung
- Tempat sampah tertutup

e. Recovery room dan ruang perawatan


Recovery room dan ruang perawatan mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Tempat tidur
- Oksigen sentral
- Tabung O2 (kecil)
- Kulkas obat
- Lemari buku
- Dispenser air minum

f. Ruang penyimpanan alat steril


Ruang penyimpanan alat steril mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Rak / Lemari

g. Ruang penyimpanan alat non steril


1) Alat kesehatan non steril
Ruang penyimpanan alat kesehatan non steril mempunyai peralatan: rak / lemari
2) Alat linen non steril
Ruang penyimpanan alat linen non steril mempunyai peralatan: rak / lemari

h. Ruang pencucian instrumen bekas pakai


Ruang pencucian instrumen bekas pakai mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Wastafel pencuci alat
- Sikat
- Desinfektan
- Tempat sampah

i. Ruang sterilisasi
Ruang sterilisasi mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Sterilisator
- Autoclave

j. Ruang cuci tangan


Ruang cuci tangan mempunyai peralatan sebagai berikut :

67
- Tempat cuci tangan, kran air dengan pengumpil panjang
- Sikat
- Desinfektan dalam tempatnya
- Cermin

k. Ruang tindakan pembedahan (kamar operasi)


1) Kamar operasi I dan ruang induksi
Kamar operasi I mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Tempat tidur operasi
- Lampu operasi
- Monitoring
- Suction
- Meja mesin anestesi
- AC
- Meja set diatermi
- Meja instrument
- UV
- Lemari obat
- Tempat sampah (infeksius dan non infeksius)

2) Kamar operasi II dan ruang induksi


Kamar bedah II mempunyai peralatan sebagai berikut :
- Tempat tidur operasi
- Lampu operasi
- Monitoring
- Suction
- Meja mesin anestesi
- AC
- Meja set diatermi
- Meja instrument
- Lemari obat
- Tempat sampah (infeksius dan non infeksius)

68
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Penjadwalan Operasi
Penjadwalan pasien yang akan di operasi di kamar bedah agar dapat dilaksanakan sesuai jadwal
yang telah ditentukan. Prosedur penjadwalan dapat dilihat di SPO Cara Penjadwalan Pasien di
Kamar Operasi Elektif Maupun Darurat.

B. Penerimaan Dan Penyerahan Pasien


Menerima pasien yang akan dilakukan tindakan operasi yang diantar petugas, baik rawat inap,
UGD, poliklinik maupun ODC (One Day Surgery). Agar tidak terjadi kesalahan pasien dan
kesalahan diagnosa / tindakan, maka perawat pre operasi memeriksa kelengkapan pasien :
1. Nama pasien (bila pasien di bawah umur bisa ditanyakan kepada keluarga pasien).
2. Daerah operasi yang akan dilakukan tindakan operasi telah ditandai sesuai ketentuan.
3. Riwayat penyakit dan penggunaan obt-obatan.
4. Terpasang gigi palsu atau tidak, bila ya, perawat membantu untuk melepaskannya
5. Menanggalkan semua perhiasan pasien dan menyerahkannya ke keluarga pasien.
6. Pastikan kuku dan bibir pasien bebas dari zat pewarna (kuteks dan lipstik) bila masih
ada, perawat membantu membersihkannya.
7. Dokumen pasien : (Informed consent, hasil pemeriksaan laboratorium, hasil
pemeriksaan radiologi, hasil pemeriksaan fisik terakhir).

C. Persiapan Operasi
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan
pemberian informasi yang sejelas – jelasnya mencakup manfaat dan resiko pembedahan.
Beberapa hal yang perlu perbaikan sebagai berikut :

69
a. Informed consent perlu dibuat secara tertulis dan untuk operasi standar dikuatkan risalah
informasi bahwa agar memudahkan dalam pemberian karena faktor beban pelayanan
yang cukup banyak.
b. Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin (operasi bersama) atau operasi oleh tim
khusus disamping risalah tertulis harus ada pertemuan khusus antara tim dengan pasien
dan keluarganya sebelum operasi dilaksanakan.
D. Pelayanan Kamar Operasi
I. Manajemen Intra Operatif
1. Memonitor performa kamar operasi / ruang tindakan
Sebelum prosedur dimulai, harus dilakukan persiapan ruangan. Hal ini meliputi
menciptakan lapangan steril, menyiapkan alat-alat dan memeriksa kelengkapannya.
a. Penciptaan lapangan steril :
o Menempatkan duk steril di sekeliling daerah operasi dan pada tempat alat-alat
o Semua personel harus mengenakan pakaian steril
o Hanya alat steril dan orang-orang yang telah steril yang diperbolehkan memasuki
lapangan steril
o Jangan menempatkan alat-alat steril di dekat pintu yang terbuka
o Jendela harus ditutup
o Letakkan alat steril hanya pada lapangan steril
o Pastikan tangan telah discrub sebelum menyentuh alat steril
o Orang yang telah steril tidak diperkenankan menyentuh alat-alat tidak steril atau
pergi ke tempat yang tidak steril
o Perlu diingat bahwa ujung kemasan dari alat-alat steril adalah tidak steril
o Perlu diingat bahwa sekali batas steril telah dilewati, hal ini telah dianggap
terkontaminasi
o Jika ada keraguan tentang status sterilitas sesuatu alat atau area, harus dianggap
telah terkontaminasi

b. Persiapan alat :
Ada empat tahap proses persiapan alat, yaitu : pencucian dan dekontaminasi,
desinfeksi, sterilisasi, dan penyimpanan atau pemindahan ke lapangan steril.
Ada beberapa jenis sterilisasi, yaitu menggunakan steam, ethylene oxide, ozone, dan
gas plasma.
c. Persiapan perlengkapan anestesi
d. Memastikan kualitas udara dan ventilasi :
o Ventilasi kamar operasi harus positive-pressure
o Udara harus masuk ke ruangan melalui ventilasi langit-langit yang tinggi dan
keluar dari ruangan melalui exhaust air outlet dekat lantai yang berseberangan
dengan ventilasi masuk.

70
o Mengatur agar sedikitnya terjadi 15 kali pertukaran udara per jamnya, di mana 3
di antaranya harus udara segar.
o Penyaringan udara yang diresirkulasi dan udara segar melalui filter yang baik
dengan efisiensi minimum 90%.
o Ruangan hanya diijinkan dibuka untuk perpindahan alat, personel tim bedah dan
pasien; selebihnya pintu dijaga agar selalu tertutup.

2. Manajemen Pasien
Beberapa poin penting dalam mengkaji faktor risiko pasien :
 Alergi
 Riwayat kesehatan sebelumnya (misalnya tekanan darah tinggi, asma, masalah
jantung atau pernapasan)
 Penggunaan tembakau (karena rokok meningkatkan risiko infeksi)
 Penggunaan alkohol dan narkotika
 Pengalaman pribadi pasien dengan sedasi dan anestesi sebelumnya
 Berat badan
 Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
 Ada tidaknya risiko untuk anestesi dan sedasi
 Permintaan khusus dari pasien untuk jenis anestesi dan sedasi
 Kecemasan pasien
 Delirium
 Status nutrisi
 Risiko potensial untuk deep vein thrombosis

Obat-obatan yang diberikan pada pasien harus dilabel dengan mencakup informasi
seperti di bawah ini :
 Nama pasien
 No. RM
 Ruang
 Nama Obat
 Jumlah / kekuatan / konsentrasi
 Pelarut
 Rute pemberian
 Tanggal dan waktu pemberian
 Tanggal dan waktu kadaluarsa
 Penyimpanan

3. Manajemen Tim Bedah

71
Rekomendasi standar :

 Kostum bedah harus terbuat dari bahan yang ringan dan memungkinkan untuk
bernapas. Kostum tidak terbuat dari kapas karena kapas mudah terbakar dan memiliki
banyak pori yang bisa dilewati mikroorganisme
 Sepatu proteksi harus tertutup bagian depannya, bertumit rendah, bersol anti selip dan
dibersihkan secara berkala
 Sebelum memegang kostum bedah atau memasuki tempat kostum bedah, semua
personel harus mencuci tangan dengan sabun dan air, antiseptik dan air atau
antiseptic hand rub
 Kostum bedah harus diganti setiap harinya atau setiap kali terkontaminasi atau basah.
Bila kostum terdiri dari 2 bagian, atasan harus selalu dimasukkan ke dalam bawahan
dan ukuran harus pas
 Semua personel harus menutupi kepala dan rambut muka
 Dalam kasus-kasus tertentu yang berisiko terciprat (misalnya kasus trauma), tim
bedah harus mengenakan alat-alat proteksi tambahan
 Masker harus menutupi seluruh bagian mulut dan hidung
 Kostum bedah harus dicuci bersih
 Seluruh personel harus menerima edukasi dan pengarahan perihal kostum bedah ini
Beberapa prinsip penggunaan sarung tangan :
 Sarung tangan harus menjadi barrier yang efektif terhadap material infeksius,
termasuk darah dan cairan tubuh
 Sarung tangan harus diganti setiap habis kontak dengan pasien atau setiap sarung
tangan tersebut rusak
 Sarung tangan tidak boleh dicuci atau direuse
 Untuk prosedur invasif, tenaga kesehatan harus memakai dua lapis sarung tangan,
satu di atas yang lain

4. Penandaan Operasi
Beberapa hal yang berpotensi untuk menimbulkan kekeliruan untuk wrong surgery :
 Lebih dari satu dokter bedah terlibat
 Dilakukan lebih dari satu prosedur
 Pasien memiliki beberapa karakteristik khusus, seperti deformitas fisik atau obesitas
masif
 Ada beberapa pasien yang memiliki nama yang sama atau prosedur yang sama atau di
waktu yang bersamaan

Tiga komponen penting protokol, yaitu :


1. Proses verifikasi
2. Menandai lokasi yang akan dilakukan operasi

72
3. Time out
Beberapa prosedur yang tidak memerlukan penandaan :
 Kasus organ tunggal (misalnya operasi jantung, operasi caesar)
 Kasus intervensi seperti kateter jantung
 Kasus yang melibatkan gigi
 Prosedur yang melibatkan bayi prematur di mana penandaan akan menyebabkan tato
permanen

Dalam kasus-kasus di mana tidak dilakukan penandaan, alasan harus dapat dijelaskan
dan dipertanggungjawabkan. Sedapat mungkin penandaan harus melibatkan pasien untuk
menghindarkan kekeliruan. Meskipun jarang, pasien boleh menolak penandaan setelah
dijelaskan maksud dan tujuannya. Penandaan harus dibuat menggunakan surgical marking
pen yang tidak hilang bila dicuci saat preparasi lapangan operasi. Untuk pasien dengan
warna kulit gelap, boleh digunakan warna selain hitam atau biru gelap (biru tua) agar
penandaan jelas terlihat, misalnya warna merah. Pada kasus-kasus seperti operasi spinal,
dapat dilakukan proses dua tahap yang meliputi penandaan preoperatif per level spinal
(yang akan dioperasi) dan interspace spesifik intraoperatif menggunakan radiographic
marking.
Jika terdapat beberapa prosedur dalam satu operasi, maka time out harus dilakukan
sebelum setiap prosedur. Apabila terjadi diskrepansi, prosedur tidak boleh dimulai sebelum
tercapai kata sepakat oleh semua anggota tim (dalam time out) atau sebelum semua
pertanyaan atau masalah terjawab. Time outini harus terdokumentasikan, minimal
berbentuk suatu pernyataan bahwa time out telah dilakukan dan tercapai kata sepakat.

5. Monitoring Anestesi dan Sedasi


Hal-hal yang harus diperhatikan oleh tim bedah :

1. Mengkomunikasikan risiko sebelum memulai prosedur


2. Memastikan kompetensi yang meliputi : memasukkan obat sesuai level anestesi
yang diminta, memonitor pasien untuk mempertahankan level anestesinya,
memberhentikan anestesi dan menyelamatkan pasien jika mereka masuk ‘terlalu
dalam’
3. Menyiapkan obat-obatan emergensi dan antidotum
4. Mempersiapkan efek-efek samping obat (medication error)
5. Memantau tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan ritme,
frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, akses intravena yang adekuat, nyeri)
6. Mempertimbangkan pemanfaatan teknologi untuk teknik anestesi
7. Menggunakan mnemonic :
a. C irculation, capnograph, color (saturasi)
b. O ksigen
c. V entilasi dan vaporisasi

73
d. E ndotracheal tube
e. R eview monitor dan peralatan
f. A irway
g. B reathing
h. C irculation
i. D rugs
j. A wareness
k. S wift check (pasien, dokter bedah, proses, dan respons)
8. Awareness anestesi : kasus-kasus di mana pasien bangun di tengah-tengah anestesi
(intraoperatif)
a. mengidentifikasi pasien-pasien berisiko
b. perawatan peralatan
c. monitoring pasien

6. Memasukkan Obat
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko :

1. Mengidentifikasi pasien dan mengkonfirmasi alergi obat yang dimiliki


2. Memverifikasi obat sebelum pemberian obat
3. Menggunakan perintah verbal terstruktur
4. Mengidentifikasi penggunaan obat-obatan high-alert
a. Menstandardisasi preparasi obat-obat yang dilarutkan agar siap digunakan
b. Menghindari pelarutan obat di lapangan operasi, pelarutan obat-obat sebisa
mungkin digunakan oleh apoteker terdaftar
c. Menggunakan hanya larutan premixed
d. Klinisi di ruang operasi harus mengkomunikasikan semua dosis obat yang akan
dimasukkan dan mengklarifikasi dosis maksimal dengan dokter anestesi dan
dokter bedah
e. Mengedukasi perawat dan anggota lain yang bekerja di ruang operasi tentang
penanganan dan pemberian obat-obat high alert
f. Mengkaji dan memvalidasi kompetensi klinis tentang penggunaan dan pemberian
obat-obat high alert
Hal-hal lain yang perlu dimonitor secara ketat selama operasi :
1. Kadar glukosa
2. Suhu tubuh
3. Penggunaan darah

7. Menghindari Masalah dalam Ruang Operasi


Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari masalah dalam ruang operasi :

a. Meminimalkan distraction dan interupsi


b. Mencegah trauma benda tajam

74
1) Keselamatan alat (skalpel yang terlindung, jarum berujung tumpul, dll)
2) Keselamatan teknik
 Menggunakan zona netral di mana benda-benda tajam ditempatkan tanpa
kontak tangan
 Menggunakan teknik tanpa sentuh
 Menggunakan sarung tangan dua rangkap
 Mempertimbangkan penggunaan sarung tangan anti-robek
 Mengganti sarung tangan bedah secara rutin
 Menggunakan teknik jahit yang mencegah trauma
 Sebisa mungkin menghindari lapangan bedah ketika dokter bedah memotong
dan menjahit
 Memakai alas kaki yang terlindung

3) Program kontrol pajanan


4) Program edukasi
c. Mencegah tertinggalnya benda-benda di dalam luka operasi dengan metode
penghitungan alat-alat
d. Menangani spesimen secara benar (meliputi kontainer dan alat pengambilan
spesimen, identifikasi spesimen, labeling, transportasi spesimen, komunikasi,
pembuangan spesimen)
e. Mencegah kebakaran
1) Persiapan pasien
2) Penggunaan alat-alat secara aman
3) Persiapan alat-alat
4) Membatasi bahan-bahan yang mudah terbakar
5) Mengontrol oksigen
6) Membagi tugas di antara anggota tim bedah mengenai pencegahan kebakaran
7) Komunikasi efektif dan kerja tim
8) Merespons bila terjadi kebakaran :
a) Bagaimana memadamkan api secepatnya
b) Bagaimana menangani pasien
c) Bagaimana memindahkan pasien secara aman
d) Bagaimana evakuasi ruang operasi secara aman
e) Bagaimana mengaktivasi sistem keamanan kebakaran
f) Bagaimana mencegah penyebaran asap
g) Bagaimana menemukan dan menggunakan alat pemadam kebakaran
h) Bagaimana peran tim pemadam kebakaran dari luar
f. Prinsip Tindakan Selama Pelaksanaan Operasi
Persiapan psikologis pasien
1) Pengaturan posisi

75
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :
a) Bagian tubuh yang akan dioperasi
b) Umur dan ukuran tubuh pasien
c) Tipe anestesi yang digunakan
d) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (artritis).
2) Prinsip-prinsip di dalam pengaturan posisi pasien :
a) Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman
b) Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan
kakinya ditutup dengan duk
c) Amankan pasien di atas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan di atas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk
menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
d) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk
meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
e) Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu, karena tekanan dapat
menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya trombus.
f) Jangan izinkan ekstremitas pasien terayun di luar meja operasi karena hal ini
dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
g) Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
h) Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti di tangan atau di lengan.
i) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara
bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
o Membersihkan dan Menyiapkan Kulit
o Penutupan Daerah Steril
o Mempertahankan Surgical Asepsis
o Menjaga suhu tubuh pasien dari kehilangan panas tubuh
o Penutupan luka pembedahan
o Perawatan drainase
o Pengangkatan pasien ke Ruang Pemulihan dan atau Unit Rawat Intensif
g. Tata Laksana Perawatan Pasien di Ruang Pulih Sadar
1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan
pembiusan umum, sedang pada pasien dengan anestesi regional posisi kepala
pasien semi fowler.
2. Pasang pengaman pada tempat tidur.
3. Monitor tanda vital : Tekanan darah, Nadi, respirasi setiap 15 menit.
4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakea
5. Beri O2 sesuai program.
6. Observasi adanya muntah.
7. Catat intake dan output cairan.

76
8. Tata Laksana Pengeluaran Pasien dari Ruang Pulih Sadar
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
a. Pasien harus pulih dari efek anestesi
b. Tanda-tanda vital harus stabil
c. Tidak ada drainase yang berlebihan dari tubuh.
d. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil
e. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
f. Pengawasan pasca operasi selanjutnya diserahkan pada perawat unit.

II. MANAJEMEN POST OPERATIF


1. Membersihkan Lingkungan Operasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pembersihkan lingkungan operasi :

1) Pembuangan sisa-sisa bekas operasi


a. Sisa patologi manusia yang meliputi jaringan, organ, bagian tubuh, dan cairan
b. Darah manusia dan komponen darah yang meliputi serum, plasma, dan
komponen darah
c. Benda tajam
d. Sisa-sisa alat atau benda yang terkontaminasi pasien
e. Benda-benda tajam yang tidak terpakai
Ketika menangani sisa-sisa bekas operasi, petugas yang bertugas mengumpulkan
termasuk petugas kebersihan harus memakai alat pelindung diri untuk mencegah
pajanan. Setelah sisa-sisa tersebut terkumpul, harus ditranspor ke area penyimpanan
yang sesuai. Selama transpor harus diperhatikan bahwa benda terkontaminasi tidak
kontak dengan alat steril. Untuk mencegah penyebaran infeksi, kereta pembawanya
harus dibersihkan dan didesinfeksi sesuai jadwal.

2) Transportasi linen terkontaminasi


Sebelum membersihkan ruangan, linen kotor harus diangkat terlebih dahulu. Tekstil,
linen dan kain terkontaminasi harus dipindahkan dengan kontak seminimal mungkin
dengan udara, permukaan dan personel dalam ruangan. Sebelum memindahkan
linendari permukaan, harus dipastikan benda tajam dan barang non linen/laundry
lainnya telah dipisahkan untuk memastikan keamanan transportasi dan trauma benda
tajam. Dalam melipat linen, pastikan bagian terkontaminasi berada di tengah
sehingga bagian yang bersih berperan sebagai barrier terhadap bagian yang kotor.
Linen infeksius / terkontaminasi ditempatkan di ember berwarna abu-abu yang
dilapisi plastik warna kuning. Linenyang basah harus ditempatkan di kantong-
kantong yang anti bocor. Dalam transportasi, perawat kamar operasi dan petugas

77
linen/laundry tidak boleh memegang kantong berisi linenterkontaminasi dengan
tubuhnya atau meremas kantongnya untuk mencegah tertusuk jarum atau benda tajam
lain yang tanpa sengaja tertinggal.

3) Membersihkan area operasi


a. Kamar operasi minimal harus dibersihkan setiap 24 jam bila tidak ada kegiatan
atau ruangan tidak dipakai
b. Bila area terkontaminasi, maka kontaminasi harus dibersihkan / diangkat terlebih
dahulu baru area dibersihkan dengan desinfektan karena banyak kontaminan
menginaktivasi desinfektan
c. Bila kontaminasi basah, luas dan infeksius, maka harus diletakkan kain yang bisa
menyerap cairan dan desinfektan dituang ke atas kain tersebut sampai semuanya
basah terendam.
d. Bahan desinfektan terhadap darah dan cairan tubuh yang direkomendasikan adalah
yang efektif terhadap virus hepatitis B dan HIV, tuberkulosis, dan yang cocok
untuk segala jenis permukaan, misalnya berpori maupun non-pori
e. Debu harus ditangani dengan menggunakan kain khusus debu atau alat pel yang
mencegah terbangnya debu. Untuk area yang lebih tinggi dari bahu, petugas
kebersihan harus menggunakan alat yang khusus didesain untuk permukaan tinggi.
Alat pembersih debu tidak boleh digoyang-goyangkan karena spora jamur bisa
beterbangan di udara
f. Untuk menghindari terpeleset atau tersandung, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan :
 Area yang licin harus ditutup untuk sementara untuk semua karyawan, kecuali
petugas kebersihan
 Tutup pintu dan tempatkan tanda dilarang masuk mulai dari area yang paling
bersih ke daerah yang paling kotor
 Gunakan wax atau alas bergerigi untuk menciptakan permukaan anti slip
 Pindahkan penghalang atau tanda-tanda dilarang masuk hanya setelah lantai
kering sempurna
 Tim bedah harus menggunakan alas kaki anti slip
 Keset harus tahan slip dan bila keset tersaturasi oleh cairan, harus segera
diganti
 Sebaiknya kabel-kabel tidak melintang di tengah jalan. Kabel harus dibundel
sebaiknya di langit-langit jika memungkinkan
 Alat-alat dan monitor harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga akses jalan
tidak terhalang dan lantai dapat terlihat
 Pencahayaan harus diatur dengan baik agar dapat melihat dengan jelas di
dalam ruang operasi

78
2. Pelayanan Post Operatif
1) Mengkaji status mental pasien, dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pasien :
a. Tanggal hari ini
b. Hari apa hari ini
c. Nama tempat ia berada saat ini
d. Nomor teleponnya
e. Nama jalan tempat tinggalnya
f. Berapa umurnya
g. Kapan ia dilahirkan
h. Siapa nama gadis ibu kandungnya
i. Berapa hasil 20 dikurang 3, lalu hasilnya dikurang 3 lagi, dst sampai beberapa
kali
2) Mengkaji status fisik pasien, dapat dilakukan dengan memeriksa tanda vital, derajat
nyeri, adanya pembengkakan, fungsi respirasi, drainage luka, efek samping anestesi,
atau deep vein thrombosis
3) Mengkaji obat-obatan yang dibutuhkan, hal ini meliputi obat-obatan apa yang harus
diteruskan dari operasi, atau mana yang harus distop atau obat-obat baru, termasuk
darah dan komponen-komponen darah yang diperlukan. Peresepan dan pemberian
obat-obatan tersebut harus dicatat dengan baik sesuai urutannya, semua perintah
verbal diulang kembali, dan dilabel secara benar. Dapat dipikirkan pemanfaatan
teknologi komputer untuk pendokumentasian maupun pengingat
4) Mencegah infeksi (khususnya dari surgical site, kateter urin dan akses intravena)
a. Monitor ketat suhu tubuh dan kadar glukosa darah untuk mengurangi risiko infeksi
postoperatif dari surgical site
b. Gunakan kateter urin hanya bila diperlukan
c. Kurangi waktu penggunaan kateter urin, kateter harus sering diganti secara berkala
d. Gunakan teknik yang benar untuk insersi dan perawatan
e. Catat semua penggunaan kateter urin

3. Proses Pemulangan Pasien


Beberapa poin kunci dalam pemulangan pasien :
1) Komunikasi sedini mungkin dan sesering mungkin dengan pasien
2) Koordinasi proses pemulangan (bukan hanya di hari terakhir, tetapi selama
perawatan di rumah sakit)
3) Mengatur proses secara sistematik
4) Melibatkan pasien dalam proses perencanaan pemulangan
5) Edukasi pasien dan keluarganya
6) Berbagi sumber dengan pasien, misalnya tentang layanan rumah pemesanan
makanan dan transportasi di komunitas

79
7) Membuat perjanjian dengan pasien dan keluarganya, bila memungkinkan, untuk
follow up. Berikan catatan berisi nama, alamat, dan telepon yang bisa dihubungi
8) Rekonsiliasi pengobatan, lakukan double-check untuk obat-obatan terakhir yang
diberikan untuk di rumah. Berikan kepada pasien daftar obat-obat yang akan ia
konsumsi di rumah, daftar tersebut harus mencakup deskripsi obat, indikasi, dosis,
jadwal pemberian dan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Hal ini bersama
dengan pengertian pasien harus selalu direkonfirmasi oleh tenaga kesehatan. Pasien
dianjurkan untuk selalu membawa daftar obatnya, termasuk ketika kontrol berobat
9) Kolaborasi dengan layanan komunitas

Summary Pemulangan :
1) Setiap pasien pulang perawatan diberikan resume pulang.
2) Resume tentang perawatan pasien disiapkan semenjak awal pasien masuk.
3) Resume diisi dan diserahkan kepada pasien saat pasien pulang.
4) Resume Pasien pulang rawat inap ada dua, yaitu diisi oleh DPJP / Dokter Ruangan
dan perawat penanggung jawab pasien / Ka. Ruangan
5) Resume pasien pulang yang diisi DPJP / Dokter Ruangan berisi :
a. Diagnosa Masuk
b. Anamnesis
c. Pemeriksaan Fisik (waktu masuk)
d. Pemeriksaan penunjang
e. Diagnosa Utama dan Sekunder
f. Obat yang diberikan selama dirawat
g. Tindakan selama di rumah sakit
h. Kondisi pasien saat pulang
i. Anjuran / Rencana / Kontrol selanjutnya
j. Obat-obatan di rumah
6) Resume pasien pulang yang diisi perawat penanggung jawab pasien / Ka. Ruangan
berisi :
a. Keadaan pasien ketika pulang
b. Diagnosa Medis dan tanda vital
c. Masalah keperawatan
d. Obat
e. Berkas yang dibawa pulang
f. Alat yang terpasang dan tanggal pemasangan
g. Kontrol ulang
h. Pendidikan kesehatan (diet, perawatan luka, manajemen nyeri)
i. Aktivitas / istirahat
7) Resume pulang diparaf oleh :

80
a) Perawat
b) Pasien / penanggung jawab
c) DPJP / dokter ruangan
8) Resume medis pasien pulang masing-masing dibuat rangkap 3 : asli disimpan dalam
rekam medis, salinannya diberikan kepada pasien, dan praktisi kesehatan perujuk.

E. Kerjasama antar Disiplin


a. Pre Operasi
a) Persiapan Operasi. Pasien diperiksa di Klinik, UGD dan Unit Rawat Inap. Setelah
memenuhi standar pelayanan anestesi, pasien dikonsulkan ke Anestesi
b) Evaluasi Pra bedah. Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk
menentukan kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi bagian lain untuk
membuat suatu asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien,
mengenai kondisi pasien, rencana tindakan, alternatif tindakan, tingkat keberhasilan,
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah harus
didokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam medis pasien dan ditandatangani
oleh dokter bedah yang bersangkutan.
c) Pendaftaran operasi. Perawat terkait mendaftar ke Unit Kamar Operasi jadwal
operasi yang sudah ditentukan dokter. Perawat Unit Kamar Operasi mempersiapkan
instrumen, alat-alat, obat dan alkes yang diperlukan. Perawat Unit Kamar Operasi
menghubungi Dokter Anestesi. Unsur yang terkait disini adalah bagian instrumen,
anestesi, sanitasi, linen, Unit Farmasi.

b. Durante Operasi
a) Premedikasi dilakukan oleh Dokter Anestesi .
b) Bila timbul penyulit selama operasi, dokter operator minta konsul kepada dokter dari
bagian / bidang yang diminta melalui perawat sirkuler (onloop).
c) Perawat menghubungi dokter sesuai permintaan.
d) Bila harus dilakukan operasi bersama maka tanggungjawab utama terhadap pasien
tetap berada pada operator pertama.
e) Prosedur umum durante operasi
1) Melakukan aseptik dan antiseptik pada area operasi.
2) Tutup area non steril dengan linen operasi steril.
3) Membantu pelaksanaan operasi sebagai scrub nurse dan sirkuler
4) Menutup luka operasi

c. Post Operasi
a) Pasien diantar ke ruang pulih oleh perawat anestesi dan perawat sirkuler. Pasien
diobservasi di ruang pulih dibawah tanggung jawab Dokter Anestesi.

81
b) Memonitoring keadaan pasien yang telah dilakukan tindakan operasi dengan mengukur
tanda-tanda vital dan mencatat pada lembar pengawasan, apabila kondisi pasien
menurun menunjukan ke arah yang lebih buruk atau tidak stabil untuk dilakukan re
operasi atau dilakukan pengawasan di ICU / HDU.
c) Pasien dipindahkan ke Unit Rawat Inap sesudah mendapat persetujuan Dokter Anestesi
dan diserahterimakan kepada perawat Unit Rawat Inap yang menjemput pasien.
d) Bila perlu dirawat di ICU / HDU, pasien diantar langsung dari Unit Kamar Operasi ke
ICU / HDU oleh Dokter Anestesi dan perawat sirkuler.

F. Pelayanan Anestesi
Pelayanan ini berlaku seragam bagi semua pasien yang mendapat pelayanan anestesi. Semua
tindakan pelayanan peri-anestesi didokumentasikan dalam rekam medis pasien dan
ditandatangani oleh dokter anestesi yang bertanggung jawab dalam pelayanan anestesi tersebut.
Pelayanan anestesi dapat dilakukan di luar kamar bedah dengan persiapan sesuai standar.
1. Sign In
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum pelayanan anestesi, dokter anestesi berperan
dalam pelaksanaan prosedur “Sign In” yang tata caranya dijabarkan dalam SPO.

2. Pengelolaan Pre Anestesi


a. Seorang Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan status
medis pasien pre anestesi, membuat rencana pengelolaan anestesi, asesmen pre anestesi
dan memberi informasi (informed consent) Anestesi kepada pasien dan keluarga.
Informasi berisi tentang rencana tindakan anestesi beserta alternatifnya, manfaat dan
resiko dari tindakan tersebut dan dicatat dalam lembar khusus informed consent
Anestesi yang disertakan dalam rekam medis pasien.
b. Sebelum dimulai tindakan anestesi dilakukan pemeriksaan ulang pasien, kelengkapan
mesin, alat dan obat anestesi beserta resusitasi. Spesialis Anestesi yang bertanggung
jawab melakukan verifikasi, memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan dan
dicatat dalam rekam medis pasien.

3. Standar Pengelolaan Preanestesi


a. Proses asesmen pre anestesi dilakukan pada semua pasien setelah pasien yang akan
menjalani prosedur bedah dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dilakukan operasi
elektif minimal dalam 1 x 24 jam sebelum operasi, atau sesaat sebelum operasi, seperti
pada pasien emergensi.
b. Dokter Spesialis Anestesi bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan pasien pre
anestesi untuk membuat asesmen pre anestesi dan rencana anestesi. Resume dari
evaluasi pre anestesi dan rencana anestesi dicatat dalam rekam medis pasien.

82
c. Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan anastesi, dokter spesialis
anastesi bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur sign in yang tata caranya
dijabarkan dalam SPO.
d. Spesialis Anestesi dibantu perawat anestesi bertanggung jawab melakukan verifikasi di
ruang persiapan operasi, pemeriksaan ulang pasien untuk menilai asesmen pra sedasi
memastikan prosedur keamanan telah dilaksanakan, dicatat dalam rekam medis
anestesi dan dalam bentuk check list (sign in).
e. Sebelum induksi anestesi dilakukan, pengecekan kelengkapan mesin, alat dan obat
anestesi dan resusitasi.

4. Pemantauan Selama Anestesi Umum dan Regional


Berlaku pada anestesi umum maupun regional dan standar pemantauan ini dapat berubah
dan direvisi seperlunya sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu anestesi.
a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar operasi selama
tindakan anestesi umum maupun regional.
b. Selama pemberian anestesi, perawat anestesi yang bertanggung jawab harus secara
kontinu mengevaluasi tanda-tanda vital pasien seperti oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,
suhu dan perfusi jaringan yang semuanya dicatat dalam lembar rekam medis anestesi.
Interval waktu pengawasan bisa setiap tiga, lima menit, atau sesuai dengan penilaian
dokter penanggung jawab terhadap keadaan pasien.

5. Standar Pengelolaan Selama Anestesi


a. Tenaga anestesi yang berkualifikasi (Dokter Spesialis Anestesi dan atau perawat
anestesi) tetap berada dalam wilayah kamar operasi selama tindakan anestesi umum
maupun regional.
b. Bila ada bahaya langsung (radiasi) dan diperlukan pemantauan jarak jauh yang
intermiten maka harus ada alat pelindung bagi tenaga anestesi.
c. Selama pemberian anestesi tenaga anestesi yang bertanggung jawab harus
mengevaluasi tanda-tanda vital pasien :
1) Oksigenasi, dipantau kontinu dengan pengamatan visual atau alat seperti
oksimetri pulsa
2) Ventilasi, dipantau kontinu dengan pengamatan klinis seperti pengembangan
dada, auskultasi, pengembangan kantong udara (bag) dan bila terpasang pipa
trakeal atau sungkup laryngeal posisi pemasangan yang tepat harus selalu dicek.
3) Sirkulasi dan perfusi, dipantau kontinu dengan bed side monitor, untuk tekanan
darah minimal tiap 5 (lima) menit, oksimetri pulsa, EKG dan produksi urin
sesuai kebutuhan.
4) Suhu, jika diperkirakan terjadi perubahan suhu yang bermakna secara klinis
maka monitor suhu dilakukan secara berkala

83
d. Semua tindakan dan kejadian dicatat dalam rekam medis anestesi yang akan disertakan
dalam rekam medis pasien.

6. Pengelolaan Pasca Anestesi


a. Semua pasien yang menjalani anestesi umum atau regional harus menjalani tatalaksana
pasca anestesi yang tepat, pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi tenaga
anestesi yang mengerti kondisi pasien.
b. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada tenaga anestesi ruang
pulih sadar. Kondisi pasien harus dinilai kembali oleh tenaga anestesi yang
mendampinigi pasien bersama-sama dengan tenaga anestesi ruang pulih sadar.
c. Kondisi tanda vital pasien dimonitor secara kontinu atau dengan interval 3-5 menit atau
sesuai dengan penilaian dokter penanggung jawab terhadap keadaan pasien.
d. Dokter Spesialis Anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari ruang pulih
berdasar kriteria yang ada.

7. Standar Pengelolaan Pasca Anestesi


a. Semua pasien pasca tindakan anestesi menjalani perawatan dan monitoring pasca
anestesi di ruang pulih sampai dikeluarkan di ruang pulih dalam tanggung jawab
Dokter Spesialis Anestesi yang bertugas.
b. Dalam ruang pulih sadar harus tersedia alat-alat monitor pasien serta alat dan obat
emergensi.
c. Waktu masuk dan kondisi pasien setelah tiba di ruang pulih dicatat.
d. Tenaga anestesi yang menangani pasien di ruang pulih sadar dicatat.
e. Tenaga anestesi yang mengelola pasien harus berada di ruang pulih sampai tenaga
anestesi di ruang pulih menerima pengalihan tanggung jawab.
f. Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan dicatat dengan metode yang sesuai dengan
kondisi pasien.
g. Pasien dikeluarkan dari ruang pulih berdasar kriteria yang telah dibuat oleh KSM
Anestesi.
h. Instruksi pasca anestesi harus diberikan pada petugas atau perawat ruangan sebelum
pasien dibawa kembali ke ruangan perawatan umum.

Tabel Skor Pemulihan Aldrette

Kesadaran Nilai
A. Orientasi baik 2
B. Dapat dibangunkan 1
C. Tidak dapat atau susah dibangunkan 0
Warna
A. Pink, perlu O2, saturasi O2>92% 2
B. Pucat/ kehitaman, perlu O2, saturasi O2>90% 1
C. Sianosis, dengan O2, saturasi O2<90% 0

84
Aktivitas
A. 4 eksremitas bergerak 2
B. 2 ekstremitas bergerak 1
C. Tidak ada gerakan 0
Respirasi
A. Dapat nafas dalam dan batuk 2
B. Nafas dangkal, sesak 1
C. Apnea, obstruksi 0
Kardiovaskuler
A. Tensi berubah < 20% 2
B. Tensi berubah 20%-30% 1
C. Tensi berubah 50% 0
Skor
>8 Pindah ruang biasa
5-8 Observasi, kalau perlu
ICU / HDU
<5 ICU / HDU / rujuk RS
lain

8. Standar Pencatatan dan Pelaporan


a. Tindakan-tindakan, perubahan rencana dan kejadian yang terkait dengan persiapan
dan pelaksanaan pengelolaan pasien selama pre-anestesi selama anestesi dan pasca
anestesi dicatat secara kronologis dalam catatan anestesi yang disertakan dalam
rekam medis pasien.
b. Catatan anestesi diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter anestesiologi yang
melakukan tindakan anestesi dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut.
c. Catatan anestesi harus memuat:
 Tanggal Operasi.
 Jam dimulai dan diakhirinya anestesi dan pembedahan.
 Dokter operator dan asisten.
 Dokter Spesialis Anestesi dan perawat anestesi di kamar operasi atau ruang pulih
sadar.
 Diagnosa pre dan pasca operasi.
 Jenis Pembedahan.
 Keadaan pasien pre anestesi dan status fisik berdasar ASA.
 Teknik anestesi beserta obat yang digunakan selama anestesi.
 Jumlah cairan masuk dan keluar termasuk perdarahan, urin dan cairan rongga
ketiga.
 Tanda vital pasien selama operasi.
 Waktu masuk dan keluar ruang pulih sadar beserta kriterianya.
 Keadaan dan tanda vital selama di ruang pulih sadar.
 Instruksi pasca anestesi

85
9. Sedasi Ringan, Moderat, dan dalam
Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab atas pemberian sedasi moderat dan dalam
termasuk anestesi umum kepada pasien, termasuk dalam memonitor keadaan umum dan
tanda-tanda vital pasien serta pemberian instruksi tatalaksana pasca pemberian sedasi.
Untuk anestesi lokal dengan sedasi ringan tanggung jawab ada pada masing-masing dokter
penanggung jawab pasien. Pada pemberian anestesi lokal dengan jumlah besar, keadaan
pasien harus dimonitor seperti pada pemberian sedasi moderat dan dalam.
a. Kriteria Sedasi Ringan
Pasien dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi setiap saat tanpa perubahan
fungsi kardiorespirasi.
b. Kriteria Sedasi Moderat
a) Pasien memiliki respon terhadap perintah verbal.
b) Pasien dapat menjaga patensi jalan nafasnya sendiri.
c) Perubahan ringan dari respon ventilasi.
d) Fungsi kardiovaskuler masih normal.
e) Dapat terjadi gangguan orientasi lingkungan serta motorik ringan sampai sedang.
c. Kriteria Sedasi Dalam
a. Pasien tidak mudah dibangunkan tetapi masih memberikan respon terhadap
stimulasi berupa nyeri.
b. Respon ventilasi menurun, tidak dapat menjaga patensi jalan nafasnya.
c. Fungsi kardiovaskuler masih baik.
d. Membutuhkan alat monitor yang lebih lengkap dari sedasi moderat atau ringan.

