Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau
efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses
absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau
biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses
eliminasi obat.
A. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah
saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang
terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi
utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas,
yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan
mikrovili ).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh,
melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler,
obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport
pasif.
B. Distribusi
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke
jaringan dan cairan tubuh.
Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
a. Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ
berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak dan otot lebih lambat
b. Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c. Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein
dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat
bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan
berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
C. Metabolisme Obat
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi
obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh. Pada
proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut
dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui
ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi
sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya
sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat
(prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan
mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya
berakhir.Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan
berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam
retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom),
dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama
terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal,
paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut
lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu.
Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian
berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom di retikulum
endoplasma sel hati. Pada proses metabolisme molekul obat dapat berubah sifat
antara lain menjadi lebih polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut
dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Obat yang telah diserap
oleh usus ke dalam sirkulasi, akan diangkut melalui sistem pembuluh porta (vena
portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah lambung-usus ke hati.
Dengan pemberian sublingual, transkutan, parenteral atau rektal, sistem porta ini
dan hati dapat dihindari.
Dalam hati, dan sebelumnya juga di saluran lambung-usus, seluruh atau
sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan pada
umumnya, hasil perubahannnya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif lagi.
Proses ini juga disebut proses detoksifikasi atau bioinaktivasi (first pass effect).
Ada juga obat yang khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi). Oleh
karena itu, reaksi metabolisme di hati dan beberapa organ lain, lebih tepat disebut:
biotransformasi.
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim .Metabolisme
obat mempunyai dua efek penting.
1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal
karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam
tubulus ginjal.
2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak
selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif)
daripada obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk
mngobati ansietas ) dimetbolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam,
keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh
menjadi obat aktif. Sebagai contoh, levodopa, suatu obat antiparkinson,
dimetabolisme menjadi dopamin, sementara obat hipotensif metildopa
dimetabolisme menjadi metil norepinefrin-α.
Induksi Enzim
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan
induksi enzim (menaikkan kapasitas biosintesis enzim). Induktor dapat dibedakan
menjadi dua menurut enzim yang di induksinya,antara lain:
a. Jenis fenobarbital
b. Jenis metilkolantrena
Untuk terapi dengan obat, induktor enzim memberi akibat berikut:
· Pada pengobatan jangka panjang dengan induktor enzim terjadi
penurunan konsentrasi bahan obat yang dapat mencapai tingkat
konsentrasi dalam plasma pada awal pengobatan dengan dosis tertentu.
· Kadar bahan berkhasiat tubuh sendiri dalam plasma dapat menurun
sampai dibawah angka normal.
· Pada pemberian bersama dengan obat lain terdapat banyak interaksi obat
yang kadang-kadang berbahaya. Selama pemberian induktor enzim,
konsentrasi obat kedua dalam darah dapat juga menurun sehingga
diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama.
·
Inhibisi enzim
Inhibisi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi obat yang
tidak diharapkan. Interaksi ini cenderung terjadi lebih cepat daripada yang
melibatkan induksi enzim karena interaksi ini terjadi setelah obat yang dihambat
mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk berkompetisi dengan obat yang
dipengaruhi.
D. Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian
besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat
dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan
taraktusintestinal. Eksresi dapat terjadi bergantung pada: sifat fisikokimia: bobot
molekul, harga pKa, kelarutan, tekanan uap.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam
bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal.
Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi
aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan
setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah
melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru
terutama untuk eliminasi gas anastetik umum.
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:
a. Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang
dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism
dan ekskresi.
Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus
diberikan.
b. Onset, puncak, and durasi
Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat
tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat
Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di
dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon
Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi
Farmakodinamik
2. Reseptor Obat
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat
juga dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik.
Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik,
vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya
perubahan stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat
farmakologinya.
2. Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan
lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara
subtract dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.
3. Antagonisme Farmakodinamik
a. Antagonis fisiologik
Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan.
b. Antagonisme pada reseptor
Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu
menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik