June 2015
Pandecta
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta
Abstract
Indigenous people are a group of people who have the same feeling in a group, live in
one place because of genealogist or geologist factor. They have their own customary law
that arrange about right and duty on removable good, material good, and immaterial
good. They also have their own social institution, customary leadership, and customary
judicature that avowed by the group. Protection on indigenous people was arranged in
Article 18B point (2) and Article 28I point (3) in Indonesian Constitution 1945 and in the
some Indonesian Ordinances. But the protection on indigenous people can’t implemented
well because very need to operational regulations. Political interests at the time while
amendment happens make the words construction of Article 18B point (2) ambivalent in
meaning. In one side, the state respects and ensures indigenous people, but in the other
side they charged with difficult requirements.
Alamat korespondensi: Jl. Tmansiswa No. 158, Yogyakarta © 2015 Universitas Negeri Semarang
E-mail: impress _jawahir@yahoo.com ISSN 1907-8919 (Cetak)
ISSN 2337-5418 (Online)
Pandecta. Volume 10. Nomor 1. June 2015
3
Pandecta. Volume 10. Nomor 1. June 2015
kan sistem hukum adat yang dipatuhi dan oleh masyarakat adat itu sendiri (b) pengaku-
mengikat (5) dimpimpin oleh kepala-kepa- an keberadaan masyarakat hukum adat oleh
la adat (6) tersedianya tempat dimana ad- lembaga yudikatif berdasarkan beradasarkan
ministrasi kekuasaan dapat dikordinasikan keputusan pengadilan (c) pengakuan kebera-
(7) tersedia lembaga-lembaga penyelesaian daan masyarakat adat oleh suatu Dewan Ma-
sengketa baik antara masyarakat hukum adat syarakat Adat yang dipilih oleh Masyarakat
sesama suku maupun sesama suku berbeda Adat. (3) Kewenangan atas pola pengelolaan
kewarganegaraan. Masyarakat Hukum Adat, sumber daya hutan didasarkan pada penge-
sekelompok orang yang terikat oleh tatanan tahuan asli yang ada dan tumbuh di masya-
hukum adatnya sebagai warga bersama su- rakat dengan segala norma-norma yang men-
atu persekutuan hukum karena kesamaan gatur batasan-batasan dan sanksi.
tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Ada beberapa corak masyarakat hu-
(Thontowi dkk, 2008: 96) kum adat di Indonesia yang berbeda dengan
Masyarakat Adat sebagai subyek masyarakat adat lainnya. F.D Hollemen me-
hukum, obyek hukum dan wewenang masy- nyatakan bahwa secara umum terdapat em-
arakat adat sebagai berikut: Masyarakat pat corak masyarakat hukum adat di Indone-
hukum adat di Indonesia merupakan masya- sia sebagai berikut:
rakat atas kesamaan teroitorial (wilayah), Ge-
neologis (keturunan) dan tertorial-geneologis, Magisch Religieus
(wilayah dan keturunan), sehingga terdapat Magisch Religieus diartikan sebagai
keragaman bentuk masyarakat adat dari sua- pola fikir yang didasarkan pada keyakinan
tu tempat ke tempat lainnya (Ter Haar, 1939 masyarakat tentang adanya sesuatu yang
dalam Abdurahman dan Wentzel 1997). bersifat sakral. Corak magis religius ini be-
Adapun obyek hak masyarakat atas wilayah rarti juga bahwa masyarakat tidak mengenal
adatnya (hak ulayat), adalah tanah, air, tum- pemisahan antara dunia lahir dengan dunia
buh-tumbuhan, dan binatang, sedangkan ghaib yang keduanya berjalan secara seim-
dalam UU Braja Nanti, Kerajaan Kutai Ker- bang. Masyarakat mempercayai bahwa seti-
tanegara secara jelas dikatakan termasuk mi- ap perbuatan dalam segala bentuknya akan
neral sebagai hak adat. Wilayah mempunyai mendapat imbala dan hukuman (reward and
batas-batas yang jelas baik secara faktual (ba- punishment) dari Tuhan. Corak pemikiran
tas alam atau tanda-tanda di lapangan) mau- masyarakat sebelum mengenal agama adalah
pun batas simbolis (bunyi gong yang masih dengan mempercayai kepercayaan kepada
terdengar). benda ghaib yang menghuni suatu benda.
Hak-hak Masyarakat Hukum Adat: (1) Dalam pikiran Scholten, peraturan hukum
kewenangan atas wilayah masyarakat hukum demikian ini tidak didasarkan pada alam
adat, dan hak milik atas tanah yang berasal pikiran semata, tetapi juga melibatkan alam
dari hak adat dibuktikan melalui: (a) secara rohaniyah. (Scholten, terj., Arief Sidharta,
tertulis, surat tanah, surat waris, peta, laporan 2002: 121)
sejarah, dokumen serah terima, (b) alat pe-
buktian lisan (pengakuan masyarakat secara Comunal
lisan tentang kewenangan atas wiayah adat Masyarakat hukum adat berasumsi
tertentu, /kepala adat, (c) alat pembuktian bahwa setiap anggota masyarakat merupa-
secara fisik (kuburan nenek moyang, tera- kan bagian integral dari masyarakat hukum
sering bekas usaha tani, bekas perumahan, adat secara keseluruhan. Prinsip comunal
kebun buah-buahan, tumbuhan exotic hasil dalam masyarakat hukum adat menghenda-
budidaya, peninggalan sejarah dunia, gera- ki agar anggota-anggota masyarakat hukum
bah dan prasasti dll (diatur dalam Peraturan adat mempertahankan prinsip-prinsip ke-
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang rukunan, kekeluargaan dan gotong royong
Pendaftaran Tanah). (2) Kewenangan Kelem- serta tidak menonjolkan kepentingan priba-
bagaan Adat dilakukan dengan beberapa ke- di, namun lebih mengutamakan kehidupan
mungkinan: (a) pengakuan masyarakat adat bersama. Sosiolog menempatkan kehidupan
4
Jawahir Tontowi, Pengaturan Masyarakat Hukum Adat dan Implementasi Perlindungan Hak-hak Tradisionalnya
bersama ini sebagai model gemeinschaft. Ini yakni (1). Sepanjang masih hidup; (2) sesuai
berbeda dengan model gesselschaft dimana dengan perkembangan masyarakat dan prin-
hubungan antar anggota masyarakat bersifat sip negara kesatuan republik Indonesia; (3).
formal, memiliki orientasi ekonomi, mem- Diatur dalam Undang-Undang.
perhitungkan nilai guna (utilitarian), dan le- Selain diatur dalam pasal 18B ayat (2)
bih didasarkan pada kenyataan sosial. UUD 1945, pengakuan terhadap Masyarakat
Hukum Adat juga diakui dalam 28I ayat (3)
Kongkrit UUD 1945 yang menyatakan “identitas bu-
Prinsip kongkrit diartikan sebagai prin- daya dan hak masyarakat tradisional dihor-
sip yang serba jelas atau nyata yang menun- mati selaras dengan perkembangan zaman
jukkan bahwa setiap perbuatan yang dilaku- dan peradaban”. Walaupaun secara konstitu-
kan dalam masyarakat tidak dilakukan secara sional masyarakat hukum adat diakui namun
diam-diam. Penting untuk ditegaskan bahwa pada faktanya seringkali hak-hak masyarakat
prinsip konkrit atau nyata ini berkaitan den- hukum adat dilanggar oleh pemerintah juga
gan pertanggungjawaban hukum. Perkem- non pemerintah khususnya terkait dengan
bangan saat ini menunjukkan bahwa tang- persoalan tanah ulayat.
gung jawab hukum lebih banyak dibebankan Cornelis Van Vollenhoven dalam bu-
pada pelaksana kebijakan padahal seharus- kunya yang berjudul De Ontdekking van het
nya tanggung jawab hukum yang lebih berat Adatrecht membagi daerah Indonesia dalam
berada pada pembuat kebijakan. 19 persekutuan hukum adat yaitu (1) Lingka-
ran hukum Aceh, (2) Tanah Gayo, Alas, Batak
Konstan dan Nias, (3) Minangkabau dan Mentawai,
Prinsip konstan bermakna kesertamer- (4) Sumatera Selatan, (5) Daerah Melayu (Su-
taan khususnya dalam pemenuhan prestasi. matera Timur, Jambi dan Riau), (6) Bangka
Setiap pemenuhan prestasi selalu diiringi dan Belitung, (7) Kalimantan, (8) Minahasa,
dengan kontra prestasi yang diberikan seca- (9) Gorontalo, (10) Sulawesi Selatan, (11)
ra serta merta atau langsung. Contoh, dalam Toraja, (12) Maluku dan Ambon, (13) Irian
perjanjian jual beli setelah terjadi kesepaka- Barat (Papua), (14) Kepulauan Timor, (15)
tan, maka selalu disertai dengan pembayaran Bali, Lombok dan Sumbawa Barat, (16) Jawa
sebagai tanda jadi (panjer). Prinsip konstan Tengah dan Jawa Timur beserta Madura, (17)
tidak hanya terjadi dalam transaksi jual beli Lingkaran hukum Swapraja (Surakarta dan
namun juga pada hal lain seperti perkawi- Yogyakarta), (18) Jawa Barat, (19) Ternate
nan dengan istilah pangjadi (Jawa Barat) dan (Irawan, 2014: 12)
paningset (Jawa Tengah) yang diberikan oleh Kesembilan belas persekutuan MHA
mempelai pria kepada mempelai wanita tersebut tampaknya saat ini sudah berubah.
dalam segala bentuknya yang dimaksudkan Pola kehidupan modern jauh lebih mendo-
sebagai keseriusan mempelai pria untuk me- minasi daripada nilai-nilai MHA. Sampai
lagsungkan perkawinan. (Mustari, 2009: 51) sekarang, peradaban suku pedalaman tetap
Terdapat perbedaan pengaturan Masy- mempertahankan gaya hidupnya secara tra-
arakat Hukum Adat dalam Undang-Undang disional dan turun-temurun sejak dari nenek-
Dasar 1945 pra dan paska perubahan. Dalam moyang mereka. Walaupun tekanan dari luar
Undang-Undang Dasar 1945 pra perubahan sangat kuat untuk merubah pola kehidupan
kesatuan masyarakat adat diakui secara oto- tradisional ke pola hidup modern, namun ke-
matis tanpa adanya persyaratan konstitusio- lompok minoritas suku terasing tetap berpola
nal selama masih ada. Berbeda halnya den- hidup tradisional. Untuk memenuhi kebutu-
gan pengaturan terhadap Masyarakat Hukum han hidup, suku pedalaman harus mencari
Adat Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dari hasil bumi yang ditemukan di tanah suku
paska perubahan yang tidak serta merta men- tradisional. Ladang minyak, kayu, batu-bara,
gakui eksistensi Masyarakat Hukum Adat ka- emas, perunggu dan bahan mineral lain, dan
rena ada beberapa syarat konstitusional yang tanah untuk mengembangkan perkebunan
diatur dalam pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sawit, karet, kopi, dan lainnya harus dibuka.
5
Pandecta. Volume 10. Nomor 1. June 2015
Pandangan Van Vollen Hoven yang diperlukan adanya hal khusus “affirmative ac-
memilah MHA menjadi 19 (sembilan belas) tion.” Itulah sebabnya hak-hak konstitusional
persekutuan, sejak kemerdekaan RI, menjadi lebih ditujukan pada upaya memperjuang-
tidak relevan mengingat penjelasan pasal 18 kan legalnya hak-hak dasar bagi MHA dalam
UUD 1945 memuat ratusan MHA. Penggo- UUD 1945, meskipun dalam realisasinya ba-
longan wilayah hukum adat sebagaimana nyak dinegasikan oleh UU sekoral.
dilakukan Van Vollenhoven ke dalam 19 Secara umum, hak-hak konstitusional
(sembilan belas) wilayah hukum adat ma- MHA sama dengan hak-hak konstitusional
sih bersifat umum. Sebab menurut penjela- pada masyarakat lainnya. Diantaranya se-
san Bab VI UUD 1945, dijelaskan bahwa di bagaimana termaktub dalam Pasal 27 ayat
seluruh teritori Indonesia terdapat lebih ku- 1,2, dan 3 UUD 1945, yaitu hak kedudukan
rang 250 zelfbestuurende land-schappen dan yang sama di dalam hukum dan pemerinta-
volkgemennschappen, seperti desa di Jawa han dan wajib menjunjung hukum dan pe-
dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan merintahan itu dengan tidak ada kecuali, hak
marga di Palembang, dan sebagainya. Selain atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
itu, pengelompokan 19 wilayah hukum adat bagi kemanusiaan, dan hak dan kewajiban
tersebut menjadi semakin kurang relevan ke- ikut serta dalam upaya pembelaan Negara.
tika di Provinsi Lampung saja diakui 76 kesa- Kemudian dalam Pasal 28 disebutkan hak ke-
tuan masyarakat hukum adat sebagaimana merdekaan berserikat dan berkumpul, men-
ditetapkan oleh Gubernur Lampung melalui geluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
SK No.G/362/B.II/HK/96. (Sirait,dkk., tt: 5-10) dan sebagainya ditetapkan dengan undang
Ciri-ciri MHA yang religius magis, kon- undang, serta dalam pasal Pasal 29 ayat (2)
tan, kongkrit, dan fleksibel dipercaya ada dan hak untuk memeluk agamanya masing-ma-
berlaku dalam setiap masyarakat. Namun, sing dan untuk beribadat menurut agamanya
tentu saja MHA yang tumbuh dan berkem- dan kepercayaannya itu.
bang menjadi masyarakat Indonesia tidak Hak-hak MHA menurut Komisi Hak
seluruhnya melebur. Di satu pihak ada seke- Asasi Manusia dan Konvensi International
lompok MHA dengan ciri-ciri yang jelas yaitu Labour Organization (ILO) Tahun 1986 me-
sekumpulan masyarakat, asal usul sama, ada liputi; hak untuk menentukan nasib sendiri,
hukum adat, pranata sosial, kepemimpinan, hak untuk turut serta dalam pemerintahan,
bahasa serta lembaga penyelesaian sengketa, hak atas pangan, kesehatan, habitat dan ke-
sedangkan kedua kelompok MHA yang ma- amanan ekonomi, hak atas pendidikan, hak
sih terisolasi seperti suku Anak Dalam, suku atas pekerjaan, hak anak, hak pekerja, hak
Sakai, suku Kubu, suku Tengger, suku Baduy, minoritas dan masyarakat hukum adat,hak
suku Dani, dan suku Asmat di Papua meru- atas tanah, hak atas persamaan, hak atas per-
pakan MHA yang tergolong minoritas. lindungan lingkungan, hak atas administrasi
pemerintahan yang baik, hak atas penegakan
b. Hak-hak Konstitusional MHA hukum yang adil.
1. Hak Konstitusional dan Hak Tradisional Sedangkan secara khusus, MHA memi-
MHA liki hak-hak konstitusional yang bersifat tra-
Hak-hak konstitusional MHA seharus- disional atau disebut hak tradisional MHA.
nya lebih dikedepankan dari pada hak-hak Berdasarkan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945,
warga Negara biasa. Sebab MHA adalah war- pengakuan dan penghormatan terhadap ke-
ga negara yang memiliki hak-hak khusus se- satuan MHA beserta hak-hak tradisionalnya
cara tradisional. Secara teoritis diakui bahwa harus didasarkan pada syarat-syarat sebagai
MHA sebagai warga negara RI perlu menda- berikut:
patkan perlindungan, jaminan dan kepastian 1. Sepanjang masih hidup;
2. Sesuai dengan perkembangan masyarakat
hukum tetapi dalam realitas nasib dan satus
dan prinsip Negara Kesatuan Republik
sosial ekonomi mereka termarjinalkan. Un- Indonesia;
tuk memperkuat perlindungan pada mereka 3. diatur dalam undang-undang.
6
Jawahir Tontowi, Pengaturan Masyarakat Hukum Adat dan Implementasi Perlindungan Hak-hak Tradisionalnya
7
Pandecta. Volume 10. Nomor 1. June 2015
Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). pada pelanggaran hak sipil dan politik. Pe-
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 langgaran hak-hak secara berkelanjutan ter-
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan sebut merupakan salah satu faktor terjadinya
Lingkungan Hidup menjamin Keberadaan konflik horizontal dan atau konflik vertikal
masyarakat adat, kearifan lokal, dan hak- yang tidak jarang memakan korban jiwa dan
hak masyarakat adat dalam perlindungan harta. (Sirait,dkk., tt: 16)
dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 18B ayat (2) terkait dengan pen-
(Sirait,dkk., tt: 15) gakuan dan penghormatan terhadap MHA
Dengan demikian hak-hak tradisio- tidak mudah diimplementasikan mengingat
nal yang merupakan hak-hak konstitusional sebagian elit Orde Baru yang masih bercokol
MHA telah diatur dalam UUD 1945 Pasal di MPR ketika itu masih menghendaki sistem
18B ayat (2) dan telah pula dijabarkan secara pemerintahan yang sentralistik. Bagi mereka
konsisten dalam UU Sektoral sebagaimana tentu saja tidak semua gagasan amandemen
diatur dalam UU Pokok Agraria, UU Kehuta- harus dikabulkan. Tarik menarik inilah yang
nan, UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan kemudian menimbulkan rumusan pasal pe-
dan UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan UU rubahan dalam Pasal 18B ayat (2) menjadi
Lingkungan Hidup. Namun hak-hak tersebut tidak jelas (ambivalent). Disatu pihak, negara
dalam implementasinya tidak mudah dite- menghormati dan mengakui MHA dengan
rapkan mengingat belum tersedianya pera- hak-hak tradisionalnya. Tetapi, dipihak lain
turan operasionalnya. Kewenangan dan me- dibebani oleh syarat-syarat yang sangat berat
kanisme penentuan MHA yang diserahkan dan dalam implementasinya harus kumulatif.
kepada kebijakan kepala daerah Bupati dan Hal ini muncul tidak luput dari kekhawatiran
Walikota tidak cukup legitimate jika diban- sebagian kelompok yang tidak setuju meng-
dingkan dengan cakupan implementasinya. hidupkan kembali MHA yang mengandung
Selain dalam Pasal 18B ayat (2), pen- nilai-nilai feodal. Sebab, menurut pandangan
gakuan dan penghormatan terhadap masy- mereka eksistensi MHA juga dapat menja-
arakat hukum adat juga diatur dalam Pasal di tantangan berat dalam kaitannya dengan
28I ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan,” proses demokrasi lokal, dimana pemanfaatan
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisio- tanah-tanah untuk pembangunan dipastikan
nal dihormati selaras dengan perkembangan akan bersinggungan dengan hak-hak tanah
zaman dan peradaban”. Bilamana mengacu adat, yang tentunya dikuasai oleh tokoh-
pada kerangka teoritik hukum, maka tampak tokoh adat yang belum tentu berkesesuaian
jelas bahwa rumusan Pasal 18B ayat (2) dan dengan pembangunan otonomi daerah yang
Pasal 28I ayat (3) tidak pernah akan men- rasional.
gikat. Di satu pihak, Pasal 18B ayat (2) dan Konstruksi pasal konstitusi yang am-
Pasal 28I ayat (3) merupakan norma hukum bigu, terkait pengakuan dan penghormatan
yang membebankan syarat-syarat yang be- tersebut tidak luput dari konsensus atau jalan
rat. Di pihak lain, pasal ini juga mengandung tengah yang hanya memberikan kepuasan
spirit politik setengah hati terkait pergulatan politis belaka. Nyatanya, Mahkamah Konsti-
antara melanggengkan sistem pemerintahan tusi sebagai pelindung konstitusi juga tidak
sentralistik, dengan mengebiri hak-hak masy- mampu membuat tafsiran yang menguntung-
arakat adat. kan MHA.
Walaupun eksistensi dan hak-hak ma- Alasan lain, mengapa Pasal 18B ayat
syarakat hukum adat secara formal diakui da- (2) tersebut tidak mudah diimplementasikan,
lam UUD 1945, terutama terkait dengan hak karena persoalan rumusan bahasa yang tidak
atas tanah ulayat, namun dalam kenyataan- lazim digunakan dalam bahasa Hukum Das-
nya hak-hak tersebut secara berkelanjutan te- ar. Konstruksi Pasal 18B ayat (2) telah menja-
lah dilanggar baik oleh Pemerintah maupun di penyebab utama tidak dapat diterapkan-
pihak non-Pemerintah. Pelanggaran-pelang- nya perintah UUD. Disatu pihak, konstruksi
garan ini meliputi pelanggaran terhadap hak bahasa pasal bersyarat (clause conditional)
ekonomi, sosial dan budaya yang berujung yang dalam bahasa hukum mengindikasikan
9
Pandecta. Volume 10. Nomor 1. June 2015
sifat norma yang sangat sulit diterapkan. Hal kembang hingga saat ini, dan sebagainya.
ini bertentangan dengan kaidah bahasa UUD
yang harus dibuat jelas (obvious), obyektif Hak penyebutan gelar
(objective), tidak mengandung multi tafsir Masyarakat Bali mengenal gelar-gelar
(non-multi interpretation), dan harus dapat yang berhubungan erat dengan sistem kasta
diterapkan (applicable), serta tidak boleh yang berlaku. Bagi laki-laki, maka gelar ter-
membuat kelompok tertentu menjadi su- tinggi adalah Ida Bagus, yang merupakan ge-
sah atau tidak beruntung. (Ann dan Sidman, lar bagi orang dari kasta Brahmana. Ada pula
2001: 227) gelar Cokorda, Dewa, Ngakan, Bagus, Gusti,
Fakta menunjukkan bahwa Pasal 18B dan sebagainya. Sedangkan dari kasta Sudra
ayat (2) tidak dapat diimplementasikan. Hal dikernal gelar Pande, Kbon, Pasek, dan seba-
ini dibuktikan melalui kenyataan bahwa sela- gainya.
ma ini MK tidak pernah dapat mengabulkan Di kultur Jawa, khususnya daerah swa-
usulan MHA di MK, dikarenakan MHA be- praja juga dikenal gelar-gelar khusus yang
lum merupakan legal standing yang lejitimit. berkaitan dengan status keturunan atau sta-
Empat syarat yaitu, sepanjang masih hidup, tus sosial dalam kedudukannya di masyara-
sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip kat. Ada isilah Bendara Raden Mas, Raden
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan dia- Mas, Kanjeng Raden Tumenggung, dan se-
tur dalam Undang-undang, merupakan sua- bagainya. Gelar-gelar di kalangan bangsawan
tu persyaratan yang sangat berat bagi MHA Jawa sampai saat ini masih dipergunakan te-
untuk memperoleh status legal standing, ter- ruama di lingkungan keraton.
masuk memperoleh hak-hak tradisionalnya.
Sebaliknya bagi penguasa ataupun pengu- Hak atas kekayaan tradisi lisan dan kesusas-
saha sebagai pihak yang kuat, empat syarat teraan
tersebut dijadikan argumentasi untuk menu- Dalam Pasal 13 Ayat (1) United Na-
tup pintu rapat-rapat agar MHA tidak mudah tions Declaration on the Rights of Indigenous
memperoleh hak-hak adatnya. Peoples dijelaskan bahwa MHA mempunyai
hak untuk memperbaharui, menggunakan,
c. Hak-Hak Tradisional MHA yang Bersifat mengembangkan dan mewariskan kepada
Immateriil generasi-genarasi yang akan datang sejarah,
Selain memiliki hak-hak tradisional bahasa, tradisi lisan, filsafat, sistem tulisan
yang bersifat kebendaan (materiil), nega- dan kesusasteraan, dan untuk menandakan
ra juga menjamin hak-hak tradisional MHA dan menggunakan nama mereka sendiri un-
yang bersifat non kebendaan (immaterial). tuk komunitas-komunitas, tempat-tempat
Hak Immateriil yang merupakan hak mutlak dan orang-orang.
antara lain mencakup hak atas merek, hak
oktrooi, hak cipta dan sebagainya. Adapun Hak atas kekayaan intelektual, warisan buda-
hak immaterial yang melekat pada MHA an- ya dan pengetahuan tradisional
tara lain mencakup hal-hal sebagai berikut: Pasal 31 Ayat (1) United Nations Dec-
laration on the Rights of Indigenous Peoples
Hak cipta dijelaskan bahwa masyarakat adat memiliki
Hak cipta (copyright) merupakan sub- hak untuk menjaga, mengontrol, melindun-
sistem dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) gi dan mengembangkan warisan budaya
yang secara internasional dikenal dengan mereka, pengetahuan tradisional dan eks-
Intellectual Property Right (IPR). (Hasibuan, presi-ekspresi budaya tradisional, seperti
2008: 21). Hak cipta dalam ranah MHA juga manifestasi ilmu pengetahuan mereka,
misalnya hak cipta atas perhiasan perahu di teknologi-teknologi dan budaya-budaya, ter-
pulau Kei yang merupakan hak dari pribadi masuk sumber daya manusia dan sumber
kodrati yang dikenal sejak zaman dahulu. daya genetik lainnya, benih-benih, obat-
Demikian pula hak cipta atas hiasan pada obatan, permainan-permainan tradisional
kain sarung di Minangkabau yang masih ber- dan seni pentas. Mereka juga memiliki hak
10
Jawahir Tontowi, Pengaturan Masyarakat Hukum Adat dan Implementasi Perlindungan Hak-hak Tradisionalnya
untuk menjaga, mengontrol, melindungi dan sekelompok masyarakat yang memiliki ke-
mengembangkan kekayaan intelektual, wa- samaan perasaan (feeling in a group), untuk
risan budaya, pengetahuan tradisional, dan tinggal di suatu wilayah tertentu, baik karena
ekspresiekspresi budaya mereka. Ayat (2). adanya hubungan darah atau kekerabatan
Bersama dengan masyarakat adat, negara- (geneologis), marga dan klan, dan/atau hu-
negara akan mengambil langkah-langkah bungan wilayah (geologis), memiliki berbagai
yang efektif untuk mengakui dan melindungi peraturan hukum adat, baik yang menetap-
pelaksanaan hak-hak tersebut. Pasal 33 Ayat kan hak dan kewenangan serta keawajiban-
(1). Masyarakat adat mempunyai hak untuk kewajiban untuk penguasaan, pemilikan,
menentukan identitas mereka sendiri atau pemanfaatan, terhadap hak-hak tradisional
keanggotaan menurut kebiasaan-kebiasaan bersifat kebendaan (materiel) benda benda
dan tradisi mereka. bergerak (removeable good) dan tidak ber-
Jaminan atas hak-hak immaterial MHA gerak maupun terhadap hak-hak non-keben-
sebagaimana tersebut di atas dalam realitas- daan (immaterial), disertai adanya perangkat
nya sangat sulit diimplementasikan. Hak cip- atau pranata sosial, termasuk kepemimpinan/
ta yang dimiliki MHA sangat mudah diklaim pemerintah adat, dan tersedianya lemba-
oleh personal atau bahkan pihak asing men- ga peradilan adat yang diakui dan dipatuhi.
gingat belum ada peraturan operasionalnya. Menurut rumusan awal Van Vollenhoven ia
Hal ini wajar, sebab jaminan perlindungan menginventarisir ada 19 golongan MHA di
hak cipta untuk penemuan modern saja su- Indonesia, namun dalam perkembangannya
lit diterapkan karena maraknya pembajakan tidak berkesesuaian dengan 250 MHA dalam
dan pemalsuan tanpa penanganan dan pen- penjelasan Pasal 18 UUD 1945, dan bukti
gawasan yang ketat dari pemerintah. lain di daerah Lampung saja ada 76 MHA.
Penggunaan gelar saat ini hanya ter- Sistem politik Orde Baru yang sentra-
batas pada komunitas-komunitas tertentu listik berupaya untuk menyeragamkan for-
terutama di daerah swapraja. Sebagai conoh- mat pemerintah desa telah menggerus MHA,
nya di Daerah Istimewa Yogyakarta, jika pe- termasuk hak-hak tradisionalnya. Tak kalah
merintah tidak hati-hati merumuskan RUU pentingnya adalah UU pertambangan dan
UU Investasi yang dibuat pasca tahun 1960-
keistimewaan Yogyakarta maka bisa jadi adat
an dipandang telah berkontribusi terhadap
pemberian gelar di lingkungan keraton akan
fakta memarjinalisasi MHA. Meskipun de-
hilang. Kemudian terkait Hak kekayaan tra-
mikian, imbas penyeragaman pemerintahan
disi lisan dan kesusastraan MHA banyak yang
desa tidaklah berarti bahwa MHA seluruhnya
diklaim pihak asing seperti lagu rasa sayange,
musnah dan melebur. Di berbagai daerah
dongeng kancil mencuri timun, dan seba-
tertentu suku-suku yang terasing seperti suku
gainya. Hak atas kekayaan intelektual, wa-
Anak Dalam di Jambi, suku Sakai di Pekanba-
risan budaya dan pengetahuan tradisional
ru, suku Badui di Jawa Barat, suku Tengger di
MHA banyak yang diklaim Malaysia seperti
Jawa Timur, Suku Dayak di Kalimantan, dan
tari Tor tor, Reog Ponorogo, dan Wayang Ku-
suku Dani serta suku Asmat di Papua tidak
lit. Semua ini bisa diminimalisir jika peme-
keluar dari definisi MHA.
rintah memberikan kemudahan akses kepa-
Kesimpulan kedua, pengaturan pen-
da MHA untuk diakui sebagai legal standing gakuan dan penghormatan negara terhadap
yang bisa mengajukan paten. Tentunya dibu- MHA dan hak-hak tradisionalnya telah diatur
tuhkan adanya UU Perlindungan MHA yang dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat
komprehensif. (3) UUD 1945 dan di dalam UU Sektora se-
4. Simpulan bagaimana diatur dalam UU Pokok Agraria,
UU Kehutanan, UU Sumber Daya Air, UU
Berdasarkan analisis dan pembahasan Perkebunan dan UU Pengelolaan Wilayah
pada bab sebelumnya, dalam tulisan ini da- Pesisir dan UU Lingkungan Hidup. Namun
pat diambil bebarapa kesimpulan. Pertama, hak-hak tersebut dalam implementasinya
secara das sollen, MHA dimaknai sebagai tidak mudah diterapkan mengingat belum
11
Pandecta. Volume 10. Nomor 1. June 2015
tersedianya peraturan operasionalnya. Adat, Jakarta, Komisi Nasional Hak Asasi Ma-
Tarik menarik kepentingan politik pada nusia.
waktu amandemen menimbulkan rumus- Marsveen Ann & Robert Seidman. Legislative Drafting
an pasal perubahan dalam Pasal 18B ayat for Democratic Social Change. London, The
(2) menjadi tidak jelas (ambivalent). Disatu Hague Boston Kleumer International. 2001
pihak, negara menghormati dan mengakui Paul Scholten, Paul, 2002. Struktur Ilmu Hukum. Alih
MHA dengan hak-hak tradisionalnya. Tetapi, Bahasa B. Arief Sidharta. Bandung.
dipihak lain dibebani oleh syarat-syarat yang Pide, Suriyaman Mustari, 2009. Hukum Adat Dulu, Kini
sangat berat dan dalam implementasinya ha- dan Akan Datang. Jakarta; Pelita Pustaka.
rus kumulatif. Sihombing. B.F. 2005. Evolusi Kebijakan Pertanahan
Konstruksi Pasal 18B ayat (2) menggu- Dalam Hukum Tanah Indonesia. Jakarta: PT:
nakan rumusan bahasa yang tidak lazim digu- Toko Gunung Agung, 2005.
nakan dalam bahasa UUD. Rumusan bahasa Soedarso, R.H. 1998. Studi Hukum Adat dalam Hu-
tersebut telah menjadi penyebab utama pe- kum Adat dan Modernisasi Hukum. Yogyakarta:
rintah UUD tidak dapat diimplementasikan. Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Penggunaan bahasa pasal bersyarat (clause 1998
conditional) dalam bahasa hukum mengin- Thontowi, Jawahir, 2009. Penegakan Hukum & Diplo-
dikasikan bahwa norma tersebut sangat su- masi Pemerintahan SBY, Yogyakarta, Leutika
lit diterapkan. Hal ini bertentangan dengan Press.
kaidah bahasa UUD yang harus dibuat jelas Thontowi, Jawahir. 2008. Penelitian Antropologi Bu-
(obvious), obyektif (objective), tidak mengan- daya Tentang Pengembangan Sumber Daya
dung multi tafsir (non-multi interpretation), Manusia di Pusat Pengembangan Perbatasan di
Kecamatan Saajingan Besar, Kabupaten Sambas.
dan harus dapat diterapkan (applicable), ser-
Kalimanan Barat, diselenggarakan berkat ker-
ta tidak boleh membuat kelompok tertentu
jasama CLDS FH UII dengan Bappeda Kabu-
menjadi dirugikan atau diuntungkan.
paten Sambas.
Daftar Pustaka Thontowi, Jawahir. Eksistensi Hukum Adat Sebagai
Hukum yang Hidup (living law) di Indonesia.
Davidson, Jamie S, David Henley, dan Sandra Monia- Disampaikan dalam Seminar Sehari, 19 De-
ga, 2010. Adat dalam Politik Indonesia, Jakarta, sember 2006, Bagian Hukum Adat dan Pro-
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. gram Notariat FH UGM, Yogyakarta.
Fay, Chip, A Kusworo, dan Martua Sirait, (tth). Bagaima-
na Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Dalam Peraturan Perundang-Undangan
Mengelola Sumber Daya Alam Diatur?, Bandar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lampung, Seminar Perencanaan Tata Ruang 1945.
secara Partisipatif oleh WATALA dan Bappeda. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Oto-
Gunn. Brenda L. 2007. Protecting Indigenous People’s nomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Lands: Making Room for the Application of In- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Per-
digenous People’s Laws within the Canadian Le- aturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
gal System. 6. Indigenous L.J.31. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Pokok-
Hasibuan, Otto, 2008. Hak Cipta di Indonesia: Tinjauan pokok Kehutanan
Khusus Hak Cipta Lagu, Nighbouring Righrs, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Penge-
Collecting Society. Bandung: PT Alumni. sahan Konvensi Internasional Mengenai Ke-
Irawan, Andrie, 2014. Corak Hukum Adat Sebagai Pen- anekaragaman Hayati
genal Hukum Adat. Fakultas Hukum Universitas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Cokroaminoto. 2014. Pemerintahan Daerah
Kantor Perburuhan Internasional. Konvensi ILO menge- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
nai Masyarakat Hukum Adat: Sebuah Panduan. Asasi Manusia
Dumas. Titoulet Imprimeurs. Perancis. 2003. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Ke-
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2006, Mewu- hutanan
judkan Hak Konstitusional Masyarakat Hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Min-
12
Jawahir Tontowi, Pengaturan Masyarakat Hukum Adat dan Implementasi Perlindungan Hak-hak Tradisionalnya
yak Dan Gas Bumi Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Ban- Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
gunan Gedung Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 10 tahun
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sum- 2003 tentang Pencegahan Maksiat.
ber Daya Air
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Konvensi dan Dokumen Organisasi Inter-
Perkebunan nasional
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Peri- Konvensi ILO Nomor 169 tentang Hak Masyarakat Adat
kanan dan Suku Tahun 1969 (ILO Convention No. 169
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang on Indigenous and Tribal Peoples, 1989).
Pemerintahan Daerah Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik 1966 (International
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Convention on Cipil and Political Rights, 1966).
Pemerintahan Aceh Study on Treaties, Agreements and Other Constructive
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Arrangements Between States and Indigenous
Pengusahaan Hutan Dan Pemungutan Hasil Peoples, U.N. Commission for Human Rights,
Hutan Pada Hutan Produksi 51st Sess., Agenda Item 7, P 66, U.N. Doc. E/
Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 Tentang CN.4/Sub.2/1999/20. 1999.
Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuan- Erica-Irene A. Daes. Final Report of the Special Rappor-
gan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tu- teur on Indigenous Peoples’ Permanent Sover-
gas Pembantuan eignty Over Natural Resources. P 26, U.N. Doc.
Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 Tentang E/CN.4/Sub.2/2004/30. July 13, 2004.
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Internet
Biomassa
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat Frequently
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang
Asked Question: Declaration on the Rights of
Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran
Indigenous People. Diakses 17 Maret 2015
Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Ke-
http://www.forestpeoples.org/sites/fpp/files/publica-
bakaran Hutan dan atau Lahan
tion/2013/11/setara-report.pdf, akses pada
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang
tanggal 10 Oktober 2014 pukul 14.00 WIB
Perlindungan Hutan
http://www.gatra.com/nusantara-1/jawa-1/48505-kpa-
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang
kembalikan-tanah-suku-anak-dalam-jambi.
Perencanaan Kehutanan
html, akses tanggal 14 Okober 2014 pukul
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 Tentang
15.00WIB
Majelis Rakyat Papua
http://www. berdikarionline.com/kabar-rakyat/7/
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2010 Tentang
kronologis-penculikan-kekerasan-dan-pem-
Tata Cara Pengawasan Terhadap Upaya Peng-
bunuhan-warga-sad-oleh-aparat-tni.html, akses
hapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
tanggal 14 Okober 2014 pukul 15.30WIB
13