G. Pelayanan Bedah
1. Pemeriksaan pra bedah dan perencanaan pra bedah yang terdokumentasi.
Dokter operator harus melakukan evaluasi pra bedah untuk menentukan
kemungkinan pemeriksaan tambahan dan konsultasi bagian lain untuk membuat suatu
asesmen pra bedah. Semua informasi yang diberikan pada pasien, mengenai kondisi pasien,
diagnosis penyakit (indikasi operasi / tindakan), alasan mengapa harus dilakukan operasi /
tindakan, hal yang akan terjadi bila tidak dilakukan operasi atau tindakan apa yang
dilakukan saat operasi atau tindakan, rencana tindakan, alternatif tindakan, tingkat
keberhasilan, komplikasi operasi atau tindakan yang mungkin terjadi, alternatif terapi atau
tindakan lain (bila ada), prognosis / kemungkinan-kemungkinan gambaran ke depan yang
terjadi dan rencana pengelolaan pasca bedah, perkiraan biaya (hanya biaya operasi, tidak
termasuk akomodasi dan obat) harus didokumentasi lengkap dan disertakan dalam rekam
medis pasien dan ditandatangani oleh pasien atau keluarga, dokter bedah yang
bersangkutan / DPJP, saksi pihak pasien atau keluarga, dan saksi pihak RSUD . Informasi

86
yang diberikan dicatat dalam lembar khusus Informed Consent yang disertakan dalam
rekam medis pasien.

2. Penandaan lokasi operasi


Penandaan lokasi operasi oleh operator dilakukan di ruang perawatan atau di ruang
persiapan operasi dengan tanda panah menggunakan spidol permanen.Penandaan dilakukan
pada semua kasus-kasus yang memungkinkan untuk dilakukan penandaan, sebagai contoh
pengecualian pada kasus pembedahan mata, syaraf, THT, gigi dan mulut, persalinan,
hemoroid.

3. Edukasi Pasien dan Keluarga


Dokter operator melakukan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai:
a. Prosedur yang akan dijalani baik prosedur bedah atau alternatif tindakan lain.
b. Resiko, komplikasi dan manfaat tindakan yang akan dilakukan.
c. Kemungkinan kebutuhan transfusi darah maupun komponennya beserta resiko dan
manfaatnya.
d. Kemungkinan perawatan di ICU / HCU.

4. Time Out dan Sign Out


Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan insisi, dokter operator bertanggung
jawab atas pelaksanaan prosedur “time out” dan “sign out” yang tata caranya dijabarkan
dalam SPO.
5. Laporan Operasi
Dokter operator harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan kejadian-kejadian yang
terjadi selama pembedahan. Dokter bedah mencatat laporan operasi yang harus memuat
minimal :
a. Tanggal dan jam waktu operasi dimulai dan selesai.
b. Diagnosa pra dan pasca bedah.
c. Dokter operator dan asisten.
d. Nama prosedur bedah.
e. Spesimen bedah untuk pemeriksaan.
f. Catatan spesifik yang terjadi selama pembedahan, termasuk ada tidaknya komplikasi
yang terjadi, dan jumlah perdarahan.
g. Instruksi Pasca Bedah
h. Tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.

6. Pemantauan keadaan pasien selama tindakan bedah.


a. Pada tindakan bedah dengan anestesi lokal tanda vital pasien dimonitor secara kontinu
dengan interval sesuai dengan keadaan pasien menurut penilaian dokter penanggung

87
jawab pasien dan dicatat dalam rekam medis pasien. Pencatatan selama anestesi lokal
atau sedasi ringan dilakukan oleh perawat sirkuler. Formulir Pemantauan keadaan
pasien selama anestesi lokal atau sedasi ringan ditandatangani oleh dokter operator /
DPJP. Pemilihan jenis obat anestesi lokal dan sedasi ringan ditentukan oleh dokter
operator / DPJP.
b. Pada tindakan bedah dengan anestesi baik umum atau regional kebijakan pencatatan
keadaan tanda vital diserahkan kepada tenaga anestesi yang bertugas.

7. Tata laksana pasca bedah.


a. Asuhan pasien pasca bedah harus segera direncanakan dan didokumentasikan dalam
rekam medis pasien, termasuk asuhan medis, keperawatan dan yang lain sesuai
kebutuhan pasien.
b. Dokter operator memberikan instruksi tata laksana pasca bedah sesuai dengan
kebutuhan pasien.

88
BAB V
LOGISTIK

Program pengendalian logistik disusun untuk mengatur kegiatan pengadaan dan


pemeliharaan barang, alat, obat dan alkes yang disusun setiap tahun mengacu pada kebutuhan
tahunan dan dilaporkan dalam laporan tahunan. Kelompok barang logistik adalah alat medik dan
keperawatan, alat elektromedik, alat kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.

Tujuan pengadaan logistik adalah agar pengadaan kebutuhan akan barang terencana dan
terpantau dengan baik, sehingga tercapai efisiensi dan penghematan biaya serta kualitasnya dapat
dipertanggung jawabkan.

Program pengendalian logistik meliputi alat elektromedik, alat medik dan keperawatan, alat
tulis kantor, alat rumah tangga dan alat habis pakai.

Kamar bedah dalam memberikan pelayanan membutuhkan alat / instrumen bedah, obat-
obatan dan alat tulis kantor, yang berguna dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan
mendukung pekerjaan yang bersifat administrasi di dalam kamar bedah. Kebutuhan tersebut
dipenuhi oleh bagian logistik, yang meliputi :

A. Logistik Farmasi
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan alkes disposible dan obat-obatan pada setiap
semester pertama dan kedua, yang kemudian dirangkum dalam kebutuhan setahun, yaitu :
barang habis pakai farmasi dan obat-obatan ditentukan jumlah stoknya. Jumlah stok yang
terpakai langsung dilakukan penggantian, maksimal sehari sesudahnya.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang dan obat-obatan logistik
farmasi yang telah direncanakan.
3. Penyimpanan
Kamar bedah melakukan penyimpanan barang-barang atau obat-obatan berdasarkan pada :
1) Obat-obatan narkotik disimpan dalam lemari yang khusus double lock dengan kunci
dipegang oleh dua petugas
2) Obat-obatan larutan pekat dikunci dilemari / laci yang telah diberi tanda “High Alert”.
3) Obat-obatan yang digunakan untuk emergency disimpan dalam trolley emergency.

89
4) Alat kesehatan disposable dan alat-alat penunjang disposable dipisahkan dan disimpan di
lemari kaca.
5) Obat-obatan yang perlu disimpan pada suhu tertentu, maka disimpan dalam kulkas.

4. Pendistribusian
Setiap petugas kamar bedah bertanggung jawab dalam hal pencatatan pemakaian yang telah
dipakai operasi di setiap kamar bedah kemudian diberikan ke petugas farmasi yang bertugas.
5. Penghapusan
Penghapusan barang dan alat-alat di kamar bedah dilakukan apabila terjadi :
1) Bahan / barang rusak tidak dapat dipakai kembali
2) Bahan / barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk dipakai ulang
3) Bahan / barang sudah melewati masa kadaluarsa (expired date)
4) Bahan / barang hilang karena pencurian atau sebab lain

B. Logistik Umum
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor dan dilakukan setiap
semester pertama dan kedua, selanjutnya perencanaaan kebutuhan disesuaikan dengan
jadwal logistik umum dimana permintaan barang kebutuhan rumah tangga, alat tulis kantor
dilakukan minimal seminggu dua kali.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik umum yang telah
direncanakan.
3. Penyimpanan
Barang-baranglogistik disimpan dalam lemari sesuai dengan jenis barang, mudah terjangkau.
4. Pendistribusian
Semua barang yang ada dilakukan inventaris dan pencatatan barang yang terpakai.

C. Logistik Linen
1. Perencanaan
Kamar bedah merencanakan kebutuhan linen dalam hal ini dilakukan setahun sekali,
selanjutnya perencanaaan dan permintaan kebutuhan terutama yang mendesak disesuaikan
dengan jadwal dari logistik linen.
2. Pengadaan
Kamar bedah melakukan kegiatan untuk mengadakan barang logistik linen yang telah
direncanakan.
3. Penyimpanan
Linen baju operasi (pakaian dasar kamar bedah) disimpan di lemari linen dan linen baju
ganti pasien di ruang pra operasi

90
Dalam fungsi penyimpanan logistik ada beberapa hal yang menjadi alasan dan perlu perhatian
adalah :
1. Untuk mengantisipasi keadaaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan
memperkirakan kebutuhan secara tepat dan akurant.
2. Untuk menghindari kekosongan barang (out of stock)
3. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap pakai.
4. Untuk mempercepat pendistribusian.

91
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSUD melalui program sasaran
keselamatan pasien rumah sakit, maka 6 (enam) goals keselamatan pasien diupayakan terlaksana
secara optimal dan berkesinambungan.
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan keselamatan pasien
dengan harapan pelayanan kesehatan di RSUD dapat berjalan dengan lebih baik dan aman dan
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas.
Keselamatan (patient safety) pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan.

B. Tujuan adalah
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Mengurangi terjadinya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien Rumah Sakit :


1. Ketepatan identifikasi pasien
- Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
a. Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
- Komunikasi antar perawat
- Komunikasi perawat dengan dokter
- Komunikasi antar petugas
b. Menggunakan komunikasi SBAR :
- Saat pergantian shift jaga.
- Saat terjadi perpindahan ruang rawat pasien.

92
- Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
- Saat melaporkan hasil pemeriksaan, efek samping terapi / tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
- Melaksanakan SPO Obat-obat yang perlu Kewaspadaan Tinggi pada obat-
obat yang termasuk dalam daftar obat LASA dan High Alerts Medications.
- Memberikan obat sesuai dengan prinsip 5 (lima) BENAR.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
a. Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
- Infeksi Daerah Operasi (IDO)
- Kepatuhan kebersihan tangan.
b. Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
a. Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut
kepada pasien yang dirawat .
b. Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
c. Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-masing
unit pelayanan.
d. Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.

93
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang begitu pesat, didorong oleh
perkembangan penyakit yang beraneka ragam, serta semakin tingginya bahaya penularan
penyakit yang dapat ditimbulkannya. Mendorong rumah sakit untuk menggunakan peralatan
kerja disertai penerapan teknik dan teknologi dari berbagai tingkatan di segenap sektor kegiatan,
khususnya di kamar bedah.
Kemajuan ilmu dan teknologi tersebut di satu pihak akan memberikan kemudahan dalam
operasional tetapi di lain pihak cenderung menimbulkan resiko kecelakaan akibat kerja yang
dapat ditimbulkan oleh alat-alat yang berteknologi tinggi tersebut, terutama bila petugas yang
bekerja di kamar bedah kurang mendaptkan pendidikan dan pelatihan keterampilan, khususnya
pelatihan yang berhubungan dengan penggunaan alat-alat serta penanganan bahaya infeksi
nosokomial yang dapat ditimbulkannya di kamar bedah.
Salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang tidak terduga tersebut,
yaitu dengan jalan menurunkan dan mengendalikan sumber bahaya tersebut, melalui
penyediaan dan penggunaan APD. Akan tetapi walaupun telah disediakan pihak rumah sakit,
namun efektivitas penggunaan APD tergantung pada faktor pemakainya.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditingkatkan upaya dan program keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) antara lain peningkatan kesadaran, kedisiplinan K3 terutama lingkungan
kamar bedah di rumah sakit. Dan melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan dengan
menutupi sumber bahaya bila memungkinkan, akan tetapi sering keadaan bahaya tersebut
belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Untuk itu perlu dilakukan usaha pencegahan dengan
cara menggunakan Alat Pelindung Diri (Personal Protective Devices) yang umum sering
disingkat dengan APD (Kusuma,S.P, 1986).
Resiko infeksi nosokomial dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas
ke pasien dan antar petugas. Berbagai prosedur penanganan pasien memungkinkan petugas
terpajan dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi petugas juga berpengaruh pada mutu
pelayanan karena para petugas menjadi sakit sehingga tidak dapat melayani pasien, dengan
demikian penggunaan alat pelindung diri sangat tepat agar dapat membatasi penyebaran infeksi
nosokomial tersebut. Salah satu langkah dari pengendalian infeksi nosokomial adalah dengan
menerapkan Kewaspadaan Universal atau sering disebut Universal Precautions.
Personil di kamar bedah terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan kegiatan operasi
terdiri dari berbagai spesialisasi. Melihat dari jenis operasi yang ada, dengan penggunaan alat
berteknologi tinggi dan dapat menimbulkan tingkat bahaya penularan yang cukup tinggi baik

94
melalui udara (air borne) maupun melalui darah (blood borne) ataupun cairan tubuh lainnya.
Petugas kamar bedah mempunyai resiko penularan penyakit yang cukup tinggi.

B. Risiko Kerja di Kamar Bedah


Bekerja di kamar tidak semudah yang dibayangkan karena memerlukan keahlian khusus,
disamping itu juga mempunyai resiko yang besar.Adapun faktor resiko bekerja di kamar bedah
yaitu :   
1.   Bahaya / insiden kecelakaan
a. Cedera kaki dan jari kaki yang disebabkan oleh benda yang jatuh, misalnya, peralatan
medis.
b. Terpeleset dan jatuh di lantai basah, khususnya selama situasi darurat.
c. Tertusuk atau terpotong oleh benda tajam, terutama tusukan jarum dan luka oleh pisau
operasi.
d. Luka bakar dari peralatan sterilisasi panas.
e. Listrik kejut dari peralatan yang rusak atau grounding yang tidak ada.
f. Nyeri punggung akut akibat posisi tubuh canggung yang lama atau kelelahan saat
menangani pasien berat.
2.  Physical hazards /Bahaya fisik
Paparan radiasi dari x-ray dan sumber radioisotop.

3.  Chemical hazards / Bahaya Kimia


a. Paparan berbagai obat bius
b. Iritasi kulit dan penyakit kulit karena sering menggunakan sabun, deterjen, desinfektan dll
c. Iritasi mata, hidung dan tenggorokan karena paparan udara aerosol atau kontak dengan
tetesan / percikan desinfektan saat mencuci dan membersihkan alat.
d. Keracunan kronis karena paparan jangka panjang terhadap obat, cairan sterilisasi
(misalnya glutaraldehid), anestesi gas, dll
e. Alergi lateks yang disebabkan oleh paparan pada sarung tangan lateks alam dan lateks
lainnya.

4.   Biological hazards / Bahaya biologi


a. Karena paparan terhadap darah, cairan tubuh atau spesimen jaringan mungkin mengarah
ke penyakit melalui darah seperti HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C.
b. Risiko tertular penyakit nosokomial akibat tusukan dari jarum suntik (misalnya hepatitis
infeksius, sifilis, malaria, TBC).
c. Peningkatan bahaya keguguran spontan.

5.    Ergonomic, psychosocial and organizational / FaktorErgonomis, psikososial dan faktor


organisasi

95
a. Kelelahan dan nyeri punggung bawah akibat penanganan pasien berat dan untuk periode
merindukan pekerjaan dalam posisi berdiri.
b. Stres psikologis yang disebabkan oleh perasaan tanggung jawab yang berat terhadap
pasien.
c. Stres, hubungan keluarga yang tegang dan kelelahan akibat perubahan dan bekerja
malam, lembur kerja dan kontak dengan pasien yang sakit, terutama bila pasien tidak
pulih dari operasi.
d. Masalah hubungan interpersonal dengan ahli bedah dan anggota lain dari tim operasi.
e. Paparan pasien mengalami trauma, beberapa korban bencana atau peristiwa bencana
atau pasien parah dapat menyebabkan kekerasan pasca-trauma sindrom stres. 

C. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan keamanan kerja (K3) sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang
Republik IndonesiaNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditujukan kepada pasien,
petugas dan alat meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Keselamatandan keamanan pasien, semua anggota timbedahharus memperhatikan
kembali :
a. Identitas pasien
b. Rencana tindakan
c. Jenis pemberian anestesi yang akan dipakai
d. Faktor-faktor alergi
e. Respon pasien selama perioperatif.
f. Menghindari pasien dari bahaya fisik akibat penggunaan alat/ kurang teliti.

2. Keselamatan dan keamanan petugas


a. Melakukan pemeriksaan secara periodik sesuai ketentuan
b. Perlu adanya keseimbangan antara kesejahteraan, penghargaan dan pendidikan
berkelanjutan
c. Melakukan pembinaan secara terus menerus dalam rangka mempertahankan hasil kerja.
d. Membina hubungan kerja sama yang intern dan antar profesi dalam mencapai tujuan
tindakan pembedahan.
3. Keselamatan dan keamanan alat-alat
a. Menyediakan pedoman / manual bahasa Indonesia tentang cara penggunaan alat-alat dan
mengantungkannya pada alat tersebut.
b. Memeriksa secara rutin kondisi alat dan memberi label khusus untuk alat rusak.
c. Semua petugas harus memahami penggunaan alat dengan tepat
d. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan alat secara rutin dan
berkelanjutan
e. Melaksanakan pelatihan tentang cara penggunaan dan pemeliharaan dilakukan oleh
petugas PSP2RS

96
f. Memeriksa alat ventilasi udara agar berfungsi dengan baik
g. Memasang simbol khusus untuk daerah rawan bahaya atau mempunyai resiko mudah
terbakar
h. Menggunakan diatermi yang tepat
i. Memeriksa alat pemadam kebakaran agar dalam keadaan siap pakai
j. Pemakaian secara rutin alat elektro medis yang dilakukan oleh petugas PSP2RS.

4. Program jaminan mutu


a. Melaksanakan evaluasi pelayanan di kamar operasi melalui macam-macam audit.
b. Melakukan surveilans infeksi nosokomial secara periodik dan berkesinambungan.

97
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis pelayanan
haruslah mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna jasa dapat membedakan
pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan standarnya.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia / tenaga
kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau
konsumen.
Pengendalian mutu pelayanan bedah di Unit Kamar Operasi RSUD disusun berdasarkan
Kepmenkes Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, meliputi :
1. Waktu tunggu Operasi elektif ≤ 2 hari
2. Kejadian Kematian di meja operasi ≤ 1 %
3. Tidak adanya kejadian operasi salah sisi / salah insisi 100%
4. Tidak adanya kejadian operasi salah orang 100%
5. Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi 100%
6. Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing / lain pada tubuh pasien setelah operasi 100%
7. Komplikasi anestesi karena overdosis, reaksi anestesi dan salah penempatan endotracheal tube ≤
6%

Tujuan :
1. Tersusunnya sistem monitoring pelayanan kamar operasi melalui indikator mutu pelayanan
2. Tercapainya mutu pelayanan kamar operasi yang dapat menunjang mutu pelayanan medis
sesuai dengan tuntutan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Kegiatan Pengendalian Mutu :


1. Sebagai indikator pengendalian mutu pelayanan kamar operasi ditetapkan Standar Mutu
Pelayanan Kamar Bedah yang merupakan bagian dari standar mutu pelayanan medis.
2. Penetapan standar mutu dilakukan berdasarkan hasil, evaluasi dan analisa pencapaian standar
mutu tahun sebelumnya.
3. Standar mutu ditetapkan setiap awal tahun dan akan dievaluasi setiap tahun
4. Laporan dan evaluasi pencapaian standar mutu dibuat oleh Ka. Unit Kamar Operasi dan
dilaporkan setiap triwulan kepada Ka. Pelayanan Medik dan Direktur.
Kegiatan Peningkatan Mutu :
1. Merupakan kegiatan-kegiatan tidak rutin yang dilakukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan sebagai tindak lanjut dari evaluasi program kerja pelayanan kamar operasi yang telah

98
dilaksanakan.
2. Program peningkatan mutu dituangkan dalam program kerja tahun berikutnya yang meliputi
:
a. Program pengembangan staf / SDM : berupa program diklat
b. Program pengembangan peralatan
c. Program pengembangan ruangan dan fasilitas
d. Program pengembangan sistem
e. Dan lain - lain
3. Program peningkatan mutu disusun satu tahun sekali yang dimasukkan ke dalam program kerja
tahunan berdasarkan evaluasi pencapaian program kerja tahun sebelumnya (Rekapitulasi data,
analisa dan evaluasi tahunan dilakukan pada bulan Desember untuk membuat program
peningkatan mutu tahun berikutnya dan revisi standar mutu yang merupakan bagian dari
program kerja tahunan).
4. Jika terjadi hal-hal yang berpotensi mengganggu pelayanan pada tahun berjalan maka tindak
lanjut perbaikan mutu harus segera dilakukan.
5. Penanggung jawab kegiatan mutu : Ka.Unit Kamar Operasi

99
BAB IX
PENUTUP

Eraglobalisasi menuntut perkembangan pengetahuan dan tehnologi disegala bidang,


termasuk bidang kesehatan. Pelayanan Kamar Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Kepulauan Meranti sebagai bagian dari pelayanan kesehatan rumah sakit tentunya senantiasa perlu
penyesuaian mengikuti perkembangan tersebut.
Upaya peningkatan mutu pelayanan Kamar Operasi / Bedah berarti peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit. Upaya peningkatan mutu pelayanan memerlukan landasan hukum dan
batasan operasional, standar ketenagaan, standar fasilitas, tata laksana dan logistik. Untuk mengukur
mutu pelayanan diperlukan indikator mutu pelayanan. Buku Pedoman Pelayanan Bedah ini disusun
memberikan informasi tentang hal-hal tersebut.
Buku Pedoman Pelayanan Bedah ini diharapkan menjadi acuan bagi pelaksana kegiatan
untuk melaksanakan kegiatan pelayanan, sehingga indikator mutu output dapat dicapai. Bagi
manajemen buku ini berharap dapat bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan sumber daya sehingga
indikator mutu dapat tercapai.

100
PANDUAN PELAYANAN ANESTESI

BAB I
DEFINISI

A. PENGERTIAN ANESTESI
Anestesi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya kesadaran
dan atau persepsi nyeri (bersama atau terpisah), yang dapat dilakukan secara temporer
dengan menggunakan obat anestesi.
Pelayanan anestesi merupakan suatu tindakkan kedokteran yang dibutuhkan
untuk memungkinkan suatu tindakkan operasi oleh ahli bedah agar dapat dilakukan. Oleh
karenanya tindakkan pemberian anestesi termasuk tergolong sebagai salah satu tindakkan
kedokteran yang beresiko tinggi, karena tujuan akhirnya adalah pasien dapat bebas dari
rasa nyeri dan stress psikis serta pasien dapat pulih kembali pasca operasi sesuai dengan
derajat berat ringannya kerusakkan yang dialami pasien serta mempertahankan status
fisiologis pasien secara optimal terhadap stressor tindakkan pembedahan.
Adanya resiko yang tinggi tersebut menuntut adanya manajemen terhadap resiko
tersebut agar pelayanan anestesi dapat berjalan aman, lancer dan sukses dengan
memperhatikan kaidah – kaidah patient safety.
Manajemen mengatasi kegawat daruratan tersebut menyebabkan dalam
perkembangannya pelayanan anestesi bias diberikan diinstalasi gawat darurat, unit
pelayanan intensif, radiologi serta diruangan yang memerlukan sehingga kini disebut
sebagai anestesi dan reanemasi.

B. JENIS ANESTESI
1. Anestesi umum
Adalah kondisi atau prosedur ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia,
melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesia umum memungkinkan pasien untuk mentoleransi
prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan menimbulkan sakit yang taktertahankan,
berisiko eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan agen intravena (injeksi) atau hirup.
Dapat diberikan intravena, intramuscular maupun inhalasi, sesuai dengan indikasi
masing – masing.

101
Obat anestesi langsung bekerja diotak sehingga pada waktu dilakukan incise maka
pasien diam tak bergerak.

2. Anestesi Regional
Adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada bagian impuls saraf
sensorik sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible)
a. Pada berkas saraf dekat medulla spinalis (plexus block / perifer block).
b. Pada medulla spinalis (epidural dan subarachnoid block)

3. Anestesi Lokal
Adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu.
Hal ini memungkinkan pasien untuk menjalani prosedur pembedahan dan gigi tanpa rasa sakit
yang mengganggu.
Dilakukan infiltrasi pada ujung syaraf di lokasi yang akan di incisi.

102
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari standar Pelayanan Medis Anestesi ini dibatasi pada pelayanan medis
perioperatif, penanggulangan nyeri dan stres, serta life support pada pasien yang ada di rumah sakit.
Dengan berpedoman pada standar pelayanan medis anestesi maka diharapkan tercapai tujuan
pengobatan pasien secara keseluruhan dengan aman, baik dan benar.

Standar Pelayanan Medik Anestesi ini dibuat dengan maksud untuk memberikan pegangan
bagi dokter spesialis anestesiologi yang bekerja di RSUD untuk melakukan pelayanan / tindakan
medis anestesi. Standar pelayanan medis anestesi ini mengacu pada Standar Pelayanan Medis IDSAI
(Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (Indonesian Society of
Anesthesiologists and Reanimateurs) / IDI, akan dievaluasi dan direvisi secara periodik.

Anestesiologi adalah suatu cabang Ilmu Kedokteran yang melibatkan (meliputi):


1. Evaluasi pasien preoperative
2. Rencana tindakkan anestesi
3. Perawatan intra- dan pasca- operasi
4. Manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya
5. Konsultasi perioperative
6. Pencegahan dan penanganan kondisi perioperative yang tak diinginkan
7. Tatalaksana nyeri akut dan kronis
8. Perawatan pasien dengan sakit berat / kritis.
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh Anestesiologi (Dokter Spesialis
Anestesiologi).

Pelayanan anestesi diperlukan untuk :


1. Menghilangkan nyeri pembedahan dan trauma
2. Menghilangkan nyeri akut lain :
a. Proses persalinan
b. Proses diagnostic medik tertentu
3. Menghilangkan nyeri kanker
4. Menghilangkan nyeri kronis (ischemia dan lain – lain)
5. Menghilangkan rasa cemas pada anak

103
6. Pelayanan di Ruang Perawatan Intensif.

BAB III
KEBIJAKAN

1. Pelayanan anestesiologidan terapi intensif adalah pelayanan dalam rangka menerapkan ilmu
anestesiologi dan terapi intensif di berbagai unit kerja.
2. Tim pelaksana pelayanan anestesi terdiri dari dokter spesialis anestesiologi serta penata anestesi
dan perawat terlatih anestesi. Dalam melakukan pelayanan dokter anestesiologi dapat
mendelegasikan tugas pemantauan kepada anggota tim namun tetap bertanggung jawab atas
pasien secara keseluruhan.
3. Dokter spesialis anestesiologi yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikan program studi
dokter spesialis anestesiologi diinstitut pendidikan yang telah diakui atau lulusan luar negeri dan
yang telah mendapat Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP).
4. Dokter spesialis anestesi bila tidak dapat memberikan pelayanan saat akan dilakukan operasi
maka pasien dirujuk.
5. Penata anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan dan ilmu
keperawatan anestesi setara D-III.
6. Pengawasan dan pengarahan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan bahwa pekerjaan
anestesiologi termasuk mengawasi mengelola dan membimbing petugas anestesi non-dokter
yang tergabung dalam tim anestesi.
7. Ketua Kelompok Staf Medis (KSM) anestesiologi adalah seorang dokter spesialis anestesiologi
yang diangkat oleh Direktur Rumah Sakit.
8. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi / langkah – langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu berdasarkan standar
kompetensi, standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun, ditetapkan oleh
rumah sakit sesuai kemampuan Rumah Sakit dengan memperhatikan sumber daya manusia,
sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia.
9. Pelayanan anestesi harus selalu berorentasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
10. Pelayanan Pra-anestesi adalah penilaian untuk menentukan status medis pra-anestesi dan
pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh tindakan anestesi.
11. Pelayanan intra anestesi adalah pelayanan anestesi yang dilakukan selama tindakan anestesi
meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu.
12. Perawatan pasca anestesi : dilakukan kepada semua pasien yang menjalani anestesi umum /
regional, atau perawatan anestesi terpantau (monitored anesthesia care).

104
13. Pelayanan kritis adalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien sakit kritis di lingkungan
Rumah Sakit.
14. Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko mengalami
henti jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang di lingkungan Rumah
Sakit.
15. Pelayanan anestesi regional adalah tindakan pemberian anestesi untuk memblok saraf regional
sehingga tercapai anestesi di lokasi operasi sesuai dengan yang diharapkan.
16. Pelayanan anestesia / analgesia di luar kamar operasi adalah tindakan pemberian
anestetik/analgetik di luar kamar operasi.
17. Pelayanan penatalaksanaan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri, terutama nyeri akut,
kronik dan kanker dengan prosedur intervensi (interventional pain management).
18. Pengelolaan akhir kehidupan adalah pelayanan tindakan penghentian atau penundaan bantuan
hidup.

105
BAB III
TATA LAKSANA

A. KATEGORI / TINGKATAN ANESTESI / SEDASI


1. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons dengan
normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu,
ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
a. Blok saraf perifer
b. Anestesi local atau topical
c. Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesic oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri.
2. Sedasi sedang (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien
memberi respons terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk
mempertahankan patensi jalan nafas, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi
kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
3. sedasi berat / dalam : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan
respons stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu / tidak adekuat.
Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas. Fungsi
kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
4. Anestesi umum : hilangnya kesadaran dimana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian
stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya
ventilasi spontan / fungsi kardiovaskular dapat terganggu.

b. PRA ANESTESI
1. Tujuan
Mengusahakan kondisi optimal dari pasien agar dapat menjalani pembedahan dengan hasil
sebaik – baiknya.
2. Kegiatan
Evaluasi pra anestesi dikerjakan dalam periode 24 jam sebelum tindakkan anestesi
pembedahan agar terapi atau pemeriksaan yang dilakukan hendaknya diberikan waktu yang
cukup untuk evaluasi tersebut. Jika evaluasi dini tidak dapat dilakukan (misalnya
pembedahan darurat), penilaian dilakukan sebelum memulai anestesi, dan pembedahan.

106
Tujuan akhir dari evaluasi ini adalah didapatkan persiapan menjelang operasibaik pasien,
alat, maupun obat yang optimal.

Evaluasi pra anestesi mencangkup :


a. Identifikasi pasien
b. Identifikasi adanya penyulit, dengan melakukan penilaian terhadap
B1 (jalan nafas dan fungsi pernafasan)
B2 (Fungsi Cardiovaskular)
B3 (Fungsi kesadaran)
B4 (Fungsi ginjal)
B5 (Fungsi pencernaan)
B6 (tulang panjang)
c. Pemahaman prosedur bedah / medic yang akan dilaksanakan
d. Riwayat adanya penyakit terdahulu, riwayat alergi obat, riwayat pasien keluarganya
terhadap tindakkan anestesibila ada dan hasil laboratorium serta pemeriksaan khusus
bila diperlukan.
e. Pengaturan terapi dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mencapai kondisi pasien
yang optimal misalnya terapi cairan, transfuse, fisioterapi nafas, dan konsultasi dengan
dokter spesialis lain bila diperlukan.
f. Memberikan penjelasan tentang persiapan menjelang operasi termasuk puasa,
penjelasan tentang tindakkan anestesi yang akan dilakukan, penjelasan tentang periode
pasca operasi serta penanganan nyeri pasca bedah. Pada kasus berat dan risiko tinggi
maka perlu diberikan KIE terhadap pasien dan keluarganya.
g. Memastikan infirmed Consent.

c. PRA INDUKSI
1. Siap pasien
Dilakukan penilaian ulang terhadap pasien terhadap :
B1 (airway dan fungsi pernafasan)
B2 (Fungsi Cardiovascular)
B3 (fungsi kesadaran)
B4 (Fungsi ginjal)
B5 (fungsi ppencernaan)
B6 (tulang)
Puasa
Obat yang digunakan
Bila ditemukan masalah segera diambil tindakkan.

2. Siap alat
Sebelum operasi dimulai selalu dicek persiapan alat yang meliputi :

107
- Sumber oksigen, cek tekanannya antara 4-5 barr
- Alat untuk membebaskan jalan nafas :
1. Orofaring airway, nasofaring airway
2. Laryngoskope dengan 2 ukuran serta laryngoscope McCoy untuk intubasi
sulit,dicek lampu menyala terang berwarna putih.
3. Endotracheal tubedengan 3ukuran, dicek tidak ada kebocoran cuff.
Siapkan non kingking untuk posisi : tengkurap, palatoraphy, (operasi /
tindakkan daerah wajah dan jalan nafas)
4. Masker beberapa ukuran
5. Magyl forcep
6. Stylet
7. Plaster
8. Kassa gulung kecil penggamjal ompong
9. Kassa ukuran sedang
10. Kassa tampon
c. Meja Trolly anestesi untuk meletakkan semua perlengkapan di atas
d. Mesin suction dicek apakah berfungsi dengan bain dan pilih kateter suction yang sesuai.
e. Alat bantu nafas cadangan, dicek adakah ambu bagdan berfungsi.
f. Monitor : ECG, Saturasi, Tensimeter, Suhu.
g. Alat untuk regional anestesi
h. Meja operasi dicek fungsinya untuk berbagai posisi.
i. Defibrilator selalu dalam posisi siap pakai
j. Mesin anestesi meliputi :
1. Cek tekanan oksigen normalnya antara 4-5 barr.
2. Sambungkan dengan sumber oksigen
3. Sambungkan dengan sumber listrik bila dilengkapi dengan ventilator.
4. Tes kebocoran
5. Cek isi gas inhalasi
6. Cek perubahan warna sodalime
7. Cek fungsi ventilator
k. Siap obat, meliputi :
1. Obat induksi
2. Midazolam
Disiapkan dalam spuit 5 cc dengan sediaan 1 mg/cc
3. Propofol
Disiapkan dalam spuit 10cc dengan sediaan 10 mg/cc
4. Ketamin
Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
5. Golongan narkotik
Morfin : disipakan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 1 mg/cc

108
Pethidin : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50mg / cc
Biasanya perlu diencerkan lagi dalam spuit 5 cc dengan sediaan 5 mg/cc
Fentanyl : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50 mcg/ cc

6. Gas inhalasi
Isoflurane : Vaporizer diberi label berwarna ungu, dicek isinya
Sevoflurane : Vaporizer diberi label berwarna kuning, dicek isinya
Etrane, Desflurane , Halotane
7. Obat pelupuh otot
Vecuronium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 4 mg/cc
Atracurium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaann 10 mg/ cc
Untuk keamanan obat – obatan tersebut dimasukkan dalam spuit yang berbeda ukurannya serta di
beri label dan tanggal.

l. Obat emergensi
1. Epinefrin
2. Nor Epinefrin
3. Sulfas Atropin
4. Efedrine
5. Dopamin
6. Lidokain
7. Furosemide
8. Amiodaron, Aminophylin, Dexamethason bila diperlukan.

m. Cairan infus :
Cristalloid (Ringer laktat, Normal saline) dan colloid (haes 6%, gelatin)

D. Induksi Anestesi

n. PELAYANAN MEDIS ANESTESI


I. Pelayanan Medis sebelum Anestesi
Persiapan dan evaluasi preanestesi: merupakan serangkaian proses yang dilakukan oleh
dokter sebelum melakukan tindakan anestesi, antara lain:
Tujuan:
1. Memeriksa kondisi pre-anestesi serta menetapkan status fisik sesuai American Society of
Anesthesiology (ASA) sebagai standar dalam memperkirakan risiko pasien yang
menjalani pembiusan.
2. Membuat rencana pengelolaan anestesi.

109
3. Memberi informasi kepada pasien atau keluarga tentang pilihan cara anestesi dan rencana
pengelolaan anestesi yang direkomendasikan serta persiapan yang diperlukan untuk
rencana tersebut.
Pelayanan dilaksanakan di klinik, kamar operasi, UGD atau ruangan perawatan termasuk
ICU, selambat-lambatnya beberapa saat sebelum dilakukan pembiusan.
Standar tindakan:
1. Mempelajari rekam medis pasien
2. Melakukan anamnesis untuk membahas riwayat medis, kebiasaan / habituasi,
pengalaman anestesi dan terapi obat terdahulu
3. Melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai aspek-aspek kondisi fisik yang dapat
mempengaruhi keputusan berkenaan dengan resiko dan penatalaksanaan peri-operatif
4. Mempelajari hasil-hasil pemeriksaan penunjang dan hasil konsultasi yang telah
dilakukan.
5. Meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang lain atau konsultasi kepada dokter ahli
lain bila dianggap perlu

J. Pelayanan Medis selama Anestesi/Intra Anastesi


Tujuan : Sebagai standar tindakan dan pemantauan untukmenjaga keselamatan,
menghilangkan nyeri dankecemasan pasien serta memudahkan ahli bedah
dalam bekerja.
Tempat : Kamar operasi dan kamar tindakan.
Waktu : selama operasi / anestesi

1. Pencatatan dan pemantauan anestesi intra-operatif / intra-prosedur


a. Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur dan dilakukan:
1) Peninjauan ulang mengenai kondisi pasien sebelum melakukan inisiasi tindakan
anestesi
a) Re-evaluasi pasien
b) Periksa kembali kesiapan dan kelengkapan peralatan, obat, dan suplai oksigen
2) Pemantauan pasien, berupa:
a) Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons pasien terhadap stimulus)
 Respons menjawab (verbal): menunjukkan bahwa pasien bernapas
 Hanya memberikan respons berupa refleks menarik diri (withdrawal):
dalam sedasi berat / dalam, mendekati anestesi umum, dan harus segera
ditangani.
b) Oksigenasi:
 Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses anestesi
 Gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry)
c) Respons terhadap perintah verbal (jika memungkinkan)

110
d) Ventilasi paru (observasi, auskultasi)
 Semua pasien yang menjalani anestesi umum harus memiliki ventilasi
yang adekuat dan dipantau secara terus-menerus
 Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada, pergerakan kantong
pernapasan, auskultasi dada
 Pemantauan karbon dioksida yang diekspirasi untuk pasien yang terpisah
dari pengasuh / keluarganya
 Jika terpasang ETT / LMA: pastikan posisi terpasang dengan benar
e) Sirkulasi
 Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular
yang signifikan
 Pemeriksaan analisis gas darah (AGGD)
 Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 menit (kecuali
dikontraindikasikan)
 Pasien dengan anestesi umum : semua hal di atas ditambah evaluasi
kontinu fungsi sirkulasi dengan : palpasi nadi, auskultasi bunyi jantung,
tekanan intra-arteri, oksimetri.
f) Temperatur tubuh
g) Dosis dan jenis obat yang digunakan, waktu dan jalur pemberian obat,
identifikasi efek samping obat
h) Jenis dan jumlah cairan intravena yang digunakan, termasuk produk darah,
serta waktu pemberiannya.
i) Teknik yang digunakan dan posisi pasien saat dianestesi.
j) Peralatan untuk jalan napas yang digunakan berikut teknik dan lokasi
pemasangannya.
k) Kejadian-kejadian tidak biasa yang terjadi selama pemberian anestesi
l) Status pasien setelah dianestesi.
3) Pencatatan data untuk sedasi berat / dalam :
a) Respons terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih intens (kecuali
dikontraindikasikan)
b) Pemantauan karbondioksida yang diekspirasi untuk semua pasien
c) EKG untuk semua pasien

Standar tindakan anestesi :


1. Melakukan persiapan anestesi:
a. Memeriksa kelengkapan dan fungsi serta mempersiapkan alat anestesi mencakup
sumber gas anestesi, mesin anestesi, peralatan tindakan anestesi, pemantauan anestesi
dan gawat darurat.
b. Memeriksa dan atau mempersiapkan obat-obatan anestesi yang akan dipakai dan obat
gawat darurat yang diperlukan.

111
c. Memasang alat pemantauan anestesi (tekanan darah, saturasi oksigen / nadi, dan
EKG).
d. Memeriksa sekali lagi keadaan pasien, melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik
ulang sesuai keperluan. Bila perlu menerangkan kembali tindakan yang akan
dilakukan.
e. Memeriksa atau melakukan persiapan pasien misalnya akses intravena dengan kanul
intravena yang sesuai, melakukan pemberian cairan perioperatif sesuai kebutuhan.
2. Melakukan tindakan anestesi dengan dibantu oleh perawat anestesi :
a. Pada anestesi umum yaitu :
1) Memberikan premedikasi, di ruang perawatan, ruangan persiapan pasien atau
ruang kamar operasi.
2) Melakukan intubasi bila perlu. Sebelumnya dapat diberikan obat pelumpuh otot.
Obat pelumpuh otot pilihan pada operasi tanpa persiapan / operasi gawat darurat
atau keadaan spasme adalah suksinil kolin. Untuk operasi berjadwal
menggunakan pelumpuh otot non depolarisasi.
3) Melakukan pemeliharaan anestesi dengan anestesi inhalasi. Pada operasi /
tindakan dalam waktu singkat dapat juga dengan anestesi intravena baik secara
intermiten maupun kontinu.
4) Mengakhiri anestesi dan melakukan ekstubasi. Pada pasien yang mendapat obat
pelumpuh otot, bila perlu diberikan obat pemulihnya. Ekstubasi dapat dilakukan
dalam keadaan teranestesi maupun sadar dengan ventilasi yang sudah adekuat.
b. Pada anestesi regional
1) Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan.
2) Melakukan anti sepsis
3) Melakukan penyuntikan sesuai dengan pedoman ilmiah yang berlaku.
4) Melakukan uji keberhasilan anestesi regional dengan anamnesis dan atau
sekurang-kurangnya uji cubit kulit.
5) Mengantisipasi dan menangani hipotensi, dengan vasopresor : efedrin atau
pemberian cairan.

3. Melakukan pemantauan selama anestesi


a. Melakukan pemantauan.
1) Oksigenasi dengan saturasi oksigen dan klinis.
2) Ventilasi. Pemantauan pada pasien anestesi umum nafas spontan, dengan melihat
gerakan dinding dada atau kembang kempisnya balon mesin anestesi kira-kira
sesuai dengan volume tidal pasien dan laju nafasnya.
3) Sirkulasi, dengan memantau EKG, denyut nadi dan tekanan darah secara berkala,
sekurang-kurangnya tiap 5 menit.
b. Melakukan pencatatan pada status anestesi.

112
K. Pelayanan Medis sesudah Anestesi /Pasca Anastesi
Tujuan : menjaga keselamatan pasien pasca anestesi dengan memantau keadaan umum,
sistem pernafasan, kardiovaskular, kesadaran, kemampuan motorik
Tempat : meja operasi, selasar kamar bedah dan ruang pulih sadar (RR).
Waktu : setelah pengakhiran anestesi dan atau ekstubasi.

Standar tindakan anestesi


1. Melakukan pemindahan pasien dari kamar operasi setelah
a. pasien pasca anestesi umum dapat bernafas dengan adekuat yang ditandai dengan
kembang kempisnya balon mesin anestesi kira-kira sesuai dengan volume tidal
pasien dan laju nafasnya.
b. Dan / atau pasien telah dapat mendengarkan dan melakukan instruksi. Pasien bayi /
anak telah menangis kuat.
2. Mendampingi, memantau dan membantu pasien selama pemindahan, bila perlu dengan
pemantauan elektronis berkala dan pemberian O2.
3. Setelah tiba di ruang pulih sadar (RR),
a. Menilai ulang kondisi pasien, bersama-sama dengan perawat RR.
b. Mengalih-kelolakan pasien ke perawat RR dengan menyertakan informasi kondisi
prabedah, jalannya pembedahan / anestesi.
c. Mengamati dan mencatat secara berkala : kondisi pasien, sistem pernafasan,
kardiovaskular, kesadaran, motorik, dengan menggunakan skor Aldrete.
d. Memindahkan pasien dari ruang pulih sadar dengan skor Aldrete di atas 9.
e. Membawa langsung pasien pasca bedah dengan kondisi kritis ke ICU. Pasien pasca
bedah dengan kondisi yang memerlukan observasi lebih ketat tapi tidak perlu
perawatan ICU, dapat dipantau di RR.
f. Pada tindakan bedah dan anestesi ringan, pasien boleh pulang ke rumah setelah sadar
betul dengan skor Aldrete 10, bayi dan anak menangis kuat, bisa makan bebas, tidak
mual-mual atau muntah, bisa mobilisasi bebas dan dapat menoleransi nyeri.

Evaluasi Pasca-Anestesi/Monitoring
1. Evaluasi pasien setelah keluar dari ruang prosedur / operasi
2. Pasien dipindahkan ke ruang rawat pasca-anestesi
3. Selama transfer, pasien harus didampingi oleh salah satu anggota Tim Anestesi yang
paham mengenai kondisi pasien.
4. Pasien harus terus dievaluasi selama transfer dengan pemantauan dan peralatan yang
mendukung kondisi pasien.
5. Saat tiba di RR, lakukan pencatatan status dan kondisi pasien
6. Transfer informasi mengenai kondisi pre-operatif, selama operasi / prosedur, dan
pemberian anestesi kepada perawat di RR.

113
7. Anggota Tim Anestesi harus tetap tinggal di RR sampai tanggung jawab perawatan
pasien selanjutnya diserahkan ke perawat ruangan/ICU
8. Evaluasi dan pemantauan kondisi pasien secara kontinu :
a. Pencatatan sesuai kronologis mengenai tanda vital (oksigenasi, jalan napas, ventilasi,
sirkulasi, temperatur tubuh) dan tingkat kesadaran pasien
b. Penilaian oksigenasi dapat menggunakan oksimetri
c. Pencatatan sesuai kronologis mengenai obat-obatan yang diberikan, dosis, dan jalur
pemberiannya
d. Jenis dan jumah cairan intravena yang diberikan, termasuk produk darah.
9. Evaluasi kejadian-kejadian tidak biasa, termasuk komplikasi pasca-anestesi/ pasca-
prosedur.
10. Terdapat kebijakan untuk memastikan ketersediaan dokter yang dapat menangani
komplikasi dan melakukan resusitasi kardiopulmoner di RR
11. Kunjungan pasca-anestesi oleh dokter.
12. Lakukan pencatatan yang akurat dan sesuai kronologis

o. STANDAR KETENAGAAN ANGGOTA INTI TIM ANESTESI


1. Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.
2. Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri dan anggota
tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya.
3. Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah penafsiran /
anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter residen atau dokter umum.
4. Tindakan / layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk pemantauan dan
pelaksanaan tindakan anestesi.
5. Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan dengan kebijakan dan regulasi
pemerintah serta kebijakan rumah sakit.
6. Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan keselamatan pasien terletak
pada anestesiologis.
7. Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani tindakan anestesi.
8. Berikut adalah anggota tim anestesi:
a. Dokter Spesialis Anestesiologi
Dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensive (SpAn) yang berpraktik di Rumah
Sakit Umum Deli, merupakan anggota IDSAI (Indonesian Society Spesialis
Anestesiologi and Reanimateurs / Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan
Reanimasi Indoneisa) dan IDI yang mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) yang
dikeluarkan Konsil Kedokteran Indonesia dan Surat Ijin Praktik (SIP).

Dengan standar kompetensi:


1) Mampu melakukan pengelolaan perioperatif, yang mencakup

114
a) Mampu melakukan evaluasi dan terapi pre-anestesi.
b) Mampu melakukan penatalaksanaan medis pasien dan prosedur-prosedur
anestesi.
c) Mampu melakukan evaluasi dan terapi pasca-anestesi.
2) Mampu melakukan tindakan resusitasi.
3) Mampu melakukan pengelolaan kardiopulmoner.
4) Mampu melakukan pengelolaan intensif.
5) Mampu melakukan penatalaksanaan nyeri.
6) Mampu melakukan pengelolaan trauma dan kedaruratan.
Dokter spesialis anestesi wajib mengikuti CPD (Continuing Professional
Development) setiap tahun sesuai ketentuan IDSAI dan memperbaharui STR sesuai
undang-undang yang berlaku

b. Penata Anestesi
Perawat anestesi adalah perawat setingkat D-III / Akper yang telah mendapat pelatihan
dan penugasan di pelayanan anestesi selama 6 bulan sampai 1 tahun.

Tugas perawat anestesi:


1. Membantu dokter spesialis anestesiologi dalam hal menyiapkan alat dan obat,
memberikan obat, memantau pasien, melakukan RJP dan lain-lain bila diperlukan.
2. Tugas mandiri, melakukan asuhan keperawatan anestesi:
a. Mempersiapkan pasien: patient greeting, memasang kateter intravena dan
memberikan cairan infus.
b. Mempersiapkan alat anestesi.
c. Mempersiapkan obat anestesi.

I. Manajemen Keselamatan Pasien Oleh Tim Anestesi


Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, anestesiologis
bertanggungjawab terhadap hal-hal berikut ini:
1. Manajemen Kepegawaian
Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan dokter dan petugas non-
dokter yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan layanan / prosedur anestesi
kepada setiap pasien.
2. Evaluasi Pre-anestesi Pasien
a. Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya perencanaan anestesi yang
baik, dimana perencanaan tersebut juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit
pasien yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi.
b. Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan dan
pencatatan data pre-operatif pasien, anestesiologis-lah yang memegang tanggung
jawab terhadap evaluasi keseluruhan pasien.

115
3. Perencanaan Tindakan Anestesi
a. Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan anestesi yang
bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan
tercapainya keselamatan pasien dengan optimal.
b. Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi pasien
memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang
ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent).
c. Ketika terdapat situasi dimana suatu bagian dari layanan anestesi akan dilakukan
oleh petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi harus memberitahukan
kepada pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi
oleh Tim Anestesi.

4. Manajemen Tindakan Anestesi


a. Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi
medis setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Anestesiologis harus menentukan tugas peri-operatif mana yang dapat
didelegasikan.
c. Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas non-dokter
yang tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat kualitas pelayanan pasien dan
keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasi dalam bagian-
bagian penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi
emergensi dengan cepat
5. Perawatan Pasca-anestesi
a. Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca-anestesi.
b. Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan tanggung jawab
anestesiologis.

6. Konsultasi Anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainnyatidak dapat didelegasikan kepada nondokter.

II. Manajemen Keselamatan Pasien Dalam Penggunaan Sedasi Ringan Dan Sedang Oleh
Perawat Dan Asisten Anestesi
1. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama
perawatan pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).
2. Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggung jawab harus hadir / mendampingi di
ruang tindakan.

116
3. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi
pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan
risiko anestesi.
4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan
pasien / menurunkan kualitas pelayanan pasien.
5. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi
emergensi dimana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.
6. Sertifikat ACLS (Advanced Cardiac Life Support) merupakan standar persyaratan
minimal yang harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi / anestesi dan
dokter non-anestesi yang mengawasinya.

III.Pengawasan Terhadap Perawat Anestesi Oleh Dokter Bedah


1. Istilah ‘dokter bedah’ di sini mengacu pada dokter non-anestesi yang terlatih,
memiliki SIP, dan terpercaya dalam mengawasi perawat anestesi.
2. Semua pelayanan anestesi umum dan lokal memberikan peningkatan risiko kepada
pasien.
3. Beberapa program studi / pelatihan pembedahan memberikan pendidikan anestesi
spesifik, seperti residen oromaksilofasial. Dokter bedah masih tetap bisa berperan
dalam keselamatan pasien dan kualitas pelayanan pasien dengan bertanggungjawab
secara medis dalam semua perawatan peri operatif jika tidak terdapat anestesiologis.
4. Komplikasi anestesi dan pembedahan membutuhkan penanganan segera.
5. Regulasi dan kebijakan setempat tidak ‘mewajibkan’ dokter bedah untuk
mensupervisi petugas anestesi non-dokter.
6. Pada beberapa situasi, dimana tidak ada anestesiologis, dokter bedah mungkin adalah
satu-satunya dokter non-anestesi yang kompeten untuk mensupervisi.
7. Dimana dibutuhkan evaluasi medis pre-operatif atau resusitasi intra-operatif akibat
komplikasi, dokter bedah harus mendampingi dan mengawasi petugas kesehatan
peri-operatif, termasuk perawat anestesi.
8. Untuk mengoptimalisasi keselamatan pasien, diperlukan pertimbangan yang cermat
oleh dokter bedah saat menjadi satu-satunya dokter medis yang tersedia untuk
mengawasi semua perawatan peri-operatif.

IV. Pelatihan
1. Farmakologi obat-obatan anestesi dan analgesik
2. Farmakologi obat-obatan antagonis yang tersedia
3. Keterampilan bantuan hidup dasar
4. Keterampilan bantuan hidup lanjut

117
5. Untuk sedasi berat / dalam: keterampilan bantuan hidup lanjut di kamar tindakan /
prosedur.

V. Informed Consent
1. Surat Persetujuan Tindakan
a. DPJP Anestesi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pasien (atau
keluarganya) memahami bahwa selama proses anestesi berlangsung di kamar
operasi/tindakan, anestesiologis yang bertanggung jawab terhadap pasien.
b. Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan hal ini, tahap
selanjutnya adalah menandatangani surat persetujuan tindakan.
2. Pemberian Informasi kepada Professional Liability Carrier
Untuk memastikan adanya jaminan asuransi pertanggungjawaban profesional yang
terpercaya untuk semua pihak yang terlibat (mencakup tim anestesi dan institusi),
langsung dan berkelanjutan oleh anestesiologis yang terlatih, terpercaya, dan
kompeten.

p. STANDAR PENUNJANG ANESTESI


I. Standar Peralatan Anestesi
a. Mesin anestesi
Untuk setiap kamar operasi, harus ada satu unit mesin anestesi yang dapat digunakan
untuk pemberian oksigen dan gas anestesi. Peralatan esensial dalam mesin anestesi
mencakup :
1) Flowmeter dan Vaporizer yang terkalibrasi baik untuk pemberian obat-obat anestesi
inhalasi secara akurat.
2) Sistem pernafasan yang memadai untuk memastikan penyampaian oksigen dan gas
anestesi kepada setiap pasien.
3) Sistem pencegahan terhirupnya kembali gas buang (CO2)
4) Sistem pernafasan untuk pediatrik jika diperlukan.
Alat pengaman yang harus tersedia di setiap mesin anestesi mencakup:
1) Sistem pengaman gas medis yang dapat mencegah kekeliruan sambungan gas
2) Katup pembebas tekanan yang berlebihan (high pressure relief valve)
b. Alat penghisap
Harus tersedia alat penghisap, lengkap dengan kateter hisap.
c. Peralatan anestesi lain yang harus tersedia di setiap kamar operasi:
1) Alat proteksi dari kontaminasi biologik untuk tenaga anestesi, sepertijubah
pelindung,sarung tangan sekali pakai, masker sekali pakai dan pelindung mata.
2) Sebuah stetoskop
3) Alat pemantauan untuk tekanan darah non invasif (Non Invasive Blood Pressure),
elektrokardiograf, oksimeter denyut nadi.
4) Sungkup muka dengan berbagai ukuran.

118
5) Berbagai ukuran pipa orofaring, sungkup laring dan alat bantu jalan nafas lainnya.
6) Laringoskop dengan berbagai ukuran bilahnya
7) Berbagai ukuran pipa endotrakeal dan konektor
8) Stilet / mandrein untuk pipa endotrakeal.
9) Semprit untuk mengembangkan balon endotrakeal
10)Forseps Magill dan tampon faring
11) Beberapa ukuran plester / pita perekat medis
12) Pelicin steril untuk endotrakeal
13) Torniket untuk pemasangan akses vena
14) Peralatan infus intravena dengan berbagai ukuran kanul intravena danberbagai
macam cairan infus yang sesuai
15) Sistem pembuangan untuk bahan-bahan yang terkontaminasi cairan biologis, benda
tajam dan pecahan kaca / gelas.
d. Peralatan-peralatan yang harus segera tersedia jika diperlukan sewaktu-waktu, yaitu:
1) LMA untuk menanggulangi kesulitan intubasi.
2) Peralatan untuk infus cairan secara cepat.
3) Defibrilator jantung dengan kemampuan kardioversi sinkron (synchronised
cardioversion)
4) Peralatan untuk melakukan blok subaraknoid dan epidural.
e. Kebutuhan lainnya untuk keamanan tindakan anestesi, meliputi:
1) Penerangan yang cukup untuk melakukan pemantauan klinis pasien.
2) Penerangan darurat dan sumber listrik darurat.
3) Telepon / airphhone / HT untuk berkomunikasi dengan orang di luar kamar operasi.
4) Alat pendingin (kulkas obat) untuk penyimpanan obat-obatan dan produk biologik.
5) Alat pengatur suhu ruangan untuk mempertahankan suhu kamar operasi antara 16-
22°C.
6) Troli atau tempat tidur transfer pasien.

II. Standar Obat-obat Anestesi


a. Obat-obatan anestesi seperti recopol, sedacum, ketamin, petidin, morfin, fentanil,
sevofluran, isofluran, N2O, O2.
b. Obat penunjang anestesi seperti SA, prostigmin, epedrin, adrenalin, analgetik, antibiotik,
dextrose 40%, metergin, transamin, dexametason.
c. Obat emergensi seperti adrenalin, epedrin, SA, lidokain, efedrin, aminofilin.

III. Standar Pemeriksaan, Pemeliharaan dan Servis Rutin Peralatan


Ada mekanisme pembersihan, sterilisasi dan penyimpanan rutin untuk pemeliharaan
peralatan.
a. Sekurang-kurangnya 1 kali setahun harus ada servis tercatat untuk mesin anestesi dan
peralatan gas medis oleh lembaga yang berwenang.

119
b. Ada daftar / checklist pemeriksaan mesin anestesi di setiap mesin anestesi.

IV. Standar Ruang Pulih


a. Ruang: cukup penerangan untuk dapat mengawasi pasien pasca bedah
b. Alat:
 O2 dinding atau tabung
 Alat resusitasi dan intubasi
 Alat emergensi: penghisap
c. Obat emergency: adrenalin, SA, epedrin.

q. PETUNJUK PRAKTIK ANESTESI


I. Petunjuk Pemeriksaan Pre-Anestesi
Anamnesis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi riwayat medis,
kebiasaan / habituasi, pengalaman anestesi sebelumnya serta masalah yang terjadi bila ada,
faktor risiko tertentu dan terapi obat terdahulu.
Pemeriksaan Fisik: dokter memeriksa fisik pasien mulai dari keadaan umum pasien, tanda-
tanda vitalnya, secara umum sesuai dengan pemeriksaan fisis rutin mulai dari ujung kepala
sampai ujung kaki. Lebih khusus memeriksa jantung dan paru.
Evaluasi pre-prosedur / pre-anestesi
a. Tujuan:
1) Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi dan analgesik yang
berjalan lancar)
2) Menurunkan risiko kejadian efek samping.
b. Evaluasi ini meliputi: (dicatat di rekam medis)
1) Meninjau ulang rekam medis pasien
2) Anamnesis pasien berupa:
a) Identitas pasien
b) Identifikasi prosedur yang akan dilakukan
c) Verifikasi status masuk pasien (rawat jalan, rawat inap, one-day care, dan lain-
lain)
d) Riwayat penyakit pasien yang relevan
e) abnormalitas sistem organ utama
f) riwayat anestesi / sedasi sebelumnya, dan efek samping yang pernah terjadi /
dialami
g) obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, alergi obat, dan interaksi obat yang
mungkin terjadi
h) asupan makan terakhir
i) riwayat merokok, alkohol, atau penyalahgunaan obat-obatan
c. Pemeriksaan fisik terfokus
1) Tanda vital

120
2) Evaluasi jalan napas
3) Auskultasi jantung dan paru
d. Pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan EKG (berdasarkan pada kondisi yang
mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam penanganan pasien)
e. Temuan klinis dikonfirmasi segera sebelum melakukan anestesi / sedasi.
f. Konsultasi medis, jika memungkinkan.
g. Penyusunan rencana tindakan anestesi dan diskusi dengan pasien / keluarganya
mengenai risiko – keuntungan dari tindakan anestesi
h. Penandatanganan surat persetujuan tindakan (informed consent)
i. Pemberian pre-medikasi dan antibiotik profilaksis, sesuai indikasi.
j. Dukungan psikologis
k. Pencatatan di rekam medis pasien
Konseling pasien mengenai risiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif yang ada, Puasa
pre-prosedur
a. Prosedur elektif: mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan lambung
b. Situasi emergensi: berpotensi terjadi pneumonia aspirasi, pertimbangkan dalam
menentukan tingkat / kategori sedasi, apakah perlu penundaan prosedur, dan apakah
perlu proteksi trakea dengan intubasi.

II. Pemeriksaan penunjang:


Jenis
No Jenis Rutin Atas indikasi
pemeriksaan
1 Hematologi Hb, Ht, Leukosit, ya
Trombosit, hitung jenis
2 Hemostasis PT, APTT, Bleeding time ya
3 Kimia klinik Gula darah sewaktu ya
4 Kimia klinik Fungsi hati: SGOT, SGPT, Operasi besar, atau mempunyai
protein / Albumin, indikasi medis yang sesuai
bilirubin
Fungsi ginjal: ureum,
kreatinin
5 Rontgen Pasien berusia 50 tahun ke atas
thoraks atau atas indikasi: operasi besar
/ khusus, kardiopulmonal,
infeksi saluran nafas dan
riwayat merokok berat.
6 EKG Pasien berusia 35 tahun ke atas,
atau mempunyai indikasi a / l:
DM, hipertensi, riwayat nyeri
dada, gagal jantung kongestif,

121
a. Konsultasi dokter spesialis: spesialis anestesiologi dapat melakukan konsultasi dengan
spesialis lain sesuai kebutuhan. Yang diharapkan dari konsultasi ini adalah diagnosis
spesialistik dan terapi / penatalaksanaan yang sesuai dengan kondisi pasien saat
diperiksa. Kondisi ini merupakan bahan pertimbangan bagi spesialis anestesiologi
melakukan penatalaksanaan peri-operatif pasien tersebut. Petunjuknya:
1) Spesialis jantung dan pembuluh darah: pasien asimptomatis di atas 60 tahun, atau
dengan keluhan dan temuan kelainan kardiovaskular.
2) Spesialis penyakit dalam: pasien dengan DM dan penyakit metabolik-endokrin,
dengan penyakit ginjal dan hipertensi, dengan penyakit hematologi, dll
3) Spesialis anak: neonatus dan bayi.
4) Spesialis paru: pasien dengan keluhan dan temuan kelainan pulmoner.

b. Edukasi/Pendidikan pasien. Spesialis anestesiologi menerangkan


1) Kondisi pasien saat diperiksa.
2) Pilihan-pilihan teknik anestesi untuk operasi yang bersangkutan.
3) Rekomendasi teknik yang akan dipilih serta alasannya.
4) Komplikasi dan efek samping yang mungkin terjadi serta penatalaksanannya.
5) Persiapan yang harus dilakukan sebelum anestesi, antara lain :
 Puasa sesuai petunjuk puasa.
 Pemberian obat pre-operatif, melanjutkan pengobatan spesialis lain sesuai
dengan kondisi terakhir atau sebagai premedikasi anestesi.

III.Petunjuk Puasa
a. Tujuan: untuk mengurangi risiko aspirasi – regurgitasi.
b. Pasien dewasa dipuasakan dari makanan padat 6-12 jam pra-bedah, dari minum susu 6
jam pra-bedah, dari minum air jernih 3 jam pra-bedah.
c. Pasien anak-anak mengikuti jadwal sebagai berikut:

Umur Susu / Makanan Padat Air Jernih


< 6 bulan 4 jam 2 jam
6-36 bulan 6 jam 3 jam
d. Pasien hamil
> 36 bulan 6 jam 3 jam
atau dengan
tumor intra abdominal dan kelainan yang dapat mengakibatkan pengosongan lambung
melambat, harus dianggap sebagai kasus lambung berisi walaupun telah mengikuti
petunjuk puasa.

IV. Kategori / Tingkatan Anestesi / Sedasi

122
a. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih dapat merespons
dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi
dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
- Blok saraf perifer
- Anestesi lokal atau topikal
- Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri
b. Sedasi moderat (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien
memberikan respons terhadap stimulus sentuhan.
1) Sedasi moderat merupakan suatu teknik untuk mengurangi kecemasan dan
ketidaknyamanan pasien selama menjalani prosedur medis.
2) Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan potensi jalan napas, dan
ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan
baik.
3) Selama tindakan Sedasi moderat, dokter mengawasi proses pemberian anestesi.
4) Pemberian Sedasi moderat melalui intravena.
5) Pasien akan merasa setengah sadar dan mengantuk, tetapi dapat segera bangun bila
diajak bicara / disentuh. Pasien mungkin tidak akan mengingat dengan detail
tahapan prosedur yang dilakukan.
6) Pasien akan tetap dimonitor sebelum, selama, dan setelah prosedur dilakukan.
7) Persiapan pre-anestesi:
- Nilai apakah pasien secara rutin mengkonsumsi alkohol, obat-obatan anti-
depresan / relaksans otot, atau obat tidur (karena dapat menurunkan efektifitas
obat anestesi).
- Pasien menggunakan nasal kanul
- Pengukuran tanda vital (dicatat dalam rekam medis)
8) Penilaian dan pencatatan selama proses anestesi:
- Denyut dan irama jantung
- Tekanan darah
- Saturasi oksigen dalam darah
9) Penilaian setelah prosedur:
- Pasien diobservasi di ruang pemulihan selama 30 menit, hingga efek anestesi
menghilang.
- Biasanya tidak ada efek lanjutan / ikutan setelah pemberian anestesi sedang.
Akan tetapi terdapat kemungkinan terjadinya gangguan dalam konsentrasi,
penilaian dalam membuat keputusan, refleks / reaksi, dan ingatan jangka
pendek selama 24 jam pasca-anestesi.
10) Pasien tidak diperbolehkan untuk mengemudi sehingga diperlukan orang dewasa
lainnya untuk mendampingi pasien pulang ke rumah.

123
11) Pasien juga disarankan untuk tidak mengoperasikan peralatan yang berbahaya,
membuat keputusan penting, atau menandatangani dokumen resmi apapun dalam
24 jam pasca-anestesi.
12) Jika pasien tidak didampingi oleh pengantarnya saat tiba di rumah sakit / klinik
untuk menjalani prosedur, maka pasien tidak akan diberikan sedasi / anestesi
sedang. Pilihannya adalah : menjalani prosedur tanpa anestesi atau membatalkan
prosedur tersebut.
c. Sedasi dalam : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan
respons terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu /
tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi
jalan napas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
d. Anestesi umum: hilangnya kesadaran dimana pasien tidak sadar, bahkan dengan
pemberian stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan
patensi jalan napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak
adekuatnya ventilasi spontan / fungsi kardiovaskular dapat terganggu.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin
untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu,
petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera
terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya
terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan
penanganan terhadap pasien yang jatuh ke dalam kondisi sedasi berat).
Sedasi ringan /
Sedasi moderat
minimal Sedasi berat / dalam Anestesi umum
(pasien sadar)
(anxiolysis)
Respons Respons Merespons Merespons setelah Tidak sadar,
normal terhadap diberikan stimulus meskipun dengan
terhadap stimulus berulang / stimulus stimulus nyeri
stimulus verbal sentuhan nyeri
Jalan napas Tidak Tidak perlu Mungkin perlu Sering
terpengaruh intervensi intervensi memerlukan
intervensi
Ventilasi Tidak Adekuat Dapat tidak adekuat Sering tidak
spontan terpengaruh adekuat
Fungsi Tidak Biasanya dapat Biasanya dapat Dapatterganggu
kardiovaskular terpengaruh dipertahankan dipertahankan dengan
dengan baik baik

V. Petunjuk Pemberian Pre-Medikasi


Tujuan:
a. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sebelum pembedahan.
b. Mengurangi sekresi saliva (antisialagogue)
c. Mencegah refleks-refleks yang tidak diinginkan: misalnya mual-muntah, disritmia

124
d. Sebagai bagian dari teknik anestesia: analgetik.
e. Menghasilkan amnesia.
f. Cara pemberian: intravena, intramuskular
g. Tempat pemberian : ruang persiapan anestesi dan di dalam kamar bedah.
h. Jenis obat: sedativa, analgetik narkotik, neuroleptik, antikolinergik, antiemetik.

VI. Petunjuk Anestesi Umum


a. Persiapan:
1) Puasa sesuai petunjuk puasa. Kecuali pada kasus operasi mendadak.
2) Harus ada jaminan akses intravena cukup besar untuk pemberian cairan secara
cepat bila diperlukan. Cairan infus untuk resusitasi cairan diberikan sesuai
kebutuhan cairan peri-operatif.
3) Obat pre-operatif sesuai indikasi misalnya pada DM, sliding scale dengan suntikan
insulin, obat-obatan kardiovaskuler dan pulmoner.
4) Premedikasi: dapat diberikan antiemetik : domperidon; antisialagogue : sulfas
atropin; analgetik narkotik : petidin, morfin, fentanil.
b. Induksi: intravena menggunakan recopol / ketamin / inhalasi mengunakan sevofluran,
isofluran, N2O dan O2.
c. Penguasaan jalan nafas dapat dilakukan sesuai teknik anestesi yang dilakukan:
1) Nafas spontan, dengan menjaga posisi ekstensi kepala dan mengganjal bahu,
oksigen diberikan dengan kanul hidung atau sungkup muka sederhana.
2) Pemasangan sungkup muka atau sungkup laring.
3) Intubasi, dengan bantuan pelumpuh otot : suksinil kolin (intubasi cepat / rapid
sequence intubation) pada kasus mendadak atau darurat, ecron dan sedacum.
d. Pemeliharaan anestesi, dilakukan dengan inhalasi sevofluran, isofluran, N2O, O2 /
halotan, TIVA secara titrasi atau bolus intermiten recopol / ketamin pada kasus operasi
singkat. Atau menggunakan teknik anestesi balans.
e. Pengakhiran anestesi:
1) Sevofluran / isofluran dan N2O, O2 dapat dihentikan beberapa saat sebelum jahitan
kulit terakhir atau pada saat jahitan kulit terakhir. Sevofluran / isofluran dapat
dihentikan lebih awal.
2) Bila pasien belum bernafas spontan, dilakukan pemberian normoventilasi dengan
RR 10 x / m dan volume tidal minimal 7 ml / kg.
3) Bila perlu diberikan pemulih pelumpuh otot (neostigmin).
4) Ekstubasi dilakukan bila pasien sudah bernafas adekuat.
5) Ekstubasi dapat dilakukan dalam keadaan teranestesi maupun sadar.
f. Pasca anestesi.
1) Pemantauan di ruang pulih sadar menggunakan Skor Aldrete.
2) Pada pasien diberikan oksigen kanul hidung 2 l/m atau sesuai kondisi pasien.

125
3) Kriteria pemindahan pasien ke ruangan: bila pasien sudah sadar betul dengan skor
Aldrete di atas 9. Pasien bayi dan anak sudah menangis.

VII. Petunjuk Anestesi Pediatrik


a. Persiapan :
1) Puasa sesuai petunjuk puasa. Kecuali pada kasus operasi mendadak.
2) Harus ada jaminan akses intravena cukup besar untuk pemberian cairan secara
cepat bila diperlukan. Cairan infus untuk resusitasi cairan diberikan sesuai
kebutuhan cairan peri-operatif. Jenis cairan peri-operatifnya: NaCl 0,225 (4:1) dan
NaCl 0,45 (2:1).
3) Obat pre-operatif sesuai indikasi.
4) Premedikasi: dapat diberikan analgetik narkotik: petidin, morfin, fentanil.
b. Induksi: inhalasi mengunakan sevofluran, intravena menggunakan recopol / ketamin.
Intramuskular menggunakan ketamin.
c. Penguasaan jalan nafas dapat dilakukan sesuai teknik anestesi yang dilakukan :
1) Pemasangan sungkup muka atau sungkup laring.
2) Intubasi, dengan bantuan pelumpuh otot : ecron dan sedacum.
d. Sistem pernafasan : pada neonatus dan bayi dan anak-anak dibawah 20 kg digunakan
Jackson-Rees. Walaupun demikian pada anak yang lebih besar di atas 15 – 20 kg dapat
digunakan sistem standar dewasa dengan diameter pipa yang lebih kecil.
e. Pemeliharaan anestesi, dilakukan dengan inhalasi sevofluran / isofluran. TIVA secara
titrasi atau bolus intermiten recopol / ketamin pada kasus operasi singkat.
f. Pengakhiran anestesi :
1) Sevofluran / isofluran dapat dihentikan beberapa saat sebelum jahitan kulit terakhir
atau pada saat jahitan kulit terakhir. Sevofluran / isofluran dapat dihentikan lebih
awal.
2) Bila pasien belum bernafas spontan, dilakukan pemberian normoventilasi dengan
RR 20 x / m dan volume tidal minimal 7 ml / kg.
3) Bila perlu diberikan pemulih pelumpuh otot (neostigmin).
4) Ekstubasi dilakukan bila pasien sudah bernafas adekuat.
5) Ekstubasi dapat dilakukan dalam keadaan teranestesi maupun sadar.
g. Pasca anestesi.
1) Pemantauan di ruang pulih sadar menggunakan Skor Aldrete.
2) Pada pasien diberikan oksigen kanul hidung 2 l/m atau sesuai kondisi pasien.
3) Kriteria pemindahan pasien ke ruangan : bila pasien sudah sadar betul dengan skor
Aldrete di atas 9. Pasien bayi dan anak sudah menangis.
h. Analgetik pasca bedah : dapat diberikan tramadol (1-2 mg/kgBB), parasetamol oral /
supp, kodein oral, ibufroven, petidin, fentanil dan morfin dan atau anestesia regional.

126
i. Anestesia regional untuk kasus pediatrik dapat diberikan sebelum operasi dan atau
setelah operasi untuk tujuan rumatan dan atau analgesia pasca bedah. Anestesia kaudal
digunakan untuk operasi di daerah perut dan tungkai. Brachial blok dapat diberikan
untuk operasi di daerah lengan. Infiltrasi dan blok syaraf superfisial dapat dilakukan
baik sebelum sayatan kulit, maupun pada saat menutup luka operasi.

VIII. Petunjuk Anestesi Spinal


a. Persiapan :
1) Puasa sesuai petunjuk puasa. Kecuali pada kasus operasi mendadak.
2) Harus ada jaminan akses intravena cukup besar untuk pemberian cairan secara
cepat bila diperlukan. Tidak perlu diberikan cairan secara cepat sebelum
penyuntikan spinal. Cairan infus untuk resusitasi cairan diberikan sesuai kebutuhan
cairan peri-operatif.
3) Obat pre-operatif sesuai indikasi misalnya pada DM, sliding scale dengan suntikan
insulin, obat-obatan kardiovaskuler dan pulmoner.
4) Premedikasi : dapat diberikan antiemetik : ondansetron, metoklopramid,
dehidrobenzperidol (DBP) atau domperidon; antisialagogue : sulfas atropin;
analgetik narkotik : petidin, morfin, fentanil. Untuk kasus obstetri, pemberian
premedikasi harus mempertimbangkan efeknya pada bayi.
5) Posisi meja operasi datar atau posisi kepala sedikit lebih tinggi (head up).
6) Posisi penyuntikan : duduk membungkuk atau miring meringkuk.
7) A dan antisepsis dengan povidon iodine yang dibilas dengan alkohol.
b. Penyuntikan obat analgetik lokal bupivakain atau levobupivakain
1) Dengan jarum tipe quincke 27 G atau jarum whitacre / sprotte.
2) Di sela lumbal 2-3 atau 3-4 atau 4-5
3) Obat tambahan yang dapat ditambahkan : morfin, fentanil, dextrose.
c. Pemantauan anestesi :
1) Kardiovaskuler : 15 menit pertama pasca penyuntikan, pemantauan tekanan darah
dilakukan secara ketat terutama pada kasus obstetri. Bila terjadi penurunan lebih
dari 30% ditangani dengan pemberian efedrin secara titrasi (total tidak lebih 20 mg)
dan atau pemberian cairan cepat.
2) Pulmoner : dipantau tanda-tanda gagal nafas. Bila terjadi, diberikan bantuan nafas
tekanan positif sampai pasien dapat bernafas normal kembali.
3) Analgesi, setelah penyuntikan dipantau dengan anamnesis parestesia dan dilakukan
uji kulit dengan pin prick test dengan jarum ujung tumpul. Bila tidak ada, paling
tidak dengan uji cubit kulit.
4) Efek samping lain :
 Mual muntah : bisa diberikan anti emetik atau menaikkan tekanan darah (bila
terjadi hipotensi)
 Menggigil : dapat diberikan tramadol 50 mg atau petidin 25 mg IV.

127
d. Pasca anestesi.
1) Pemantauan di ruang pulih sadar menggunakan skor Aldrete.
2) Pada pasien diberikan oksigen kanul hidung 2 l/m atau sesuai kondisi pasien.
3) Kriteria pemindahan pasien ke ruangan : skor Aldrete di atas 9, pasien sudah bisa
menggerakkan tungkainya.

IX. Petunjuk Anestesi Rawat Jalan


a. Persiapan :
1) Pemilihan kasus : dilakukan pada tindakan atau operasi ringan / singkat seperti :
operasi dilatasi dan kuretasi, pengangkatan IUD dan implan, ekstirpasi / eksisi
biopsi tumor payudara, tubektomi, sirkumsisi, herniotomi, reposisi fraktur tertutup.
Status fisis ASA 1 dan 2.
2) Puasa sesuai petunjuk puasa.
3) Harus ada jaminan akses intravena cukup besar untuk pemberian cairan secara
cepat bila diperlukan. Cairan infusi untuk resusitasi cairan diberikan sesuai
kebutuhan cairan perioperatif. Walaupun tindakan singkat dengan sedikit
perdarahan pada umumnya cairan perioperatif untuk neonatus dan bayi tetap
diberikan.
4) Premedikasi : pemberiannya dilakukan di kamar operasi
b. Induksi : intravena menggunakan recopol, inhalasi menggunakan sevofluran/isofluran.
c. Penguasaan jalan nafas dapat dilakukan sesuai teknik anestesi yang dilakukan :
1) Nafas spontan, dengan menjaga posisi ekstensi kepala dan mengganjal bahu,
oksigen diberikan dengan kanul hidung atau sungkup muka sederhana.
2) Pemasangan sungkup muka atau sungkup laring.
3) Intubasi, dengan bantuan pelumpuh otot : sedacum, recopol.
d. Pemeliharaan anestesi, dilakukan dengan titrasi TIVA atau bolus intermiten recopol
atau inhalasi sevofluran/isofluran. Analgetik yang dianjurkan yaitu fentanil.
e. Pengakhiran anestesi, sesuai petunjuk anestesi umum.
f. Pasca anestesi, sesuai petunjuk anestesi umum.
1) Diberikan analgetik dan antiemetik.
2) Pemantauan di ruang pulih sadar sama dengan operasi berjadwal.
3) Kriteria pemulangan : bila pasien sudah sadar betul dengan skor Aldrete 10, bayi
dan anak menangis kuat, bisa makan bebas, tidak mual-mual atau muntah, bisa
mobilisasi bebas dan dapat menoleransi nyeri.

X. Petunjuk ILA (Intrathecal Labour Analgesi)


a. Persiapan :
1) ILA diberikan setelah ada permintaan dari dokter kebidanan dan kandungan.
2) Dilakukan pada awal fase aktif (pembukaan serviks 4 cm).
3) Premedikasi antiemetik : domperidon.

128
4) Ada jaminan akses intravena cukup besar untuk pemberian cairan secara cepat bila
diperlukan. Tidak perlu diberikan cairan secara cepat sebelum penyuntikan spinal.
5) Posisi penyuntikan : duduk membungkuk atau miring meringkuk.
6) A dan antisepsis dengan povidon iodine yang dibilas dengan alkohol 90%.
b. Penyuntikan obat
1) Dengan jarum tipe quincke 27 G atau direkomendasikan dengan jarum whitacre /
sprotte.
2) Di sela lumbal 2-3 atau 3-4 atau 4-5.
3) Obat yang dipakai : morfin 0,15 - 0,2 mg; dan fentanil 25 ug.

c. Pemantauan selama ILA :


1) Pemantauan ibu dan kesejahteraan janin dilakukan secara berkala.
2) Kardiovaskuler : 15 menit pertama pasca penyuntikan, pemantauan tekanan darah
dilakukan secara ketat. Bila terjadi penurunan lebih dari 30% ditangani dengan
pemberian efedrin secara titrasi (total tidak lebih 20 mg) dan atau pemberian cairan
cepat.
3) Pulmoner : dipantau tanda-tanda gagal nafas. Bila terjadi, diberikan bantuan nafas
tekanan positif sampai pasien dapat bernafas normal kembali.
4) Analgesi setelah penyuntikan dipantau dengan anamnesis hilangnya nyeri kontraksi
dan adanya sedikit parestesia.
5) Efek samping lain :
 Mual muntah : bisa diberikan anti emetik atau menaikkan tekanan darah (bila
terjadi hipotensi)
 Gatal-gatal : dapat diberikan antihistamin atau recopol 10 mg.
d. Pasca ILA / melahirkan
1) Diberikan antidot narkotik : oral dengan naltrekson, atau IV dengan nalokson
secara titrasi.
2) Mobilisasi dan diet biasa.
3) Pasien boleh dipindahkan ke ruangan sesuai prosedur partus normal biasa.

XI. Petunjuk Penanganan Nyeri Kepala Pasca Penusukan Dura (NKPPD)


a. Anamnesis : nyeri kepala oksipital mulai dari tengkuk. Ada riwayat anestesi spinal /
epidural beberapa hari / minggu / bulan yang lalu. Nyeri berkurang pada posisi
berbaring telentang.
b. Pemeriksaan fisik : biasanya tidak ditemukan kelainan umum maupun neurologis
khusus kecuali nyeri.
c. Pemeriksaan penunjang : tidak diperlukan.
d. Penatalaksanaan :
1) Tirah baring dan hidrasi dianjurkan walaupun tidak terbukti mencegah atau
mengurangi NKPPD. Cegah terjadinya dehidrasi yang dapat memperberat NKPPD.

129
2) Berikan parasetamol 1 gram dan kodein 20 mg.
3) Bila tidak adekuat, berikan petidin atau morfin IM. (berikan juga laxatif)
4) Berikan kafein 300 mg atau,
5) Teofilin 300 mg PO atau,
6) Sumatriptan (Cetatrex / Imitrex / Serogran / Triptagic) 100 mg oral. Dapat diulang
dalam 24 jam bila masih nyeri.
7) Bila nyeri kepala berat bertahan 48 jam, lakukan Epidural Blood Patch (EBP) :
 Kontra indikasi pada pasien yang mendapat antikoagulan dan sepsis.
 Lokasi penusukan pada tempat yang sama atau 1 ruas kauda.
 Masukkan 10 - 20 ml darah pasien ke dalam ruang epidural.
 Tirah baring 2 jam setelah EBP.
 Cegah mengedan atau mengangkat sebelum 5 hari pasca EBP.

XII. Petunjuk Penanggulangan Nyeri Akut Pasca Bedah (APS)


a. Batasan
Nyeri akut peri-operatif merupakan nyeri yang muncul pada pasien bedah yang
disebabkan penyakit yang menyertainya, prosedur pembedahan (termasuk pemasangan
drainase, WSD atau NGT) atau kombinasi dari penyakit dan prosedur yang dilakukan.
Yang dimaksud dengan APS (Acute Pain Service) adalah penanggulangan nyeri akut
semua kasus pascabedah selama 24 jam. Pelayanan APS dilakukan setelah mendapat
ijin dari spesialis yang merawat pasien (spesialis obstetri ginekologi atau kelompok
spesialis bedah). Pelayanan ini langsung diberikan sejak awal pascabedah, bila spesialis
yang merawat pasien menyerahkan sepenuhnya penanggulangan nyeri kepada dokter
anestesi.
b. Anamnesis: pasien pasca bedah mengeluh nyeri.
c. Pemeriksaan fisik yang didapat: pasien dalam keadaan gelisah, kesakitan. Pada pasien
anak, menangis terus menerus. Terjadi perubahan kardiovaskular : peningkatan tekanan
darah dan laju nadi. Bisa disertai dengan takipnu. Nyeri raba / tekan di sekitar luka
operasi.
d. Pemeriksaan penunjang: mungkin terjadi lekositosis. Skor skala rasa nyeri dengan
Wong Baker Faces Pain Rating Scales dan Numeric Rating Scale (NRS) untuk dewasa
dan anak  6 tahun dan FLACC Pain Scale untuk < 6 tahun. Skor 0-3 dianggap tidak
nyeri, 4-6 nyeri sedang, dan 7-10 nyeri berat. Skor > 6 perlu intervensi farmakologis.
e. Petunjuk penanggulangan nyeri akut :
1) Segera setelah operasi selesai diberikan analgetik dengan pilihan:
 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) selektif (penghambat cox 2) IV /
IM : misalnya parecoxib (Dynastat 40 mg) 1x / hari atau 2 x / hari. Parecoxib
tidak dipakai untuk anak-anak. Atau
 Obat AINS non selektif : ketorolac (3 x 30 mg), ketoprofen, atau
 Obat golongan narkotik sintetik : tramadol 1-2 mg / kg BB 3 x / hari. atau

130
 Obat golongan narkotik : petidin 50 mg IV dilanjutkan dengan infus kontinu
150 mg / 24 jam dalam NaCl 0.9%. atau
 Obat golongan narkotik : morfin 5 mg IV dilanjutkan dengan infus kontinu 15
mg / 24 jam.
 Pada anak-anak dapat dipakai : Ibuprofen suppositoria 125 mg 2-3 x / hari.
Tramadol 1-2 mg / kgBB 3x / hari. Petidin 0,5-1mg / kgBB 3x / hari atau
dengan titrasi.
2) Harus memperhatikan kontraindikasi Obat Anti Inflamasi NonSteroid / OAINS
(selektif dan nonselektif) :
 Ulcus peptikum
 Perdarahan gastro intestinal atau adanya kelainan perdarahan.
 Aspirin sensitive asthma. Hati-hati pada asma yang lain.
 Riwayat alergi aspirin atau OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)lain.
3) Setelah pasien berada di ruangan, dilakukan pemantauan tanda vital sesuai prosedur
ruangan perawatan.
4) Penilaian nyeri dilakukan secara aktif selama 24 jam dengan menggunakan skala
rasa nyeri dengan Wong Baker Faces Pain Rating Scales dan Numeric Rating Scale
(NRS) untuk dewasa dan anak  6 tahun dan FLACC Pain Scale untuk < 6 tahun
selama 3 jam setiap 15 menit.
5) Bila tidak ada kontraindikasi, pasien boleh minum bebas, dan setelah 12 jam pasca
bedah boleh makan.
6) Mobilisasi cepat : pada pasien pasca anestesia spinal, boleh duduk setelah 6 jam
dan berdiri setelah 12 jam. Bila ada tanda-tanda nyeri kepala / tengkuk, mobilisasi
ditunda.
7) Bila obat analgetik pasca bedah sudah diberikan sesuai jadwal dan nilai skor nyeri
> 6, dapat diberikan tambahan paracetamol oral 1 gr dan kodein oral 20 mg.
8) Bila 2 jam kemudian nilai nyeri masih > 6, dapat diberikan obat golongan opioid :
petidin IM / IV.
9) Obat-obatan untuk mengatasi efek samping dapat diberikan sesuai indikasi:
misalnya
 Mual-mual dan muntah : ondansetron 4 mg IV dapat diulang 3 x dengan total
12 mg / 24 jam.
 Depresi nafas karena narkotik (laju nafas < 12 x / m) : naloxone secara titrasi.
 Gatal-gatal : karena narkotik : naloxone secara titrasi, recopol 10 mg,
dexametason, antihistamin.

10) Pemantauan :
 Tanda vital sesuai protokol ruang perawatan atau sesuai indikasi.
 Skala nyeri sesuai skor yang didapat dan implementasinya.
 Efek samping.

131
 Mobilisasi, bila nyeri tidak ada atau sedikit, mobilisasi bisa dilakukan lebih
cepat.

XIII. Petunjuk Penatalaksanaan Henti Jatung (Cardiac Arrest).


a. Diagnosis
1) Tidak terabanya denyut nadi di arteri besar (misalnya karotis, femoralis, brakhialis)
pada pasien yang tidak sadar dan tidak terpantau sebelumnya (tanpa monitoring
EKG).
2) Pada pemantauan EKG ada 4 aritmia yang menyebabkan henti jantung :
 Takikardia ventrikel (VT).
 Fibrilasi ventrikel (VF).
 PEA (pulseless electrical activity) yaitu adanya gambaran EKG tanpa adanya
tekanan darah.
 Asistolik.
b. Etiologi, antara lain:
1) Hipoksemia
2) Gangguan asam – basa.
3) Gangguan elektrolit
4) Hipovolemia.
5) Efek samping obat.
6) Tamponade perikardial
7) Tension pneumothorax.
c. Penatalaksanaan
1) Bantuan Hidup Dasar / BHD (BLS / Basic Life Support)
2) Bantuan Hidup Lanjut / BHL (ALS / Advanced Life Support)
Catatan:
a) Dasar dari ALS adalah tindakan bantuan hidup dasar (BLS) yang baik. Tanpa
BLS yang baik, ALS tidak meningkatkan angka berhasil hidup korban.
b) RJP yang baik
 Kompresi dada yang baik : frekuensi dan kedalamannya adekuat.
 Kembalinya dinding dada dengan komplit diantara kompresi
 Mengurangi interupsi kompresi dada.
 Mencegah (volume) ventilasi yang berlebihan, terutama setelah pemasangan
pipa endotrakeal.
 Obat-obatan resusitasi tidak meningkatkan angka survival dan tidak ada
yang mendapatkan efek dari RJP dini dan efektif serta defibrilasi segera.
d. RJP Pada Bayi Dan Anak Anak
Prinsip BHD pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang dewasa. Akan tetapi
karena ketidaksamaan ukuran, diperlukan modifikasi teknik yang disebutkan di atas :

132
1) Ekstensi kepala jangan berlebihan karena dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas
pada bayi dan anak kecil. Kepala dijaga dalam posisi netral selama diusahakan
membuka jalan nafas pada kelompok ini.
2) Pemberian ventilasi harus lebih kecil volumenya.
3) Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi diantara 2
skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan
hentakan dada diberikan dengan bayi telentang, kepala terletak dibawah melintang
pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan
dengan korban telungkup melintang diatas paha penolong dengan kepala lebih
rendah dari badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak telentang diatas
lantai
4) Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien –
pasien muda, kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari
dibawah titik potong garis putting susu dengan sternum pada bayi dan pada tengah
pertengahan bawah sternum pada anak. Penekanan sternum 1,5 – 2,5 cm efektif
untuk bayi, terapi pada anak diperlukan penekanan 2,5 – 4 cm. Pada anak yang
lebih besar, hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar
5) Selama henti jantung, pemberian kompresi dada luar harus minimal 100 kali
permenit

e. Obat-obatan yang dipakai dalam RJP


1) Vasopresor:
a) Epinefrin:
 Dewasa : 1 mg IV/IO setiap 3 - 5 menit. Bila belum ada akses dapat
diberikan melalui pipa endotrakeal dengan dosis 2 – 2,5 mg.
 Pediatrik : 0,01 mg / kgBB (0,1 mL/ kgBB 1:10.000) IV/IO. Atau 0,1 mg /
kgBB (0,1 mL/kgBB 1: 1000) ET. Maksimal 1mg IV/IO; 10 mg ET.
b) Vasopresin
c) Atropin sulfat:
- Dewasa : pada asistolik dan PEA, dosis 1 mg dapat diulangi setiap 3 – 5
menit, maksimal 3 mg.
- Pediatrik : 0,02 mg / kgBB IV/IO atau 0,03 mg / kgBB ETT dapat diulangi
sekali. Dosis minimal 0,1 mg; maksimal anak 0,5 mg; remaja 1 mg.
2) Anti aritmia:
a) Amiodaron, diberikan pada kasus VF atau VT tanpa denyutan yang tidak
berespons terhadap RJP, defibrilasi dan vasopresor.
 Dosis inisial 300 mg IV/IO dapat dilanjutkan dengan satu dosis 150 mg
IV/IO.
 Dosis pediatrik : 5 mg / kgBB IV/IO diulang sampai 15 mg / kg BB.
Maksimal 300 mg.

133
3) Lidokain, dosis inisial 1 – 1,5 mg / kgBB IV. Bila VF / VT tanpa denyutan masih
berlangsung dapat diberikan dosis tambahan 0,5 – 0,75 mg / kgBB bolus dalam
interval 5 – 10 menit. Maksimal 3 mg / kgBB.
4) Magnesium, untuk VF / VT tanpa denyutan yang berhubungan dengan torsades de
pointes, dosis 1 – 2 gram dalam 10 mL D5W IV/IO bolus selama 5 – 60 menit.
5) Obat yang mungkin berguna pada kasus pediatrik
a) Kalsium Klorida, dosis 20 mg / kgBB IV/IO pelan, tidak terbukti memperbaiki
hasil RJP.
b) Natrium Bikarbonat, dosis 1 mEq/ kgBB IV/IO pelan, tidak terbukti
memperbaiki hasil RJP.

134
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Dokumentasi terkait pelayanan anestesi


Pada status anestesi rumah sakit terdapat 9 bagian utama yang harus dilengkapi mulai dari Pra-
intra sampai dengan pasca anestesi yaitu :
a. Data dasar
Data dasar meliputi :
1) Identitas pasien, berupa nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin dan nomor register
pasien. Pengisian dilakukan sesuai dengan data yang ada di rekam medis pasien
2) Nama harus diisi dengan tepat sesuai KTP/kartu identitas yang berlaku, jangan sampai
ada salah tulis atau huruf yang berbeda.
3) Bila ada stiker label pasien maka kolom identitas dapat ditempel stiker label pasien.
4) Informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan berupa diagnosis pra-anestesi, jenis
tindakan operatif, waktu dan tempat akan dilakukan tindakan, pengisian diagnosis,
jenis tindakan serta waktu dan tempat tindakan sesuai dengan jadwal yang telah
direncanakan sebelumnya. Dan hal tersebut dilakukan konfirmasi ulang saat dilakukan
time out atau chek list keselamatan pasien
5) Nama-nama pihak yang terlibat dalam tindakan (baik anestesi maupun bedah).
Pengisian nama pihak sesuai dan dikonfirmasi ulang saat dilakukan time out dikamar
operasi.
b. Evaluasi Pra-anestesi
Ditujukan untuk mencari masalah yang ada pada pasien, serta menyusun rencana anestesi
yang sesuai dengan keadaan pasien. Evaluasi meliputi :
1) Anamnesa dasar, meliputi riwayat anestesi dan komplikasinya, riwayat alergi, dan
obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Pengisian sesuai dengan hasil anamnesa yang
dilakukan pemeriksaan terhadap pasien dan atau keluarga pasien pada saat kunjungan
pra anestesi.
2) Vital Sign, meliputi berat badan, tinggi badan, tekanan darah, nadi, frekuensi
pernapasan, suhu tubuh, saturasi perifer, dan skor nyeri. Pengisian sesuai dengan hasil
pemeriksaan saat kunjungan pra-anestesi.
3) Evaluasi jalan nafas, ditujukan untuk memperkirakan tingkat kesulitan dalam
mempertahankan jalan napas, melakukan intubasi, maupun melakukan ventilasi.
Pengisian sesuai dengan hasil pemeriksaan saat kunjungan pra-anestesi.
4) Fungsi Sistem organ, ditujukan untuk mencari penyulit anestesi. Pengisian sesuai
dengan pemeriksaan, anamnesa, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang,

135
pada saat kunjungan pra-anestesi. Kelainan lain yang tidak terdapat dalam daftar dapat
dituliskan pada kotak kosong pada kolom catatan.
5) Bila ditemukan kelainan maka kelainan dilingkari.
6) Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang, pengisian sesuai dengan hasil pemeriksaan
laboratorium/penunjang pasien. Dicantumkan juga tanggal dilakukannya pemeriksaan
laboratorium/penunjang yang tercatat.
7) Kesimpulan evaluasi pra-anestesi, meliputi ASA, Cardiac Risk Index, penyulit, dan
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien. Diisi setelah mengevaluasi kondisi pasien
secara keseluruhan.
8) Pemeriksaan mengisikan identitasnya dengan nama dengan jelas serta singkatan,
membutuhkan waktu, tanggal dan tanda tangan. Setelah melengkapi kesemuanya,
cantumkan nama pemeriksa dan waktu kunjungan pra-anestesi dan bubuhkan tanda
tangan pemeriksa pada kotak yang telah disediakan.

c. Rencana Pra-anestesi
Tempat untuk merencanakan rencana anestesi dan obat-obat yang rencana digunakan :
1) Rencana Anestesi, diisi sesuai dengan rencana anestesi yang telah disusun setelah
mengevaluasi kondisi pasien, dan disetujui oleh pasien (dibutuhkan dengan lembaran
Informed Consent) dan juga diketahui oleh perawat yang bertugas. Berikan tanda
”check” pada teknik yang dipilih, dan lingkari agen yang dipilih. Jika dipilih agen/teknik
yang tidak bersedia, dapat dituliskan pada kolom catatan.
2) Perencana untuk tindakan anestesi meletakkan nama yang jelas serta singkatannya,
tanggal dan waktu perencanaan.
d. Evaluasi Pra-Induksi
Merupakan re-evaluasi pra-anestesi sesaat sebelum melakukan induksi. Meliputi tanda vital
(tekanan darah, nadi, frekuensi napas, saturasi oksigen perifer dan suhu tubuh), kecukupan
puasa, masalah saat induksi, perubahan rencana anestesi, dan pemberian premedikasi yang
telah direncanakan.
1) Tanda vital diisi sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapatkan, bila didapatkan
kelainan maka dicantumkan dalam status, dan bila mana kondisi tersebut tidak
memungkinkan untuk induksi, maka disebutkan / ditulis pada ”Sebutkan jika
ada..................”
2) Kecukupan puasa diisi sesuai hasil interogasi terhadap pasien / keluarga pasien.
3) Jika terdapat masalah pada saat induksi (berdasarkan hasil pemeriksaan), beri tanda
”check”, dan tuliskan pada baris yang telah tersedia.
4) Jika terdapat perubahanhan teknik anestesi yang akan digunakan dan tidak sesuai
rencana, tuliskan pada baris yang tersedia ”Perubahan rencana Anestesi.............” dan
lakukan informed consent kembali kepada pasien dan keluarganya.

136
5) Pemberian premedikasi diisi oleh pihak yang memberikan premedikasi dengan
menuliskan nama agen yang diberikan, waktu, serta membubuhkan tanda tangan dan
nama terang.
e. Daftar cheklis keselamatan pasien
Diisi dengan memberikan tanda ”check” pada kotak yang telah disediakan, jika point
tersebut ada / sudah dikerjakan.
f. Induksi
Kolom Induksi, meliputi teknik induksi, teknik intubasi, evaluasi jalan napas, posisi pasien,
dan ketersediaan IV line, NGT, tampon, CVC, maupun arterial line.
1) Teknik induksi diisi sesuai dengan teknik yang digunakan. Titrasi obat induksi, tahapan
induksinya.
2) Evaluasi jalan napas, meliputi penilaian derajat dari laringoskopi, dan ETT maupun
LMA yang digunakan. Diisi sesuai dengan hasil pengamatan pemeriksa, jika melakukan
intubasi ataupun pemasangan LMA.
3) Pengisian posisi pasien, IV line, NGT, tampon, CVC, maupun arterial line sesuai dengan
yang terpasang pada pasien.
g. Monitoring intra anestesi
Monitoring Intra Anestesi, meliputi tabel monitoring intra anestesi, balans cairan, anestesi
regional, dan catatan.
1) Tabel monitoring diisikan sesuai dengan keadaan pasien (tanda sesuai ”keterangan”
yang telah tersedia pada lembaran status anestesi) (Tekanan darah, nadi, dan frekuensi
napas (jika pasien bernapas spontan) setiap 5 menitnya.
2) Pemberian obat juga diberikan tanda angka sesuai dengan tempat nama obat tersebut
dituliskan pada tabel sesuai dengan waktu pada saat diberikan.
3) Rangkuman balans cairan intra anestesi dituliskan pada kotak dan baris yang telah
disediakan.
4) Jika menggunakan anestesi regional, berikan keterangan mengenai teknik, agen yang
digunakan, tipe, volume, dan keterangan lain pada kotak yang telah disediakan.
5) Masalah atau keterangan lain yang terjadi intra-anestesi dapat dicantumkan pada kotak
catatan.
6) Setelah proses anestesi selesai bubuhkan tanda tangan dan waktu pada kolom yang
tersedia.
7) Tanggal, waktu masuk kamar operasi, saat induksi, saat insisi, dicatat pada kolom yang
disediakan.
8) Tanggal, waktu keluar kamar operasi, saat selesai operasi, saat selesai anestesi dicatat
pada kolom yang disediakan.
9) Pada operasi yang berhubungan dengan persalinan, maka bayi yang lahir dicatat jam
berapa, Apgar Score yang dinilai. Berat badan dan tinggi badan setelah ditimbang dan
diukur.
h. Monitoring pasca anestesi

137
Meliputi tabel monitoring pasca anestesi, Skor Aldrette pasca anestesi, pesanan / tindakan di
ruang pulih sadar, skor nyeri pasca anestesi.
1) Tabel monitoring pasca anestesi diisikan sesuai dengan kondisi pasien selama di ruang
pulih sadar. Cantumkan data dasar pasien dan pemeriksa pada tabel terlebih dahulu pada
saat menerima pasien. Kemudian, tabel diisi dengan memberikan tanda pada tabel (tanda
yang digunakan sama dengan tanda pada tabel monitoring intra anestesi) sesuai dengan
kondisi pasien.
2) Keterangan lain selama pulih sadar dapat dituliskan pada baris keterangan skor nyeri dan
aldrette diisikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dengan tidak lupa mencantumkan
waktu evaluasi. Pesanan / tindakan di ruang pulih sadar diisi langsung setiap setelah
memberikan pesanan / melakukan tindakan dengan mencantumkan waktu, pesanan /
tindakan, dan tanda tangan pada kolom yang sesuai.
3) Ketika pasien akan dipindahkan dari ruang pulih sadar, cantumkan tempat yang dituju,
waktu, nama dokter dan perawat yang mengetahui, dan bubuhkan tanda tangan dokter
yang menyetujui pemindahan pasien dari ruang pulih sadar.
2. Informed Consent
Pemberian Informed Consent didokumentasikan pada dokumen rekam medis persetujuan
tindakan pembiusan.
3. Daftar Pelayanan Anestesi Dan Sedasi Moderat / DalamRumah Sakit Umum Deli
a. Tindakan Anestesi
• Anestesi Umum
• Anestesi Regional
• Anastesi Infiltrasi
• Anastesi Blok
• Anastesi Spinal
• Blok Epidural
• Blok Pleksus Brakialis
• Anestesia Paravertebral
• Blok Transakral (Kaudal)
• Anastesi Regional Intravena
b. Tindakan Sedasi
a. Sedasi sedang
• Menggunakan midazolam
• Menggunakan ketamin
• Menggunakan propofol
b. Sedasi dalam
• Menggunakan ketamin
• Menggunakan midazolam oral
• Menggunakan flunitrazepam
• Menggunakan fentanil

138
• Menggunakan alfentanil
• Menggunakan remifentanil

PANDUAN PEDOMAN PELAYANAN PERINATOLOGI

139
PEDOMAN PELAYANAN PERINATOLOGI
RSUD MERANTI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan banyaknya pelayanan Rumah Sakit yang ada sekarang ini dan
berkembangnya pelayanan kesehatan saat ini, diperlukan suatu peningkatan pelayanan
kesehatan agar dapat berulang dalam memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh kaena itu,
Ruang Perinatologi merupakan salah satu bagian pelayanan kesehatan yang harus bisa
memberikan tindakan medis yang aman, efektif dengan memberdayakan Sumber Daya
Manusia yang kompeten dan rofesional dalam menggunakan peralatan, obat-obatan yang
sesuai dengan standar therapy di Indonesia.
Dalam rangka menyelenggarakn pelayanan kesehatan tersebut diatas, maka
disusunlah pedoman Pelayanan Ruang Perinatologi. Pedoman ini adalah pedoman minimal
dan dapat dikembangkan kapanpun seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan.

B. 1. Tujuan Umum
Tujuan meningkatkan mutu pelayanan di Ruang Perinatologi
2. Tujuan khusus
a. Memiliki standar ketenagaan di Ruang Perinatologi
b. Memiliki standar fasilitas di Ruang Perinatologi
c. Memiliki tata laksana di Ruang Perinatologi
d. Memiliki standar logistic di Ruang Perinatologi
e. Memiliki standar keselamatan pasien di Ruang Perinatologi
f. Memiliki standar keselamatan kerja di Ruang Perinatologi
g. Memiliki standar pengendalian mutu di Ruang Perinatologi

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Pelayanan dan asuhan untuk kasus Perinatologi diberikan pada bayi baru lahir sampai
dengan usia 28 hari dengan masalah BBLR, Ikterus, bayi dengan masalah makan/minum,
bayi yang lahir dengan dengan infeksi intra uterin, bayi yang lahir dengan tindakan vacuum

140
ekstraksi, forcep ekstraksi, secsio sesaria, bayi dengan kelahiran sungsang yang brmasalah/
sulit.

D. Batasan Operasional
Batasan operasional Pelayanan Neonatus yang diberikan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit
Umum Daerah Kepulauan Meranti didasarkan pada 3 (tiga) level, yaitu :
1. Pelayanan Keperawatan Neonatus level 1
Yaitu Perawatan Neonatus sehat:
Pelayanan Neonatus Dasar dan bayi berisiko rendah yang memerlukan Asuhan
Keperawatan Dasar minimal, dimana perawatan bayi utamanya dilakukan oleh ibu:
Kriteria bayi baru lahir normal sehat:
 Persalinan normal/ tindakan tanpa komplikasi
 Nilai apgar 5 menit ≥ 7
 Berat lahir 2500 gram – 4000 gram
 Usia kehamilan 37 minggu – 41 minggu
 Tanpa kelainan congenital
 Tanpa resiko penyakit
Rawat gabung/ rawat bersama ibunya sampai pulang
2. Pelayanan Keperawatan Neonatus level II
Yaitu perawatan neonates khusus/perawatan bayi sakit sedang dan diharapkan pulih
secara cepat yang memerlukan observasi dan pengobatan yang memiliki asuhan
keperawatan normal
Kriteria
 BBLR <1000 gram tanpa komplikasi
 BBL ≥4000 gram/makrosomia
 Gangguan nafas ringan sedang
 Infeksi local/infeksi ringan sedang
 Kelainan bawaan ringan sampai sedang yang bukan keadaan gawat
 Penyakit komplikasi lain tanpa memerlukan perawatan intensive
Rawat di ruang Perinatologi
3. Pelayanan Keperawatan Neonatus Level III
Yaitu perawatan intensive neonates yang memerlukan pengawasan yang terus menerus
dari perawat, Dokter dan dukungan fasilitas berteknologi tinggi.
Kriteria
 Berat badan lahir amat sangat rendah (<1000 gram )
 Nilai apgar 5/10 menit <3

141
 Gangguan napas berat
 Infeksi berat
 Meningitis
 Kejang neonates
 Kelainan bawaan ringan dengan gawat darurat
 Bayi baru lahir dengan komplikasi yang memerlukan ventilasi mekanik
Dirujuk ke RS yang lebih tinggi

E. Landasan Hukum
Dasar hukum yang mendasari penyusunan Instalasi Perinatologi adalah :
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Kalsifikasi Perizinan
Rumah Sakit
5. Permenkes RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
6. Kepmenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
7. Kepmenkes RI Nomor 604 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelayanan Maternal, Perinatal
di Rumah Sakit Umum kelas B, Kelas C, dan Kelas D

142
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Kualifikasi sumber daya manusia di Ruang Perinatologi adalah :
1. SMF anak
Kompetensi minimal yang harus dimiliki dokter Neonatus
 Pelatihan pelayanan Dasar neonatus untuk spesialis neonatus
 Pelatihan pelayanan Lanjutan Neonatus untuk spesialis neonatus
 Pelatihan pelayanan Dasar Neonatus untuk Residen
 Pelatihan pelayanan Lanjutan Neonatus untuk Residen
 One the job training untuk spesialis neonates
 One the job training untuk residen
2. Kepala Ruangan
 Pendidkan S1 Keperawatan+Ners dengan masa kerja minimal 5 tahun
 Pendidikan s1 dengan masa kerja minimal 2 tahun
 Memeiliki sertifikat pelatihan Manajeman Bangsal dan Pelatihan Perinatologi
 Memiliki kompetensi yang baik dalam menegakkan diagnose keperawatan,
maupun mengambil keputusan klinis dan trampil dalam melakukan tindakan
Keperawatan
 Pengalaman bekerja msebagai pelaksana minimal 5 tahun
3. Ketua TIM
 Pendidikan diutamankan S1 Keperawatan + Ners
 Memiliki kompetensi yang baik dalam meneggakkan diagnose keperawatan
maupun mengambil keputusan klinis dan trampil dalam melakukan tindakan
Keperawatan
 Sertifikat minimal kegawat daruratan Neonatus, Teknik resusitasi Neonatus dan
Manajamen Laktasi
 Pengalaman bekerja sebagai pelaksana minimal 2 tahun
4. Clinical Instruktur CI
 Pendidikan minimal s1 Keperawatan+ Ners
 Memiliki kompetensi yang baik dalam melakukan tindakan keperawatan
 Sertifikat minimal Kegawatdaruratan Neonatus, Teknik Resusitasi Neonatus,
Manajemen Laktasi
 Memiliki sertifikat pelatihan Clinicl Instruktur/CI

143
5. Pelaksana
 Pendidikan minimal D III keperawatan/kebidanan dengan masa kerja minimal 2
tahun
 Sertifikat minimal Kegawatdaruratan Neonatus, Teknik Resusitasi Neonatus,
Manajemen Laktasi
 Bersedia bekerja dengan system shift
 Dapat melakukan bantuan hidup dasar
6. Distribusi Ketenagaan
Kepala Instalasi : dr. Devi Ariani, Sp.An
Dokter Spesialis Anak : 1. dr. Ayu FP, Sp.A

Kepala Ruangan : Wan Fitriyatisah, AMK

Perawat : 1. Ziatia Revi Hadirika, Amd. Keb


2. Salmi, Amd Keb
3. Atik Kurrotul Ain, Amd. Keb
4. Lusi Susanti, Amd. Keb
5. Susanti, AMK
6. Witra Marlita, AMK
7. Jumiana, Amd. Keb
8. Ns. Desriana Putri, S.Kep
9. Serly Sandara, Amd. Keb
10. Maryanum, Amd. Keb
11. Widiawati, Amd. Keb
12. Nila Susnafika, Amd.Keb
13.Novi Sartilah, Amd. Keb

Tenaga administrasi :-
Tenaga kebersihan : Tenaga kebesihan / cleaning servis yang bertanggung jawab
terhadap kebersihan ruang Perinatologi merangkap dengan
ruangan mawar berjumlah 2 orang
7. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga di ruang Perinatologi adalah :
a. Petugas Non Shift
 Senin s/d kamis : 07.30 s/d 14.00 wib
 Jumat : 07.30 s/d 11.30 wib
 Sabtu : 07.30 s/d 13.00 wib
b. Petugas Shift
Senin s/d kamis shift pagi : 07.30 s/d 14.00 wib
Shift siang :14.00 s/d 21.00 wib

144
Shift malam : 21.00 s/d 07.30 wib
Pengaturan jaga untuk masing-masing tenaga kesehatan dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengaturan jaga Tim medis
a. Dokter spesialis/ Konsulen
1. Pengaturan dokter spesialis/ konsulen sesuai dengan disiplin ilmu masing-
masing
2. Dokter spesialis konsulen harus bisa dihubungi sewaktu-waktu jika
diperlukan
3. Jika ada dokter konsulen berhalangan hadir maka wajib memberitahu 1 hari
sebelumnya dan kemudian dialihkan ke dokter konsulen lainnya dalam
disiplin ilmu yang sama

b. Dokter jaga
1. Pengaturan jadwal dokter jaga sesuai dengan jadwal jaga dokter IGD
2. Pengaturan Jaga Tenaga Keperawatan
a. Pengaturan jadwal dinas perawat Perinatologi dibuat dan dipertanggung
jawabkan oleh Kepala Ruangan Perinatologi dan disetujui oleh Kepala Instalasi
b. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, siang, malam dan libur
c. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana Perinatologi setiap satu bulan
d. Jika ada keperluan penting pada hari tertentu (direncanakan) maka perawat
tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada buku permintaan dinas
e. Permintaan akan disesuaikan dengan kenutuhan tenaga yang ada (apabila tenaga
cukup dan berimbang serta tidak menganggu pelayanan, maka permintaan
disetujui)
f. Setiap tugas jaga/shift harus ada perawat penganggung jawab shift dengan syarat
pendidikan D III keperawatan dan masa kerja minimal 2 tahun serta memiliki
sertifikat pelatihan yang berhubungan dengan kompetensi ruangan Perinatologi
(BBLR, resusitasi Neonatus)
g. Apabila ada tenag perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak bisa jaga sesuai
jadwal yang telah ditetapkan (terencana) maka perawat yang bersangkutan harus
memberikan informasi kepada kepala ruangan Perinatologi 1 hari sebelumnya,
hal ini dimaksud untuk memberikan waktu penanggung jawab mengatur personil
yang jaga saat itu.
h. Apabila ada tenaga perawat tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan
(tidak rerencana) karena sakit/ anak sakit dan sebagainya maka perawat tersebut
harus memberikan informasi kepada Kepala Ruangan Perinatologi minimal 4 jam
sebelum jam dinas dimulai, hal ini dimaksud untuk memberikan waktu untuk
mencarikan perawat pengganti saat itu.

145
i. Apabila ada tenaga perawat yang tiba-tiba tidak bisa jaga sesuai dengan jadwal
yang ditetapkan karena ada kejadian yang mendadak (± 1 jam sebelum jam dinas
dimulai) maka penanggung jawab wajib mencarikan perawat pengganti

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan
Ruangan Perinatologi berada dekat dengan ruang mawar. Ketentuan bagunan Ruang
Perinatologi adalah sebagai berikut:
1. Terisolasi, ruangan tertutup, dan tidak terkontaminasi dari luar
2. Memiliki akses masuk tersendiri
3. Ditempatkan alat pemadam kebakaran
4. Memiliki instalasi pipa air
5. Suhu dan kelembaban diatur dengan AC
6. Memiliki akses komunikasi yang memadai
7. Memiliki instalasi untuk kebutuhan monitor pasien
8. Kualitas udara, lantai, air, AC dan kelembaban di control dengan pembiakan kuman
secara berkala
9. Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata

Ruang Perinatologi dibagi menjadi 2 area yang terdiri dari :


1. Area pasien, terdiri dari
a. Ruang bayi infeksi, yaitu penempatan untuk bayi-bayi yang akan dirawat di Rumah
Sakit/faskes lainnya yang dari luar. Di ruang bayi infeksi terdapat infan warmer, box
bayi, CPAP, ventilator, dan incubator, ruangan ini juga disediakan oksigen central
dan AC, memiliki troly alat juga peralatan lain yang dibutuhkan untuk memberikan
pelayanan atau tindakan medis dan keperawatan pada bai.
b. Ruang bayi non infeksi, yaitu penempatan untuk bayi yang akan dilakukan observasi
setelah post op sc maupun ruangan rawat bayi yang indikasi rawat Perinatologi dari
ruangan kebidanan maupaun dari kamar operasi RS Meranti
Setiap ruangan terdapat stop kontak, dan disetiakan stop kontak sambungan jika
diperlukan. Di setiap ruangan disediakan monitor, infanwarmer, incubator, box bayi,
CPAP, ventilator, oksigen central, troly tindakan, troly emergency. Dan diruangan
bayi non infeksi ada