Anda di halaman 1dari 5

ALAT TANGKAP TIDAK RAMAH LINGKUNGAN

STUDI KASUS: ALAT TANGKAP CANTRANG DI PERAIRAN


TEGAL, JAWA TENGAH

Tsaury Syidad Putra Sopiandy

1. Lokasi
Tegal adalah sebuah kota yang terletak di Jawa Tengah, kata Tegal berasal dari
nama Tetegal yang artinya tanah subur, merupakan salah satu wilayah otonomi di
provinsi jawa tengah. Dan kota ini adalah cikal – bakal berdirinya korps marinir seperti
tercatat dalam pangkalan IV ALRI Tegal dengan nama Corps Marinir. Kota ini
berbatasan dengan laut jawa yaitu perairan dangkal diantara pulau pulau diindonesia
meliputi Pulau Kalimantan, Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Luas perairan ini ±
310.000Km2 dan laut ini terhubung dengan Laut China Selatan.
Kota Tegal memiliki luas daerah 39,68 Km2 dengan panjang pantai ± 10,5Km.
Wilyah kota Tegal terbagi menjadi 4 Kecamatan dengan 27 Kelurahan dengan wilayah
terluas adalah Kecamatan Tegal Barat sebesar 15,13Km2. Salah satu desa yang
memiliki potensi sumber daya ikan dilokasi ini adalah di Desa Muarareja daerah
kawasan perairan pantai utara Laut Jawa, dan juga merupakan kawasan terluas di Kota
Tegal Barat dengan luas 8,91Km2. Letak geografis Tegal adalah 10857’6” -
10921’30” BT dan 602’41” - 715’30” LS. Dan menurut DKP 2015 bahwa Kelurahan
Muarareja ini salah satu tempat yang sebagian besar merupakan nelayan cantrang.

2. Deskripsi Alat Tangkap


Cantrang merupakan salah satu alat tangkap ikan yang dioperasikan didasar
perairan menyerupai kantong besar yang semakin mengerucut. Cantrang ini dilengkapi
dengan dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap, memiliki
bagian utama yang terdiri dari badan sayap, kantong, mulut jaring, tali penarik (warp),
pelampung dan pemberat. Pada bagian utama yaitu kantong merupakan tempat untuk
pengumpulan hasil tangkapan. Kemudian badan cantrang terletak antara sayap dan
kantong berfungsi untuk menampung jenis ikan dasar dan udang sebelum masuk
kantong. Sayap cantrang merupakan perpanjangan badan sampai tali salambar,
berfungsi untuk menghalangi atau menghadang ikan agar masuk ke kantong. Mulut
Cantrang terdiri dari bibir atas dan bibir bawah. Pada bagian mulut ini memiliki
pelampung, pemberat, tali ris bawah dan tali ris atas. (Subani dan Barus, 1989).
Jaring cantrang dibuat umumnya selalu menyesuaikan dengan ukuran kapal dan
daerah operasi penangkapan ikan. Salah satu upaya nelayan untuk mendapatkan yang
sesuai dengan keinginan melakukan try and error guna menyesuaikan bentuk dan
kontruksi cantrang. Akibatnya setiap daerah yang memiliki alat tangkap cantrang
pastinya bentuk dan ukurannya berbeda – beda, dan kemungkinan besar juga pada
beberapa daerah masih terjadi modifikasi yang berasal dari alat trawl atau sejenisnya
menjadikan alat tangkap cantrang. Karena alat tangkap cantrang sudah jelas dilarang
dan jelas aturannya, sedangkan cantrang relatif sedikit lebih ramah lingkungan
dibanding dengan trawl. Mengapa berbeda? Karena dibedakan dari cara pengoperasian
cantrang dan trawl saat penarikan jaring pada cantrang dalam keadaan kapal diam atau
berjalan lambat, sedangkan trawl dalam keadaan kondisi kapal berjalan cepat.
Penggunaan alat tangkap cantrang dengan cara ditarik didasar ini dapat menyapu
sumber daya perikanan dan merusak lingkungan yang ada didasar tersebut. Namun
cantrang bisa tidak terlalu merusak apabila dioperasikan pada wilayah yang tepat yaitu :
1. Jika dasar laut terdiri dari pasir atau lumpur, tidak berbatu, tidak ada barang barang
yang dapat tersangkut pada jaring ditarik, misalnya kapal yang tenggelam atau apapun
itu.
2. dasar perairan mendatar, tidak ada perbedaan kedalaman yang mencolok atau daerah
hadal pelagic yang terlalu berbeda.
3. perairan memiliki daya produktivitas yang beasar dengan resources yang melimpah.
Hal tersebut dapat mengurangi dampak negatif yang dikeluarkan oleh cantrang.
Target dari alat tangkap cantrang itu sendiri berupa ikan dasar (Demersal) yaitu
ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, namun ada ikan lainnya yang ikut tertangkap
yaitu seperti ikan petek, kerapu, pari, gurita, dan macam - macam udang lainnya.
Dalam pengoperasian alat tangkap ini memiliki 3 tahapan yaitu tahap persiapan,
tahap setting dan tahap hauling. Tahap persiapan biasanya digunakan untuk melakukan
pengecekan dan meneliti bagian – bagian dari alat tangkap. Kemudian tahap setting
merupakan tahap saat alat tangkap cantrang ditebarkan ke dalam perairan. Sedangkan
tahap hauling merupakan tahap saat penarikan sambil kapal tetap diam dan berjalan
lamban.
.

Gambar 1. Alat tangkap Cantrang


Sumber :
https://www.google.com/url?sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUK
Ewifu4DglYjhAhU763MBHUrADpsQjRx6BAgBEAU&url=http%3A%2F%2Fsidomi.
com%2F540045%2Fkenali-cantrang-alat-penangkap-ikan-yang-dilarang-oleh-menteri-
susi%2F&psig=AOvVaw1BksY-bnpr7wKpsO_InL6t&ust=1552877497777545
3. Analisis Masalah dan Solusi
Sampai saat ini cantrang masih dianggap nelayan skala kecil atau sedang paling
efektif dan ekonomis untuk menangkap berbagai jenis komoditi ikan dan udang.
Padahal akibatnya dari penggunaan cantrang dapat menimbulkan beberapa masalah.
Yang pertama adalah dapat memicunya konflik antara nelayan cantrang dan
nelayan skala kecil lain yang tidak menggunakan cantrang. Hal ini karena penggunaan
cantrang merugikan nelayan skala kecil baik secara langsung atau tidak, karena cantrang
dapat menyapu bersih sumber daya perikanan karena kurang selektif. Kemudian yang
kedua, dapat menimbulkan kerusakan sumberdaya perikanan akibat sapuan saat jaring
cantrang ditarik. ( Pramono, 2006). Dan yang ketiga adalah berdampak negatif terhadap
lingkungan lingkungan perairan karena alat tangkap ini memiliki selektivitas rendah
sehingga mendapatkan hasil tangkapan yang jumlahnya kadang lebih besar dari
tangkapan yang ditargetkan.
Selain dari pada itu menurut Habibi (2015) ada juga dampak yang dapat
ditimbulkan terhadap biota – biota laut yaitu yang pertama biota yang belum matang
gonad dan memijah yang ikut tertangkap tidak dapat berkembang biak menghasilkan
generasinya, kondisi seperti ini yang akan mengalami pengurangan stok.
Maka dari itu cantrang menjadi alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, adapun
solusi yang dapat sedikit mengurangi dampak negatif tersebut yaitu yang pertama
penerapan penggunaan alat tangkap cantrang diwilayah tertentu yang diduga tidak akan
terlalu merusak lingkungan. Kedua mata jaring dari alat tangkap ini dibuat agar lebih
selektif lagi. Ketiga, pengelolaan sektor perikanan harus ada, dibangun berbasis
ekosistem dengan memperkuat tata kelola perikanan yang efektif. Keempat, pendekatan
kepada pemangku kepentingan dibutuhkan dengan strategis dan implementatif. Kelima,
pengembangan sumber daya manusia khususnya kapasitas nelayan agar produk
perikanan yang dihasilkan memiliki daya saing dan nilai tambah. Keenam, memberikan
pengetahuan dengan cara penyuluhan untuk nelayan agar mengetahui tentang untuk
ruginya alat tangkap cantrang. Dan yang terakhir adalah adanya tindak tegas dari
pemerintah berupa penegakan hukum bagi pengguna cantrang yang tidak taat pada
aturan yang berlaku karena dapat merusak lingkungan dan dapat menyebabkan
ketidakberlanjutan ketersediaan sumber daya perikanan.
Kerugian pengguna alat tangkap cantrang sama sekali tidak seimbang dengan
kerugian yang telah dialami oleh Bangsa Indonesia. Maka dari itu, apa yang telah kita
berikan untuk bangsa ini? Apakah memberikan dampak buruk? Oleh karena itu mari
kita lestarikan laut kita bersama untuk kemakmuran bangsa.
.
.
4. Referensi
Arif Satria, Kinseng, R dan Ruhayati. 2015. Cantrang dan Kemiskinan Nelayan di Kota
Tegal Jawa Tengah. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Habibi, A. 2015. Alat Tangkap Trawl Ancam Keberlanjutan Sumberdaya Laut.
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/pr_wwf_paparkan_kajian_dampak_buruk_t
rawl_020215_final.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2019.
Lukman H dan Nurhasanah. 2016. Cantrang : Masalah dan Solusinya. Seminar
Nasional Riset Inovatif (SENARI). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Pramono. B. 2006. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring Arad yang Berbasis di Kota
Tegal. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Subani, W. dan H.R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai