Anda di halaman 1dari 34

HI-BUN (HIMPUNAN PETANI-PERKEBUNAN): APLIKASI BERBASIS

EKONOMI SYARI’AH SOLUSI KESEJAHTERAAN PETANI DENGAN


SKEMA BAGI HASIL

MATARAM
2020
Lembar Pernyataan Orisinalitas

Kami yang bertanda tangan di bawah ini


Nama Lengkap Penulis 1 : Minzorus Sunan
Nama Lengkap Penulis 2 : Hesya Nungki Nabila
Nama Lengkap Penulis 3 : Krentista Santri Islam
Nama Perguruan Tinggi : Universitas Mataram
Dengan ini menyatakan bahwa naskah/tulisan yang kami ikut sertakan dalam
“Paper Konferensi The 19th Sharia Economic Days” yang berjudul:
HI-BUN (HIMPUNAN PETANI-PERKEBUNAN): APLIKASI BERBASIS
EKONOMI SYARI’AH SOLUSI KESEJAHTERAAN PETANI DENGAN
SKEMA BAGI HASIL
merupakan hasil karya sendiri, bukan terjemahan, belum pernah diikutkan dalam
konferensi atau kompetisi lain, dan belum pernah dimuat dalam media apa pun.
Kami bersedia menanggung segala tuntutan jika di kemudain hari ada pihak yang
merasa dirugikan, baik secara pribadi maupun secara hukum. Demikian surat
pernyataan ini. Apabila terbukti terdapat pelanggaran, kami bersedia untuk
didiskualifikasi dari konferensi ini.

Penulis 1 Penulis 2 Penulis 3

(Minzorus Sunan) (Hesya Nungki Nabila) (Krentista Santri Islam)

i
DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan Orisinalitas............................................................................ i


DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 3
1.3 Tujuan .................................................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 5
2.1 Pengertian Mudharabah ........................................................................ 5
2.2 Landasan Mudharabah .......................................................................... 7
2.3 Rukun dan Syarat Mudharabah............................................................. 9
2.4 Jenis-Jenis Mudharabah dan Sistem Bagi Hasilnya ............................. 13
2.5 Aplikasi .............................................................................................. 15
2.6 Android .............................................................................................. 15
BAB III METODE PENULISAN ..................................................................... 17
3.1 Jenis Penulisan.................................................................................... 17
3.2 Teknik Penulisan ................................................................................ 17
3.3 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data........................................... 18
3.4 Metode Analisis Data.......................................................................... 18
BAB IV ISI DAN PEMBAHASAN .................................................................. 20
4.1 Hi-Bun: Solusi Kesejahteraan Petani dengan Skema Bagi Hasil Berbasis
Aplikasi Digital ............................................................................................. 20
4.2 Hi-Bun dengan Konsep Mudharabah .................................................. 21
4.3 Pengimplementasian Aplikasi Hi-Bun................................................. 22
4.4 Seberapa Efektif Aplikasi Hi-Bun ....................................................... 25
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 27
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 27
5.2 Saran .................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 29

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Bagan alir Metode Analisis Data......................................................17


Gambar 4.1 Logo Hi-Bun.....................................................................................19
Gambar 4.2 Skema mudharabah Hi-Bun.............................................................20
Gambar 4.3 Skema Implementasi Hi-Bun............................................................21
Gambar 4.4 Tampilan Aplikasi Hi-Bun untuk Petani...........................................22
Gambar 4.5 Tampilan Aplikasi Hi-Bun untuk Pembeli........................................22
Gambar 4.6 Efektifitas Hi-Bun.............................................................................24

iii
HI-BUN (HIMPUNAN PETANI-PERKEBUNAN): APLIKASI BERBASIS
EKONOMI SYARI’AH SOLUSI KESEJAHTERAAN PETANI DENGAN
SKEMA BAGI HASIL

Minzorus Sunan, Hesya Nungki Nabila, Krentista Santri Islam

ABSTRAK
Ekonomi global saat ini sedang berada pada titik puncak perubahan besar yang
sebanding besarnya dengan munculnya revolusi industri. Kehadiran era revolusi
Industri 4.0 sudah tidak dapat dielakkan lagi. Indonesia perlu mempersiapkan
langkah-langkah strategis agar mampu beradaptasi dengan era industri digital ini.
Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua
bidang. Sebagai sumber devisa negara, bidang perkebunan memiliki nilai
strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Barat,
khususnya di Lombok Utara memiliki potensi yang sangat besar untuk
pengembangan perkebunan yang dapat dimanfaatkan. Perkebunan di Nusa
Tenggara Barat terdiri dari tanaman tahunan dengan luas areal mencapai 162.362
hektare dan tanaman semusim seluas 36.934 hektare, hasil produksi 123.802 ton
dengan komoditas unggulan berupa kakao, kopi, tembakau, jambu mete dan
kelapa. Oleh karena itu, para petani di Nusa Tenggara Barat harus bersatu dan
berkoorporasi satu sama lain karena dengan bersatu maka produk-produk yang
dihasilkan akan berdaya saing tinggi dan dilirik dunia. Hi-Bun adalah aplikasi
digital yang bertujuan untuk mempersatukan dan menghimpun para petani di
Nusa Tenggara Barat, dimana aplikasi ini memiliki fitur-fitur beragam yang
mudah diakses oleh para petani sekaligus berfungsi sebagai sarana promosi atau
penjualan produk-produk hasil perkebunan. Hasil penjualan yang diperoleh akan
dibagikan kepada para petani dengan skema bagi hasil. Dengan adanya Hi-Bun
diharapkan nantinya para petani di Nusa Tenggara Barat dapat hidup sejahtera
dan kedepannya aplikasi ini dapat diakses oleh petani-petani di seluruh Indonesia,
serta menjadi sebuah inovasi dalam menerapkan sistem Ekonomi Islam yang
mengandung konsep moralitas dan spiritualitas yang akan mendorong terciptanya
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, keadilan dalam pembangunan sosio
ekonomi, dan kesejahteraan sosial.
Kata kunci:Hi-Bun, perkebunan, skema bagi hasil

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan ekonomi global diprediksi semakin suram. Dana Moneter
Internasional (IMF) kembali memangkas 0,2 persen poin pertumbuhan
ekonomi global menjadi 3 persen di tahun 2019 dan 3,4 persen di tahun
2020. Tak hanya global, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dipangkas 0,2
persen poin menjadi 5 persen di tahun 2019 dan 5,1 persen di tahun 2020.
Dalam laporan Outlook Ekonomi Dunia edisi Oktober 2019, IMF menilai
negara-negara berkembang mengalami kondisi yang sangat menantang.
Mulai dari permasalahan dagang AS-China hingga ketegangan politik. Tak
hanya itu, bagi negara-negara berkembang yang mengandalkan komoditas
ekspor, seperti Indonesia, juga mengalami tekanan. Hal ini karena harga
komoditas yang terus merosot di tahun 2019 (kumparan.com). Ekonomi
global saat ini sedang berada pada titik puncak perubahan besar yang
sebanding besarnya dengan munculnya Revolusi Industri 4.0.
Kehadiran era Revolusi Industri 4.0 sudah tidak dapat dielakkan lagi.
Revolusi Industri 4.0 merupakan fenomena yang mengkolaborasikan
teknologi cyber dan teknologi otomatisasi. Konsep penerapannya berpusat
pada konsep otomatisasi yang dilakukan oleh teknologi tanpa memerlukan
tenaga kerja manusia dalam proses pengaplikasiannya. Hal tersebut tentunya
menambah nilai efisiensi pada suatu lingkungan kerja di mana manajemen
waktu dianggap sebagai sesuatu yang vital dan sangat dibutuhkan oleh para
pemain industri. Selain itu, manajemen waktu yang baik secara eksponensial
akan berdampak pada kualitas tenaga kerja dan biaya produksi. Contoh
konkret yang dapat diambil dari pemanfaatan teknologi pada bidang industri
adalah proses pembukuan dan produksi yang kini sudah dapat dengan mudah
diakses oleh siapa saja dan kapan saja. Di era ini digitalisasi berkembang
pesat dan tak hentinya para pengembangnya terus melakukan inovasi-inovasi
berbasis teknologi informasi agar dapat terus membantu penggunanya dalam

1
menyelesaikan aktivitasnya sehari-hari. Berbagai sektor telah merambah
dengan memanfaatkan teknologi informasi. Semua itu tidak terlepas dari
yang namanya Internet dan berdasarkan data dari Polling Indonesia dan
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018,
pengguna Internet yang ada di indonesia mencapai 171,17 juta dari total
populasi penduduk Indonesia 246,16 atau sekitar 64,8% penduduk Indonesia,
sehingga dengan pencapaian tersebut, Indonesia berada di peringkat 8 dunia
dengan jumlah pengguna yang paling sering melakukan akses Internet.
Kontribusi terbesar pengguna internet di Indonesia adalah pulau Jawa dengan
total sebesar 55,7%, Sumatera 21,6 %, Papua, Maluku dan Sulawesi 10,9%,
Kalimantan 6,6%, dan Nusa Tenggara sebesar 5,2%. Tidak heran jika
Indonesia merupakan mangsa besar bagi para perusahaan berbasis teknologi
informasi ataupun para investor.
Perkebunan merupakan subsektor yang menjanjikan untuk para
investor dan juga paling menjanjikan bagi peningkatan devisa dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Badan pusat Statistika (BPS) mencatat
kontribusi sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional tahun 2018
naik 22,48% dibandingkan dengan kontribusi di 2014. Sementara PDB
perkebunan 2014-2018 sebesar Rp2.192,9 triliun. Angka sementara, PDB
sektor pertanian pada triwulan I 2019 mencapai Rp3,7 triliun, di mana
tanaman perkebunan menyumbang Rp106,95 miliar. Provinsi Nusa Tenggara
Barat, khususnya di Lombok Utara memiliki potensi yang sangat besar untuk
pengembangan perkebunan yang dapat dimanfaatkan. Perkebunan di Nusa
Tenggara Barat terdiri dari tanaman tahunan dengan luas areal mencapai
162.362 hektare dan tanaman semusim seluas 36.934 hektare, hasil produksi
123.802 ton dengan komoditas unggulan berupa kakao, kopi, tembakau,
jambu mete dan kelapa. Oleh karena itu, para petani di Nusa Tenggara Barat
harus bersatu dan berkoorporasi satu sama lain karena dengan bersatu maka
produk-produk yang dihasilkan akan berdaya saing tinggi dan dilirik dunia.
Oleh karena itu, perlu inovasi dalam pemikiran dan aplikasi program-
program perkebunan. Penerapan ilmu dan teknologi baru menjadi penting

2
sehingga pemanfaatan teknologi informasi, aplikasi Android, digitalisasi, dan
IoT terus ditingkatkan. Hi-Bun adalah aplikasi digital yang bertujuan untuk
mempersatukan dan menghimpun para petani di Nusa Tenggara Barat,
dimana aplikasi ini memiliki fitur-fitur beragam yang mudah diakses oleh
para petani sekaligus berfungsi sebagai sarana promosi atau penjualan
produk-produk hasil perkebunan. Hasil penjualan yang diperoleh akan
dibagikan kepada para petani dengan skema bagi hasil. Seperti yang
diketahui bahwa sistem ekonomi syari’ah tidak hanya merupakan sarana
untuk menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi, tetapi juga merupakan
sarana untuk mengalokasikan sumber daya pada orang yang berhak menurut
syari’ah. Dengan adanya Hi-Bun diharapkan nantinya para petani di Nusa
Tenggara Barat dapat hidup sejahtera dan kedepannya aplikasi ini dapat
diakses oleh petani-petani di seluruh Indonesia, serta menjadi sebuah inovasi
dalam menerapkan sistem ekonomi syari’ah yang mengandung konsep
moralitas dan spiritualitas yang akan mendorong terciptanya pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan, keadilan dalam pembangunan sosio ekonomi,
dan kesejahteraan sosial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu aplikasi Hi-Bun (Himpunan Petani-Perkebunan)?
2. Bagaimana konsep bagi hasil aplikasi Hi-Bun?
3. Bagaimana pengimplementasian aplikasi Hi-Bun?
4. Seberapa efektif penggunaan aplikasi Hi-Bun dalam meningkatkan
perekonomian?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari pembuatan paper ini antara lain:
1. Untuk mengetahui apa itu aplikasi Hi-Bun (Himpunan Petani-
Perkebunan)
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep bagi hasil aplikasi Hi-Bun

3
3. Untuk mengetahui bagaimanapengimplementasian aplikasi Hi-Bun untuk
petani, pemilik lahan dan konsumen
4. Untuk mengetahui seberapa efektif penggunaan aplikasi Hi-Bundalam
meningkatkan perekonomian

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Mudharabah


Secaraetimologis, mudharabah diambil dari kata ad-dharbu fi al-ardhi
yang artinya melakukan perjalanan untuk berdagang (Ahmad Wardi Muslich,
2010:365). Dalam bahasa Arab mudharabah berasal dari kata dhaaraba yang
berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih
tepatnya yaitu proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usaha (Muhammad Syafi’i Antonio, :95).
Mudharabah atau qiradh termasuk dalam kategori syirkah atau
kerjasama dengan cara sistem bagi hasil. Dalam Al-Qur’an kata mudharabah
tidak disebutkan secara jelas dengan istilah mudharabah. Al-Qur’an hanya
menyebutkannya secara musytaq dari kata yang diulang sebanyak 58 kali.
Secara istilah, Mudharabah adalah akad kerja sama antara shahibul maal
(pemilik modal) dengan mudharib (yang mempunyai keahlian atau
keterampilan) untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil
dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang
disepakati, jika terjadi kerugian ditanggung shahibul maal (Nurul Huda dan
Mohamad Heykal, 2010:71).
Mudharabah dalam perspektif fiqih merupakan kontrak yang
melibatkan antara dua kelompok, yaitu pemilik modal (investor) yang
mempercayakan modalnya kepada pengelola (mudharib) untuk digunakan
dalam aktifitas perdagangan. Sedangkan keuntungan dagang itu dibagi
menurut kesepakatan bersama (M Ali Hasan, 2000:169).
Mudharib dalam hal ini memberikan kontribusi pekerjaan, waktu dan
mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang dicapai dalam kontrak,
salah satunya untuk mencapai keuntungan (profit) yang dibagi antara pihak
investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disetujui bersama.
Namun apabila terjadi kerugian yang menanggung adalah pihak investor saja
(Abdullah Saeed, 2004:91).

5
Mudharabah menurut istilah pada dasarnya terdapat kesepakatan ulama
dalam substansi pengertian mudharabah. Hanya saja terdapat beberapa
variasi bahasa yang mereka gunakan dalam mengungkapkan definisi
tersebut. secara umum, variasi pengertian mudharabah atau qiradh yang
dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut. Menurut para fuqaha’,
mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah
satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan
dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau
sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut ulama
Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dari pihak yang berakad
yang berserikat dalam keuntungan (laba) karena harta diserahkan kepada
yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Maka mudharabah
adalah akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain
pemilik jasa. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad
perwalian, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain
untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan
perak). Imam Hanabilah berpendapat bahwa mudharabah ialah ibarat
pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang
yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui. Sementara
itu, Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad yang
menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk
ditijarahkan (Hendi Suhendi, 2010:136).
Lebih lanjut Wahbah Zuhaili berpendapat, mudharabah adalah akad
penyerahan modal oleh si pemilik kepada pengelola untuk diperdagangkan
dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan
yang mereka buat. Menurut Sayid Sabiq sebagaimana dikutip oleh Ahmad
Wardi, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mudharabah adalah suatu
akad antara dua pihak dimana salah satu pihak memberikan uang (modal)
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi diantara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan
mereka (Ahmad Wardi Muslich, 2010:366).

6
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah adalah suatu akad
atau perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana pihak pertama
memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan
keahlian dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi diantara mereka sesuai
dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama. Dengan kata lain dapat
dikemukakan bahwa mudharabah adalah kerja sama antara harta dengan
tenaga atau keahlian. Dengan demikian, dalam akad mudharabah ada unsur
syirkah atau kerja sama, hanya saja bukan kerja sama harta dengan harta
ataupun tenaga dengan tenaga, melainkan antara harta dengan tenaga.
Disamping itu, juga terdapat unsur syirkah (kepemilikan bersama) dalam
keuntungan. Namun apabila terjadi kerugian maka kerugian tersebut
ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengelola tidak dibebani
kerugian, karena ia telah rugi waktu, fikiran dan tenaga (M Ali Hasan,
2000:170).
Dalam istilah buku himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional)
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan mudharabah adalah
pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha
yang produktif (Majelis Ulama Indonesia, 2015).

2.2 Landasan Mudharabah


Secara syar’i, keabsahan transaksi mudharabah didasarkan pada
beberapa nash al-Qur’an dan sunnah. Secara umum, landasan dasar syariah
al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini
tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini.
2.2.1 Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak pernah berbicara langsung mengenai mudharabah,
meskipun al-Qur’an menggunakan kata dharaba, yang darinya kata
mudharabah diambil. Berikut ayat-ayat al-Qur’an yang mungkin
memiliki kaitan dengan mudharabah, meski diakui sebagai kaitan
yang jauh yang menunjukkan arti perjalanan atau perjalanan untuk
suatu dagang atau usaha.

7
1) Firman Allah dalam surat Al-Muzammil ayat 20

Artinya: “… dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari


sebagian karunia Allah…” (QS. Al-Muzammil: 20)
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari QS. Muzammil:
20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata
mudharabah, di mana berarti melakukan suatu perjalanan usaha
(Muhammad Syafi’I Antonio, :135). Mudharib berarti berjalan di
muka bumi untuk mencari atau mendapatkan karunia Allah
(Wiroso, 2006:219).
2.2.2 Al-Hadits
1) Hadits Nabi riwayat Thabrani

Artinya: “Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta


sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak
membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan abai itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”
(HR. Thabrani dari Ibnu Abas).
2) Hadist Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib

8
Artinya: “Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah:
jual beli tidak secara tunai, muqaradah (mudharabah) dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
3) Hadits lain juga menegaskan diperbolehkannya mudharabah

Artinya: “bahwasannya ‘Usman bin ‘Affan memberikan hartanya


secara qiradh dan memutar modalnya itu dengan keuntungan yang
dibagi diantara mereka.”(Siti Mujibatun, 2012:100).
2.2.3 Ijma
Diriwayatkan,sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang,
mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang
pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’
(Wahbah Zuhaily, 1989:4/838).
2.2.4 Qiyas
Transaksimudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah (Majelis
Ulama Indonesia, 2000:3).
2.2.5 Kaidah Fiqih

Artinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan


kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” (Veithzal Rivai dan
Andria Permata, 2008:119).

2.3 Rukun dan Syarat Mudharabah


2.3.1 Rukun Mudharabah

9
Menurut Ulama Syafi’iyah, rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu.
1) Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
2) Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari
pemilik barang
3) Akad mudharabah, dilakukan oleh pemilik barang dengan
pengelola barang
4) Maal, yaitu harta pokok atau modal
5) Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan
laba
6) Keuntungan.
Sedangkan Ulama Hanafiyah, rukun mudharabah hanya ijab (dari
pemilik modal) dan qabul (dari pedagang atau pelaksana) (M Hasan
Ali, :170),dengan menggunakan lafal yang menunjukkan arti
mudharabah.
Menurut jumhur ulama, rukun mudharabah ada tiga, yaitu:
1) Aqaid, yaitu pemilik modal dan pengelola (‘amil/mudharib)
2) Ma’qud ‘alaih, yaitu modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan
3) Shighat, yaitu ijab dan qabul
Dari beberapa rumusan rukun mudharabah menurut para ulama
diatas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya faktor-faktor yang harus
ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Pelaku akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual beli
ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Dalam
akad mudharabah harus ada minimaal dua pelaku. Pihak pertama
bertindaksebagai pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak
kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau amil)
(Adiwarman Karim, 2004:193).
2) Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek dalam akad mudharabah merupakan konsekuensi logis dari
tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal

10
menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek
mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berupa uang atau barang
yang dirinci sesuai nilai uang. Sedangkan kerja yang diserahkan
bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management
skill dan lain-lain (Adiwarman Karim, 2004:194).
Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah
berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat
dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian
(gharar) besarnya modal mudharabah(Adiwarman Karim,
2004:194). Namun para ulama mazhab Hanafi
membolehkannyadan nilai barang yang dijadikan setoran modal
harus disepakati pada saat akad oleh kedua belah pihak (mudharib
dan shahibul maal). Dan para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya
mudharabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti
shahibul maal tidak memberikan kontribusi apapun, padahal
mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki melarang
hal itu karena merusak sahnya akad.
3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip
an-taraddin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak
harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad
mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
menkontribusikan dananya, sementara si pelaksana usaha pun
setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerjanya.
4) Nisbah keuntungan
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang
tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan
yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang
bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,
sedangkan shahibul maal mendapat imbalan atas penyertaan

11
modalnya. Nisbah inilah yang akan mencegah terjadinya
perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan (Adiwarman Karim, 2004:194).
2.3.2 Syarat Mudharabah
Syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan
transaksi,harus orang yang cakap bertindak atas nama hokum dan
cakap diangkat sebagai wakil
2) Syarat yang berkaitan dengan modal, yaitu
a. Berbentuk uang
b. Jelas jumlahnya
c. Tunai
d. Diserahkan sepenuhnya kepada pedagang atau yang mengelola
Apabila modal berbentuk barang, menurut ulama tidak
diperbolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
Demikian juga halnya dengan hutang, tidak bisa dijadikan sebagai
modal mudharabah. Namun apabila modal itu berupa al-wadi’ah
(titipan) pemilik modal kepada pedagang, boleh dijadikan modal
mudharabah.
Menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’I apabila modal itu
dipegang sebagiannya oleh pemilik modal tidak diserahkan
sepenuhnya, maka akad itu tidak dibenarkan. Namun menurut
mazhab Hambali, boleh saja asalkan tidak mengganggu kelancaran
usaha perusahaan tersebut (M Hasan Ali, 2000:171).
3) Syarat yang berkaitan dengan keuntungan, bahwa pembagian
keuntungan arus jelas persentasenya seperti 60% : 40%, 50% :
50% dan sebagainya menurut kesepakatan bersama (M Hasan Ali,
2000:171).
Apabila pembagian keuntungan tidak jelas, maka menurut ulama
mazhab Hanafi akad itu fasid (rusak). Demikian juga halnya,
apabila pemilik modal mensyaratkan ahwa kerugian harus

