Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1
4. Tiga hormon deiodinase mengontrol metabolisme T4 menjadi fT3 yang
lebih aktif dan pemecahannya menjadi komponen inaktif. Konsentrasi
deiodinase III meningkat di plasenta dengan adanya kehamilan,
melepaskan iodin jika perlu untuk transpor ke janin, dan jika mungkin
berperan dalam penurunan transfer tiroksin.
2
TSH ibu pada awal kehamilan tidak berhubungan dengan efek keterlambatan
fungsi kognitif pada anak walaupun merupakan indikator kurangnya fungsi
tiroid ibu selama kehamilan.
Selain itu, terdapat hubungan antara hipotiroid dengan penurunan
fertilitas. Wanita hamil yang hipotiroid memiliki risiko lebih tinggi mengalami
komplikasi obstetrik seperti abortus, lahir mati, anemia, hipertensi dalam
kehamilan, solusio plasenta, perdarahan post partum, dan hipertensi dalam
kehamilan.6,8 Penelitian menunjukkan bahwa preeklamsia pada nulipara
berhubungan dengan risiko hipotiroid subklinis pada kehamilan dan juga
wanita dengan preeklamisa memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan
fungsi hipotiroid beberapa tahun setelah preeklamsia.9 Walaupun risiko
hipotiroid subklinis belum pasti, terapi pengganti dalam kondisi tersebut tetap
dianjurkan. Dosis pengganti ditambahkan pada awal kehamilan, dan kondisi
eutiroid harus dipertahankan seterusnya. Jenis makanan yang kaya iodin
antara lain ikan air laut (memiliki kandungan iodin 6 kali lebih besar daripada
ikan air tawar), produk susu, dan juga telur.
3
3. Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid
4. Wanita dengan goiter
5. Memiliki antibodi tiroid
6. Terdapat tanda dan gejala yang mengarah pada kekurangan dan kelebihan
hormon tiroid
7. Diabetes melitus tipe I
8. Penyakit autoimun lain
9. Infertilitas
10. Riwayat radiasi pada kepala dan leher
11. Riwayat keguguran atau melahirkan prematur
4
kasus disebabkan oleh penyakit Grave, dicari tanda- tanda oftalmopati Grave
(tatapan melotot, kelopak tertinggal saat menutup mata, eksoftalmos) dan
bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema).10 Rendahnya spesifisitas tanda
dan gejala membuat tes laboratorium merupakan alat diagnosis yang paling
baik untuk penyakit tiroid pada ibu hamil.
Mual dan muntah setelah kehamilan 20 minggu jarang ditemukan.
Kondisi muntah harus dibedakan dari kondisi lain yang juga dapat
menyebabkan muntah persisten, seperti hiperemesis gravidarum, gangguan
gastrointestinal (appendisitis, hepatitis, pankreatitis, dan gangguan saluran
empedu), pielonephritis, dan gangguan metabolik lain.
Pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin,
alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, elektrolit, dan tirotropin
(termasuk tiroksin T4 bebas jika tirotropin rendah). Biasanya tirotropin
tertekan pada pasien-pasien hamil karena hCG bereaksi silang dengan
tirotropin dan menstimulasi kelenjar tiroid. Kondisi hipertiroid ini biasanya
hilang spontan dan tidak membutuhkan pengobatan. Kadar T4 dan
tirotroponin pada hiperemesis dapat mirip dengan pasien Grave, akan tetapi
pasien hiperemesis tidak memiliki gejala penyakit Grave ataupun antibodi
tiroid. Jika kadar fT4 meningkat tanpa tanda dan gejala penyakit Grave,
pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia kehamilan 20 minggu.
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi kehamilan multipel
atau mola hidatodosa.
Tirotoksikosis ibu yang tidak diobati secara adekuat meningkatkan
risiko kelahiran prematur, IUGR, berat badan lahir rendah, preeklamsia, gagal
jantung kongestif, dan IUFD. Pada sebuah penelitian retrospektif, rata-rata
komplikasi berat pada pasien yang diobati dibandingkan dengan yang tidak
adalah: preeklamsia - 7% banding 14-22%, gagal jantung kongestif - 3%
banding 60%, thyroid storm - 2% banding 21%. Sebaliknya pengobatan
thionamide berlebih dapat menyebabkan hipotiroid iatrogenik pada janin.
Pasien dengan kecurigaan hipertiroid membutuhkan pengukuran kadar
TSH, T4, T3, dan antibodi reseptor tiroid. Interpretasi fungsi tiroid harus
5
memperhatikan hubungan dengan hormon HCG yang dapat menurunkan
kadar TSH dan meningkatkan kadar TBG selama kehamilan; kadar serum
TSH di bawah normal tidak boleh dijadikan interpretasi diagnostik hipertiroid
dalam kehamilan. Interpretasi terbaik adalah dengan kadar T3 karena kadar
fT4 juga meningkat pada separuh wanita hiperemesis gravidarum tanpa
hipertiroid.
Hipertiroid subklinis (kadar TSH di bawah normal, kadar fT4 dan T4
dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda hipertiroid) dapat ditemukan
pada hiperemesis gravidarum. Pengobatan kondisi ini tidak berhubungan
dengan perbaikan hasil kehamilan dan dapat memberikan risiko paparan obat
anti tiroid yang tidak perlu terhadap janin.
6
Tabel 2 Resiko dan komplikasi terapi hipertiroid di dalam kehamilan10
Kondisi/pengo Dampak Fetus Neonatus
batan/ Prosedur Kehamilan
Hipertiroid Keguguran Hipertiroid Hipertiroid
yang tidak Solusio takikardia transien
mendapat plasenta pertumbuhan primer
pengobatan Kelahiran terhambat
adekut preterm
Thioamide Hipotiroid Hipertiroid
Embriopati Transien
Methimazole
Tindakan Keguguran Hipotiroid Hipotiroid
bedah dengan Kelahiran Transien
suplementasi preterm
tiroksin
Propanolol Atrofi IUGR Hipoglikemia
plasenta postpartum
Kelahiran Bradikardia
preterm
Pada ibu hamil, PTU masih merupakan obat pilihan utama yang
direkomendasikan oleh banyak penulis dan pedoman, dianggap lebih baik
karena lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan methimazole. Tetapi
telah terbukti efektivitas kedua obat dan waktu rata-rata yang diperlukan untuk
normalisasi fungsi tiroid sebenarnya sama (sekitar 2 bulan), begitu juga
kemampuan melalui plasenta. Penggunaan methimazole pada ibu hamil
berhubungan dengan sindrom teratogenik ‘embriopati metimazole’yang
ditandai dengan atresi esofagus atau koanal; anomali janin yang membutuhkan
pembedahan mayor lebih sering berkaitan dengan penggunaan methimazole,
sebaliknya tidak ada data hubungan antara anomali kongenital dengan
penggunaan PTU selama kehamilan. Namun kadang methimazole tetap harus
diberikan karena satu-satunya pengobatan anti tiroid yang tersedia.
Jika kondisi hipertiroid sudah berkurang, dosis obat anti tiroid juga
harus diturunkan untuk mencegah hipotiroid pada janin. Pada trimester ketiga,
hampir 30% ibu dapat menghentikan pengobatan anti tiroid dan
mempertahankan status eutiroid. Bagi ibu menyusui, kedua jenis obat anti
tiroid dinilai aman karena konsentrasinya rendah di dalam airsusu.
7
Bayiyangmenyusuiibupengkonsumsi obat anti tiroid memiliki perkembangan
dan fungsi intelektual yang normal.
Obat-obat golongan beta bloker untuk mengurangi gejala akut
hipertiroid dinilai aman dan efektif pada usia gestasi lanjut, pernah dilaporkan
memberikan efek buruk bagi janin bila diberikan pada awal atau pertengahan
gestasi. Propanolol pada kehamilan akhir dapat menyebabkan hipoglikemia
pada neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat transien dan
tidak lebih dari 48 jam. Propanolol sebaiknya dibatasi sesingkat mungkin dan
dalam dosis rendah (10-15 mg per hari).
Tiroidektomi subtotal dapat dilakukan saat kehamilan dan merupakan
pengobatan lini kedua penyakit Grave. Tiroidektomi sebaiknya dihindari pada
kehamilan trimester pertama dan ketiga karena efek teratogenik zat anestesi,
peningkatan risiko janin mati pada trimester pertama serta peningkatan risiko
persalinan preterm pada trimester ketiga. Paling optimal dilakukan pada akhir
trimester kedua meski- pun tetap memiliki risiko persalinan preterm sebesar
4,5%-5,5%. Tindakan pembedahan harus didahului oleh pengobatan intensif
dengan golongan thionamide, iodida, dan beta bloker untuk menurunkan kadar
hormon tiroid agar mengurangi risiko thyroid storm selama anestesi dan juga
mengoptimalkan kondisi operasi dengan penyusutan struma dan mengurangi
perdarahan.
Indikasi pembedahan adalah dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU >450 mg atau methimazole >300 mg), timbul efek samping serius
penggunaan obat anti tiroid, struma yang menimbulkan gejala disfagia atau
obstruksi jalan napas, dan tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya pada
pasien gangguan jiwa).
G. Simpulan
Hormon tiroid berfungsi mengatur aktivitas metabolik dan seluler;
memelihara keseimbangan hormon tiroid dalam batas normal selama
kehamilan sangat penting untuk mencegah dampak buruk. Hipotiroid selama
kehamilan walaupun ringan dapat menurunkan fungsi intelektual anak.
8
Sedangkan hipertiroid dalam kehamilan dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Diagnosis hipertiroid dalam
kehamilan sulit karena gejala sering tumpang tindih dengan gejala kehamilan
pada umumnya dan pengobatannya lebih rumit mengingat efek samping dan
potensi merugikan janin. Sangat dianjurkan memeriksa kadar hormon tiroid
pada ibu hamil yang memiliki gejala penyakit tiroid.
9
4. Penurunan berat badan yang wajar
5. Lebih peka pada suhu panas
6. Kelelahan
7. Getaran
8. Insomnia
Tibu dan gejala ini biasanya terjadi satu hingga empat bulan setelah
melahirkan dan bertahan satu hingga tiga bulan. Kemudian, ketika sel-sel
tiroid mulai terganggu, tibu dan gejala tiroid yang kurang aktif
(hipotiroidisme) juga dapat berkembang, seperti:
1. Energi menurun
2. Sensitivitas meningkat terhadap dingin
3. Sembelit
4. Kulit kering
5. Berat badan bertambah
6. Depresi
Tibu-tibu atau gejala ini biasanya mulai dirasakan empat sampai enam
minggu setelah gejala-gejala hipertiroidisme sembuh dan dapat bertahan enam
sampai 12 bulan. Tapi, beberapa perempuan hanya merasakan salah satu
gejala dari hipertiroidisme dan hipotirodisme.
10
D. Faktor risiko tiroidisme postpartum
Ada beberapa perempuan yang memang lebih rentan atau memiliki
risiko lebih besar mengalami tiroiditis pascapartum apabila mengalami
beberapa kondisi seperti ini :
1. Gangguan autoimun, seperti diabetes tipe 1
2. Riwayat tiroiditis postpartum
3. Antibodi anti-tiroid konsentrasi tinggi
4. Ada riwayat masalah tiroid sebelumnya
5. Riwayat keluarga masalah tiroid
Sementara penelitian lebih lanjut diperlukan, beberapa penelitian juga
menunjukkan hubungan antara tiroiditis postpartum dan depresi postpartum.
Akibatnya, jika Ibu mengalami depresi pascapersalinan, dokter kemungkinan
akan memeriksa untuk melihat bagaimana tiroid Ibu berfungsi.
11