Anda di halaman 1dari 21

Indonesian Journal of Community Services

Volume 2, No. 1, May 2020


http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ijocs
DOI: http://dx.doi.org/10.30659/ijocs.2.1.38-45

Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Tekanan


Darah kepada Masyarakat

Maria Karolina Selano*, Veronica Ririn Marwaningsih, Niken Setyaningrum


1
Program Studi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Elisabeth, Semarang, Indonesia

*Corresponding Author
Jl. Kawi No.11 Semarang, Telp/Fax 0248412729/0248506185
E-mail: mariaselano100284@gmail.com

Received: Revised: Accepted: Published:


25 April 2020 8 May 2020 17 May 2020 31 May 2020

Abstrak
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang paling banyak
dialami oleh penduduk di dunia. Penyakit DM menempati urutan ke-4 penyebab
kematian dinegara berkembang. Salah satu jenis penyakit DM yang paling banyak
dialami oleh pendudukan di dunia adalah DM tipe 2 (85-95%), yaitu penyakit DM
yang disebabkan oleh terganggunya sekresi insulin dan resistensi insulin.
Peningkatan jumlah kasus DM tipe 2 tersebut berdampak pada peningkatan
komplikasi yang dialami pasien DM tipe 2. Komplikasi tersering yang dialami
pasien DM tipe 2 adalah neoropati perifer (10-60%) yang akan menyebabkan
ulkus diabetic. Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa salah satu
faktor risiko terjadinya diabetes mellitus adalah faktor risiko yang dapat diubah
meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25 kg/m 2 atau lingkar perut ≥ 80 cm pada
wanita dan ≥ 90 cm pada laki – laki, kurang aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi
dan diet tidak sehat. Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah
melakukan skrining awal penderita hipertensi dan penderita diabetes mellitus
serta sebagai upaya peningkatan kesadaran masyarakat terkait deteksi dini
penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. Metode yang dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan tekanan darah kepada
masyarakat. Hasil evaluasi telah teridentifikasi 18 orang (13,84 %) memiliki gula
darah sewaktu (GDS) > 180 mg/dl, sedangkan hasil pemeriksaan tekanan darah
didapatkan 20 orang (15,38 %) memiliki tekanan darah > 120/80 MmHg.

Kata kunci : Diabetes Mellitus; Hipertensi; Pemeriksaan GDS; Pemeriksaan


Tekanan Darah

Indonesian Journal of Community Services || 1


Abstract
Diabetes mellitus (DM) is one of the most common chronic diseases experienced
by people in the world. DM disease ranks 4th place in the cause of death in
developing countries. One of the most common types of DM disease experienced by
occupation in the world is DM type 2 (85-95%), which is DM disease caused by
disruption of insulin secretion and insulin resistance. The increase in the number
of cases of type 2 DM has an impact on the increased complications experienced
by patients with type 2 DM. The most common complication experienced by type 2
DM patients is peripheral neoropathy (10-60%) which will cause diabetic ulcers.
According to the American Diabetes Association (ADA) that one of the risk factors
for diabetes mellitus is a risk factor that can be changed include obesity based on
BMI ≥25 kg/m2 or abdominal circumference ≥ 80 cm in women and ≥ 90 cm in
men, lack of physical activity , hypertension, dyslipidemia and unhealthy diet. The
purpose of this community service activity is to conduct initial screening of
hypertension sufferers and people with diabetes mellitus and as an effort to
increase public awareness related to early detection of hypertension and diabetes
mellitus. The method is carried out by checking blood sugar (GDS) and blood
pressure to the public. The evaluation results have identified 18 people (13.84%)
have blood sugar when (GDS)> 180 mg / dl, while the results of blood pressure
examination found 20 people (15.38%) have blood pressure> 120/80 MmHg.

Keywords: Diabetes Mellitus; Hypertension; GDS Test; Blood Pressure Check

PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular (PTM), termasuk diabetes saat ini telah menjadi ancaman serius
kesehatan global. Dikutip dari data WHO 2016, 70 % dari total kematian di dunia dan lebih dari
setengah beban penyakit. 90 – 95 % dari kasus diabetes adalah diabetes tipe 2 yang sebagian
besar dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Data dari International
Diabetes Federation (IDF) Atlas 2017 melaporkan bahwa epidemi diabetes di Indonesia masih
menunjukkan kecenderungan meningkat. Indonesia adalah negara peringkat keenam di dunia
dengan jumlah penyandang diabetes usia 20 – 79 tahun sekitar 10,3 juta orang. Sejalan dengan
hal tersebut, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) memperlihatkan peningkatan angka prevalensi
yaitu 6,9 % di tahun 2013 menjadi 8,5 % ditahun 2018 sehingga estimasi jumlah penderita di
Indonesia yang kemudian berisiko terkena penyakit lain seperti serangan jantung, stroke,
kebutaan dan gagal ginjal bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian (Kemenkes,
2018 ).
American Diabetes Association menjelaskan diabetes mellitus sebagai jenis penyakit
metabolik yang ditandai dengan hiperglisemia kronis yaitu tidak berfungsinya organ tubuh
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah akibat kerusakan sekresi insulin, kerja
insulin, ataupun keduanya, sehingga glukosa (gula darah) akan menumpuk dalam tubuh karena
tidak dapat dipecah menjadi sumber energi. Rekomendasi aktifitas fisik dan tindakan
pencegahan dapat bervariasi berdasarkan tipe diabetes. Pada diabetes tipe 1, hasil penghancuran
autoimun sel pankreas beta menghasilkan defisiensi insulin. Meskipun dapat terjadi pada semua
usia, tingkat kerusakan sel beta bervariasi, biasanya lebih cepat pada remaja dibandingkan pada
orang dewasa. Diabetes tipe 2 merupakan hasil dari hilangnya sekresi insulin secara progresif
biasanya juga dengan resistensi insulin. Keadaan ini dapat dicegah atau ditunda dengan aktifitas
fisik dan perubahan gaya hidup (Colberg et al., 2010).
Penderita diabetes melitus yang memiliki aktifitas fisik yang rendah memiliki resiko
intoleransi glukosa 2,7 kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang memiliki aktifitas fisik yang
tinggi. Aktivitas fisik dan olahraga secara signifikan meningkatkan konduksi kecepatan saraf,
fungsi sensorik perifer dan distribusi tekanan pada kaki. Selain itu, tingkat kejadian ulkus pada
pasien diabetes mellitus yang melakukan aktifitas fisik lebih rendah dibandingkan pasien yang
tidak melakukan aktifitas fisik. Data ini menunjukkan bukti bahwa aktivitas fisik dan olahraga
adalah intervensi non-farmakologis yang efektif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan diabetes (Matos, Mendes, Silva, & Sousa, 2018).
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah melakukan skrining awal
penderita hipertensi dan penderita diabetes mellitus serta sebagai upaya peningkatan kesadaran
masyarakat terkait deteksi dini penyakit hipertensi dan diabetes melitus.
Penderita diabetes melitus yang tidak dikelola dengan baik akan meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi, karena pasien diabetes melitus rentan mengalami komplikasi yang
diakibatkan karena terjadinya defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat.
Komplikasi yang ditimbulkan bersifat akut maupun kronik. Komplikasi akut yang terjadi
berkaitan dengan peningkatan kadar gula darah secara tiba – tiba, sedangkan komplikasi kronik
sering terjadi akibat peningkatan gula darah dalam waktu yang lama (Yudianto, 2008). Ketika
penderita diabetes mellitus mengalami komplikasi, maka akan berdampak pada menurunnya
umur harapan hidup (UHP), penurunan kualitas hidup, serta meningkatkan angka kesakitan
(Nwankwo et all, 2010).
Menurut Permana (2009), penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang
akan diderita oleh penderita diabetes seumur hidup dan memiliki progresivitas yang akan terus
berjalan sehingga lama – kelamaan akan menimbulkan komplikasi. Lamanya menderita diabetes
mellitus berhubungan dengan komplikasi diabetes mellitus yang dialami oleh pasien.
Komplikasi menyebabkan efikasi diri pasien rendah dan mengacu pada penurunan kualitas
hidup (Husein, et all.,2010). Kontrol diabetes mellitus yang buruk dapat mengakibatkan
hiperglikemia dalam jangka Panjang, yang menjadi pemicu beberapa komplikasi yang serius
baik makrovaskular maupun mikrovaskular seperti penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer,
gagal ginjal, kerusakan saraf dan kebutaan. Banyaknya komplikasi yang mengiringi penyakit
diabetes mellitus telah memberikan kontribusi terjadinya perubahan fisik, psikologis maupun
sosial (Anani et al., 2012).
Mengingat tingginya prevalensi dan biaya perawatan untuk penderita diabetes mellitus
maka perlu adanya upaya untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit tersebut meliputi
peningkatan edukasi, perilaku konsusmsi obat anti diabetes, latihan jasmani (aktifitas fisik),
pengaturan makanan serta pengecekan berkala glukosa darah. Walaupun diabetes mellitus
merupakan penyakit kronik yang tidak dapat menyebabkan kematian secara langsung, tetapi
dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan diabetes mellitus
memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non obat dan terapi obat.
Penyakit diabetes mellitus memerlukan perawatan medis dan penyuluhan untuk self
management yang berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronis (Utomo,
Julianti, & Pramono, 2011). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang penyakit diabetes mellitus adalah dengan kegiatan penyuluhan
kesehatan (Ratnasari, 2019).
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan gangguan metabolisme
glukosa akibat gangguan pengeluaran insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes adalah
salah satu penyebab utama kematian di dunia. Penyebab kematian pada pasien diabetes berasal
dari komplikasi dari penyakit yang berhubungan dengan diabetes, penyakit jantung merupakan
penyebab yang paling menonjol. Penatalaksanaan diabetes mellitus antara lain dengan
pengaturan diet, latihan fisik dan pengobatan. Kepatuhan pasien diabetes melitus terhadap
program pengobatan sangat penting untuk mencegah timbulnya komplikasi. Meskipun
penatalaksanaan diabetes mellitus sangat kompleks, penderita yang mampu melakukan
perawatan dirinya dengan optimal akan dapat mengendalikan glukosa darahnya, bertolak
belakang dengan mereka yang tidak mampu mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan
baik, berbagai masalah akan muncul seperti luka ganggren, penurunan penglihatan dan
neuropati (Fatehi et al, 2010).

METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan pada tanggal 30 April sampai dengan 03
Mei 2018 di halaman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Elisabeth Semarang. Alamat: Jl. Kawi
Raya No.11, Wonotingal, Kec. Candisari, Kota Semarang, Jawa Tengah 50252.

Bahan dan Alat


Bahan dan alat yang digunakan terdiri dari Leaflet Pendidikan Kesehatan tentang Diabetes
Melitus, Buku Panduan Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS), glucometer dan strip glukosa,
lancet, kapas alcohol, tensimeter, stetoskop, lembar catatan hasil pemeriksaan dan bolpoint.

Gambar 1. Bahan dan alat dalam pelaksanaan pengabdian

Cara Pemeriksaan
Cara pemeriksaan yang dilakukan adalah dimulai dengan anamnesa atau wawancara untuk
mengetahui identitas pasien, riwayat penyakit keturunan atau penyakit yang dialami kemudian
dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan pemeriksaan tekanan darah. Setelah
dilakukan semua pemeriksaan, selanjutnya diberikan pendidikan kesehatan bagi anggota
masyarakat tentang pola hidup sehat dan bersih serta menjaga gizi yang seimbang dengan
menggunakan leaflet yang dibagikan kepada semua anggota masyarakat. Untuk anggota
masyarakat yang memiliki hasil pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan tekanan darah
diatas normal maka dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat
untuk mencegah komplikasi yang akan terjadi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang dicapai melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dituangkan dalam
bentuk hasil kegiatan pada setiap tahap pelaksanaan sebagai berikut :
1. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah :
a. Tim pengabdian kepada masyarakat mengadakan pertemuan dengan Ketua Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIKes St. Elisabeth Semarang Ibu Natalia
Ratna Yulianti, S.Kep.,Ns.,MAN pada tanggal 23 April 2018. Dalam pertemuan ini
dukungan diberikan untuk melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini.
b. Tim pengabdian masyarakat mengadakan pertemuan dengan Ketua STIKes St.
Elisabeth Semarang Sr. Hedwig Parini, MSN pada tanggal 24 April 2018. Dalam
pertemuan ini diberikan ijin untuk melaksanakan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat.
c. Penyusunan kegiatan Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Tekanan Darah.

Berdasarkan hasil identifikasi permasalahan dan hasil analisis kebutuhan serta hasil analisis
potensi STIKes St. Elisabeth Semarang, selanjutnya dilakukan kegiatan pemeriksaan gula
darah sewaktu (GDS) dan tekanan darah.

2. Pelaksanaan Kegiatan
Tindakan dalam kegiatan ini adalam implementasi program. Kegiatan – kegiatan yang
dilakukan dalam implementasi program adalah sebagai berikut :
a. Melakukan Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS)
b. Melakukan Pemeriksaan Tekanan Darah
c. Melakukan Pendidikan Kesehatan (Penkes) tentang Pola Hidup Sehat dan Bersih serta
menjaga Gizi yang Seimbang.

3. Evaluasi
Evauasi dilakukan dengan monitoring pelaksanaan kegiatan pemeriksaan gula darah
sewaktu (GDS), pemeriksaan tekanan darah dan pemberian pendidikan kesehatan.

Analisis Kebutuhan Skrining


penyakit Hipertensi dan Diabetes
Melitus

Proses Pelaksanaan Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu


(GDS) dan Tekanan Darah

Persiapan Hasil Teridentifikasimasyarakat


Kesiapan Proses PemeriksaanGulaDarah yang mengalami hipertensi dan
Sarana Sewaktu (GDS) dan Tekanan diabetes melitus
Prasaran Darah

Gambar 2. Proses Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Tekanan Darah

Kegiatan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan tekanan darah ini dilakukan pada
tanggal 30 April sampai dengan 03 Mei 2018 mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan 14.00
WIB dihalaman Stikes St. Elisabeth Semarang.
Tim pengabdian masyarakat membuat surat undangan yang ditujukan kepada ketua RW
di Kelurahan Wonotingal, Tegalsari, Candi dan Kaliwiru untuk mengundang anggota
masyarakat mengikuti kegiatan pengabdian kepada masyarakat berupa pemeriksaan gula darah
sewaktu (GDS), pemeriksaan tekanan darah dan pendidikan kesehatan.
Total masyarakat yang melakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan tekanan
darah berjumlah 130 anggota masyarakat yang terdiri dari 54 ( 41,53 %) perempuan dan 76
(58,46 %) laki – laki.
Hasil pemeriksaan didapatkan 18 orang (13,84 %) memiliki gula darah sewaktu (GDS) >
180 mg/dl, sedangkan hasil pemeriksaan tekanan darah didapatkan 20 orang (15,38 %) memiliki
tekanan darah > 120/80 MmHg.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Tekanan Darah
Tanggal Jumlah Periksa Jumlah Penderita Jumlah Penderita
Periksa Laki - laki Perempuan Diabetes Hipertensi
30 April 2018 13 11 4 2
01 Mei 2018 16 20 5 6
02 Mei 2018 14 36 6 8
03 Mei 2018 11 9 3 4
Total 54 76 18 20

Sebagai pelaksana dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah dosen
keperawatan di STIKes St. Elisabeth Semarang yang memiliki pengetahun dan ketrampilan
dalam pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan tekanan darah.
Keberlanjutan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat dijamin
bermanfaat dalam deteksi dini penderita hipertensi dan diabetes melitus pada masyarakat. Pada
saat melakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan tekanan darah dimulai dari
anamnesa atau wawancara untuk mengetahui identitas pasien, riwayat penyakit keturunan atau
penyakit yang dialami kemudian dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan
pemeriksaan tekanan darah. Setelah dilakukan semua pemeriksaan, selanjutnya diberikan
pendidikan kesehatan bagi anggota masyarakat tentang pola hidup sehat dan bersih serta
menjaga gizi yang seimbang.
Tim dibagi dalam 3 bagian, bagian yang pertama melakukan anamnesa dan pemeriksaan gula
darah sewaktu (GDS), tim yang kedua melakukan pemeriksaan tekanan darah dan tim yang ketiga
melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan menggunakan leaflet yang dibagikan kepada
anggota masyarakat. Pada saat memberikan pendidikan kesehatan, tim pengabdian masyarakat juga
memotivasi anggota masyarakat yang teridentifikasi mempunyai hasil pemeriksaan gula darah dan
tekanan darah diatas normal agar segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat hal ini perlu
dilakukan untuk mencegah komplikasi yang akan terjadi.

Gambar 3. Kegiatan Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Tekanan Darah
KESIMPULAN
Masyarakat perlu diberi pemahaman tentang pentingnya melakukan deteksi dini terkait
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan
tekanan darah adalah salah satu upaya untuk melakukan deteksi dini sehingga masyarakat
dapat melakukan pencegahan. Penderita diabetes mellitus perlu diberikan pemahaman akan
pentingnya patuh dalam berobat untuk menstabilkan kadar gula darah agar dapat menekan
komplikasi yang akan terjadi, sehingga masyarakat patuh terhadap anjuran yang diberikan
oleh tenaga kesehatan dalam kehidupan sehari – hari. Pada tahap kegiatan pengabdian
masyarakat selanjutnya akan dilakukan pemberian senam kaki untuk menurunkan gula darah
pada penderita diabetes mellitus.

DAFTAR PUSTAKA

Anani, S., Udiyono, A., Ginanjar, P., Fkm Undip, A., & Bagian Epidemiologi dan, D. (2012).
Hubungan Antara Perilaku Pengendalian Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien
Rawat Jalan Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon) (Vol. 1). Retrieved from http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Colberg, S. R., Sigal, R. J., Fernhall, B., Regensteiner, J. G., Blissmer, B. J., Rubin, R. R., …
American Diabetes Association. (2010). Exercise and type 2 diabetes: the American
College of Sports Medicine and the American Diabetes Association: joint position
statement executive summary. Diabetes Care, 33(12), 2692–2696.
https://doi.org/10.2337/dc10-1548
Fatehi et al.,2010. Original Article. The Effect of Short Message Service on Knowledge of
patient with Diabetes in Yazd Iran. Iranian Journal of Diabetes and Obesity. Volume 2.
Number 1
Hussein, R. N.,Khther, S.A., - Hadithi, T.S. (2010). Impact of diabetes on physical and
psychological aspects of quality of life of diabetic in Erbil city Iraq. Duhok Med J.4
(2), 45 – 59, November, 2, 2010. http://www.uod.ac/articles files/no 6.9.pdf.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.). Retrieved April 18, 2019, from
http://www.depkes.go.id/article/view/18121200001/prevent-prevent-and-prevent-the-
voice-of-the-world-fight-diabetes.html
Matos, M., Mendes, R., Silva, A. B., & Sousa, N. (2018). Physical activity and exercise on
diabetic foot related outcomes: A systematic review. Diabetes Research and Clinical
Practice, 139, 81–90. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.02.020
Nwankwo, C.H., et all. (2010). Factors Influencing Diabetes Management Outcome Among
Patients Attending Government Health Facilities in South East, Nigeria. International
Journal of Tropical Medicine, 5(2), 28-36
Ratnasari Y.N, (2019). Upaya pemberian penyuluhan kesehatan tentang diabetes mellitus dan
senam kaki diabetic terhadap pengetahuan dan ketrampilan masyarakat desa
Kedungringin,

Wonogiri.
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ijocs/article/view/4172/3057

Yudianto, Kurniawan, et all. (2008). Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus di Rumah
Sakit Umum Daerah Cianjur. Jurnal Keperawatan, 76.

1
UPAYA MEMENUHI KESTABILAN GULA DARAH PADA PASIEN
DIABETES MELITUS DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO

Uswatun Khasanah*, Okti Sri Purwanti**, Sunarto ***


*Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
**Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
***Pembimbing Lahan RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Email: Uswatun1000@gmail.com

Abstrak
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan meningkatnya
gula dalam darah. Indisen diabetes melitus meningkat di sebabkan oleh faktor
genetik, obesitas, dan gaya hidup yang tidak sehat. Akibat ketidakstabilan gula
darah maka dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Memberikan gambaran
mengenai upaya memenuhi kestabilan gula darah pasien diabetes melitus di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro. Metode yang digunakan yaitu deskriptif dengan
pendekatan studi kasus pada pasien diabetes melitus di Bangsal Melati RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro pada tanggal 30 Maret-01 April 2016. Dengan proses
pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, rekam
medis, dan di dukung dari jurnal-jurnal terkait dengan diabetes. Upaya yang di
lakukan untuk memenuhi kestabilan gula darah dengan cara edukasi, pola diit
makan, olahraga, pengobatan. Masalah kestabilan gula darah teratasi sebagian.
Direkomendasikan kepada pasien DM untuk patuh terhadap pola diiit yang telah
di tentukan, agar program pengendalian kestabilan gula darah dapat tercapai.
Kata kunci: Diabetes melitus, gula darah, insulin, nutrisi.
AN ATTEMPT TO COMPLY THE STABILITY OF BLOOD GLUCOSE
IN THE PATIENTS WITH DIABETES MELLITUS AT
dr. SOEHADI PRIJONEGORO HOSPITAL

Uswatun khasanah*, Okti Sri Purwanti**, Sunarto***


*Students of Health Sciences Faculty of Nursing Departments Muhammadiyah
University Surakarta
**Lecturer of Health Sciences Faculty of Nursing Departments Muhammadiyah
University Surakarta
***Preceptor dr. Soehadi Prijonegoro
Hospital Email: Uswatun1000@gmail.com

Abstract
Diabetes mellitus is a chronic disease characterized by the increasing of blood
glucose. The case of diabetes mellitus increases due to genetic factors, obesity and
unhealthy lifestyle. Since the blood glucose is not stable, it will cause various
complications. The objective of this research was to provide an overview of an
attemp to comply the stability of blood glucose in the patients with diabetes
mellitus at dr. Soehadi Prijonegoro Hospital. The method applied was descriptive
research with case study approach done toward the patients with diabetes mellitus
in the Melati inpatient room of dr. Soehadi Prijonegoro Hospital on March 30th to
April 1st, 2016. The process of data collection including observation, interview,
physical examination, medical records, and journals review related to diabetes. An
attempt undertaken to comply the stability of blood glucose are through education,
diet pattens, exercise, and medication. Most problems dealing with blood glucose
can be done. Recommended management for diabetic patients is to obey the
pattern that has been set, so that the program of blood glucose stability control can
be achieved.
Keywords: Blood glucose, nutrition, diabetes mellitus, insulin.
1. PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolisme dimana kadar
glukosa darah dalam tubuh melebihi batas normalhingga mencapai ≥126 mg/dL
(Darmansyah, 2013).Nilai normal kadar gula darah seharusnya berkisar antara 100-126
mg/dL setelah berpuasa lebih dari 8 jam, sedangkan 2 jam setelah berbuka, kadar gula
darah normalnya tidak lebih dari 200 mg/dL (Baradeo, 2009).Ketidak normalan kadar
gula darah terjadi karena tubuh tidak mampu menggunakan dan melepaskan insulin
secara adekuat (Irianto, 2015).Insulin merupakan hormon yang di produksi oleh kelenjar
pankreas dan bekerja untuk mengendalikan metabolisme karbohidrat dan glukosa di
dalam darah (Maryuni, 2010). DM terbagi atas 2 jenis, jika pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin sama sekali maka penderita akan mengalami ketergantungan
dengan insulin dari luar selama seumur hidup, jenis ini disebut dengan DM tipe 1,
sedangkan apabila pankreas masih mampu menghasilkan insulin tetapi dalam jumlah
yang sedikit, maka disebut dengan diabetes tipe 2 (Santoso, 2011). Penyakit ini paling
sering dijumpaidan prevalensi setiap tahunnya mengalami peningkatan di seluruh dunia
(Hartono, 2013).
Berdasarkan data terbaru tahun 2015 yang di tunjukkan oleh Perkumpulan
Endokronologi (PERKENI) menyatakan bahwa jumlah penderita diabetes melitus di
Indonesia telah mencapai 9,1 juta orang dan menempati peringkat ke 5 teratas diantara
negara-negara dengan jumlah penderita DM terbanyak di dunia, World Health
Organizatiton memperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita DM akan meningkat
menjadi sekitar 21,3 juta orang (PERKENI, 2015). Berdasarkan data rekam medis di
RSUD dr. Soehadi Pridjonegoro Sragen menyebutkan pada tahun 2014 penderita DM
yang menjalani rawat inap sebanyak 505 orang, sedangkan pada tahun 2015 mengalami
peningkatan menjadi 556 orang (Rekam medis RSUD Sragen, 2015). Kasus DM
terbanyak yang di temui di Indonesia adalah DM tipe 2, bahkan dalam jangka waktu
yang akan datang akan meningkat secara drastis, hal ini di sebabkan karena faktor
keturunan, obesitas, makan secara berlebihan, kurang olahraga, serta perubahan gaya
hidup (Kusnanto, 2013).Selain itu kebanyakan penderita menganggap bahwa penyakit
DM bukan termasuk masalah yang serius, sehingga penderita tidak mempunyai
keinginan untuk melaksanakan program diit DM, hal ini menyebabkan peningkatan
jumlah penderita DM (Smeltzer, 2013).
Secara umum terdapat empat pilar dalam program DM, yang pertama adalah
edukasi, penderita harus paham betul mengenai riwayat penyakit DM, kedua berupa
pembatasan diit makanan, penderita harus patuh terhadap pola diit yang dijalani dan
tidak boleh melebihi batas diit, selanjutnya adalah olahraga, gerak badan sangat
diperlukan untuk membakar kadar gula darah dalam tubuh yang berlebih, yang terakhir
ialah terapi farmakologis (Santoso, 2011). Berbagai macam obat dan jenis insulin telah di
temukan sebagai pengobatan DM,tapi pengobatan yang utama adalah pengelolaan diit
yang tepat, terutama pada DM tipe 2 (Suyono, 2006).
Pengelolaan ini mempunyai tujuanuntuk mempertahankan kadar gula darah
dalam tubuh agar tetap dalam batas normal serta mengatasi berbagai macam keluhan
yang sering dialami oleh panderita diabetes seperti badan kesemutan dangangguan pada
penglihatan (FKUI, 2007). Gejala lain yang sering timbul meliputi gatal-gatal pada

3
badan, dan infeksi kulit yang berlangsung lama (Djuantoro, 2014). Pasien juga akan
mengalami keluhan seperti nafsu makan yang meningkat (polyphagia), rasa haus yang
tinggi (polydipsia), serta keinginan untuk berkemih juga meningkat (polyuria) kejadian
ini disebabkan karena tubuh berusaha untuk membuang glukosa (Digiulio, 2014).Dalam
jangka panjang penyakit DM juga menemui berbagai komplikasi, adapunkomplikasiakut
pada DMmeliputi koma hipoglikemia, koma hiperosmolar non ketotik, ketoasidosis
(Brashers, 2008). Komplikasi kronis meliputi penyakit mikrovaskular termasuk
gangguan penglihatan (diabetic retinopathy), gangguan ginjal (nefhropathy), dan
kerusakan pada pembuluh darah (diabetic neuropathy) (Baradeo, dkk. 2009).
Melihat akibat yang ditimbulkan dari kelebihan kadar gula darah dalam tubuh
dapat menimbulkan berbagai gejala dan komplikasi maka penulis merumuskan masalah:
Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk memenuhi kestabilan gula darah ?
Tujuan umum penulisan adalah untuk memberikan gambaran kepada pasien
penderita diabetes melitus tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi
kestabilan gula darah dalam tubuh agar tetap dalam batas normal.

2. METODE
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menyusun menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan studi kasus pada pasien Diabetes Melitus di Bangsal Melati
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro pada tanggal 30 Maret-01 April 2016. Cara yang
digunakan yaitu dengan mengumpulkan data-data dari rekam medis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan gula darah sementara (GDS), penulisan ini didukung dari buku, jurnal
dan karya tulis ilmiah lain yang berhubungan dengan pemberian asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh penulis. Setelah itu penulis memilih diagnosa keperawatan yang
sesuai dengan intervensi, kemudian melakukan implementasi keperawatan dan menulis
hasilnya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 30 Maret-01 April 2016 mulai dari
pengkajian, pemeriksaan gula darah dan wawancara langsung terhadap pasien di Bangsal
Melati RSUD dr.Soehadi Prijonegoro. Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses
asuhan keperawatan, perawat harus tepat dalam menentukan riwayat penyakit dahulu
pasien, harapan kedepan tentang penyakit pasien, pengkajian meliputi proses
mengumpulkan data, memvalidasi dan menginterpretasikan informasi yang di dapat
tentang pasien (Maryunani, 2010). Data yang diperoleh meliputi identitas pasien nama
Ny.S umur 66 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, suku bangsa Jawa, alamat
Teguhan Lor Rt 08/ Rw 03 Sragen wetan, Sragen. Data penanggung jawab nama Tn.H,
umur 70 tahun, jenis kelamin laki-laki, hubungan dengan pasien adalah suami.
Keluhan utama pasien badannya lemas dan kedua kakinya terasa kesemutan. Hal
ini di sebabkan karena gangguan pada pembuluh darah kapiler dan kerusakan pada
pembuluh darah tepiyang dapat menyebabkan berkurangnya volume darah di ujung
saraf, apabila tidak sering digerakkan maka penderita akan mengalami kesemutan secara
terus-menerus disertai rasa nyeri di ujung jari dan telapak kaki (FKUI, 2007). Riwayat
penyakit sebelum dibawa ke IGD, saat itu pasien mengeluh pusing, mual, kedua kaki
kesemutan. Kemudian suaminya memeriksakan pasien ke dokter terdekat, oleh dokter
disarankan agar segera di rujuk ke RSUD dr. Soehadi Prijonegoro, pada saat itu juga
pasien langsung dibawa kerumah sakit dan masuk IGD pada tanggal 22 Maret 2016
pukul 21.30 WIB, dengan nomor registrasi 109260, kemudian di pindahkan ke bangsal
Melati pada pukul 22:13 WIB dengan terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes per menit di
tangan kanan.
Riwayat penyakit dahulu pasien sudah menderita diabetes melitus sejak 12 tahun
yang lalu, pernah mondok di rumah sakit kurang lebih 8 kali, 5 tahun yang lalu pasien
pernah mondok di RSUD dr. Soehadi Prijonegorokarena kakinya terkena paku, 4 tahun
sebelumnya pasien mengalami gangguan penglihatan dan harus di operasi di RSUD
Ngawi, sekitar satu tahun yang lalu di rawat lagi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro,
karena penyakit diabetes melitus, pasien mengatakan sudah bolak-balik mondok di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro karena penyakit DM yang di deritanya. Riwayat penyakit
keluarga, kakaknya menderita penyakit yang sama dengannya yaitu diabetes melitus tipe
2, pasien tidak mempunyai penyakit bawaan dari lahir dan tidak ada penyakit keturunan
dari orang tuanya. Mayoritas penderita diabetes tipe 2 determinan oleh faktor genetik,
gejala-gejala menuju proses bertahap, rusaknya imunologik sel-sel yang memproduksi
insulin. Secara faktor genetik, individu akan peka dan memberikan respon terhadap
pemicu yang berupa infeksi virus, virus ini menyebabkan glukosa yang di rangsang oleh
sekresi insulin akan berkurang dan 90% sel beta akan rusak, penyebab kejadian pada
individu yang peka secara genetik terhadap proses autoimun dapat berupa infeksi virus
coxsackie B4 atau dengan istilah lain gondongan (Price, 2006).
Pengkajian menurut Fungsional pola Gordon: Pola persepsi dan management
kesehatan, pasien mengatakan apabila ada anggota keluarganya yang sakit maka segera
di periksakan ke layanan kesehatan terdekat.Pola nutrisi sebelum sakit, makan 2-3 kali
sehari dengan porsi sedang dan lauk seadanya sesuai yang dimasak oleh menantunya,
minum air putih 5-6 gelas (±1,5 liter) perhari dan minum teh manis 1 gelas (±200 ml) di
pagi hari, berat badan sebelum sakit 62 kg, pasien tidak menerapkan pola diit diabetes
melitus, tidak ada makanan yang dibatasi, tidak ada alergi makanan, tidak ada pantangan
makanan. Pola nutrisi selama sakit, pasien tidak nafsu makan, porsi makan hanya habis
2-3 sendok, minum air putih 1-2 gelas (±200 ml) perhari, berat badan selama sakit
mengalami penurunan menjadi 58 kg.
Penurunan berat badan disebabkan karena glukosa hilang bersamaan dengan
keluarnya urine yang berlebih, di dapatkan data pasien selama dirumah BAK setiap 2
jam sekali dengan volume ±500 ml, hal ini menyebabkan gangguan keseimbangan kalori
sehingga pasien akan merasakan rasa lapar yang berlebih (polifagia) dan mengeluh
mudah lelah serta mengantuk (Price, 2006).
Dalam hal ini pasien yang mengalami gangguan status nutrisi, dapat diganti
dengan menggunakan pedoman A-B-C-D. Pedoman ini bertujuan untuk mengidentifikasi
ada atau tidaknya defisiensi nutrisi dan pengaruh terhadap kesehatan, dan
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien (Mubarak, 2015). A (antropometric
measurements)= berat badan sebelum sakit 63 kg sedangkan selama sakit 54 kg, tinggi
badan 155 cm, LILA 22 cm. B (biomedical data)= Gula darah sewaktu pada saat masuk
rumah sakit hasil 396 mg/dL. C (clinical signs)= keadaan umum pasien terlihat lemah. D
(dietary)= pasien mendapatkan diit makanan dari rumah sakit berupa bubur nasi, sayur,
tahu tempe dan buah, sedangkan saat dirumah pasien tidak membatasi makanan apapun.
Untuk dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh dengan cara menghitung Indeks Masa
Tubuh (IMT). Adapun rumus dari IMT yaitu =Berat badan (kg)/ Tinggi badan (m 2).
Untuk perhitungannya: 54/(1,55)2= 54/2,4= 22,5. Berdasarkan hasil perhitungan berat
badan pasien termasuk normal, standart nilai normal 18,5-22,9. Sedangkan dikatakan
obesitas ringan apabila 25- 30,dan obesitas berat ≥30 (Hartono, 2013). Pola eliminasi
sebelum sakit,sering buang air kecil hampir tiap 2 jam sekali dengan volume ±500 ml
perhari, warna urine kuning, tidak keruh, genetalia tidak sakit saat berkemih, buang air
besar 1x perhari dengan konsistensi tinja lunak, anus tidak sakit saat buang air besar.
Buang air kecil 5-6 kali perhari (±400 ml), buang air besar hanya satu kali pada saat hari
kedua di rumah sakit.
Pola aktivitas sebelum sakit, mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri tanpa bantuan. Selama sakit dalam melakukan aktivitas dibantu sebagian oleh
suami, toileting dibantu orang lain, berpindah dibantu orang lain, sedangkan untuk
makan minum pasien masih mampu melakukan secara mandiri.
Pola istirahat dan tidur sebelum sakit,saat dirumah pasien mengalami gangguan
tidur, tidur malam hanya 4-5 jam dan ketika malam hari sering terbangun tidak bisa tidur
lagi, pada saat siang hari pasien tidur hanya 1 jam, sebelum tidur biasanya pasien
menonton televisi bersama keluarga, pasien tidak mengkonsumsi obat tidur. Selama sakit
pasien mengatakan susah tidur karena kedua kakinya kesemutan. Tidur hanya 2-3 jam
ketika malam hari, tidur siang hanya 30 menit-1 jam perhari. Pola seksualitas, pertama
kali menstruasi pada usia 16 tahun, pasien memiliki 8 anak, dan menopouse pada usia 50
tahun.
Pola persepsi dan kognitif pasien sudah mendapatkan informasi tentang
kondisinya dari dokter dan perawat, tetapi belum mengetahui jelas tentang penyakit dan
diit yang harus dijalani. Pola konsep diri pasien sudah lelah dengan penyakit yang di
deritanya karena lama tidak segera sembuh, dan harus bolak-balik mondok di rumah
sakit, pasien ingin segera sembuh. Harga diri dan percaya diri pasien tidak merasa
minder dengan penyakit yang di deritanya saat ini.
Pemeriksaan fisik keadaan umum lemah, tingkat kesadaran composmentis Eye4
Verbal5 Motorik6. Tanda-tanda vital, tekanan darah 140/80 mmHg,Respiration Rate
(pernafasan) 24x permenit, nadi 83x permenit, suhu 37 o celcius. Wajah simestris dan
lembab, kepala bersih simetris rambut sudah mulai beruban, bentuk mata simetris sklera
non ikterik, hidung simetris tidak ada sputum, mulut bersih tidak ada stomatitis atau
sariawan,gigi tanggal 1. Dada paru inspeksi: tidak ada lesi, simestris.
Palpasipengembangan paru kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi suara nafas
vesikular. Jantung inspeksi ictus cordis tidak nampak, palpasi ictus cordis tidak teraba,
perkusi sonor, auskultasi bunyi jantung I-II reguler. Abdomeninspeksi: simetris, tidak
terdapat bekas luka, auskultasi peristaltik usus 22x permenit, palpasi asites negatif,
perkusi bunyi tympani. Tangan terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes per menit di
tangan kanan sejak tanggal 22 Maret 2016, penggantian infus setiap 3 hari sekali untuk
mencegah terjadinya infeksi kulit, tangan kiri dapat bergerak bebas, kaki kanan dan kiri
terasa kesemutan, integumen kulit bersih, tidak ada bekas luka, lembab, turgor kulit baik
(kembalidalam 2 detik).
Pemeriksaan Penunjang laboratorium pada tanggal 23 maret jam 09.30 WIB
dengan hasil Hemoglobin 10,2 g/dL (N:12,2-18,1), Eritrosit 4,89 Juta/uL (N:4,04-6,13),
Hematokrit 30,9 % (N:37,7-53,7), MCV 63,1 fL (N:80-97), MCH 20,9 pg (N:27-31,2),
MCHC 33,0 g/dL (N:31,8-35,4), Lekosit 7,80 ribu/uL (N:4,5-11,5), Trombosit 239
ribu/uL (N:150-450), RDW-CV 16,1 % (N:11,5-14,5), MPV 11,1 fL (N:0-99,9), Neutrofil
59,3% (N:37-80), MXD 11,3% (N:4-18), Limfosit 29,4% (N:19-48), Glukosa Darah
Sewaktu (GDS) 396 mg/dL (N:<200), Ureum 71,6 mg/dL (N:10-50), Kreatinin 2,13
mg/dL (N:0,60-0,90).
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 24 Maret pukul 14.50 WIB, GDS 158
mg/dL, pada tanggal 25 Maret pukul 22.31 WIB, GDS 121 mg/dL, tanggal 26 Maret
pukul 08.30 WIB, GDS 176 mg/dL, tanggal 27 Maret pukul 08.36WIB, GDS 476
mg/dL, tanggal 28 Maret pukul 14.30 WIB, GDS 260 mg/dL, hari berikutnya pukul
14.35 WIB, GDS 160 mg/dL, kadar gula darah sewaktu normalnya antara 120-140
mg/dL (Irianto, 2015).
Program terapi medis yang diberikan adalah infus Ringer Laktat 20 tetes per
menit. Ringer Laktat berfungsi untuk mengembalikan kebutuhan elektrolit pada pasien
yang mengalami dehidrasi (Kasim, 2013). Injeksi: Furosemid 20 mg/12jam, diuretik ini
berfungsi untuk meningkatkan output urin guna mencegah oliguria (Morton, 2014).
Sohobion 3ml/24jam, merupakan terapi defisiensi vitamin-B1, B6 dan B12 (Sitait, 2013).
Novorapid 12 unit/8jam, insulin jenis ini mempunyai masa kerja yang super cepat antara
10-15 menit, dapat diberikan beberapa kali dalam sehari (Kariadi, 2009). Di rumah sakit,
injeksi ini diberikan 3 kali dalam sehari,yaitu setiap 30-60 menit sebelum sarapan,
sebelum makan siang, dan 1 jam sebelum tidur malam, penyuntikan biasanya di lakukan
di daerah pembuluh darah vena (IV) dengan sudut 15-300, penyuntikan subcutan pada
bagian lengan atas atau paha bagian luar dengan sudut 45 0, dan Intramuscular (IM) pada
bagian otot paha bagian luar dengan sudut 90 0, penyuntikan tidak boleh berturut-turut
dalam waktu yang sama dalam waktu sebulan, jarak lokasi penyuntikan 2,5 cm antara
satu dengan yang lain (Kariadi, 2009). Insulin ini bekerja masuk ke dalam sel,
kemudianmemecah glukosa menjadi energi dan meningkatkan transportasi glukosa pada
jaringan lemak, serta dapat memperlambat absorbsi makanan (Priyanto, 2009). Jenis-
jenis insulin dapat di bedakan berdasarkan cara kerja, insulin kerja cepat, disuntikkan
setengah jam sebelum makan, nama preparat insulin ini adalah Actrapid, dan humulin R,
humalog, novo rapid, apidra, dapat disuntikkan 3x/hari, sedangkan insulin campuran
yang bekerja sedang, nama preparat berupa mixtrard, humulin 30/70, novomix, humalog
mix, suntikan ini dapat diberikan 2x/hari, selain itu terdapat insulin dengan masa kerja
yang panjang (insulin basal), yaitu lantus, levemir, insulatard, humulin N, insulin ini di
suntikan hanya 1xsehari (Kariadi, 2009).Obat oral yang di berikan: Potassium Chloride
(KSR) 600mg 2x1 tablet, diuretik ini berfungsi untuk menahan kalium (Muttaqin, 2009).
Pengkajian pada tanggal 30 Maret 2016 di dapatkan data fokus yang pertama
yaitu,Data subjektif: Pasien mengeluhkedua kakinya terasa kesemutan, badan lemes,
selama di rumah sakit nafsu makan menurun, hanya makan 2-3 sendok saja makanan dari
rumah sakit dan minum 1-2 gelas perhari (±200ml), pasien bercerita bahwa sudah lelah
dengan penyakit, selama dirumah tidak menjalani pola diit diabetes melitus, tidak pernah
ber olahraga, aktivitas dirumah hanya tidur dan menonton televisi, kakaknya juga
menderita penyakit diabetes melitus tapi sekarang kakaknya sudah meninggal. Data
objektif: tekanan darah 140/80 mmHg,nadi 83x per menit, pernafasan 24x per menit,
suhu 370 celcius, berat badan sebelum sakit 62 kg, selama sakitmenjadi 58 kg, tinggi
badan 157 cm, pasien tampak lemah, pucat dan cemas dengan penyakit yang di
deritanya, terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes per menit di tangan kanan. Tingkat
kecemasan yang di alami oleh pasien di sebabkan oleh faktor lamanya pasien menderita
penyakit DM, hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien DM tipe 2
(Wahyuni, 2014). Untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dapat di atasi dengan
adanya dukungan dari pihak keluarga, dukungan keluarga sangat di perlukan untuk
memberikan dampak yang positif terhadap kepatuhan program perawatan diri, pasien
tidak akan merasa beban yang di alami untuk dirinya sendiri, tetapi masih ada keluarga
yang mendukung, bentuk dukungan ini berupa perhatian dalam mengingatkan dan
memantau makanan yang sesuai dengan program diit, menasehati, serta membantu dalam
memecahkan masalah, hal ini akan berdampak positif sehingga kualitas hidup tidak
mengalami penurunan dan mencegah resiko komplikasi DM (Wahyuni, 2014). Faktor
penyebab pada penderita diabetes melitus tipe 2 sebenarnya belum begitu jelas, tetapi
dapat ditandai dengan faktor keturunan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang
gerak badan dan berolahraga, kemudian yang terakhir adalah faktor obesitas (FKUI,
2007). Selain itu, tanda awal gejala diabetes melitus tipe 2 bisa meliputi kehilangan
penglihatan dengan istilah lain retinopati (Brashers, 2008). Di dapatkan riwayat penyakit
dahulu 4 tahun yang lalu pernah di lakukan operasi pada mata karena gangguan
penglihatan mata kabur. Retinopati sering di dapatkan pada penderita diabetes tipe 1
maupun tipe 2, tanda ini pertama dapat dilihat apabila tampak titik-titik merah kecil pada
mata penderita, kemudian perisit yang mengelilingi dan menopang dinding kapiler akan
hilang dan menyebabkan penonjolan pada area dinding kapiler, penonjolan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sehingga lemak akan bocor secara
berlebihan pada dinding-dinding kapiler dan menimbulkan bercak-bercak kuning
mengkilap mengandung eksudat keras pada mata kemudian membentuk cincin di
sekeliling area yang bocor, di dalam cincin tersebut terdapat banyak mikroaneurisma
yang menebal pada retina, sehingga penglihatan akan kabur, jika tidak segera dilakukan
pengobatan maka dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kebutaan (Mcphee,
2010).
Selain retinopati, komplikasi juga bisa terjadi pada pembuluh darah tungkai kaki,
komplikasi ini sering terjadi pada penderita diabetes, kelainan ini disebabkan karena
penebalan pada pembuluh darah besar, penebalan ini dapat menyebabkan aliran darah ke
tungkai dan kaki tidak lancar, yang akhirnya akan menimbulkan keluhan kram otot
tungkai, kulit kering dan kaki akan terasa dingin dan menyebabkan mati rasa pada daerah
kaki sehingga penderita tidak merasakan apa-apa walaupun terjadi luka parah pada
daerah kaki, jika tidak cepat diatasi maka kuman-kuman akan masuk berkembang
menjadi borok parah, dan bisa terancam diamputasi (Kariadi, 2009).
Pasien tidak membatasi makanan, dan kurang berolahraga. Maka penulis
merumuskan masalah keperawatan yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan
aktivitas jasmani (Nurarif & Kusuma, 2013). Setelah merumuskan masalah keperawatan,
maka langkah selanjutnya yaitu menentukan intervensi keperawatan yang akan dilakukan
oleh penulis, langkah ini merupakan tindakan yang harus dilakukan oleh perawat,
intervensi keperawatan digunakan untuk membantu pasien dalam mencapai kriteria hasil
yang di harapkan (Maryunani, 2010).
Intervensi keperawatan pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan
aktivitas jasmani tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil : Tidak ada
tanda-tanda mal nutrisi, nafsu makan meningkat, kesemutan pada kaki hilang, kadar gula
darah dalam batas normal. Adapun intervensi dan rasionalisasi dari diagnosa yaitu
observasi gula darah, ajarkan senam kaki diabetik,berikan makanan yang terpilih dari
rumah sakit (sudah di konsultasikan dengan ahli gizi), anjurkan untuk tidak mengurangi
ataupun menunda jadwal makan karena dapat menyebabkan fluktasi(ketidak stabilan
kadar gula darah), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin. Insulin merupakan
obat rasional untuk menurunkan kadar gula darah yang berlebih (Nurarif & Kusuma,
2013). Berikan pendidikan tentang riwayat diabetes melitus kepada pasien dan keluarga
untuk menghindari komplikasi, serta penderita dapat melakukan perawatan secara
mandiri (Darmansyah, 2013).Setelah menyusun intervensi, langkah selanjutnya adalah
implementasi, implementasi merupakan kategori dalam tindakan perawat, perawat akan
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam
asuhan keperawatan (Maryuni, 2010).
Implementasi yang dilakukan dari tanggal 30 Maret-01 April 2016 sesuai dengan
intervensi diatas, yaitu pertama mengkaji nilai kadar gula darah pasien. Kedua,
mengajarkan senam kaki diabetik. Ketiga, memberikan edukasi tentang program diit
DM, dan tindakan terakhir mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian injeksi
insulin novorapid 12 unit/8 jam.
Tindakan keperawatan pertama yang di lakukan pada tanggal 30 Maret 2016,
pukul 11.00 WIB, melakukan observasi GDS, dengan hasil 152mg/dL. Pemeriksaan
kadar gula darah diperlukan guna memodifikasi jenis diit dan menentukan jenis
pengobatan (Arisman, 2011). Untuk pemeriksaan GDS dilakukan 2 jam setelah makan.
Cara pengukuran gula darah yang pertama siapkan alat untuk cek gula darah
(Glukometer), sobek kemasan yang berisi strip, pasang strip pada alat glukometer,
mengusap kapas alkohol pada daerah penusukan, menusukkan lanset pada jari tangan
pasien, letakkan ujung jari pada ujung strip, ketika glukometer sudah berbunyi hasil
sudah dapat dibaca, akurat di dapatkan setelah hitungan mundur 5 detik (Kariadi, 2009).
Tindakan keperawatan kedua pukul 11.30 WIB, mengajarkan pasien latihan fisik
senam kaki diabetik. Tindakan ini dapat membantu melancarkan peredarah darah di
bagian kaki, mencegah terjadinya deformitas, serta memperkuat otot betis dan paha.
Adapun fase yang pertama meliputi, posisikan pasien duduk tegak posisi nyaman,
letakkan tumit di lantai, jari-jari kedua kaki di luruskan ke atas kemudian di bengkokkan
ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. Kedua, letakkan salah satu tumit di lantai,
angkat telapak kaki ke atas, pada kaki satunya jari-jari di letakkan di lantai dengan tumit
kaki di angkat ke atas, cara ini di lakukan bersamaan secara bergantian dan di ulangi
sebanyak 10 kali. Ketiga, tumit kaki di letakkan di lantai, bagian ujung kaki di angkat ke
atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakan pada area pergelangan kaki sebanyak
10 kali. Keempat, letakkan jari-jari di lantai, tumit di angkat dan buat gerakan memutar
pada area pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Kelima, angkat salah satu lutut kaki dan
luruskan, gerakkan jari-jari ke depan, kemudian turunkan kembali secara bergantian ke
kiri dan ke kanan, ulangi sebanyak 10 kali. Keenam, luruskan salah satu kaki diatas
lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari ke arah wajah lalu turunkan
lagi ke lantai. Ketujuh, angkat kedua kaki dan luruskan, gerakkan pergelangan kaki ke
depan dan belakang. Yang terakhir, luruskan salah satu kaki dan angkat, putar pada
pergelangan kaki, dan tuliskan di udara dengan kaki dari angka 0 sampai 10, lakukan
secara bergantian. Lakukan senam diabetik ini ketika kaki terasa kesemutan (Maliya,
2015). Senam ini juga dapat mempercepat terjadinya pemulihan penyakit, mengurangi
resiko kardiovaskuler, serta memberikan kenyamanan psikologis pada pasien
(Darmansyah, 2013).
Tindakan ketiga pada pukul 13.00 WIB, memberikan edukasi kepada pasien
mengenai pengelolaan diabetes melitus. Edukasi diabetes adalah pendidikan atau
pelatihan pengetahuan, dengan tujuan agar pasien dapat melakukan perubahan perilaku
yang diperlukan agar kondisi kesehatan mengalami peningkatan serta penyesuaian
kualitas hidup dan psikososial bagi penderita diabetes (Maryuni, 2010). Edukasi yang
pertama mengenai pengaturan makan (diit), dalam pengaturan diit, makanan merupakan
pilar yang paling penting bagi pengobatan (Syahbudin, 2007).
Pada umumnya diet pada DM diatur berdasarkan prinsip 3J yaitu Jumlah, Jenis,
dan Jadwal. Berikut diet DM sesuai pedoman 3J, Pembagian jumlah makanan sehari-hari
dapat di atur dengan baik, dalam pemberian jumlah makanan, terlebih dahulu harus
menentukan jumlah kebutuhan kalori pasien per harinya, sebelum menghitung jumlah
kalori yang dibutuhkan oleh seorang penderita diabetes adalah menghitung berat badan
ideal (idaman), berdasarkan Rumus Brocca: Berat Badan Idaman= 90% x (tinggi badan
dalam cm – 100) x 1 kg. Adapun hasil dari perhitungan yaitu: 90% x (157 x 100) x 1 kg=
0,9 x 57= 51,3 kg.
Selanjutnya menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan berat badan
idaman dengan 25 Kkal (kalori) untuk perempuan, sedangkan untuk laki-laki x 30 Kkal.
Adapun hasil yaitu 51,3 x 25= 1.282, kemudian bisa ditambah dengan jumlah kalori yang
diperlukan untuk kegiatan sehari-hari, ada tiga jenis kegiatan berdasarkan penambahan
jumlah kalori basal, yang pertama kerja ringan= tambah 10% dari kalori basal, kerja
sedang: tambah 20%, kemudian untuk kerja berat: tambah 40-100% dari kalori basal.
Berdasakan pengkajian aktivitas sehari-hari pasien adalah menonton televisi di rumah,
kegiatan ini masuk dalam kategori kerja ringan, perhitungannya yaitu: 1.282 x 10%=
128,2 kalori basal. Kemudian hasil dari kebutuhan kalori ditambahkan dengan jumlah
kalori basal. Adapun hasil 1.282 + 128,2= 1.410,2 ,angka ini bisa dibulatkan menjadi
1.500 kalori. Hasil ini merupakan jumlah kalori sebenarnya yang dibutuhkan oleh pasien
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi setiap harinya.
Berdasarkan Tabel Komposis Zat Gizi Konsesus PERKENI ada batas batas
pemberian zat gizi yaitu: karbohidrat 60-70 %. Protein 10-15%, lemak 20-25%,
kolesterol < 300 mg/hari, serat 25 g/ hari, garam bisa diberikan seperti anjuran orang
normal, pemanis dapat digunakan secukupnya.Selanjutnya jumlah pemberian nutrisi
dalam setiap harinya bisa dikali dengan jumlah kebutuhan kalori. Adapun hasil
perhitungan yang di dapat yaitu: karbohidrat: 60% x 1.410,2 : 4= 211 gr, protein 15% x
1.500 : 4 = 56 gr, lemak 20% x 1.500 : 9= 33 gr, serat 25 gr per hari, kolesterol 250 gr
perhari (Suyono, 2007).
Dalam perhitungan jumlah kebutuhan kalori pasien, kita dapat menyusun contoh
menu diet 1.500 kalori berdasarkan pedoman 3J (Jadwal, Jumlah, dan Jenis). Pagi pukul
06.00-07.00 WIB roti tawar 2 iris atau serata dengan 70gr, telur dadar 1 butir (50 gr), 3
sendok makan susu krim (20 gr), pukul 10.00 WIB bisa diberikan makanan selingan 1
potong buah melon (190 gr), siang pukul 12.00-13.00 WIB, 1/2 piring nasi (200 gr), 1
potong pepes ikan (40 gr), 2 potong tempe goreng (50 gr), 1 mangkuk sayur asem (100
gr), 2 buah jeruk (110 gr), pukul 16.00 WIB, bisa diberikan makanan selingan 1 buah
pisang rebus (50 gr), malam harinya pukul 18.00-19.00 WIB, 3/4 piring nasi (100 gr), 1
potong sedang opor ayam (40 gr), 1 biji besar perkedel tahu kukus (110 gr), 1 mangkuk
kecil tumis sayuran (100 gr), 1 buah apel (85 gr), menu makanan ini dapat di ganti sesuai
selera pasien, asalkan tidak melebihi batas normal (Kariadi, 2009).
Adapun contoh bahan makanan lain yang di anjurkan berupa sumber karbohidrat
yang kompleks seperti: nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi dan sagu, sumber protein
rendah lemak yaitu berupa ikan, ayam tanpa kulit, susu krim, tempe, tahu dan kacang-
kacangan, kemudian sumber lemak tetapi dalam jumlah yang terbatas, yaitu berupa
makanan yang mudah untuk dicerna, terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus,
disetup, direbus, dan dibakar. Sebaliknya, ada juga bahan makanan yang tidak dianjurkan
(dibatasi) adalah, yang mengandung banyak gula sederhana seperti gula pasir, gula jawa,
sirup, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis, minuman botol
ringan dan es krim, untuk makanan mengandung banyak lemak yang harus dibatasi
adalah makanan siap saji, cake, goreng-gorengan, makanan mengandung natrium yang
harus di batasi berupa ikan asin, telur asin, dan semua jenis makanan yang diawetkan
(Almatsier, 2006).
Yang kedua adalah olahraga, dalam karakteristik diabetes melitus, obesitas
merupakan ciri dari penyakit, namun gula darah yang tinggi tidak hanya di sebabkan oleh
fakror kegemukan, bisa disebabkan oleh resistensi insulin. Selain mengurangi
kegemukan, olahraga juga bermanfaat mengurangi resistensi insulin, dalam berbagai
penelitian bahwa olahraga aerobik maupun latihan beban, sangat efektif untuk
menurunkan kadar gula dalam darah, keberhasilan dari olahraga tidak harus dengan
olahraga berat, dokter memberikan saran untuk berolahraga jalan pagi, karena efektif,
mudah dan juga murah, dalam hal ini pemakaian energi akan mengalami peningkatan,
peredaran darah akan menjadi lebih lancar, dapat mengurangi resistensi insulin sehingga
kerja insulin dapat diperbaiki (Kariadi, 2009).
Yang terakhir adalah pengobatan insulin, obat insulin dapat memperbaiki
hambatan terhadap kerja insulin, membantu pankreas dalam merangsang dan
meningkatkan produksi insulin, obat untuk mengurangi resistensi terhadap insulin pada
sel-sel adalah golongan Biguanid (metformin) dan tiazolidindion (TZD), adapula obat
yang bekerja memperlambat pencernaan makanan menjadi glukosa yaitu golongan
Inhibitor Glukoside atau dengan nama lain genetik acarbose, sedangkan obat yang
digunakan untuk merangsang insulin adalah golongan inhibitor DPP-IV. Obat-obat ini
akan memberikan efek samping bagi pengguna, efek samping golongan metfortin yaitu
mual dan nafsu makan menurun, efek samping golongan triazolidindion dapat
menyebabkan edema (bengkak), tapi akan berangsur menghilang setelah sekian waktu,
efek samping obat acarbose yaitu sering buang angin, dalam beberapa hari keluhan ini
akan hilang dan bisa di cegah jika mengkonsumsi dalam jumlah dosis kecil (Kariadi,
2009). Edukasi ini diharapkan dapat mengelola dan mencegah terjadinya komplikasi
serta dapat meningkatkan angka kualitas hidup penderita diabetes melitus (Wahyuni,
2014).
Tindakan keempat yaitu mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian
injeksi novorapid 12 unit/8jam. Penulis melakukan tindakan implementasi setiap
hari.Tindakan tambahan pada tanggal 31-Maret 2016 adalah melakukan pemeriksaan
gula darah sewaktu pada pukul 13:51 WIB dengan hasil gula darah 127 mg/dL, tanggal
01 April 2016 pukul 08:00 WIB adalah 105 mg/dL. Setelah implementasi dilakukan,
yang terakhir adalah menyusun evaluasi, evaluasi merupakan proses untuk menentukan
keberhasilan dari tindakan, sesuai dengan rencana keperawatan yang telah diambil, dan
menunjukkan keberhasilan dari tindakan, apakah sesuai dengan yang diharapkan atau
tidak (Maryunani, 2010). Hasil evaluasi dilakukan setiap hari pada pukul 14:00 WIB.
Penulis menggunakan metode pendokumentasian SOAP, yaitu Subjektif (S), Objektif
(O), Assesment (A), Planning (P). Evaluasi dilakukan berdasarkan SOAP yaitu
Subjektif: Pasien mengatakan nafsu makan bertambah, kesemutan pada kaki berkurang.
Objektif: GDS pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 08:00 WIB adalah 91 mg/dL, tanda-
tanda vital dalam batas normal, yaitu tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 86x per menit,
suhu 36,50 C, respiration rate 22 x per menit, pasien tampak lebih tenang dan rileks.
Assesment masalah teratasi sebagian, intervensi masih dilanjutkan dengan pemberian
terapi insulin novorapid karena gula darah pasien masih belum stabil, pemeriksaan gula
darah sewaktu, dan pengontrolan berat badan untuk mencegah mal nutrisi, pola diit harus
tetap diterapkan guna mencegah hiperglikemia (Kurniawan,2014).

4. PENUTUP
Berdasarkan dari hasil pembahasan maka dapat di ambil kesimpulan bahwa
tindakan pemeriksaan gula darah secara rutin, senam diabetik, serta edukasi terbukti
sangat efektif untuk menangani masalah ketidakseimbangan nutrisi dan gangguan insulin
pada penderita diabetes melitus dengan data yang mendukung yaitu evaluasi ke pasien
yang menyatakan bahwa nafsu makan sudah meningkat, tidak terjadi tanda-tanda mal
nutrisi, kadar gula darah dalam batas normal, serta menghilangkan berbagai keluhan
yang dialami oleh pasien. Tindakan ini akan mencegah terjadinya komplikasi pada DM.
Saran penulis kepada pasien agar dapat melakukan perawatan secara mandiri di
rumah seperti rutin dalam memeriksakan gula darah, olahraga secara teratur minimal 3
kali dalam seminggu, kemudian pasien juga harus patuh dalam pengelolaan diit DM agar
kadar gula darah dalam tubuh tetap stabil, bagi peneliti lain di harapkan agar karya tulis
ilmiah ini dapat di implementasikan kemudian di kembangkan dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien diabetes melitus dengan gangguan nutrisi dan insulin.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman, D. (2011). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes mellitus, & Dislipidemia. EGC:
Jakarta.

Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet edisi baru. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Baradero, M, dkk. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. EGC:
Jakarta.

Brashers, L, V. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi & Pemeriksaan Manajemen. Edisi 2.


EGC: Jakarta.

Darmansyah, AF, dkk. (2013). Efekttivitas Supportive Educative terhadap Peningkatan Self
Regulation. Jurnal Ners Volume 8 Nomor 2.

Djuantoro, D. (2014). Buku Ajar Ilustrasi Patofisiologi. Tangerang Selatan: BINARUPA


AKSARA

Digiulio, M, dkk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Demystified. Rapha: Yogyakarta.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, (2007). Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta.

Hartono, A. (2013). Terapi Gizi& Diet Rumah Sakit Edisi 2. EGC: Jakarta.

Irianto, K. (2015).Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: ALFABETA.

Kariadi, H.S. (2009). Diabetes? Siapa takut!! Panduan lengkap untuk diabetisi, keluarganya,
dan profesional medis. Qanita:Bandung.

Kurniawan, T. (2014). Dukungan Keluarga pada Pasien DM Tipe 2. Jurnal Keperawatan


Padjadjaran Volume 2 Nomor 1.

Kusnanto, (2013). Meningkatkan Respons Psikososial-spiritual pada Pasien Diabetes


Mellitus. Jurnal Ners Volume 8 No.1 April 2013. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Maliya, A. (2015). Pedoman penuntun praktek klinik laboratorium KMB IIIB. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Maryunani, A. (2010). Kamus Perawat Definisi, Istilah dan Singkatan Kata-Kata dalam
Keperawatan. Trans Info Media: Jakarta.

Mcphee, J.S & Ganong, F.W. (2010). Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis Edisi 5. EGC: Jakarta.

Mubarak, W.I, dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A.H. & Hardhi, K. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta: Media Action.

PERKENI. (2015). Data Prevalensi Penderita Diabetes di Indonesia, (online).


(http://sehat_link/data-prevalensi-penderita-diabetes-di-indonesia.info, diakses tanggal 2
Mei 2016).

Priyanto, (2009). Farmakoterapi & Terminologi Medis. Lembaga Studi dan Konsultasi
Farmakologi: Depok Jakbar.

Price, A.S & Wilson, M.L. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta: EGC.

RSUD dr. Soehadi Prijonegoro. (2016). Laporan Tahunan Jumlah Penderita Diabetes Melitus
di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Tahun 2014-2015. Sragen: Bagian Rekam Medis RS.
Sragen.

Smeltzer, S.C & Bare, G.B. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikah Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Santoso, B.T & Nugrahini, F. (2011). Pengaruh Durasi Senam Diabetes Mellitus Pada
Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita DM Tipe 2. Jurnal Kesehatan,
Desember 2011.

Sirait, M. (2013). Informasi Spesialis Obat Indonesia. ISFI: Jakarta.

Suyono, S. (2007).Pedoman Diet Diabetes Melitus. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:


Jakarta.

Syahbudin, S. (2007). Pedoman Diet Diabetes Melitus. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia: Jakarta.
Wahyuni, Y, dkk. (2014). Gambaran Kualitas Hidup berdasarkan Karakteristik Pasien
DM tipe 2. Padjadjaran Nursing Journal

Anda mungkin juga menyukai