12
ditanggung bersama, maka akad itu batal menurut mazhab Hanafi,
sebab kerugian tetap ditanggung sendiri oleh pemilik modal. Oleh
sebab itu mazhab Hanafi menyatakan bahwa mudharabah itu ada
dua bentuk, yaitu mudharabah shahihah dan mudharabah
faasidah.Jikamudharabah itu fasid, maka para pekerja (pelaksana)
hanya menerima upah kerja saja sesuai dengan upah yang berlaku
dikalangan pedagan didaerah tersebut. Sedangkan keuntungan
menjadi milik pemilik modal (mazhab Hanafi, Syafi’i dan
Hambali). Sedangkan ulama mazhab maaliki menyatakan, bahwa
dalam mudharabah faasidah, status pekerja tetap seperti dalam
mudharabah shahihah yaitu tetap mendapat bagian keuntungan
yang telah disepakati bersama (M Hasan Ali, 2000:172).

2.4 Jenis-Jenis Mudharabah dan Sistem Bagi Hasilnya


Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan
landasan dasar bagi operasional lembaga keuangan syariah Islam atau
lembaga keuangan syariah secara keseluruhan. Secara syariah prinsipnya
berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, lembaga
keuangan syariah Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung
maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung
lembaga keuangan syariah akan bertindak sebagai pengelola (mudharib)
sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal penyandang dana.
Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian
keuntungan masing-masing pihak (Muhammad Syafi’I Antonio, :137).
Di sisi lain, dengan pengusaha/peminjam dana, lembaga keuangan
syariah Islam akan bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana, baik
yang berasal dari tabungan, deposito, giro maupun dana lembaga keuangan
syariah sendiri berupa modal pemegang saham). Sementara itu,
pengusaha/peminjam akan berfungsi sebagai mudharib (pengelola) karena
melakukan usaha dengan cara memutar dan mengelola dana lembaga
keuangan syariah (Muhammad Syafi’I Antonio, :137). Dilihat dari transaksi

13
(akad) yang dilakukan pemilik modal dengan pekerja (pelaksana), akad
mudharabah terbagi menjadi dua:
2.4.1 Mudharabah Mutlaqah
ْ ‫اربَةُ اْل ُم‬
Mudharabahmutlaqah ( ‫طلَقَة‬ َ ‫ض‬َ ‫ ) ا َ ْل ُم‬adalah kerja sama antara
shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam
bahasa Inggrisnya, para ahli ekonomi Islam sering menyebut
mudharabah mutlaqah sebagai Unrestricted Investment Account
(URIA). Jika ada syarat-syarat yang ditentukan shahibul maal, aka
apabila terjadi kerugian dalam bisnis tersebut, mudharib tidak
menanggung resiko atas kerugian. Kerugian sepenuhnya ditanggung
shahibul maal(Nurul Huda dan Muhammad Heykal, 2010:77).
2.4.2 Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah ( ‫اربَةُ اْل ُمقَيَدَة‬
َ ‫ض‬َ ‫ ) ا َ ْل ُم‬disebut juga dengan istilah
restricted mudharabah/specified mudharabah adalah si mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.47
Dalam istilah ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut
Restricted Investment Account. Batasan-batasan tersebut
dimaksudkan untuk menyelamatkanmodalnya dari resiko kerugian.
Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib
melanggar batasan-batasan tersebut, maka ia harus bertanggung
jawab atas kerugian yang timbul(Veithzal Rivai dan Andria Permata,
2008:135).
Pada pembiayaan jenis ini, biasanya anggota menuntut adanya nisbah
yang sebanding dengan situasi bisnis tertentu. Dengan kata lain, pada
kontrak pembiayaan mudharabah muqayyadah, pemilik dana
menambah syarat diluar syarat kebiasaan kontrak
mudharabah.Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad
mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini
mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak
yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,

14
sedangkan shahibul maal mendapat imbalan atas penyertaan
modalnya. Syarat yang berkaitan dengan keuntungan, bahwa
pembagian keuntungan arus jelas persentasenya seperti 60% : 40%,
50% : 50% dan sebagainya menurut kesepakatan bersama
(Muhammad Syafi’I Antonio, :97).

2.5 Aplikasi
Aplikasi adalah software yang dibuat oleh suatu perusahaan komputer
untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu, misalnya Microsoft Word,
Microsoft Excel. Aplikasi berasal dari kata application yang artinya
penerapan lamaran penggunaan (Sanjaya, 2015).
Aplikasi merupakan penerapan, menyimpan sesuatu hal, data,
permasalahan, pekerjaan ke dalam suatu sarana atau media yang dapat
digunakan untuk menerapkan atau mengimplementasikan hal atau
permasalahan yang ada sehingga berubah menjadi suatu bentuk yang baru
tanpa menghilangkan nilai-nilai dasar dari hal data, permasalahan, dan
pekerjaan itu sendiri (Ramzi, 2013).
Jadi aplikasi merupakan sebuah transformasi dari sebuah permasalahan
atau pekerjaan berupa hal yang sulit dipahami menjadi lebih sederhana,
mudah dan dapat dimengerti oleh pengguna. Sehingga dengan adanya
aplikasi, sebuah permasalahan akan terbantu lebih cepat dan tepat.

2.6 Android
Android adalah sistem operasi untuk telepon seluler yang berbasis
Linux. Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk
menciptakan aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam peranti
bergerak. Awalnya, Google Inc. membeli Android Inc., pendatang baru yang
membuat peranti lunak untuk ponsel. Kemudian untuk mengembangkan
Android, dibentuklah Open Handset Alliance, konsorsium dari 34
perusahaan peranti keras, peranti lunak, dan telekomunikasi, termasuk

15
Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, T-Mobile, dan Nvidia (Safaat,
2013).

16
BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Jenis Penulisan


Karya tulis ini dibuat menggunakan jenis penulisan deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian
dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia. Menurut Bogdan dan Taylor
(Moleong, 2012:4) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Tulisan ini dimaksudkan untuk
mengeksplorasi dan mengklarifikasi suatu fenomena yang terjadi melalui
deskripsi terhadap sejumlah variabel yang berkaitan dengan masalah atau
objek yang diamati (Faisal, 1999:20).
Dalam melakukan analisis permasalahan, kami melakukan proses
analisis yang berfokus terhadap permasalahan yang terjadi. Kemudian
dikaitkan dengan keadaan dan kondisi lapangan yang berhubungan langsung
dengan pokok permasalahan. Setelah menemukan hubungan antara
permasalahan yang diamati dengan kondisi objek di lapangan, kami
kemudian menganalisis solusi yang dapat dilakukan melalui aplikasi Hi-Bun.

3.2 Teknik Penulisan


Penulisan dilakukan dengan memahami, mendalami, dan
mengeksplorasi beberapa data terutama data yang berupa angka yang berisi
perbandingan data dari tahun ke tahun, demikian pula untuk data deskripsi.
Sesuai dengan jenis penulisan yang digunakan, maka penulisan karya ilmiah
ini menggunakan teknik penulisan kualitatif, dengan mendeskripsikan,
menjabarkan dan merangkai variabel-variabel yang diteliti menjadi objek
penting yang kemudian dikembangkan dalam setiap bagian pembahasan.
Setiap objek yang diamati disinkronkan dengan kondisi lapangan yang ada.
Setelahnya dibuat pembahasan yang menunjukkan apa dan mengapa

17
menggunakan objek tersebut, beserta solusi yang kemudian ditawarkan
dalam bab pembahasan.

3.3 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah data
sekunder. Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data (Sugiono, 2013:402). Data
sekunder ini merupakan data yang berasal dari studi literatur yang dapat
dipertanggungjawabkan, seperti buku-buku, jurnal, skripsi, website resmi
dan bacaan lain yang absah tentang ekonomi Islam, perkebunan di Lombok,
dan petani selaku objek. Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-
cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Ridwan,
2010:51). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur,
yaitu teknik pengumpulan data dari berbagai bahan pustaka (referensi) yang
relevan dan mempelajari yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
Data yang telah diperoleh, dianalisis dan dilakukan diskusi serta
perbandingan alternatif yang lain untuk memperkuat argumen dan
permahaman terhadap permasalahan yang diangkat.

3.4 Metode Analisis Data

Gambar 3.1 Bagan alir Metode Analisis Data

18
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan dalam rumusan masalah
dan pendekatan penulisan, penulis melakukan analisis terhadap data-data
kualitatif yang diperoleh dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Dalam
hal ini data yang diperoleh kemudian disusun secara terstruktur sesuai
dengan masalah yang dikaji sehingga dapat memberikan gambaran dalam
alur pembahasan. Data-data yang menunjukkan keadaan permasalahan akan
dihadapkan dan dibandingkan dengan potensi penyelesaian berdasarkan
kondisi di lapangan. Dengan demikian, arah dan gambaran pembahasan bisa
lebih jelas dan saling terkait satu sama lain. Proses analisa data yang
digunakan dalam penulisan ini yaitu secara bolak-balik dan interaktif.
Analisa yang dilakukan terdiri dari: (1) pengumpulan data (data collection),
yaitu mengumpulkan semua data yang mempunyai relevansi sebagai sumber
pembahasan. (2) reduksi data (data reduction), data yang telah dikumpul
kemudian diseleksi sesuai dengan rumusan masalah dan kriteria gagasan
yang diinginkan untuk memudahkan arah dalam alur pembahasan. Dalam
reduksi data, dilakukan diskusi, yaitu bertukar pikiran dengan orang yang
memiliki kompetensi dalam bidang bagi hasil sesuai dengan ketentuan
ekonomi syariah. Data yang digunakan akhirnya adalah data dan sumber
informasi terpercaya yang telah didalami. Dalam hal ini intuitif subjektif
penulis juga dilibatkan, karena alur gagasan penulis tentang masalah yang
dibahas patut dilibatkan, (3) penyajian data (data display), data yang telah
diseleksi/direduksi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan maupun
gambar. Dalam hal ini dari data yang ada juga, penulisan memberikan
gambaran arah dan skema kerja gagasan yang ditawarkan, dan (4) pemaparan
dan penegasan kesimpulan (conclution drawing and verication), yaitu data
disajikan dengan memaparkan solusi secara jelas dan rinci yang kemudian
dapat disimpulkan sesuai dengan permasalahan yang diangkat.

19
BAB IV
ISI DAN PEMBAHASAN

4.1 Hi-Bun: Solusi Kesejahteraan Petani dengan Skema Bagi Hasil Berbasis
Aplikasi Digital
Hi-Bun (Himpunan Petani-Perkebuanan) sebagai aplikasi digital
berbasis ekonomi syariah mendorong petani untuk melakukan transaksi jual
beli dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sesuai dengan
perkembangan zaman. Hi-Bun hadir sebagai solusi petani dalam
memasarkan hasil taninya kepada pembeli dengan cepat dan mudah. Banyak
petani di provinsi Nusa Tenggara Barat mengaku kesulitan mencari pasar
untuk menjual hasil produk pertanian mereka. Selama ini mereka lebih
banyak menjual hasil produknya kepada para pengepul dengan harga murah
karena tidak mengerti bagaimana memasarkannya langsung kepada pembeli.
Kepala tata usaha badan koordinasi penyuluh (BAKORLUH) NTB,
Muhammad Riadi mengaku masih banyak petani yang menjual hasil taninya
secara gelondongan ke pengepul (Republika.co.id). Hal ini merupakan dasar
pemikiran kami untuk berinovasi menciptakan Hi-Bun yang akan membantu
para petani untuk memasarkan hasil taninya. Dimana hasil jual yang
diperoleh dari aplikasi Hi-Bun akan kami bagi dengan petani mengunakan
metode bagi hasil sesuai dengan sistem ekonomi syariah.

Gambar 4.1 Logo Hi-Bun


Dengan adanya Hi-Bun petani akan memiliki tambahan pilihan untuk
menjual hasil tani mereka sehingga untung yang diperoleh dapat
dimaksimalkan. Model kerjasama yang kami lakukan bersama petani adalah
model kerjasama berkelanjutan untuk optimalisasi pasar jual-beli petani.

20
4.2 Hi-Bun dengan Konsep Mudharabah
Sistem yang digunakan menerapkan akad bagi hasil dengan konsep
mudharabah. Dimana petani/ pemilik lahan yang kemudian disebut sebagai
shahibul maal dan aplikasi Hi-Bun yang kemudian disebut sebagai mudharib

Gambar 4.2 Skema mudharabah Hi-Bun


Hi-Bun menerapkan konsep mudharabahmutlaqah atau Unrestricted
Investment Account (URIA). Petani/ pemilik lahansebagai pemilik modal
memberikan dan mempercayakan hasil perkebunannya untuk dijual secara
online melalui aplikasi Hi-Bun, Hi-Bunkemudian mempromosikan dan
menjual hasil perkebunan tersebut melalui jaringan internet yang terhubung
kepada konsumen (pembeli). Hasil penjualan kemudian dibagi secara
mudharabah, dimana jika penjualan memperoleh keuntungan maka hasil
penjualan akan dibagi 40% kepada Hi-Bun dan 60% kepada petani/ pemilik
lahan, namun jika penjualan memperoleh kerugian maka itu hanya
ditanggung oleh petani/ pemilik lahan sebagai shahibul maal.

21
4.3 Pengimplementasian Aplikasi Hi-Bun
Aplikasi Hi-Bun ditujukan untuk memudahkan transaksi antar petani
dan pembeli sekaligus sebagai sarana promosi modern yang digunakan oleh
petani untuk mempermudah proses jual beli secara luas.

Gambar 4.3 Skema Implementasi Hi-Bun


Skema di atas menunjukkan proses kerja sama antara pihak petani
dengan Hi-Bun dengan memberikan informasi lengkap mengenai hasil tani
mereka yang nantinya melalui aplikasi maka akan terjadi transaksi oleh
pembeli. Berikut tahapan mendalam mengenai skema diatas.
4.3.1. Tahap 1
Pada tahap ini petani akan bekerjasama dengan Hi-Bun untuk
mempromosikan hasil tani mereka. Hal yang terpenting adalah
memberikan penjelasan kepada petani bahwa teknologi dapat
membantu dan mempermudah proses penjualan hasil tani mereka.
Memberikan pengetahuan bagaimana penggunaan aplikasi Hi-Bun
dan hal apa saja yang perlu petani persiapkan untuk menggunakan
aplikasi. Selain itu, Memastikan petani dapat melihat perkembangan
penjualan mereka dalam aplikasi Hi-Bun dan bagaimana
menggunakannya dalam proses transaksi agar dapat berjalan dengan
baik dan tepat.

22
Gambar 4.4 Tampilan Aplikasi Hi-Bun untuk Petani
4.3.2. Tahap 2
Setelah memahami penggunaan aplikasi, maka kami akan memulai
promosi dan mensosialisasikan aplikasi Hi-Bun kepada pembeli yakni
masyarakat, khususnya para pedagang buah agar dapat mengetahui
hasil tani apa saja yang tersedia, berasal dari perkebunan mana, dan
harga satuannya.

.
Gambar 4.5 Tampilan Aplikasi Hi-Bun untuk Pembeli
4.3.3. Tahap 3
Setelah pembeli menetapkan pembeliannya maka melalui aplikasi Hi-
Bun petani akan mendapatkan informasi atas pembelian hasil tani

23
mereka. Petani dapat langsung mengemas hasil taninya sesuai
permintaan dan mengantarnya sesuai alamat yang telah disepakati.
Untuk pembayaran, pembeli akan mengirim uang dengan nominal
sesuai jumlah pembelian. Informasi uang yang masuk ke rekening
akan tertera pada akun petani yang nantinya akan tertera pula jumlah
pembagian hasil dari pembelian hasil tani tersebut dan akan masuk ke
dalam rekening petani. Seluruh pembagian hasil telah disepakati
diawal sehingga tidak akan merugikan kedua pihak.
4.3.4. Swot
Dalam menerapkan aplikasi Hi-Bun kepada para petani, kami
menggunakan analisis SWOT (Strength,Weakness,Opportunity,
Threatment). Analisis ini berusaha melihat gambaran aplikasi
dilapangan ketika diberlakukan. Analisis SWOT aplikasi Hi-Bun
dijelaskan sebagai berikut:
Analisis Keadaan
Strength 1. Memfokuskan pada kesejahteraan petani
melalui promosi dan media digital aplikasi.
2. Petani mendapatkan pangsa pasar yang lebih
luas.
3. Petani terputus dari banyaknya rantai
pengepul sehingga dapat mengefisiensikan
penjualan dan mendapat nilai yang lebih
besar.
4. Pembagian hasil yang menggunakan sistem
bagi hasil mudharabah yang telah disepakati
sejak awal sehingga tidak akan merugikan
petani.
5. Konsumen akan mendapatkan informasi yang
lengkap dan akurat mengenai hasil tani yang
akan dibeli.

24
6. Memudahkan konsumen dalam pembayaran
dengan sistem online.
Weakness 1. Membutuhkan kerja sama yang konsisten dan
sosialisasi yang baik antara petani dan pihak
Hi-Bun.
2. Hanya dapat diimplementasikan pada petani
modern atau petani yang dapat dengan mudah
mengakses internet.
Opportunity 1. Semakin merangkul banyak petani dalam hal
produksi dan pemasaran.
2. Petani memiliki peluang dalam
mempromosikan dan memasarkan hasil
taninya secara luas.
Threatment 1. Opini petani mengenai ketidakefektifan
penggunaan aplikasi Hi-Bun.
2. Sosialisasi penggunaan aplikasi Hi-Bun yang
kurang dapat dipahami oleh petani dan
masyarakat desa.

4.4 Seberapa Efektif Aplikasi Hi-Bun

Gambar 4.6 Efektifitas Hi-Bun

25
Hi-Bun menyediakan dua aplikasi, yaitu aplikasi untuk petani dan
aplikasi untuk pembeli, dengan demikian proses jual beli dan transaksi dapat
berjalan dengan lebih cepat dan mudah. Penggunaan aplikasi ini akan
berjalan efektif apabila masyarakat banyak menggunakan aplikasi ini dan
adanya kelengkapan infrastruktur untuk mendukung jaringan internet dalam
mengakses produk tani yang disediakan dalam aplikasi ini.

26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Hi-Bun (Himpunan Petani-Perkebuanan) sebagai aplikasi digital
berbasis ekonomi syariah mendorong petani untuk melakukan transaksi
jual beli dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sesuai dengan
perkembangan zaman. Hi-Bun hadir sebagai solusi petani dalam
memasarkan hasil taninya kepada pembeli dengan cepat dan mudah.
5.1.2 Hi-Bun menerapkan konsep mudharabahmutlaqah atau Unrestricted
Investment Account (URIA).Dimana petani/ pemilik lahan yang
kemudian disebut sebagai shahibul maal dan aplikasi Hi-Bun yang
kemudian disebut sebagai mudharib. Hasil penjualan dibagi secara
mudharabah, dimana jika penjualan memperoleh keuntungan maka
hasil penjualan akan dibagi 40% kepada Hi-Bun dan 60% kepada
petani/ pemilik lahan, namun jika penjualan memperoleh kerugian
maka itu hanya ditanggung oleh petani/ pemilik lahan sebagai shahibul
maal.
5.1.3 Aplikasi Hi-Bun ditujukan untuk memudahkan transaksi antar petani
dan pembeli sekaligus sebagai sarana promosi modern yang digunakan
oleh petani untuk mempermudah proses jual beli secara luas.
Implementasi Hi-Bun terdiri dari tiga tahap, yaitu: Tahap sosialisasi
kepada petani, tahap sosialisasi kepada pembeli, dan tahap jual beli
antara petani dengan pembeli menggunakan aplikasi Hi-Bun. Dalam
menerapkan aplikasi Hi-Bun kepada para petani, digunakan analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threatment) untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari aplikasi Hi-Bun.
5.1.4 Penggunaan aplikasi Hi-Bun akan berjalan efektif apabila masyarakat
banyak menggunakan aplikasi ini dan adanya kelengkapan
infrastruktur untuk mendukung jaringan internet dalam mengakses
produk tani yang disediakan dalam aplikasi ini.

27
5.2 Saran
Karya tulis ini perlu disempurnakan untuk meningkatkan efektifitas
serta pemanfaatan aplikasi Hi-Bun agar para petani dapat hidup sejahtera dan
kedepannya aplikasi ini dapat diakses oleh petani-petani di seluruh
Indonesia, serta menjadi sebuah inovasi dalam menerapkan sistem ekonomi
syari’ah.

28
DAFTAR PUSTAKA

Saeed, Abdullah (2004). Bank Islam dan Bunga. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Saeed, Abdullah (2004). Menyoal Bank Syariah. Paramadina: Jakarta.
Karim, Adiwarman (2003). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. IIIT
Indonesia: Jakarta.
Karim, Adiwarman (2004). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi II. PT
Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Muslich, Ahmad Wardi (2010). Fiqh Muamaalat. Amzah: Jakarta.
Hasan, M Ali (2000). Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),
Rajawali Pena.
Majelis Ulama Indonesia (2000). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Edisi Kedua. MUI: Jakarta.
Antonio, Muhammad Syafi’I (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema
Insani Press: Jakarta.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal (2010). Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis, Edisi Pertama. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal (2010). Lembaga Keuangan Islam (Tinjauan
Teoretis dan Praktis), Cet 1. Kencana: Jakarta.
Wiroso (2006). Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah.
PT Grasindo: Jakarta.
Nazruddin, Safaat (2013). Aplikasi Berbasis Android. Informatika: Bandung.
Mujibatun, Siti (2012). Pengantar Fiqh Muamalah. Lembaga Studi Sosial Agama
(ELSA): Semarang.
Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit
Alfabeta: Bandung.
Rivai, Veithzal dan Andria Permata (2008). Islamic Financial Management.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai