Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI


(KDP)

GUNTUR MERISA PUTRA


201000414901159

IKes PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI


Asuhan Keperawatan Malaria

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406). Malaria adalah infeksi parasit pada sel
darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang
ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1). Malaria adalah
penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja,
2000).
2. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat
menyebabkan infeksi yaitu:
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai
perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan
menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat,
diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi
yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan,
menyebabkan malaria ovale.

Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan
spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari,
Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium
falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

3. Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum).
Malaria tropika/ falciparum malaria merupakan bentuk yang paling
berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,
parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14
hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya
spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup.
Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah
yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat
pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan
iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan
angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid
Malaria, dan Black Water Fever).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan
Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru.
Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-
kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae
mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete.
Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri
pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum.
Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik
dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan
edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium
malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen
hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah
bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau
ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan
dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-
16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4
hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi
pada malam hari.
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda
yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax
berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit
ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir
memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala
malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria
dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam
setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system
tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering
terjadinya komplikasi.

4. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor
malaria. Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau
dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang
besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran
rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit
manusia (menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan
sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa

5. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam
tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit
di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual
jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak
di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi
penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang
kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi
Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki
kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002)
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang
eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit-
skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan
infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari
masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis
demam (Mansjoer, 2001).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang
terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya
menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk
selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit
tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan
menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan
beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra
-eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada
dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung
hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.
Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati.
Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang
di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru
dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari
sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di
sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“.
Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang
di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel
darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di
sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara
garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh
nyamuk.
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum
menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan
skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3,
sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam
dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan
beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria”
(malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat
menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode
ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
2) Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri
kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok
(tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang
(anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam
atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan
sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa.
b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala
khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan
ikat bertambah (Corwin , 2000). Pembesaran limpa terjadi pada
beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba
di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan
anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika
lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan,
mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling
berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh
penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat
hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit
karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang
d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel
darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah
yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin
yang di hasilkan

2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada
disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui
duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000).

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan
pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan
ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji
imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target
dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang
diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana
pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam
malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah
penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif
tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas
mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah
trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup
matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler
(finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal
dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies
plasmodium yang tepat
4) Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies
plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)


Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada
plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan
mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan
teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan
diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak
dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai
instrumen hitung parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi
antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen
spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik
ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik
radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA
spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini
menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit
penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan
tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain
sebagai berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di
tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg
selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15
mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg
selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10
mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis
tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd
600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam
dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari.
Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan
aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.

9. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian
tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala
klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit
kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan
saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.

b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara
mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka
kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya
Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan
kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
c. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah
melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi
yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh
kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

Dasar data pengkajian


a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat
dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan
aliran darah.
c. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
d. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan
Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
e. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.

f. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan
alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur
invasif, luka traumatik.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Intoleransi aktivitas
d. Nyeri Akut
e. Peenurunan curah jantung
f. Pola nafas tidak efektif
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Hipertermi b/d kerusakan NOC : NIC :
control suhu sekunder v  Thermoregulation Temperature regulation
akibat infeksi atau
v  Thermoregulation : neonate   Monitor suhu minimal tiap 2 jam
inflamasi Kriteria Hasil :   Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
v  Suhu tubuh dalam rentang normal   Monitor TD, nadi, dan RR
v  Nadi dan RR dalam rentang normal   Monitor warna dan suhu kulit
  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
panas
  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency yang diperlukan
  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
  Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
tubuh Kriteria Hasil :
 Adanya peningkatan berat badan  Kaji adanya alergi makanan
sesuai dengan tujuan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
badan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan   Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
nutrisi
 Berikan substansi gula
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
Tidak terjadi penurunan berat badan serat untuk mencegah konstipasi
yang berarti  Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring

 Monitor adanya penurunan berat badan


 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama
jam makan
NOC :  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Pain Level,  Monitor turgor kulit
 Pain control,  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
 Comfort level patah
Dengan Kriteria Hasil :  Monitor mual dan muntah
  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
nyeri, mampu menggunakan tehnik kadar Ht
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,  Monitor makanan kesukaan
mencari bantuan)  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
menggunakan manajemen nyeri jaringan konjungtiva
  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Monitor kalori dan intake nuntrisi
3 Nyeri Akut frekuensi dan tanda nyeri)  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri lidah dan cavitas oral.
berkurang  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
  Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Pain Management
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
NOC :  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
  Energy conservation  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
  Activity tolerance  Tingkatkan istirahat
  Self Care : ADLs  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
Dengan Kriteria Hasil : dan tindakan nyeri tidak berhasil
  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan nyeri
RR Analgesic Administration
  Mampu melakukan aktivitas sehari hari  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
(ADLs) secara mandiri derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
4 Intoleransi Aktivitas hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

NIC :
Activity Therapy
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
social
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
5 Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d respon fisiologis otot Cardiac Care
jantung, peningkatan  Cardiac Pump effectiveness
frekuensi, dilatasi,  Circulation Status  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
hipertrofi atau peningkatan durasi)
 Vital Sign Status
isi sekuncup  Catat adanya disritmia jantung
Kriteria Hasil:
 Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
putput
 Tanda Vital dalam rentang normal
 Monitor status kardiovaskuler
(Tekanan darah, Nadi, respirasi)  Monitor status pernafasan yang menandakan
 Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada gagal jantung
kelelahan  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
 Tidak ada edema paru, perifer, dan perfusi
tidak ada asites  Monitor balance cairan
 Tidak ada penurunan kesadaran  Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
 Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
6 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management

 Respiratory status : Ventilation  Pertahankan catatan intake dan output yang


 Respiratory status : Airway patency akurat
 Vital sign Status  Pasang urin kateter jika diperlukan
 Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
Kriteria Hasil :
cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
 Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan
MAP, PAP, dan PCWP
suara nafas yang bersih, tidak ada  Monitor vital sign
sianosis dan dyspneu (mampu  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
mengeluarkan sputum, mampu (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
bernafas dengan mudah, tidak ada asites)
pursed lips)  Kaji lokasi dan luas edema
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
(klien tidak merasa tercekik, irama intake kalori harian
nafas, frekuensi pernafasan dalam  Monitor status nutrisi
rentang normal, tidak ada suara nafas  Berikan diuretik sesuai interuksi
abnormal)  Batasi masukan cairan pada keadaan
 Tanda Tanda vital dalam rentang hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
normal (tekanan darah, nadi, mEq/l
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
pernafasan)
muncul memburuk
Fluid Monitoring

 Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan


dan eliminaSi
 Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Monitor serum dan elektrolit urine
 Monitor serum dan osmilalitas urine
 Monitor BP, HR, dan RR
 Monitor tekanan darah orthostatik dan
perubahan irama jantung
 Monitor parameter hemodinamik infasif
 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari odema

Anda mungkin juga menyukai