Anda di halaman 1dari 7

TUGAS UAS

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah: Studi Islam Indonesia

Dosen pengapu: Hasan Maftuh, M.A.

Disusun Oleh:

Isna ‘Ulyatul Azmi ()

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2020
JAWAB:

1. Kemunculan gagasan ISP berawal dari adanya perdebatan anatra kelompok Islam
konservatif dengan Islam transformative Islam konservatif dengan Islam transformative.
Kelompok konservatif cenderung memaknai wahyu secara letterlijk (tekstual), dari konteks
ke teks. Artinya setiap peristiwa ataupun fenomena yang terjadi dideduaikan dengan teks-
teks wahyu. Kelompok ini kerap dianggap kolot, sukar menerima kemajuan dan perbedaan.
Sementara kelompok transformative, sebaliknya, yaitu mencoba menerjemahkan wahyu ke
dalam konteks-konteks realitas, dari teks ke konteks. Menjadikan teks-teks wahyu sebagai
landasan untuk mencapai perubahan sosial dan penyamai kesadaran.
Kelompok konservatif bersifat lebih lentur, tidak kaku, progresif melakukan perubahan,
dan berprilaku maju. Selain perdebatan kedua kelompok tersebut, pada 2000-an, ada
Kongres Psikologi Islam di Solo.
Saat itu, muncul istilah islamisasi pengetahuan yang kemudian membuat Kuntowijoyo
merasa tidak sreg dengan istilah itu. Kemdian Kuntowijoyo menawarkan konsep
Pngilmuan Islam, yang berorientasi keilmuan.
Menurut dia, hali itu merupakan upaya mendorong umat Islam untuk bergerak lebih maju,
dari reaktif ke proaktif. Kemudian Kuntowijoyo menerbitkan bukunya yang diberi judul
Islam sebagai ilmu, espitemologi, metodologi, dan etika.
Ia menilai upaya pengembangan paradigma Islam ini adalah dasar untuk mencapai tujuan
utamanya, yakni ke arah pembangunan Islam sebagai sistem, gerakan sosial-budaya ke
sistem Islam yang kafah, modern, dan berkeadaban (Ahimsa, 2016). Menurut
Kuntowijoyo, hal itu bisa menjadikan Islam lebih kredibel bagi Muslim, bahkan non-
Muslim. Upaya pengembangan Islam sebagai ilmu juga merupakan antitesis terhadap ilmu
pengetahuan yang selama ini lebih berkiblat atau berbasis paradigma Barat. Selain latar
lokal tersebut, pemikiran Kuntowijoyo juga dipengaruhi dan terinspirasi oleh dua orang
tokoh. Di antaranya, Muhammad Iqbal seorang filsuf sufi yang juga penyair asal India, dan
Roger Garaudy filsuf Islam asal Prancis, yang mencetuskan filsafat kenabian Islam dalam
kajiannya. Kuntowijoyo terlihat sepakat dengan pemikiran Garaudy, terutama mengenai
sumber ilmu pengetahuan. Menurut dia, sumber atau dasar ilmu pengetahuan bukan hanya
akal, melainkan juga wahyu.
Bahkan Kuntowijoyo mengatakan bahwa “wahyu” itu sangat penting, karena itulah yang
membedakan epistemologi Islam dengan cabang-cabang epistemologi Barat. Bagi dia,
epistemologi Barat (rasionalisme dan empirisme) tampak terlalu sederhana jika dilihat dari
perspektif Islam.
2. Berbicara tentang study Islam era klasik memerlukan penegasan tentang berbagai hal:
makna study Islam, bidang study Islam dan batas waktu yang termasuk klasik, sebab
sebagai agama yang mencakup segala aspek kehidupan manusia telah dikaji dari berbagai
segi, dan telah melahirkan berbagai macam cabang ilmu ke-Islam-an, seperti ilmu tafsir,
ilmu Hadits, ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, ilmu filsafat dan
sebagainya. Masing-masing cabang ilmu itu mengalami sejarahnya sendiri-sendiri,
sehingga seolah-olah masing-masing cabang ilmu itu berdiri sendiri, terpisah hubungannya
dengan cabang ilmu lainnya, dengan kosekuensi terjadinya disentegrasi antara cabang-
cabang ilmu ke-Islam-an itu. Bahkan tejadi olok mengolok antar ahli cabang ilmu yang
satu terhadap yang lain yang sehingga sekarang masih terasa pengaruhnya. Melihat sejarah
Islam kita dapat menyimpulkan bahwa agama Islam pada masa awal lahirnya sudah
menjadi kajian para penganutnya, Ahmad Azhar Basir dalam tulisannya menyatakan secara
impisit bahwa Study Islam Klasik adalah masa sebelum kebangkitan abad ke-14 H, maka
dalam hal ini penulis mencoba merumuskan metodologi dan pendekatan study Islam klasik
menjadi tiga bagian yakni;
a. Masa Nabi Muhammad.
Para penganut Islam pada saat masa nabi Muhammad mengkaji Islam tentang tuhan
yang wajib disembah adalah Allah, tiada tuhan selainnya dan Nabi Muhammad adalah
utusanNya. Kabar bahwa tuhan yang wajib disembah adalah Allah adalah kabar yang
dibawa oleh seorang Rasul dari suku Qurais bernama Muhammad Bin Abdullah.
b. Masa Khulafaur Rasidin.
Setelah Nabi meninggal maka kekuasan dipegang oleh sahabat tertuanya Abu Bakar
As Sidik dan begitu selanjutnya kekhalifahan dipikul oleh khulafaaur Rasidun.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad Daud Ali,[3] setelah beliau (Abu Bkar)
meninggal dunia, berturut-turut khalifah kedua ketiga dan keempat adalah Umar bin
Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pemerintah keempat para khalifah
ini berlangsung selama 30 tahun, dari 632 M sampai dengan tahun 662 M, para keempat
khalifah ini terkenal dengan sebutan Al Khulafa Rasidin. Artinya, para khilafah yang
menuntun umat Islam kejalan yang benar. Pada masa ini, muncul kejadian-kejadian
baru yang tidak terjadi pada masa Rasullullah, sehingga di antara para sahabat ada yang
melakukan ijtihad, memutuskan suatu perkara, memberikan fatwa, menetapkan hukum
syari’at dan menyandarkan pada hukum-hukum periode pertama sesuai dengan hasil
ijtihadnya.
c. Masa Khalifah Umayah dan Abasiyah.
Pada masa ini masalah-masalah keagamaan mulai berkembang, keadaan ini memaksa
para khalifah dan para pemuka agama mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan umat, baik dalam hukum, politik dan social masyarakat. Selain itu,
kemajuan berfikir orang-orang pada saat itu menggerakan upaya-upaya mereka dalam
menjaga keorisinilan Qur’an dan Hadits. Pada masa ini bukan hanya pengkodifikasian
Qur’an dan Hadits saja yang mereka lakukan, muncul pula upaya-upaya perowihan
Hadits dan penafsiran Qur’an.
Study Islam era modern dimulai dari abad 19-20 H atau abad 15 H hingga sekarang. Pada
masa awal ini muncul banyak ulama-ulama yang mengarang kitab-kitab tentang agama
Islam. Abdul Djalal H.A menyebutkan beberapa pengarang kitab Tafsir dan Ulumul
Qur’an lainnya pada setelah abad ini di dalam bukunya, sebagian dari mereka pengarang
kitab tafsir dan Ulumul Qur’an adalah Ad Dahlawi dengan kitabnya Al Fauzul Kabir Fi
Ushuli Tafsir, Jamaluddin Al Qosimi dengan kitabnya Al Qur’an Wal Ulumil ‘Ashiriyah,
Sayid Qutub dengan kitabnya At Tasfirul Fanni Fil Qur’an dan Dhilalil Qur’an, Dr.
Mahmud Hijazi dengan kitabnya Tafsir Al Wadhih dan Wahdhatul Maudhuiyah, Prof.
M.Ali Ash Shabuni dengan kitabnya Rauiyul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam Minal Qur’an
dan lain sebgainya. Selain munculnya beberapa ulama yang mengarang kitab disiplin ilmu-
ilmu tentang Islam, pada abad ini juga memunculkan para pembaharu (Mujadid).
Munculnya Muhammad Abduh yang lahir pada tahun 1849 M, ia mempunyai murid yang
bernama Muhammad Mursid Ridha, Abduh dan Ridha pada itu menerbitkan majalah Al
Manar. Salah satu tujuan pokok gerakan Muhammad Abduh adalah memberantas taklid,
bid’ah dan kejumudan yang dipandang sebagai kemunduran agama Islam, dan
menekankan keharusan melakukan ijtihad untuk melakukan interprestasi baru terhadap
Qur’an dan Hadits khususnya tentang kemasyarakatan yang digariskan oleh Allah pada
tataran prinsip Umum. Di Indonesia ada K.H. Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi
besar pada tahun 1912, organisasinya kita kenal dengan Muhammadiyah, kemudian pada
tahun 1926 tepatnya 31 Januari berdiri Nahdhotul Ulama di bawah pimpinan K.H Hasyim
‘Asy’ari, dimana kita ketahui lahirnya Nahdhotul Ulama lahir atas reaksi ketidak setujuan
terhadap raja Saud yang ingin membongkar pusaran Nabi Muhammad saat itu (Baca
Sejarah Lahirnya Muhammadiyah Dan Nahdhotul Ulama). Dalam disiplin ilmu Islam
Indonesia, kajian Islam juga menjadi perhatian penting para ilmuan Indonesia. Kajian
Islam Indonesia dapat ditengarai kemajuannya melalui karya-karya disiplin ilmu Islam
ulama Indonesia. Indonesia mempunyai Muhammad Nawawi Al Bantani (1813-1897 M),
beliau mengarang kitab Tauhid, Tafsir, Fiqih dan Hadits. Kiatab yang biasa dikaji
dikalangan pesantren adalah Tijanud Durari dan Fathul Majid untuk Ilmu Tauhid, Tafsir
Munir untuk Tafsir dan Ad Durar Al Bahiyah untuk kitab Hadits. Terhitung lebih dari 38
Judul dari berbagai macam disiplin ilmu yang beliau telah tulis. Kemudian ada pula
Muhammad Yasin Al Padani (1915-1990M), beliau mengarang banyak judul kitab dalam
disiplin ilmu Islam, setidaknya ada 20an kitab yang beliau karang, salah satu kitabnya yang
terkenal adalah Al Fawaid Al Janiah Ala Qowaidul Fiqihiyah (Baca Biografi Muhammad
Nawawi Al Bantani Dan Muhammad Yasin Al Fadani).
Kajian tentang agama Islam pada abad ini tidak hanya berkembang di Negara-negara timur
melainkan kajian tentang Islam juga berkembang di Negara barat. Hal ini sebagaimana
kita bisa temui dengan adanya kajian bahasa Arab oleh pakar bahasa dari Jerman Johann
Jokab Reiske (1716-1774 M). Kajian-kajian bahasa Arab berkembang secara luas di Eropa
sejak pemulaan abad ke 19. Salah satu dari ahli-ahli dalam bidang ini adalah seorang
sarjana Francis A.I Sylvestre de Sacy (1758-1838),[14] dan masih banyak lagi sarjana-
sarjana dari Eropa yang mengkaji tentang Islam.
Baik di barat atau di timur pada tahun 1920- sekarang , perhatian tentang Ilmu keislaman
dan agama Islam bukan hanya saja bersifat teologis dan ibadah saja, para peneliti
memperluas kajianya pada banyak subyek disiplin ilmu yang ada pada agama Islam. Dalam
buku Aneka Pendekatan Agama (Sebuah kumpulan naskah Peter Connolly), kita bisa
temukan di sana bahwa kajian tentang agama pada tulisan di dalam buku itu menggunakan
beberapa pendekatan, pendekatan-pendekatan itu adalah Antropologi. Fenomenologi,
Feminis, Filosofis, Sosiologis dan Teologis.
Studi Islam di masa kontemporer banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal
dari luar dunia akademik ilmiah, seperti politik dan ideologi, sehingga studi Islam
lebih bersifat partikular dan tidak menggambarkan fenomena keagamaan yang
sesungguhnya. Bahkan lebih parah lagi, studi Islam semacam itu tidak diakui sebagai
suatu karya ilmiah studi agama. Ketika Robert A. Segal menanyakan apa yang
membuat studi agama (religious studies) dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu
pengetahuan, jawaban yang diberikan adalah bahwa kajian agama harus memiliki metode
tersendiri (a distinctive method) yang oleh para pembela kajian agama klasik
dimunculkan pendekatan fenomenologi sebagai metode tersendiri dalam penelitian
agama; sehingga fenomenologi inilah yang menjadi ciri khas studi agama
(phenomenology as the distinctive method of the discipline).

3. Peran dakwah walisongo


Karena para wali yang menyebarkan Islam dengan cara damai, selalu mendahulukan aspek
keteladanan, memberikan nasihat dalam bahasa yang santun dan sejuk. Para wali tidak
hanya menggunakan kesenian dalam berdakwah, tapi juga menjadi pelapor kesenian, para
wali juga tidak pernah ada pemaksaan untuk mengajak masyarakat masuk islam. Dakwah
yang dilakukan juga bertahap, tidak seketika seperti kelompok radikal. Walisongo juga
tidak pernah memilih obyek dakwahnya alias tidak pernah pandang bulu. Dan untuk
membangun kaderisasi dakwah, walisongo membangun pendidika alternative, yang kini
dikenal dengan pondok pesantren.

4. Sudut pandang saya dari sosiologi. Ada pelajaran dari pandemic Covid-19 untuk muslim
yaitu: bersikap rendah hati. Seperti kebanyakan budaya kontemporer, masyarakat muslim
terkesan dengan apa yang mampu dicapai manusia melalui sais dan teknologi. Sains dan
teknologi membuat hidup manusia nyaman, sembari membuat spekulasi tentang misteri
alam semesta menjadi mungkin. Namun dari sudut pandang islam, allah adalah puusat
kehidupan manusia. Umat islam membutuhkan Allah, betapapun baik kondisi fisik,
psikologis dan ekonomi mereka. Kehilangan orang-orang yang kita kasihi sementara waktu
mengingatkan tempat manusia di tangga otologis. Pandemic saat ini menjadi penginggat
tentang kerentanan manusia, menyaksikan keterbatasan yang dimiliki secara lebih
mendalam, dan memulihkan hubungan umat Muslim dengan Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai