Resume Jurnal
Latar belakang :
Kelangkaan air (water scarcity) sangat menghambat proses produksi pertanian khususnya di
lahan kering beriklim kering. Hujan merupakan sumber air utama tanaman di sebagian besar
wilayah Indonesia. Sekitar 1% dari 183 juta ha lahan di Indonesia mempunyai curah hujan tahunan
>1.000 mm (Tabel 1). Di daerah arid dan semi arid, curah hujan yang >1.000 mm mampu
mendukung pertanian dengan diterapkannya teknologi hemat air. Curah hujan sebesar 1.000 mm
tahun-1 bila dimanfaatkan secara efisien akan dapat menunjang proses produksi untuk dua musim
tanam tanaman semusim dengan asumsi bahwa kebutuhan air secara umum untuk tanaman semusim
lahan kering adalah 120 mm bulan-1 (Oldeman et al., 1980).
Alih fungsi lahan di daerah penyangga, makin meluasnya lahan kritis dan penyebarannya
merubah fungsi hidrologi daerah aliran sungai (DAS) dan awal dari hilangnya volume besar air
melalui aliran permukaan (surface runoff). Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah
(Depkimpraswil) mencatat luas DAS kritis mencapai 13,1 juta ha tahun 1992, dan sekarang menjadi
sekitar 18,5 juta ha. Daerah aliran sungai (DAS) kritis penyebaranannya meluas dari 22 DAS kritis
pada tahun 1984 menjadi 59 DAS kritis tahun 1998. Fakta yang telah banyak diketahui secara luas
adalah makin meningkatnya defisit air di wilayah kekurangan air atau menurunnya ketersediaan air
di daerah surplus. Mengeringnya kantong-kantong air di daerah cekungan di kawasan DAS adalah
indikasi nyata dari makin hilangnya fungsi hidrologis DAS. Pada kondisi ini tindakan konservasi air
sangat perlu dilakukan.
Tujuan :
Konservasi Air pada Lahan kering bertujuan untuk memberikan solusi keterbutuhan air baku
maupun air bersih pada wilayah dengan kondisi intensitas curah hujan yang rendah. Dan Teknologi
konservasi air dirancang untuk meningkatkan masuknya air ke dalam tanah melalui infiltrasi dan
pengisian kantong-kantong air di daerah cekungan serta mengurangi kehilangan air melalui
evaporasi.
Pembahasan :
Pada prinsipnya konservasi air merupakan tindakan yang diperlukan untuk melestarikan sumber
daya air. Ada dua pendekatan yang dapat ditempuh untuk mengefisienkan penggunaan air, yaitu
a) Melalui pemilihan tanaman yang sesuai dengan keadaan iklim
b) Melalui teknik konservasi air seperti penggunaan mulsa, gulud dan teknik tanpa olah tanah.
Menurut Troeh et al. (1991), strategi konservasi air mencakup metode pengelolaan untuk :
1) Menurunkan aliran permukaan
2) Mengurangi evaporasi
3) Mengurangi perkolasi (deep percolation)
4) Mencegah kehilangan air yang tidak penting dari daerah penyimpanan (storage).
Tindakan konservasi air dapat diarahkan untuk :
a) Mengurangi jumlah air aliran permukaan melalui peningkatan infiltrasi, peningkatan kandungan
bahan organik, atau dengan meningkatkan simpanan air di permukaan tanah (surface storage)
dan di dalam tanah, misalnya melalui peningkatan kekasaran permukaan tanah (dengan
pengolahan tanah), saluran peresapan, pembuatan rorak, sumur resapan, kedung, situ, embung,
dan lain-lain
b) Memperlambat kecepatan aliran permukaan melalui cara vegetatif, mengurangi kemiringan lahan
dan memperpendek lereng
c) Pemeliharaan sumber daya air (konservasi sumber daya air)
d) Panen hujan.
Beberapa teknik konservasi tanah yang dapat diterapkan dalam upaya pemanenan air hujan dan aliran
permukaan antara lain terdapat didalam tabel dibawah ini :
Tabel Pilihan teknik konservasi air dan kegunaan
Teknik konservasi air Kegunaan
Saluran peresapan Memberikan kesempatan kepada air untuk meresap
lebih lama
Mengendalikan kecepatan aliran permukaan agar
melaju dengan kecepatan yang tidak merusak
Mengarahkan aliran permukaan agar tidak merusak
bagian yang tidak diinginkan
Rorak, jebakan sedimen, sumur Menurunkan kecepatan dan volume air aliran
resapan, gully plug, terjunan (drop permukaan, memenekan laju erosi, dan sedimentasi
structure), embung, kedung Meningkatkan simpanan air tanah sehingga
fluktuasi debit maksimum dan minimum menurun
Memperpanjang musim tanam karena air tanah
tersedia lebih lama
Konservasi air dapat dikembangkan melalui pengelolaan kelengasan tanah dengan cara
meningkatkan kemampuan tanah menahan air (water holding capacity). Kemampuan tanah
menahan air adalah identik dengan air tersedia bagi tanaman (crop water availability). Besarnya air
tersedia ini merupakan selisih antara kadar air pada kapasitas lapang (field capacity) dan kadar air
pada titik layu permanen (permanent wilting point). Tiap-tiap jenis tanah memiliki kemampuan
menahan air yang berbeda, sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Kemampuan menahan air tertinggi
dipunyai oleh tanah bertekstur lempung berliat (0,21) dan lempung berdebu (0,21) dan terendah
pada pasir (0,05).
Tabel Kemampuan tanah menahan air (water holding capacity) pada berbagai tekstur tanah
Tekstur tanah Kapasitas lapang Titik layu permanen Kemampuan tanah
-1 -1
(mm mm ) (mm mm ) menahan air (mm mm-1)
Pasir 0,10 0,05 0,05
Pasir halus 0,15 0,06 0,09
Lempung berpasir 0,20 0,07 0,13
Lempung berpasir halus 0,25 0,08 0,17
Lempung 0,29 0,09 0,20
Lempung berdebu 0,31 0,10 0,21
Lempung berliat 0,39 0,18 0,21
Liat 0,40 0,23 0,17
PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK
Bahan organik berperan sebagai pengikat partikel atau agregat mikro dilaporkan juga oleh
Whitbread (1995), yang dibuktikan dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa stabilitas
agregat berukuran besar (macroaggregates) meningkat dengan meningkatnya kandungan bahan
organik. Bahwa tanah- tanah dengan kandungan bahan organik yang lebih tinggi akan memiliki
kemampuan memegang air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah yang kandungan
bahan organiknya lebih rendah. Bahan organik di dalam tanah berfungsi sebagai perekat (cementing
agent) dalam pembentukan dan pemantapan agregat tanah, sehingga agregat tanah tidak mudah
hancur karena pukulan butir air hujan. Bahan organik dapat berasal dari pupuk kandang, sisa
tanaman, hasil pangkasan tanaman pagar dari suatu sistem pertanaman lorong, hasil pangkasan
tanaman penutup tanah atau didatangkan dari luar lahan pertanian.
Bahan pemben
Tanpa bahan
Dengan bahan
(b
Bahan pemben
Gambar Aplikasi bahan pembenah tanah (soil conditioner) pada tanah (a) kering dan (b) basah (Gabriels dan
De Boodt, 1972 dengan modifikasi)
Keuntungan dari pemanfaatan bahan pembenah tanah antara lain :
1) Kebutuhan air irigasi dapat dikurangi karena meningkatnya kapasitas tanah menahan air
2) Meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman
3) Meningkatkan kapasitas tanah menahan hara terlarut dalam air (dissolved nutrients)
4) Memperbaiki aerasi tanah karena struktur tanah diperbaiki
5) Mengurangi biaya pemberian air irigasi karena air tertahan lebih lama dan ketersediaan air
meningkat.
Gambar 7. Tanaman penutup tanah Arachis pintoi pada pertanaman lada di Lampung Utara (Foto: K. Subagyono)
PEMANFAATAN AIR YANG EFISIEN
Ada tiga aspek penting dalam pemanfaatan air secara efisien melalui irigasi, yaitu :
1) Jumlah air yang diberikan
2) Waktu pemberian
3) Cara pemberian. Jumlah air yang diberikan dapat didasarkan pada beberapa skenario.
Beberapa alternatif sistem irigasi yang dapat diterapkan untuk memanfaatkan air secara efisien
antara lain :
A. Irigasi tetes (drip irrigation)
Di dalam sistem irigasi tetes (Gambar 9), air diberikan melalui lubang- lubang (emitters) yang
mampu melalukan air 2-8 l jam-1. Assouline (2002) melaporkan bahwa irigasi tetes mampu
mengurangi dinamika perubahan kelengasan tanah selama siang hari pada zona perakaran tanaman.
Gambar 9. Sistem irigasi tetes untuk pengembangan tanaman cabai di kebun percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung
Timur (Foto: F. Agus)
Penerapan irigasi tetes memiliki beberapa keuntungan, yaitu efisiensi pemanfaatan air
tergolong tinggi, membutuhkan sedikit upaya perataan lahan (land leveling), dapat mengaplikasikan
pupuk bersamaan dengan irigasi, dan umumnya produksi tanaman yang dihasilkan seragam. Namun
demikian, penerapan sistem irigasi ini membutuhkan investasi yang relatif tinggi, pencucian garam
relatif lambat, sehingga tanah sangat mudah menjadi salin dan memerlukan pengelolaan yang relatif
rumit.
Gambar 11. Sistem irigasi sprinkler untuk pengembangan tanaman cabai di KP. Taman Bogo, Lampung Timur (Foto:
K. Subagyono)
C. Irigasi bawah permukaan tanah (sub-surface irrigation)
Irigasi bawah permukaan tanah dimaksudkan untuk memperkecil kehilangan air melalui evaporasi,
dan memberikan peluang air irigasi membasahi zona perakaran tanpa melalui proses infiltrasi.
Sistem irigasi ini dapat dibangun menggunakan pipa-pipa saluran air atau bahan lain seperti kendi
(Gambar12).
Gambar 12. Skema penggunaan kendi dalam sistem irigasi bawah permukaan tanah
Dalam sosialisasi teknik konservasi air yang melibatkan masyarakat tani, maka upaya-upaya
yang dapat dilakukan antara lain :
a) Meningkatkan kesadaran masyarakat tani akan pentingnya konservasi air dan pemeliharaan
sumber daya alam
b) Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan wawasan tentang manfaat konservasi air, baik
kepada petugas lapangan, petani, serta lembaga penunjang yang ada di daerah
c) Mengatasi masalah keterbatasan modal petani melalui kredit usaha tani konservasi (KUK)
dengan mengoptimalkan sistem monitoring maupun evaluasi serta transparansi
d) Perlu adanya kekuatan hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara petani
penggarap/penyakap dengan petani pemilik lahan dalam kaitannya dengan sosialisasi konservasi
air
e) Orientasi usaha tani berbasis agribisnis dalam menunjang keberlanjutan, perbaikan mutu hidup
dan kesejahteraan petani
Pembuatan bangunan konservasi air dapat mengurangi areal tanam efektif sebagai akibat dari
dimensi konstruksi bangunan dengan ukuran tertentu. Semakin besar kemiringan lahan akan
berdampak semakin banyak dan semakin dekat jarak antar barisan bangunan konservasi air.
Pengurangan luas lahan efektif tersebut akan berdampak terhadap pengurangan pendapatan usaha
tani, dan di lain pihak, bangunan konservasi airpun memerlukan biaya untuk konstruksi.
KELEMBAGAAN
a) Pendekatan hamparan
Upaya konservasi air akan kehilangan maknanya apabila diterapkan pada lahan sempit, misalnya
sebatas satu atau dua pemilikan lahan.
b) Pendekatan partisipatif
Pada pelaksanaan di lapangan terdapat beberapa bentuk pendekatan partisipatif:
1. Manipulatif atau passive participation, yaitu apabila petugas datang kepada petani dan meminta
petani untuk menerapkan suatu teknik konservasi air.
2. Consultative participation, yaitu apabila petugas datang kepada petani untuk memberikan suatu
penjelasan tentang teknik konservasi air yang diperkenalkan.
3. Interactive participation adalah merupakan bentuk ideal dari pendekatan partisipatif. Petugas
dengan tampilan yang tidak terlalu beda dibandingkan dengan petani mencoba memahami apa
yang dilakukan petani dan apa masalah yang dihadapi petani di dalam usaha taninya.
Kesimpulan :
Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin
dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak terjadi banjir yang merusak pada musim
hujan dan terdapat cukup air pada musim kemarau. Teknologi konservasi air dirancang untuk
meningkatkan masuknya air ke dalam tanah melalui infiltrasi dan pengisian kantong-kantong air di
daerah cekungan serta mengurangi kehilangan air melalui evaporasi. Untuk mencapai kedua hal
tersebut upaya-upaya konservasi air yang dapat diterapkan adalah teknik pemanenan air (water
harvesting), dan teknologi pengelolaan kelengasan tanah. Dengan demikian pengelolaan lahan
kering tidak semata-mata tergantung kepada air hujan, melainkan dapat dioptimalkan melalui
pemanfaatan sumber air permukaan (surface water) maupun air tanah (groundwater).
Kelebihan jurnal :
Penulis memberikan pengetahuan tentang konsep teknik konservasi air dengan berbagai aspek dan
terdapat juga data hasil dari pengamatannya. Jenis penulisan nya berurut/tidak berantakan sehingga
dapat mudah dipahami.
Kekurangan jurnal :
Penulis kurang memberikan latar belakang, tujuan, serta kesimpulan dari jurnal Teknik konservasi
air ini, kemudian juga penulis kurang memberikan pengetahuan dengan bahasa yang mudah
dipahami.
Aplikasikan pada wilayah lahan kering lainnya sebagai studi kasus masing-masing mahasiswa.
Studi kasus :
TEKNIK PENGENDALIAN ALIRAN PERMUKAAN YANG EFEKTIF
PADA USAHATANI LAHAN KERING BERLERENG DI JAWA TIMUR
Sumber : https://journal.ipb.ac.id/index.php/jtanah/article/download/2325/1333