Anda di halaman 1dari 12

Remidial – Ujian Profesi Ilmu Penyakit Mulut

1. Diagnosis
Angioedema

Angiodema adalah kondisi pembengkakan di bawah kulit, biasanya bersifat


sementara. Kondisi ini bisa disebabkan oleh alergi, reaksi obat yang bersifat
nonalergik, atau kondisi keturunan. Pembengkakan bisa terjadi di bagian tubuh
manapun, namun biasanya paling sering di bibir atau mata. Bengkak di bibir atau
mata kadang disertai gatal dan nyeri.
Gejala angiodema biasanya berlangsung selama 24 - 48 jam. Kondisi ini diobati
dengan obat anti alergi antihistamin, kortikosteroid, atau suntikan epinefrin. Dokter
bisa membantu menentukan obat yang tepat berdasarkan penyebab dan tingkat
keparagannya.
2. Subjektif
Bibir atas dan bawah sejak 1,5 jam yang lalu setelah mengkonsumsi obat ibuprofen
untuk meredakan nyeri karena gigi yang berlubang. Dan juga terasa panas dan gatal
3. Objektif
Bibir atas dan bawah: Oedem sepanjang lidah, singular, bertekstur licin, berbatas
jelas, tepi reguler, daerah sekitar kemerahan, nyeri
4. Diagnosis Banding
Cheilitis granulomatosa
- Persamaan : Oedem pada bibir
- Perbedaan : CG biasanya disertai deskuamasi, etiologinya idiopatik
Sindrom Melkersson-Rosenthal (SMR) - Secara klinis, perjalanannya biasanya
ditentukan oleh triad simptomatik yang terdiri dari fisura lingual, edema
wajah / lingual dan kelumpuhan wajah periferal. Asal etiologi sindrom ini
belum diidentifikasi. Namun, biasanya dikategorikan sebagai gangguan neuro-
muco-kulit dari inflamasi granulomatosa.
Istilahnya penyakit neuromucocutaneous Biasanya digunakan untuk merujuk
pada sekelompok patologi yang ditandai oleh adanya hubungan yang signifikan
antara yang berbeda kelainan dermatologis (kulit dan selaput lendir) dan gangguan
asal neurologis.
5. Pemeriksaan Penunjang
- Patologi klinik:
Darah lengkap: buat liat eosinophil ↑ dan basofil ↓
IgE
Pemeriksaan IgE total digunakan sebagai marker diagnosis alergi, tetapi
memiliki kelemahan karena kurang spesifik. Hal tersebut disebabkan IgE
meningkat pada penyakit alergi dan juga non alergi seperti infestasi parasit.
Pemeriksaan IgE spesifik dilakukan dengan mengukur IgE spesifik alergen
dalam serum pasien.
Selain itu, pemeriksaan lainnya untuk menegakkan diagnosis penyakit alergi
adalah skrining antibodi IgE multi-alergen, triptase sel mast, dan Cellular antigen
stimulation test (CAST).

Antibodi adalah protein yang dibuat oleh sel imun untuk melawan bakteri, virus, dan
benda asing lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Terdapat beberapa jenis
imunoglobulin dalam tubuh diantaranya: IgA, IgG, IgM, dan IgE.

 IgA paling banyak ditemukan di membran mukosa paru, sinus, lambung, dan
usus. IgA juga banyak ditemukan pada cairan yang dihasillkan membran mukosa
seperti pada air liur, air mata, dan darah.
 IgM dibentuk oleh tubuh ketika seseorang baru pertama kali mengalami
infeksi oleh kuman tertentu. Oleh karena itu pada infeksi pertama kali oleh kuman
tertentu, IgM bertindak sebagai garda imun terdepan. Setelah infeksi teratasi, kadar
IgM akan turun dan digantikan dengan peningkatan kadar IgG.
 IgG merupakan tipe antibodi yang paling banyak dalam darah dan cairan
tubuh lainnya. IgG berfungsi melindungi tubuh terhadap infeksi dengan
membentuk sel memori sehingga ketika kemudian hari tubuh terinfeksi kuman
yang sama, IgG yang pertama kali langsung mengenali dan melawannya.
 IgE dibentuk tubuh ketika tubuh beraksi terhadap benda asing yang tidak
berbahaya bagi tubuh seperti debu, bulu binatang, atau sari bunga. Kadar IgE
biasanya diperiksa pada orang yang mengalami reaksi alergi.

- Kulit dan Kelamin: Prick test – Beberapa jurnal bilang kontraindikasi buat
penderita eczema hmmmm
Uji tusuk kulit atau skin prick test (SPT) adalah uji diagnostik yang digunakan
untuk mendiagnosis penyakit alergi yang diperantarai oleh IgE pada pasien
dengan asma, RA, DA dan alergi makanan.

Pemeriksaan uji tusuk kulit dilakukan dengan memperkenalkan sejumlah kecil


ekstrak alergen ke epidermis superfisial fleksor lengan bawah untuk menyebabkan
terjadinya reaksi sensitifitas. Saat IgE yang terikat pada sel mast kulit mengenali
alergen, maka sel mast akan mengeluarkan histamin dan mediator lainnya yang
dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga timbul reaksi indurasi (wheal) dan kemerahan (flare) pada kulit. Uji
tusuk kulit merupakan pemeriksaan yang murah, minimal invasif dan hasil
diperoleh dengan cepat.
Indikasi uji tusuk kulit jika diduga ada alergi berdasarkan anamnesis
dan gejala klinis, skrining untuk predisposisi penyakit alergi, juga untuk studi
epidemiologi dalam menentukan kecenderungan angka sensitisasi dan membantu
standarisasi ekstrak alergen.11 Sensitivitas uji tusuk kulit mencapai 90%. Uji
tusuk kulit bisa dilakukan mulai usia satu bulan dan tetap valid sampai usia 65
tahun.

Prosedur:
- Tes cukir kulit (Skin Prick Test) seringkali dilakukan pada bagian volar lengan
bawah.
- Pertama-tama dilakukan desinfeksi dengan alkohol pada area volar, dan tandai
area yang akan ditetesi dengan ekstrak alergen.
- Ekstrak alergen diteteskan satu tetes larutan alergen (Histaamin atau kontrol
positif) dan larutan kontrol (Buffer atau kontrol negatif) menggunakan jarum
ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet.
- Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 450 menembus lapisan
epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan
perdarahan.
- Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit.
- Tes dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol yang timbul

Besarnya bentol atau bentol yang dpat dikatakan positif adalah 3 mm lebih
besar dibandingkan dengan kontrol negatif

Hasil tes uji kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu
karena teknik yang salah atau faktor material atau bahan ekstrak alergen yang
kurang baik

6. Etiologi
Hipersensitivitas tipe I

7. Etiopatogenesa
Mager nulis intinya:
Reaksi Tipe I (reaksi hipersensitivitas cepat )
melibatkan imunoglobulin E (IgE) merilis histamin dan mediator lain dari sel mast
dan basofil.

Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang berada di permukaan sel mast atau
basofil, dimana sebelumnya penderita telah terpapar allergen sebelumnya, sehingga
Ig E telah terbentuk. Ikatan antara allergen dengan Ig E akan menyebabkan
keluarnya mediatormediator kimia seperti histamine dan leukotrine.

Hipersensitivitas tipe lainnya:


- Reaksi Tipe II (reaksi hipersensitivitas sitotoksik)
melibatkan imunoglobulin G atau immunoglobulin antibodi M terikat pada
permukaan sel antigen dengan memfiksasi komplemen berikutnya.
- Reaksi Tipe III (reaksi kompleks imun)
melibatkan sirkulasi kompleks imun antigen-antibodi yang tersimpan dalam venula
postcapillary dengan memfiksasi komplemen berikutnya.
- Reaksi Tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat) dimediasi oleh sel T.

8. Rencana Perawatan
- Simptomatis: Anti inflamasi
- Kausatif: Anti histamin
- Supportif:
9. Resep

10. Surat Rujukan


NOTES
Angioedema dapat terjadi karena reaksi alergi dan non alergi yang dimediasi oleh histamin
maupun bradikinin. 9 Beberapa pemicu terjadinya angioedema akibat reaksi alergi
diantaranya adalah obat-obatan, makanan, bulu binatang, serbuk sari, spora jamur, gigitan
serangga dan lain-lain.6 Obatobatan yang sering mengakibatkan terjadinya angioedema
contohnya adalah obat tekanan darah yaitu ACE inhibitor, ibuprofen, antibiotik seperti
penisillin dan sulfa, aspirin, morfin, kodein serta NSAID. Beberapa makanan yang dapat
menjadi pemicu terjadinya angioedema diantaranya yaitu buah-buahan, ikan, udang, daging
babi, kerang, produk susu, kacang-kacangan serta cokelat.
Angioedema terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler akibat mediator inflamasi
sehingga timbul edema yang non-pitting, berbatas tegas, pucat dan tidak gatal yang
melibatkan lapisan yang lebih dalam dari kulit yaitu dermis, jaringan subkutan, mukosa dan
submukosa. Angioedema dapat timbul bersamaan dengan urtikaria sehingga bisa disertai
gatal-gatal dan kemerahan.

1. Diagnosis
Primary Herpetic Gingivostomatitis (PHGS)
2. Subjektif
Sariawan berjumlah banyak sejak 4 hari yang lalu. Menyebabkan susah untuk makan.
2 hari sebelum sariawan muncul, terdapat keluhan demam tinggi, namun saat ini telah
membaik. Telah diobati puyer dan obat oles, namun sariawan belum sembuh.
3. Objektif
EO:
Kelenjar limfe submandibularis bilateral: teraba, kenyal, tidak sakit
IO:
- Gingiva: Oedem kemerahan disertai sedikit perdarahan, batas jelas, tepi reguler,
bertekstur licin, daerah sekitar kemerahan, nyeri
- Muccolabial RB: Ulser, berwarna putih dengan tepi kemerahan, multiple,
berbentuk oval, berukuran bervariasi ±2-4 mm, berbatas jelas, tepi reguler, daerah
sekitar kemerahan, nyeri
4. Diagnosis Banding
PHGS BISA DIKERATIN & NON KERATIN
Herpangina
- Persamaan: Ulser multiple pada rongga mulut, memiliki gejala prodormal
- Perbedaan: Pada herpangine ulser hingga tonsil, uvula faring.
HFMD
- Persamaan: Ulser multiple pada rongga mulut, memiliki gejala prodormal
- Perbedaan: Pada HFMD terdapat lesi EO yaitu pada bercak pada tangan dan kaki
RAS Herpetiform
- Persamaan: Ulser
- Perbedaan: Pada PHGS terdapat gejala prodormal dan gingivostomatitis, RAS
biasanya pd non keratin doank
5. Pemeriksaan Penunjang
Patologi klinik:
- Darah lengkap: neutrofil ↑,
(jurnal)nilai laju endap darah dan limfosit melebihi batas normal, dimana pada
peningkatan nilai laju endap darah dapat terjadi pada kasus infeksi akut maupun
kronis sedangkan peningkatan nilai limfosit dapat terjadi pada penyakit virus,
bakteri, dan gangguan hormonal
- serologi: anti HSV 1  titer antibody = IgG dan IgM
biasanya hasilnya: IgM HSV-1 positif dan IgG HSV-1 negatif yang menunjukkan
bahwa terdapat infeksi primer dimana pada infeksi primer primer berkaitan
dengan peningkatan titer imunoglobulin (Ig)M yang timbul dalam beberapa hari,
diikuti oleh peningkatan titer IgG permanen beberapa minggu kemudian

IgM merupakan antibodi utama yang dibentuk setelah terjadinya infeksi, yaitu 1-2
minggu setelah onset. Setelah beberapa minggu atau bulan, IgM tidak akan
terdeteksi karena mengalami penurunan secara cepat, sebaliknya antibodi IgG
akan terbentuk secara lambat dalam beberapa bulan atau tahun. Infeksi rekuren
HSV-1 berhubungan dengan peningkatan titer IgG. Peningkatan IgG hingga
empat kali (fourfold) merupakan kriteria indikasi infeksi aktif.6
Patologi Anatomi:
- Sitologi: Tzanck Test(?) 
Bisa juga lewat scrapping kemudian dilakukan smear pada glass slide. Bisa
dengan pewarnaan Giemsa (preparat Tzanck) atau Papanicolao untuk melihat
karakteristik sel muntinuclear giant atau inklusi intanuklear namun tdk bs
dibedakan antara HSV atan VZV. Bisa mnggunakan direct fluorescent antigen
testing yang lebih akurat.

.Dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi intranuklear
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.Caranya dengan
membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu
letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan
alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright,
Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan
tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit
yang multinuklear dan berukuran besar berwarna biru (Frankel, 2006).
- HPA:
Mikrobiologi:
- Kultur virus  pemeriksaan ini baru akan efektif jika lesi masih berupa vesikel
dan tidak efektif jika lesi sudah berbentuk ulcer selain itu pemeriksaan kultur ini
tidak bisa menentukan bentuk primer maupun sekunder infeksi dari infeksi virus
HSV-1, dilakukan 24-48 jam saat lesi masih berupa vesikel karena memiliki titer
virus yang tinggi (89 % memberikan hasil positif). Virus akan tumbuh dalam
media kultur dalam 5 hari.
- PCR dari swab

tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium selain karena tanda dan gejala yang
khas, namun juga karena pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan relatif
membutuhkan waktu dan biaya yang relatif mahal. Akan tetapi bila kondisi
memungkinkan, pasien tetap disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang
sehingga diagnosis dapat didukung dengan akurat, serta untuk memastikan jenis
virus penyebab munculnya keluhan, serta sumber penyebaran virus.

6. Etiologi
Infeksi HSV-1
Faktor Predisposisi: sistem imun ↓
7. Etiopatogenesa
Cara penularan: melalui dropplet infection dan kontak langsung.
Virus masuk ke dalam tubuh  periode inkubasi (Masa inkubasi adalah periode
sejak seseorang terpapar infeksi hingga muncul tanda atau gejala penyakit yang
ditimbulkan) 2-14 hari  muncul gejala prodormal 1-2 hari  selanjutnya timbul lesi
oral berupa vesikula  vesikula pecah dengan cepat menjadi ulser

Patogenesis HSV-1 diawali dengan masuknya HSV-1 akibat kontak langsung melalui
cairan tubuh, cairan genital, atau eksudat dari lesi yang aktif. Virus menempel pada
sel host (inang) yang perlekatannya dimediasi oleh envelope virus dan berhubungan
dengan protein virus yang mengikat resep tor spesifik pada membran sel inang.
Kemudian virus masuk ke sel inang diperantarai oleh protein virus lain yang
menyebabkan fusi antara envelope virus dengan membran sel inang. Virus masuk
kedalam sitoplasma kemudian capsid virus lisis sehingga terjadilah uncoating, genom
virus masuk ke nukleus sel inang dan mengalami replikasi didalamnya, terjadilah
penyusunan virus baru yang kemudian matang dan siap dikeluarkan untuk
menginfeksi tubuh atau virus mengalami dorman di ganglion saraf trigeminal

1. Infeksi Primer
Gejala awal yang dijumpai berupa bintil berwarna putih tampak berisi air atau disebut
sebagai vesikel. Bintik ini berkelompok di atas kulit yang sembab dan kemerahan
(eritematosa). Awalnya vesikel tersebut tampak putih, tetapi lama-kelamaan berisi nanah
(pus) berwarna hijau. Kadang-kadang dapat ditemukan juga bintil yang telah pecah, sehingga
penampakan, seperti “sariawan” pada kulit.
Fase infeksi primer terjadi selama kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala lainnya,
seperti demam, lemas, mual, muntah, dan dapat juga ditemukan pembesaran kelenjar di lipat
paha atau di sekitar leher.
Tempat yang sering diserang virus herpes simpleks tipe I adalah daerah pinggang ke atas
terutama daerah mulut dan hidung. Infeksi herpes simpleks tipe I ini sering disebut
sebagai cold sores. Infeksi ini juga dapat menyerang dinding mukosa mulut dan memberikan
tampilan seperti sariawan.
Infeksi oleh herpes simpleks tipe I sering dijumpai pada usia anak-anak. Penularan penyakit
ini biasanya terjadi secara tidak sengaja, seperti saat anak kontak kulit dengan benda yang
terkontaminasi virus herpes, kontak di dokter gigi, kebiasaan menggigit jari, ataupun
sentuhan langsung dengan kulit yang mengalami infeksi. Virus herpes simpleks tipe I ini juga
dapat menyebabkan peradangan otak yang disebut herpes ensefalitis. Gejalanya adalah panas
tinggi, penurunan kesadaran, dan kejang.
Sedangkan tempat yang sering diserang virus herpes simpleks tipe II adalah daerah genitalia
(organ kelamin). Namun, dapat pula mengenai anggota tubuh bagian lainnya, termasuk
wajah, pada perilaku seksual yang tidak wajar. Virus herpes simpleks tipe II ini juga dapat
menyebabkan peradangan otak, terutama pada bayi-bayi yang lahir pada ibu yang sedang
mengalami infeksi herpes pada organ genitalianya.

2. Fase Laten
Saat gejala membaik, ini bukan berarti virus herpes telah mati. Virus tersebut “beristirahat” di
dalam sel saraf ganglion dorsalis (saraf tulang belakang) manusia. Penularan penyakit herpes
pada pengidap yang berada pada fase ini pun nyatanya masih dapat terjadi akibat pelepasan
virus terus berlangsung, meskipun dalam jumlah sedikit. Dengan demikian, bisa saja
seseorang terkena infeksi herpes dari pasangannya yang dari penampilan fisik tampak sehat-
sehat saja.

3. Infeksi Rekuren
Virus yang beristirahat pada fase laten suatu saat dapat aktif kembali. Faktor-faktor atau
kondisi-kondisi yang dapat mengaktifkan infeksi tersebut, antara lain:

 Trauma fisik, seperti demam, infeksi oleh penyakit lain, penyakit HIV/AIDS,
hubungan intim, kurang istirahat, menstruasi, dan sebagainya.
 Trauma psikis, seperti gangguan emosional dan depresi.
 Penggunaan obat-obatan dan terapi kanker.
Gejala yang timbul umumnya lebih ringan dibanding infeksi primer dan berlangsung lebih
sebentar, yakni 7-10 hari. Kelainan kulit dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau
pada tempat baru di sekitarnya (non-loco). Sebelum munculnya kelainan kulit, pengidap
dapat merasakan beberapa gejala pendahuluan (prodromal), seperti rasa panas, gatal, dan
nyeri di daerah kulit tersebut.

8. Rencana Perawatan
Pemberian kortikosteroid pada infeksi virus merupakan kontra indikasi

- Simptomatis: Benzydamine HCL (analgesik) TIDAK BOLEH PADA ANAK


<12 TAHUN  Berbahaya tertelan? Gatau da
Pake antiinflamasi topikal aja
- Kausatif: acyclovir(???)  PERLU/TIDAK?????
Pemberian terapi antivirus pada kasus Gingivostomatitis Herpetike Primer
diberikan pada pasien dengan kondisi klinis cukup berat disertai penyakit sistemik
dan juga dapat dilakukan untuk pencegahan re-infeksi pada pasien yang
immunokompeten. Pada kasus ini pasien tidak diberikan terapi anttivirus karena
pasien tidak memiliki penyakit sistemik dan kondisi umum pasien baik.

Infeksi HSV-1 yang diidentifikasi secaraawal (dalam rentang waktu sekitar 3


hari)dapat diberikan terapi antivirus (acyclovir) baik secara topikal maupun
sistemik. Terapi antivirus akan mengontrol tanda dan gejala infeksi.

PENDAPAT LAIN:
Umumnya kepustakaan mengindikasikan bahwa pemberian acyclovir hanya
efektif jika diberikan dalam rentang waktu 72 jam sejak terjadinya vesikula.
Namun dalam kasus ini acyclovir tetap diberikan berdasarkan sifatnya, yaitu
analog acyclic purine nucleoside yang pada awalnya difosforilasi oleh thymidine
kenase virus, selanjutnya difosforilasi kembali oleh enzim selular host. Analog ini
secara kontinyu mengikat dan menghambat polimerase virus DNA yang
mengakibatkan terminasi elongasi rantai sehingga menghasilkan penghambatan
virus.2,6-10 Dengan demikian pemberian acyclovir pada pasien yang telah
mengalami munculnya lesi sejak 7 hari yang lalu, tidak dimaksudkan untuk
menyembuhkan sel yang telah terkontaminasi namun lebih kepada upaya
mencegah penyebaran virus tersebut. Selain itu, diharapkan juga bahwa dengan
pemberian acyclovir ini, episode akutnya berlangsung lebih singkat sehingga
menurunkan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh karena infeksi primer yang
biasanya merupakan kasus yang paling berat.7-9

- Supportif: Multivitamin, high calori high protein

Biolysin

 Vitamin A: sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan mata dan kulit, membantu
sistem kekebalan tubuh bekerja optimal untuk melawan infeksi, serta membantu menjaga
fungsi tulang dan jaringan tubuh lainnya.
 Vitamin B1: sangat berguna dalam proses perubahan karbohidrat menjadi energi,
terutama untuk suplai energi sistem saraf dan otak.
 Vitamin B2: berfungsi membantu pemecahan protein menjadi energi, membantu
perkembangan jaringan tubuh, serta membantu produksi sel darah merah. Vitamin ini
digunakan untuk mencegah katarak, mengatasi anemia, serta menurunkan kelebihan asam
amino di darah.
 Vitamin B6: berperan penting menunjang fungsi darah, kulit dan sistem saraf pusat.
Vitamin ini juga digunakan untuk mengatasi mual akibat morning sickness pada ibu hamil,
mengatasi anemia sideroblastik, serta mengatasi kejang akibat kekurangna vitamin B6.
 Vitamin B12: berperan penting dalam menjaga fungsi optimal otak, saraf,
pembentukan sel-sel darah, serta jaringan tubuh lainnya. Vitamin ini juga digunakan untuk
mengatasi anemia pernisiosa.
 Vitamin C: berfungsi penting menjaga struktur kolagen dalam tubuh tetap baik.
Kolagen merupakan protein yang berperan dalam membentuk jaringan kulit, urat, tulang
rawan, serta jaringan tubuh lainnya. Kolagen juga membantu penyembuhan luka seperti
pendarahan, memar, atau bahkan patah tulang. Vitamin C juga bersifat antioksidan yang
mampu menangkal radikal bebas.
 Vitamin D3: atau colecalciferol-D3 merupakan vitamin larut lemak yang membantu
tubuh menyerap kalsium dan fosfor. Tercukupinya kebutuhan kalsium dan fosfor sangat
berpengaruh pada kepadatan dan kesehatan tulang.
 D-panthenol: merupakan provitamin B5 yang sangat bermanfaat untuk menjaga
kesehatan kulit dan rambut.
 L-lysine HCl: merupakan asam amino esensial yang tidak diproduksi oleh tubuh dan
biasa didapat dari sumber nutrisi hewani. Senyawa ini terlibat dalam banyak proses biologi
tubuh.  katanya bisa menahan replikasi hsv  blm cari referensi
 Niacinamide: merupakan bentuk lain dari niacin atau vitamin B3. Vitamin ini
dibutuhkan tubuh untuk menjaga fungsi optimal lemak dan gula untuk menjaga kesehatan
sel-sel tubuh.

anak-anak 1 x sehari 1 tablet. Diminum setelah makan atau bersamaan dengan


makanan

Perawatan spesifik pada penderita Gingivostomatitis Herpetika Primer belum


diketahui karena sifat dari virus herpes yang ‘self limitted disease’ atau bisa sembuh
sendiri.

KIE
- Pasien diinstruksikan untuk istirahat yang cukup untuk mempercepat
penyembuhan, selain itu pasien juga diinstruksikan untuk memisahkan peralatan
makan, mandi dan juga tempat tidur agar tidak menularkan kondisi ini pada
anggota keluarga yang lain, karena penderita infeksi virus herpes dapat
menularkan melalui sekresi saliva dan cairan tubuh lainnya
- pasien juga diinstruksikan untuk beristirahat yang cukup serta menjaga asupan
nutrisi dengan makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein karena kalori
diperlukan untuk mempertahankan jaringan tubuh serta mempertahankan suhu
tubuh. Sedangkan pemberian protein yang adekuat penting dalam proses
penyembuhan luka serta kekebalan tubuh.

9. Resep
R/ Paracetamol tabs 500 mg No X
S 3dd1 pc prn
R/ Acyclovir tabs 200 mg No XXXV
S 5dd1  2 tahun ke atas sama dg dosis dewasa
R/ Aloevera extract spray 15 ml No. II
S 4 dd uc -> usum cognitus (pemakaian diketahui)

10. Surat rujukan

NOTES:
Virus herpes simpleks (HSV) adalah virus DNA, yang merupakan salah satu varian virus
herpes yang menginfeksi manusia memiliki dua tipe utama yaitu HSV-1 yang
bermanifestasi lebih banyak ditemukan pada mukosa mulut, faring, serta kulit
(pinggang ke atas), dan tipe HSV-2 yang bermanifestasi pada daerah genital (pinggang
ke bawah), akan tetapi pada masa sekarang dengan adanya perubahan perilaku seksual maka
tidak jarang pula dapat ditemukan kondisi sebaliknya
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I
atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab
dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun akan tetapi
penyakit ini juga dapat terjadi pada remaja dan orang dewasa, dimana terjadinya kasus
tersebut kemungkinan karena pasien belum pernah terpapar atau karena disebabkan infeksi
virus jenis lain dimana infeksi oleh satu jenis tertentu tidak memproteksi terhadap jenis yang
lain11

1. Pencegahan transmisi HSV secara horisontal


a) Higiene Personal
- Sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air yang bersih. Idealnya saat
musim panas mandi 2 kali pagi dan sore. - Ganti pakaian satu hari minimal 2 kali sehabis
mandi agar tubuh tetap terjaga kebersihannya. - Cucilah seprai, handuk dan pakaian yang
dipakai dengan air yang bersih dan menggunakan deterjen [6] . - Pencegahan kontak dengan
saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan menggunakan
alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik yang
dapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
b) Sanitasi lingkungan - Menjaga lingkungan agar tetap bersih - Menggunaan air bersih yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. [6]
2. Pencegahan transmisi HSV secara vertikal dapat dilakukan dengan deteksi ibu hamil
dengan screning awal di usia kehamilan 14-18 minggu, selanjutnya dilakukan kultur servik
setiap minggu mulai dari minggu ke-34 kehamilan pada ibu hamil dengan riwayat infeksi
HSV serta pemberian terapi antivirus supresif (diberikan setiap hari mulai dari usia
kehamilan 36 minggu dengan acyclovir 400mg 3×/hari atau 200mg 5×/hari) yang secara
signifikan dapat mengurangi periode rekurensi selama proses persalinan (36% VS 0%).
Namun apabila sampai menjelang persalinan, hasil kultur terakhir tetap positif dan terdapat
lesi aktif di daerah genital maka kelahiran secara sesar menjadi pilihan utama.[3] Periode
postnatal bertanggungjawab terhadap 5-10% kasus infeksi HSV pada neonatal. Infeksi ini
terjadi karena adanya kontak antara neonatus dengan ibu yang terinfeksi HSV (infeksi primer
HSV-I 100%, infeksi primer HSV-II 17%, HSV-I rekuren 18%, HSV-II rekuren 0%) dan
juga karena kontak neonatus dengan tenaga kesehatan yang terinfeksi HSV.[3] Pemilihan
metode pencegahan yang tepat sesuai dengan model transmisinya dapat menurunkan angka
kejadian dan penularan infeksi HSV.[5]

Anda mungkin juga menyukai