Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aborsi dalam bahasa Arab disebut “ijhadh”, yang memiliki beberapa sinonim yakni;
isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah (melempar) dan imlash
(menyingkirkan). Aborsi menirit agama-agama sebelum islam adalah termasuk yang
diharamkan. Dalam Agama Yahudi aborsi dianggap haram,tidak diperbolehkan dan
pelakunya mendapatkan hukuman. Akan tetapi hukumannya tidaklah ditentukan.
Demekian pula dalam agama nasrani,aborsi dianggap haram dan sanksinya adalah
eksekusi mati. 

Dalam hukum positif di Indonesia, ketentuan yang mengatur masalah aborsi terdapat
di dalam KUHP. Ketentuan di dalam KUHP yang mengatur masalah tindak pidana
aborsi terdapat di dalam Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349. 

Para ulama (para fuqaha) sepakat bahwa pengguguran janin sesudah ditiupkan ruh
adalah haram. Namun, dalam hal janin yang belum ditiupkan ruh mengenai
penggugurannya, para fuqaha berbeda pendapat, ada yang membolehkan, ada
berpendapat mubah dan ada yang mengharamkan. Tidak ada pernyataan tunggal dalam
Kitab Suci Al Qur'an atau dalam perkataan (hadis / sunnah) dari Nabi Muhammad akhir
(saw), yang memungkinkan aborsi. 

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan aborsi? 
2. Bagaimana hukum aborsi dalam Islam? 
3. Apa pendapat mahzab-mahzab mengenai aborsi? 
4. Apa saja yang termasuk aborsi yang dilarang dan dihalalkan dalam Islam? 
5. Bagaimana menurut kaidah Fikih yang mendukung aborsi yang dihalalkan? 
6. Bagaimana tinjauan aborsi menurut hukum Islam? 
7. Apa saja alasan-alasan dilakukannya aborsi? 
8. Apa saja hikmah mengenai larangan melakukan aborsi? 
9. Apakah teori insenminasi?

1
C. Tujuan 

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Agama, juga untuk membahas secara luas apa definisi atau
pengertian dari Aborsi Dan Inseminasi itu sendiri ,serta bagaimana hukum dan
pandangan Islam mengenai Aborsi dan Inseminasi berdasarkan dengan hadis-hadis yang
ada dalam Al-Quran. 

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ABORSI 
1. Definisi Aborsi
Aborsi dalam bahasa Arab disebut “ijhadh”, yang memiliki beberapa
sinonim yakni; isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah (melempar) dan
imlash (menyingkirkan) . Aborsi secara terminology adalah keluarnya hasil
konsepsi (janin, mudgah) sebelum bisa hidup sendiri (viable) atau Aborsi
didefenisikan sebagai berakhirnya kehamilan, dapat terjadi secara spontan
akibat kelainan fisik wanita / akibat penyakit biomedis intenal atau sengaja
melalui campur tangan manusia). 
Berbeda dengan aborsi yang disengaja atau akibat campur tangan manusia,
yang jelas-jelas merupakan tindakan yang “menggugurkan” yakni; perbuatan
yang dengan sengaja membuat gugurnya janin. Dalam hal ini, menggugurkan
menimbulkan kontroversi dan berbagai pandangan tentang “boleh” dan “tidak
boleh” nya menggugurkan kandungan.
Definisi aborsi secara etimologi dan terminologi, yakni : 
a) Adapun secara etimologi : Aborsi adalah menggugurkan anak, sehingga dia
tidak hidup. 
b) Adapun secara terminologi : Aborsi adalah praktek seorang wanita yang
menggugurkan janinnya, baik dilakukan sendiri ataupun orang lain. 

Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-


akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar
kandungan. Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.  Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum
diberi kesempatan untuk bertumbuh. 

Dari definisi diatas, bisa disimpulkan bahwa tidak semua aborsi merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan moral dan kemanusiaan dengan kata lain
tidak semua aborsi merupakan kejahatan. Aborsi yang terjadi secara spontan
akibat kelainan fisik pada perempuan (Ibu dari janin) atau akibat penyakit

3
biomedis internal disebut “keguguran”, yang dalam hal ini tidak terjadi
kontroversi dalam masyarakat atau dikalangan fuqaha, sebab dianggap terjadi
tanpa kesengajaan yang terjadi di luar kehendak manusia. Aborsi yang
merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia jelas
merupakan suatu dosa besar. 

Merujuk pada surat Al-Maidah ayat 32 yaitu: 

Artinya: “Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa:
Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang
kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”. 

2. Aborsi Dalam Pandangan Islam 

Aborsi menurut agama-agama sebelum Islam adalah termasuk yang


diharamkan. Dalam agama Yahudi aborsi dianggap haram, tidak diperbolehkan
dan pelakunya mendapatkan hukuman. Akan tetapi hukumannya tidaklah
ditentukan. Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi
Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat
dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah
setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka
semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya.

Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau
40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:

“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya,dagingnya, dan tulang
belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian

4
memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.]. Dalam riwayat lain,
Rasulullah Saw bersabda: “(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam.

Firman Allah SWT: 

“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia
dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9).

Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua)
hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka
hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi
setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang
usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.

Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan


janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya
menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian
ibu dan janinnya sekaligus.Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi
dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan
adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: 

Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain. atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya.

Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan


(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka
sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka
bumi..” (QS. al-Ma’idah [5]:32).

Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan


kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun
ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu
mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan
kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan

5
kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa
ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin
tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi,1998).

Demikian pula pandangan Syariat Islam yang secara umum mengharamkan


praktek aborsi. Hal itu tidak diperbolehkan karena beberapa sebab : 

a) Syariat Islam datang dalam rangka menjaga adhdharuriyyaat al-khams,lima hal


yang urgen, seperti telah dikemukakan. 
b) Aborsi sangat bertentangan sekali dengan tujuan utama pernikahan.Dimana
Tujuan penting pernikahan adalah memperbanyak keturunan. 
c) Tindakan aborsi merupakan sikap buruk sangka terhadap Allah. 

3. Hukum Aborsi dalam Islam

Para ulama (para fuqaha) sepakat bahwa pengguguran janin sesudah ditiupkan
ruh adalah haram. Namun, dalam hal janin yang belum ditiupkan ruh mengenai
penggugurannya, para fuqaha berbeda pendapat, ada yang membolehkan, ada
berpendapat mubah dan ada yang mengharamkan. Dalam hal ini, penulis hanya akan
membahas pendapat para fuqaha yang mengharamkan aborsi. 

Firman Allah SWT : 

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah , melainkan
dengan suatu yang benar . Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah
orang yang mendapat pertolongan.” (QS. Al- Israa’ :33). 

Kata “la taqtulu” berasal dari kata “qatala”, yang artinya janganlah kamu
membunuh. Tapi, dalam bahasa Arab “qatala” memiliki beberapa makna : 

a) “Jadikanlah ia seperti orang yang terbunuh dan mati” 


b) “Batalkanlah dan jadikanlah seperti orang yang sudah mati” 
c) “Menghilangkan” 

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005, tentang Aborsi menetapkan
ketentuan hukum Aborsi sebagai berikut; 

6
1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu
(nidasi). 
2. Aborsi dibolehkan karena adanya uzurpabila tidak melakukan sesuatu yang
diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah suatu
keadaan di mana seseorang, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu
yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar. 

1. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah: 
a) Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC
dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan
oleh Tim Dokter. 
b) Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. 
2. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi
adalah: 
a) Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak
sulit disembuhkan. 
b) Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di
dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. 
c) Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin
berusia 40 hari. 

4.Pendapat Mazhab-Mazhab Tentang Aborsi 


1. Mazhab Hanafi, mazhab ini merupakan paham yang paling fleksibel. Sebelum
masa empat bulan kehamilan, aborsi bisa dilakukan apabila mengancam
kehidupan si perempuan (orang yang mengandung). 
2. Mazhab Maliki melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan. 
3. Menurut mazhab Syafii, apabila setelah terjadi fertilisasi zygote tidak boleh
diganggu, dan intervensi terhadapnya adalah sebagai kejahatan.

5. Tinjuan Aborsi menurut Hukum Islam

Syari’at Memandang Aborsi


Melihat klasifikasi yang ada di atas, dapat dilihat bahwa: 

7
Jenis pertama tidak masuk dalam kemampuan dan kehendak manusia,
sehingga tentunya masuk dalam firman Allah Ta’ala: 
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” [QS. Al-Baqarah/ 2 : 286] 
Jenis kedua tidaklah dilakukan kecuali dalam keadaan darurat yang menimpa
sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya mempertahankannya dapat
membahayakan kehidupan sang ibu. Sehingga aborsi menjadi satu-satunya
cara mempertahankan jiwa sang ibu; dalam keadaan tidak mungkin bisa
mengupayakan kehidupan sang ibu.
8

Dalam keadaan seperti inilah mengharuskan para medis spesialis kebidanan


mengedepankan nyawa ibu daripada janinnya. Memang nyawa janin sama dengan nyawa
sang ibu dalam kesucian dan penjagaannya, namun bila tidak mungkin menjaga keduanya
kecuali dengan kematian salah satunya, maka hal ini masuk dalam kaedah “Melanggar yang
lebih ringan dari dua madharat untuk menolak yang lebih berat lagi.

Telah terbukti secara ilmuah bahwa aborsi akan dapat menimbulkan berbagai
risiko,yakni

·Pertama: 
Secara psikologi operasi ini akan menimbulkan rasa penyesalan yang
berkepanjangan pada diri seorang ibu sesuai dengan fitrahnya. Hal ini dialam ioleh
para ibu sekitar 25% samapi 5% yang disebabkan selain masalah medis.

·Kedua:
Pendarahan dan shock yang dapat mengakibatkan kematian. Kasus ini terjadi
berkisar antara tiga sampai delapan di setiap sepluluh ribu kasus. Bahkan,
persentase ini mencapai tiga kematian dari setiap seribu kasus. Bila operasi ini
dilakukan dengan pembedahan melalui perut, risikonya sepuluh kali lebih besar
dari kasus pertama. 15% dari kasus aborsi mengakibatkan timbulnya penyakit
lain. Rahim terkoyak sehingga secara otomatis akan terjadi keguguran pada
kehamilan berikutnya. Rahim pecah, tidak kurang dari 0,5% kasus, sehingga dapat
membahayakan usus dan isi perut lainnya. Rasa nyeri pada rahim, dua saluran,
pembuahan dan lubangnya yang mengakibatkan kemandulan permanen.

8
Ketiga: 
Kerusakan sosial yang meliputi kerusakan moral, kebebasan seksual, tersebarnya
penyakit dalam, dan permintaan aborsi yang meningkat. Hasil sebuah survey
menyebutkan bahwa 50% dari mereka yang melakukan aborsi kembali melakukan
operasi lagi. (Dr. Ali Syahwan, al-IJhaadh Baina ath-Thibbi wa asy-Syar'i, majalah
ad-Dakwah edisi mei 1977).

B. INSEMINASI
 
1. Definisi Inseminasi 

Secara sederhana, inseminasi (buatan) adalah proses penempatan sperma dalam organ
reproduksi wanita dengan tujuan untuk mendapatkan kehamilan. Ini harus dilakukan
pada masa paling subur dari seorang wanita, yakni sekitar 24-48 jam sebelum ovulasi
terjadi. 

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah Inggris artificial insemination.


Dalam bahasa Arab disebut al-talqih al-shina’iy. Dalam bahasa Indonesia ada yang
menebutnya permainan buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan. 

Batasannya dirumuskan dengan redaksi yang bermacam-macam. Drh.Djamalin


Djanah mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan inseminasi buatan ialah
“Pekerjaan memasukan mani (sperma atau semen) ke dalam rahim (kandungan)
dengan menggunakan alat khusus dengan maksud terjadi pembuahan”. Secara umum
dapat diambil pengertian bahwa inseminasi buatan adalah suatu cara atau teknk
memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan (coitus) 

a) Tinjauan Hukum Islam Terhadap Inseminasi Buatan 


Bayi tabung atau inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sperma suami istri
sendiri dan tidak ditranfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya
sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka islam membenarkannya, baik
dengan cara mengambil sperma, kemudian disuntikan ke dalam vagina atau uterus

9
istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya
ditanam di dalam rahim istri, asal kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan inseminasi buatan untuk memperoleh anak, Karena dengan cara
pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak.

b) Hukum Inseminasi Buatan/ Bayi Tabung 


Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum islam,maka harus
dikaji dengan memakai hukum ijthad yang lajim dipakai oleh oleh para ahli ijtihad,
agar hukum ijtihadinya sesuai dengan prinsip-prinsip Al-qur’an dan sunnah yang
menjadi pegangan umat islam. 
Langsung kepembahasan bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel
sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim
wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain(bagi suami yang berpoligami), maka
islam membenarkannya, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian
disuntikan kedalam vagina atau uterus “Hajat (kebutuhan yang sangat penting)
diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa. Padahal keadaan darurat/terpaksa itu
membolehklan melakukan hal-hal yang terlarang”.

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan
atau ovum, maka hukumnya haram, sama saja dengan zina (prostitusi) meskipun
dengan secara tidak langsung.

c) Hadits Nabi
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir menyiramkan
airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). (Hadits Riwayat
Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban)”.

10
2. Pandangan mengenai Inseminasi 

A. Segi Agama ( Ulama ) 


Dalam hukum Islam tidak menerima cara pengobatan ini dan tidak boleh
menerima anak yang dilahirkan sebagai anak yang sah, apalagi jika anak yang
dilakukan perempuan karena nantinya akan mempersoalkan siapa walinya jika
anak tersebut menikah. Jika inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan
donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina.
Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. 
Hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang
lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu
Hibban). 
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Memfatwakan (memutuskan) : 

1. Inseminasi dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidah -
kaidah agama. 
2. Inseminasi dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain
(misalnya dari istri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah
yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak
yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung
kemudian melahirkannya, dan sebaliknya). 
3. Inseminasi dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal
dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini
akan
menimbulkan masalah yang sulit, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan. 
4. Inseminasi yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami
isteri

11
yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan
kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan
kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina
sesungguhnya. 

B. Segi Hukum 
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan
atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan
anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan
bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, yaitu “anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka
tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor
itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. 

C. Segi Kedokteran 
Berbeda dengan pendapat Dr. Ali. Akbar, menurutnya bahwa inseminasi model
kedua yaitu yang berasal dari sperma dan ovum suami istri kemudian kedalam
rahim perempuan lain bukanlah perbuatan zina. Karena yang ditanamkan pada
rahim orang lain itu adalah sperma dan ovum yang sudah bercampur terlebih
dahulu, sehingga hanya menitipkan untuk memperoleh kehidupan, yaitu makanan
untuk menjadi bayi yang sempurna. 

12
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan 
adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat tertentu sebelum janin mampu hidup di
luar kandungan. Aborsi menurut Agama Islam haram, tetapi menjadi dibolehkan jika
keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya.
Dengan catatan bahwa aborsi ini dilakukan sebelum usia kandungan 40 hari.
Kemaslahatan mempertahankan nyawa ibu didahulukan daripada kehidupan janin,
karena ibu adalah induk dan tiang keluarga. Hikmah adanya larangan aborsi adalah
resiko dan bahaya yang ditimbulkan secara psikologis dan sosial Sedangkan inseminasi
(bayi tabung) adalah suatu cara atau teknik memperoleh kehamilan tanpa melalui
persetubuhan (coitus), dilakukan dengan bantuan donor sperma atau ovum, hukumnya
adalah haram. Akibatnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya
berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.Hukum inseminasi dilihat dari segi agama
dan hukum adalah tidak sah (haram), dari segi sosial tidak diterima dalam masyarakat/
ditolak dan dari segi kedokteran diperbolehkan. 

2. Saran 
Saran dari kami sebagai individu dan bagi individu lainnya adalah sebaiknya kita
menjauhi hal-hal yang mengarah pada perbuatan zina agar tidak terjadi kehamilan diluar
nikah, tetapi jika sudah terlanjur terjadi kehamilan diluar nikah, maka kita jangan
melakukan aborsi tetapi seharusnya kita bertanggung jawab dan menjaga kehamilan serta
merawat/ mendidiknya sampai dewasa. Dan sebaiknya jangan melakukan inseminasi
buatan jikalau memang hukum agama dan negara yang berlaku di masyarakat kita telah
melanggar dan melaknat tindakan tersebut, dari pada kita melakukan tindakan tersebut
dan menanggung sanksi-sanksi yang berat, baik di mata Allah dan di mata hukum, kita
juga yang kerepotan.

13
DAFTAR PUSTAKA
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/18/aborsi-dalam-pandangan-hukum-islam/ 

http://kaahil.wordpress.com/2011/06/04/aborsi-definisi-cara-sejarah-pandangan-islam-serta-
agama-lain-tentang-hukum-aborsi-pengguguran-kandungan/ 

http://www.anneahira.com/aborsi-dalam-islam.htm 

http://fazarmiftachul.wordpress.com/2012/06/30/hukum-aborsi-dalam-pandangan-islam/ 

14

Anda mungkin juga menyukai