Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan
spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari,
Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium
falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).
3. Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum).
Malaria tropika/ falciparum malaria merupakan bentuk yang paling
berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,
parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14
hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya
spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup.
Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah
yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat
pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan
iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan
angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid
Malaria, dan Black Water Fever).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan
Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru.
Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-
kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae
mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete.
Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri
pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum.
Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik
dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan
edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium
malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen
hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah
bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau
ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan
dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-
16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4
hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi
pada malam hari.
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda
yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax
berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit
ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir
memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala
malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria
dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam
setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system
tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan
panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering
terjadinya komplikasi.
4. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor
malaria. Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau
dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang
besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran
rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit
manusia (menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan
sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
5. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam
tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit
di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual
jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak
di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi
penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang
kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi
Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki
kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002)
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang
eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit-
skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan
infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari
masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis
demam (Mansjoer, 2001).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang
terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya
menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk
selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit
tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan
menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan
beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra
-eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada
dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung
hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.
Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati.
Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang
di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru
dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari
sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di
sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara
lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“.
Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang
di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel
darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di
sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara
garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh
nyamuk.
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum
menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan
skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3,
sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam
dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan
beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria”
(malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat
menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode
ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
2) Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri
kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok
(tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang
(anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam
atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan
sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa.
b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala
khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan
ikat bertambah (Corwin , 2000). Pembesaran limpa terjadi pada
beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba
di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan
anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika
lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan,
mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling
berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh
penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat
hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit
karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang
d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat
kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel
darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah
yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin
yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada
disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui
duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000).
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan
pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan
ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji
imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target
dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang
diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana
pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam
malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah
penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif
tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas
mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah
trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup
matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler
(finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal
dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies
plasmodium yang tepat
4) Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies
plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan
tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain
sebagai berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di
tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg
selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15
mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg
selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10
mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis
tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd
600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam
dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari.
Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan
aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
9. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian
tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala
klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit
kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan
saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara
mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka
kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya
Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan
kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
c. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah
melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi
yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh
kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
f. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan
alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur
invasif, luka traumatik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Intoleransi aktivitas
d. Nyeri Akut
e. Peenurunan curah jantung
f. Pola nafas tidak efektif
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Hipertermi b/d kerusakan NOC : NIC :
control suhu sekunder v Thermoregulation Temperature regulation
akibat infeksi atau
v Thermoregulation : neonate Monitor suhu minimal tiap 2 jam
inflamasi Kriteria Hasil : Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
v Suhu tubuh dalam rentang normal Monitor TD, nadi, dan RR
v Nadi dan RR dalam rentang normal Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
NIC :
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
5 Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d respon fisiologis otot Cardiac Care
jantung, peningkatan Cardiac Pump effectiveness
frekuensi, dilatasi, Circulation Status Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
hipertrofi atau peningkatan durasi)
Vital Sign Status
isi sekuncup Catat adanya disritmia jantung
Kriteria Hasil:
Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
putput
Tanda Vital dalam rentang normal
Monitor status kardiovaskuler
(Tekanan darah, Nadi, respirasi) Monitor status pernafasan yang menandakan
Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada gagal jantung
kelelahan Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
Tidak ada edema paru, perifer, dan perfusi
tidak ada asites Monitor balance cairan
Tidak ada penurunan kesadaran Monitor adanya perubahan tekanan darah
Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring