Paper - Minzorus Sunan - Hi-Bun (Himpunan Petani - Universitas Mataram - 089675968585
Paper - Minzorus Sunan - Hi-Bun (Himpunan Petani - Universitas Mataram - 089675968585
MATARAM
2020
Lembar Pernyataan Orisinalitas
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
HI-BUN (HIMPUNAN PETANI-PERKEBUNAN): APLIKASI BERBASIS
EKONOMI SYARI’AH SOLUSI KESEJAHTERAAN PETANI DENGAN
SKEMA BAGI HASIL
ABSTRAK
Ekonomi global saat ini sedang berada pada titik puncak perubahan besar yang
sebanding besarnya dengan munculnya revolusi industri. Kehadiran era revolusi
Industri 4.0 sudah tidak dapat dielakkan lagi. Indonesia perlu mempersiapkan
langkah-langkah strategis agar mampu beradaptasi dengan era industri digital ini.
Kemajuan teknologi memungkinkan terjadinya otomatisasi hampir di semua
bidang. Sebagai sumber devisa negara, bidang perkebunan memiliki nilai
strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Barat,
khususnya di Lombok Utara memiliki potensi yang sangat besar untuk
pengembangan perkebunan yang dapat dimanfaatkan. Perkebunan di Nusa
Tenggara Barat terdiri dari tanaman tahunan dengan luas areal mencapai 162.362
hektare dan tanaman semusim seluas 36.934 hektare, hasil produksi 123.802 ton
dengan komoditas unggulan berupa kakao, kopi, tembakau, jambu mete dan
kelapa. Oleh karena itu, para petani di Nusa Tenggara Barat harus bersatu dan
berkoorporasi satu sama lain karena dengan bersatu maka produk-produk yang
dihasilkan akan berdaya saing tinggi dan dilirik dunia. Hi-Bun adalah aplikasi
digital yang bertujuan untuk mempersatukan dan menghimpun para petani di
Nusa Tenggara Barat, dimana aplikasi ini memiliki fitur-fitur beragam yang
mudah diakses oleh para petani sekaligus berfungsi sebagai sarana promosi atau
penjualan produk-produk hasil perkebunan. Hasil penjualan yang diperoleh akan
dibagikan kepada para petani dengan skema bagi hasil. Dengan adanya Hi-Bun
diharapkan nantinya para petani di Nusa Tenggara Barat dapat hidup sejahtera
dan kedepannya aplikasi ini dapat diakses oleh petani-petani di seluruh Indonesia,
serta menjadi sebuah inovasi dalam menerapkan sistem Ekonomi Islam yang
mengandung konsep moralitas dan spiritualitas yang akan mendorong terciptanya
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, keadilan dalam pembangunan sosio
ekonomi, dan kesejahteraan sosial.
Kata kunci:Hi-Bun, perkebunan, skema bagi hasil
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
menyelesaikan aktivitasnya sehari-hari. Berbagai sektor telah merambah
dengan memanfaatkan teknologi informasi. Semua itu tidak terlepas dari
yang namanya Internet dan berdasarkan data dari Polling Indonesia dan
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018,
pengguna Internet yang ada di indonesia mencapai 171,17 juta dari total
populasi penduduk Indonesia 246,16 atau sekitar 64,8% penduduk Indonesia,
sehingga dengan pencapaian tersebut, Indonesia berada di peringkat 8 dunia
dengan jumlah pengguna yang paling sering melakukan akses Internet.
Kontribusi terbesar pengguna internet di Indonesia adalah pulau Jawa dengan
total sebesar 55,7%, Sumatera 21,6 %, Papua, Maluku dan Sulawesi 10,9%,
Kalimantan 6,6%, dan Nusa Tenggara sebesar 5,2%. Tidak heran jika
Indonesia merupakan mangsa besar bagi para perusahaan berbasis teknologi
informasi ataupun para investor.
Perkebunan merupakan subsektor yang menjanjikan untuk para
investor dan juga paling menjanjikan bagi peningkatan devisa dan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Badan pusat Statistika (BPS) mencatat
kontribusi sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional tahun 2018
naik 22,48% dibandingkan dengan kontribusi di 2014. Sementara PDB
perkebunan 2014-2018 sebesar Rp2.192,9 triliun. Angka sementara, PDB
sektor pertanian pada triwulan I 2019 mencapai Rp3,7 triliun, di mana
tanaman perkebunan menyumbang Rp106,95 miliar. Provinsi Nusa Tenggara
Barat, khususnya di Lombok Utara memiliki potensi yang sangat besar untuk
pengembangan perkebunan yang dapat dimanfaatkan. Perkebunan di Nusa
Tenggara Barat terdiri dari tanaman tahunan dengan luas areal mencapai
162.362 hektare dan tanaman semusim seluas 36.934 hektare, hasil produksi
123.802 ton dengan komoditas unggulan berupa kakao, kopi, tembakau,
jambu mete dan kelapa. Oleh karena itu, para petani di Nusa Tenggara Barat
harus bersatu dan berkoorporasi satu sama lain karena dengan bersatu maka
produk-produk yang dihasilkan akan berdaya saing tinggi dan dilirik dunia.
Oleh karena itu, perlu inovasi dalam pemikiran dan aplikasi program-
program perkebunan. Penerapan ilmu dan teknologi baru menjadi penting
2
sehingga pemanfaatan teknologi informasi, aplikasi Android, digitalisasi, dan
IoT terus ditingkatkan. Hi-Bun adalah aplikasi digital yang bertujuan untuk
mempersatukan dan menghimpun para petani di Nusa Tenggara Barat,
dimana aplikasi ini memiliki fitur-fitur beragam yang mudah diakses oleh
para petani sekaligus berfungsi sebagai sarana promosi atau penjualan
produk-produk hasil perkebunan. Hasil penjualan yang diperoleh akan
dibagikan kepada para petani dengan skema bagi hasil. Seperti yang
diketahui bahwa sistem ekonomi syari’ah tidak hanya merupakan sarana
untuk menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi, tetapi juga merupakan
sarana untuk mengalokasikan sumber daya pada orang yang berhak menurut
syari’ah. Dengan adanya Hi-Bun diharapkan nantinya para petani di Nusa
Tenggara Barat dapat hidup sejahtera dan kedepannya aplikasi ini dapat
diakses oleh petani-petani di seluruh Indonesia, serta menjadi sebuah inovasi
dalam menerapkan sistem ekonomi syari’ah yang mengandung konsep
moralitas dan spiritualitas yang akan mendorong terciptanya pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan, keadilan dalam pembangunan sosio ekonomi,
dan kesejahteraan sosial.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari pembuatan paper ini antara lain:
1. Untuk mengetahui apa itu aplikasi Hi-Bun (Himpunan Petani-
Perkebunan)
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep bagi hasil aplikasi Hi-Bun
3
3. Untuk mengetahui bagaimanapengimplementasian aplikasi Hi-Bun untuk
petani, pemilik lahan dan konsumen
4. Untuk mengetahui seberapa efektif penggunaan aplikasi Hi-Bundalam
meningkatkan perekonomian
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
Mudharabah menurut istilah pada dasarnya terdapat kesepakatan ulama
dalam substansi pengertian mudharabah. Hanya saja terdapat beberapa
variasi bahasa yang mereka gunakan dalam mengungkapkan definisi
tersebut. secara umum, variasi pengertian mudharabah atau qiradh yang
dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut. Menurut para fuqaha’,
mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah
satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan
dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau
sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut ulama
Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dari pihak yang berakad
yang berserikat dalam keuntungan (laba) karena harta diserahkan kepada
yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Maka mudharabah
adalah akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain
pemilik jasa. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad
perwalian, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain
untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan
perak). Imam Hanabilah berpendapat bahwa mudharabah ialah ibarat
pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang
yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui. Sementara
itu, Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad yang
menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk
ditijarahkan (Hendi Suhendi, 2010:136).
Lebih lanjut Wahbah Zuhaili berpendapat, mudharabah adalah akad
penyerahan modal oleh si pemilik kepada pengelola untuk diperdagangkan
dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan
yang mereka buat. Menurut Sayid Sabiq sebagaimana dikutip oleh Ahmad
Wardi, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mudharabah adalah suatu
akad antara dua pihak dimana salah satu pihak memberikan uang (modal)
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi diantara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan
mereka (Ahmad Wardi Muslich, 2010:366).
6
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah adalah suatu akad
atau perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana pihak pertama
memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan
keahlian dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi diantara mereka sesuai
dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama. Dengan kata lain dapat
dikemukakan bahwa mudharabah adalah kerja sama antara harta dengan
tenaga atau keahlian. Dengan demikian, dalam akad mudharabah ada unsur
syirkah atau kerja sama, hanya saja bukan kerja sama harta dengan harta
ataupun tenaga dengan tenaga, melainkan antara harta dengan tenaga.
Disamping itu, juga terdapat unsur syirkah (kepemilikan bersama) dalam
keuntungan. Namun apabila terjadi kerugian maka kerugian tersebut
ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengelola tidak dibebani
kerugian, karena ia telah rugi waktu, fikiran dan tenaga (M Ali Hasan,
2000:170).
Dalam istilah buku himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional)
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan mudharabah adalah
pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha
yang produktif (Majelis Ulama Indonesia, 2015).
7
1) Firman Allah dalam surat Al-Muzammil ayat 20
8
Artinya: “Nabi bersabda, ada tiga hal yang mengandung berkah:
jual beli tidak secara tunai, muqaradah (mudharabah) dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
3) Hadits lain juga menegaskan diperbolehkannya mudharabah
9
Menurut Ulama Syafi’iyah, rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu.
1) Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
2) Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari
pemilik barang
3) Akad mudharabah, dilakukan oleh pemilik barang dengan
pengelola barang
4) Maal, yaitu harta pokok atau modal
5) Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan
laba
6) Keuntungan.
Sedangkan Ulama Hanafiyah, rukun mudharabah hanya ijab (dari
pemilik modal) dan qabul (dari pedagang atau pelaksana) (M Hasan
Ali, :170),dengan menggunakan lafal yang menunjukkan arti
mudharabah.
Menurut jumhur ulama, rukun mudharabah ada tiga, yaitu:
1) Aqaid, yaitu pemilik modal dan pengelola (‘amil/mudharib)
2) Ma’qud ‘alaih, yaitu modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan
3) Shighat, yaitu ijab dan qabul
Dari beberapa rumusan rukun mudharabah menurut para ulama
diatas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya faktor-faktor yang harus
ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Pelaku akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual beli
ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Dalam
akad mudharabah harus ada minimaal dua pelaku. Pihak pertama
bertindaksebagai pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak
kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau amil)
(Adiwarman Karim, 2004:193).
2) Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek dalam akad mudharabah merupakan konsekuensi logis dari
tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal
10
menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan
pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek
mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berupa uang atau barang
yang dirinci sesuai nilai uang. Sedangkan kerja yang diserahkan
bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management
skill dan lain-lain (Adiwarman Karim, 2004:194).
Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah
berbentuk barang. Ia harus uang tunai karena barang tidak dapat
dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian
(gharar) besarnya modal mudharabah(Adiwarman Karim,
2004:194). Namun para ulama mazhab Hanafi
membolehkannyadan nilai barang yang dijadikan setoran modal
harus disepakati pada saat akad oleh kedua belah pihak (mudharib
dan shahibul maal). Dan para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya
mudharabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti
shahibul maal tidak memberikan kontribusi apapun, padahal
mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki melarang
hal itu karena merusak sahnya akad.
3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip
an-taraddin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak
harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad
mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk
menkontribusikan dananya, sementara si pelaksana usaha pun
setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerjanya.
4) Nisbah keuntungan
Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang
tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan
yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang
bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,
sedangkan shahibul maal mendapat imbalan atas penyertaan
11
modalnya. Nisbah inilah yang akan mencegah terjadinya
perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan (Adiwarman Karim, 2004:194).
2.3.2 Syarat Mudharabah
Syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:
1) Syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan
transaksi,harus orang yang cakap bertindak atas nama hokum dan
cakap diangkat sebagai wakil
2) Syarat yang berkaitan dengan modal, yaitu
a. Berbentuk uang
b. Jelas jumlahnya
c. Tunai
d. Diserahkan sepenuhnya kepada pedagang atau yang mengelola
Apabila modal berbentuk barang, menurut ulama tidak
diperbolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
Demikian juga halnya dengan hutang, tidak bisa dijadikan sebagai
modal mudharabah. Namun apabila modal itu berupa al-wadi’ah
(titipan) pemilik modal kepada pedagang, boleh dijadikan modal
mudharabah.
Menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’I apabila modal itu
dipegang sebagiannya oleh pemilik modal tidak diserahkan
sepenuhnya, maka akad itu tidak dibenarkan. Namun menurut
mazhab Hambali, boleh saja asalkan tidak mengganggu kelancaran
usaha perusahaan tersebut (M Hasan Ali, 2000:171).
3) Syarat yang berkaitan dengan keuntungan, bahwa pembagian
keuntungan arus jelas persentasenya seperti 60% : 40%, 50% :
50% dan sebagainya menurut kesepakatan bersama (M Hasan Ali,
2000:171).
Apabila pembagian keuntungan tidak jelas, maka menurut ulama
mazhab Hanafi akad itu fasid (rusak). Demikian juga halnya,
apabila pemilik modal mensyaratkan ahwa kerugian harus
12
ditanggung bersama, maka akad itu batal menurut mazhab Hanafi,
sebab kerugian tetap ditanggung sendiri oleh pemilik modal. Oleh
sebab itu mazhab Hanafi menyatakan bahwa mudharabah itu ada
dua bentuk, yaitu mudharabah shahihah dan mudharabah
faasidah.Jikamudharabah itu fasid, maka para pekerja (pelaksana)
hanya menerima upah kerja saja sesuai dengan upah yang berlaku
dikalangan pedagan didaerah tersebut. Sedangkan keuntungan
menjadi milik pemilik modal (mazhab Hanafi, Syafi’i dan
Hambali). Sedangkan ulama mazhab maaliki menyatakan, bahwa
dalam mudharabah faasidah, status pekerja tetap seperti dalam
mudharabah shahihah yaitu tetap mendapat bagian keuntungan
yang telah disepakati bersama (M Hasan Ali, 2000:172).
13
(akad) yang dilakukan pemilik modal dengan pekerja (pelaksana), akad
mudharabah terbagi menjadi dua:
2.4.1 Mudharabah Mutlaqah
ْ اربَةُ اْل ُم
Mudharabahmutlaqah ( طلَقَة َ ضَ ) ا َ ْل ُمadalah kerja sama antara
shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam
bahasa Inggrisnya, para ahli ekonomi Islam sering menyebut
mudharabah mutlaqah sebagai Unrestricted Investment Account
(URIA). Jika ada syarat-syarat yang ditentukan shahibul maal, aka
apabila terjadi kerugian dalam bisnis tersebut, mudharib tidak
menanggung resiko atas kerugian. Kerugian sepenuhnya ditanggung
shahibul maal(Nurul Huda dan Muhammad Heykal, 2010:77).
2.4.2 Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah ( اربَةُ اْل ُمقَيَدَة
َ ضَ ) ا َ ْل ُمdisebut juga dengan istilah
restricted mudharabah/specified mudharabah adalah si mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.47
Dalam istilah ekonomi Islam modern, jenis mudharabah ini disebut
Restricted Investment Account. Batasan-batasan tersebut
dimaksudkan untuk menyelamatkanmodalnya dari resiko kerugian.
Syarat-syarat itu harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib
melanggar batasan-batasan tersebut, maka ia harus bertanggung
jawab atas kerugian yang timbul(Veithzal Rivai dan Andria Permata,
2008:135).
Pada pembiayaan jenis ini, biasanya anggota menuntut adanya nisbah
yang sebanding dengan situasi bisnis tertentu. Dengan kata lain, pada
kontrak pembiayaan mudharabah muqayyadah, pemilik dana
menambah syarat diluar syarat kebiasaan kontrak
mudharabah.Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad
mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini
mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak
yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,
14
sedangkan shahibul maal mendapat imbalan atas penyertaan
modalnya. Syarat yang berkaitan dengan keuntungan, bahwa
pembagian keuntungan arus jelas persentasenya seperti 60% : 40%,
50% : 50% dan sebagainya menurut kesepakatan bersama
(Muhammad Syafi’I Antonio, :97).
2.5 Aplikasi
Aplikasi adalah software yang dibuat oleh suatu perusahaan komputer
untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu, misalnya Microsoft Word,
Microsoft Excel. Aplikasi berasal dari kata application yang artinya
penerapan lamaran penggunaan (Sanjaya, 2015).
Aplikasi merupakan penerapan, menyimpan sesuatu hal, data,
permasalahan, pekerjaan ke dalam suatu sarana atau media yang dapat
digunakan untuk menerapkan atau mengimplementasikan hal atau
permasalahan yang ada sehingga berubah menjadi suatu bentuk yang baru
tanpa menghilangkan nilai-nilai dasar dari hal data, permasalahan, dan
pekerjaan itu sendiri (Ramzi, 2013).
Jadi aplikasi merupakan sebuah transformasi dari sebuah permasalahan
atau pekerjaan berupa hal yang sulit dipahami menjadi lebih sederhana,
mudah dan dapat dimengerti oleh pengguna. Sehingga dengan adanya
aplikasi, sebuah permasalahan akan terbantu lebih cepat dan tepat.
2.6 Android
Android adalah sistem operasi untuk telepon seluler yang berbasis
Linux. Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk
menciptakan aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam peranti
bergerak. Awalnya, Google Inc. membeli Android Inc., pendatang baru yang
membuat peranti lunak untuk ponsel. Kemudian untuk mengembangkan
Android, dibentuklah Open Handset Alliance, konsorsium dari 34
perusahaan peranti keras, peranti lunak, dan telekomunikasi, termasuk
15
Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, T-Mobile, dan Nvidia (Safaat,
2013).
16
BAB III
METODE PENULISAN
17
menggunakan objek tersebut, beserta solusi yang kemudian ditawarkan
dalam bab pembahasan.
18
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan dalam rumusan masalah
dan pendekatan penulisan, penulis melakukan analisis terhadap data-data
kualitatif yang diperoleh dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Dalam
hal ini data yang diperoleh kemudian disusun secara terstruktur sesuai
dengan masalah yang dikaji sehingga dapat memberikan gambaran dalam
alur pembahasan. Data-data yang menunjukkan keadaan permasalahan akan
dihadapkan dan dibandingkan dengan potensi penyelesaian berdasarkan
kondisi di lapangan. Dengan demikian, arah dan gambaran pembahasan bisa
lebih jelas dan saling terkait satu sama lain. Proses analisa data yang
digunakan dalam penulisan ini yaitu secara bolak-balik dan interaktif.
Analisa yang dilakukan terdiri dari: (1) pengumpulan data (data collection),
yaitu mengumpulkan semua data yang mempunyai relevansi sebagai sumber
pembahasan. (2) reduksi data (data reduction), data yang telah dikumpul
kemudian diseleksi sesuai dengan rumusan masalah dan kriteria gagasan
yang diinginkan untuk memudahkan arah dalam alur pembahasan. Dalam
reduksi data, dilakukan diskusi, yaitu bertukar pikiran dengan orang yang
memiliki kompetensi dalam bidang bagi hasil sesuai dengan ketentuan
ekonomi syariah. Data yang digunakan akhirnya adalah data dan sumber
informasi terpercaya yang telah didalami. Dalam hal ini intuitif subjektif
penulis juga dilibatkan, karena alur gagasan penulis tentang masalah yang
dibahas patut dilibatkan, (3) penyajian data (data display), data yang telah
diseleksi/direduksi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan maupun
gambar. Dalam hal ini dari data yang ada juga, penulisan memberikan
gambaran arah dan skema kerja gagasan yang ditawarkan, dan (4) pemaparan
dan penegasan kesimpulan (conclution drawing and verication), yaitu data
disajikan dengan memaparkan solusi secara jelas dan rinci yang kemudian
dapat disimpulkan sesuai dengan permasalahan yang diangkat.
19
BAB IV
ISI DAN PEMBAHASAN
4.1 Hi-Bun: Solusi Kesejahteraan Petani dengan Skema Bagi Hasil Berbasis
Aplikasi Digital
Hi-Bun (Himpunan Petani-Perkebuanan) sebagai aplikasi digital
berbasis ekonomi syariah mendorong petani untuk melakukan transaksi jual
beli dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sesuai dengan
perkembangan zaman. Hi-Bun hadir sebagai solusi petani dalam
memasarkan hasil taninya kepada pembeli dengan cepat dan mudah. Banyak
petani di provinsi Nusa Tenggara Barat mengaku kesulitan mencari pasar
untuk menjual hasil produk pertanian mereka. Selama ini mereka lebih
banyak menjual hasil produknya kepada para pengepul dengan harga murah
karena tidak mengerti bagaimana memasarkannya langsung kepada pembeli.
Kepala tata usaha badan koordinasi penyuluh (BAKORLUH) NTB,
Muhammad Riadi mengaku masih banyak petani yang menjual hasil taninya
secara gelondongan ke pengepul (Republika.co.id). Hal ini merupakan dasar
pemikiran kami untuk berinovasi menciptakan Hi-Bun yang akan membantu
para petani untuk memasarkan hasil taninya. Dimana hasil jual yang
diperoleh dari aplikasi Hi-Bun akan kami bagi dengan petani mengunakan
metode bagi hasil sesuai dengan sistem ekonomi syariah.
20
4.2 Hi-Bun dengan Konsep Mudharabah
Sistem yang digunakan menerapkan akad bagi hasil dengan konsep
mudharabah. Dimana petani/ pemilik lahan yang kemudian disebut sebagai
shahibul maal dan aplikasi Hi-Bun yang kemudian disebut sebagai mudharib
21
4.3 Pengimplementasian Aplikasi Hi-Bun
Aplikasi Hi-Bun ditujukan untuk memudahkan transaksi antar petani
dan pembeli sekaligus sebagai sarana promosi modern yang digunakan oleh
petani untuk mempermudah proses jual beli secara luas.
22
Gambar 4.4 Tampilan Aplikasi Hi-Bun untuk Petani
4.3.2. Tahap 2
Setelah memahami penggunaan aplikasi, maka kami akan memulai
promosi dan mensosialisasikan aplikasi Hi-Bun kepada pembeli yakni
masyarakat, khususnya para pedagang buah agar dapat mengetahui
hasil tani apa saja yang tersedia, berasal dari perkebunan mana, dan
harga satuannya.
.
Gambar 4.5 Tampilan Aplikasi Hi-Bun untuk Pembeli
4.3.3. Tahap 3
Setelah pembeli menetapkan pembeliannya maka melalui aplikasi Hi-
Bun petani akan mendapatkan informasi atas pembelian hasil tani
23
mereka. Petani dapat langsung mengemas hasil taninya sesuai
permintaan dan mengantarnya sesuai alamat yang telah disepakati.
Untuk pembayaran, pembeli akan mengirim uang dengan nominal
sesuai jumlah pembelian. Informasi uang yang masuk ke rekening
akan tertera pada akun petani yang nantinya akan tertera pula jumlah
pembagian hasil dari pembelian hasil tani tersebut dan akan masuk ke
dalam rekening petani. Seluruh pembagian hasil telah disepakati
diawal sehingga tidak akan merugikan kedua pihak.
4.3.4. Swot
Dalam menerapkan aplikasi Hi-Bun kepada para petani, kami
menggunakan analisis SWOT (Strength,Weakness,Opportunity,
Threatment). Analisis ini berusaha melihat gambaran aplikasi
dilapangan ketika diberlakukan. Analisis SWOT aplikasi Hi-Bun
dijelaskan sebagai berikut:
Analisis Keadaan
Strength 1. Memfokuskan pada kesejahteraan petani
melalui promosi dan media digital aplikasi.
2. Petani mendapatkan pangsa pasar yang lebih
luas.
3. Petani terputus dari banyaknya rantai
pengepul sehingga dapat mengefisiensikan
penjualan dan mendapat nilai yang lebih
besar.
4. Pembagian hasil yang menggunakan sistem
bagi hasil mudharabah yang telah disepakati
sejak awal sehingga tidak akan merugikan
petani.
5. Konsumen akan mendapatkan informasi yang
lengkap dan akurat mengenai hasil tani yang
akan dibeli.
24
6. Memudahkan konsumen dalam pembayaran
dengan sistem online.
Weakness 1. Membutuhkan kerja sama yang konsisten dan
sosialisasi yang baik antara petani dan pihak
Hi-Bun.
2. Hanya dapat diimplementasikan pada petani
modern atau petani yang dapat dengan mudah
mengakses internet.
Opportunity 1. Semakin merangkul banyak petani dalam hal
produksi dan pemasaran.
2. Petani memiliki peluang dalam
mempromosikan dan memasarkan hasil
taninya secara luas.
Threatment 1. Opini petani mengenai ketidakefektifan
penggunaan aplikasi Hi-Bun.
2. Sosialisasi penggunaan aplikasi Hi-Bun yang
kurang dapat dipahami oleh petani dan
masyarakat desa.
25
Hi-Bun menyediakan dua aplikasi, yaitu aplikasi untuk petani dan
aplikasi untuk pembeli, dengan demikian proses jual beli dan transaksi dapat
berjalan dengan lebih cepat dan mudah. Penggunaan aplikasi ini akan
berjalan efektif apabila masyarakat banyak menggunakan aplikasi ini dan
adanya kelengkapan infrastruktur untuk mendukung jaringan internet dalam
mengakses produk tani yang disediakan dalam aplikasi ini.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Hi-Bun (Himpunan Petani-Perkebuanan) sebagai aplikasi digital
berbasis ekonomi syariah mendorong petani untuk melakukan transaksi
jual beli dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sesuai dengan
perkembangan zaman. Hi-Bun hadir sebagai solusi petani dalam
memasarkan hasil taninya kepada pembeli dengan cepat dan mudah.
5.1.2 Hi-Bun menerapkan konsep mudharabahmutlaqah atau Unrestricted
Investment Account (URIA).Dimana petani/ pemilik lahan yang
kemudian disebut sebagai shahibul maal dan aplikasi Hi-Bun yang
kemudian disebut sebagai mudharib. Hasil penjualan dibagi secara
mudharabah, dimana jika penjualan memperoleh keuntungan maka
hasil penjualan akan dibagi 40% kepada Hi-Bun dan 60% kepada
petani/ pemilik lahan, namun jika penjualan memperoleh kerugian
maka itu hanya ditanggung oleh petani/ pemilik lahan sebagai shahibul
maal.
5.1.3 Aplikasi Hi-Bun ditujukan untuk memudahkan transaksi antar petani
dan pembeli sekaligus sebagai sarana promosi modern yang digunakan
oleh petani untuk mempermudah proses jual beli secara luas.
Implementasi Hi-Bun terdiri dari tiga tahap, yaitu: Tahap sosialisasi
kepada petani, tahap sosialisasi kepada pembeli, dan tahap jual beli
antara petani dengan pembeli menggunakan aplikasi Hi-Bun. Dalam
menerapkan aplikasi Hi-Bun kepada para petani, digunakan analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threatment) untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari aplikasi Hi-Bun.
5.1.4 Penggunaan aplikasi Hi-Bun akan berjalan efektif apabila masyarakat
banyak menggunakan aplikasi ini dan adanya kelengkapan
infrastruktur untuk mendukung jaringan internet dalam mengakses
produk tani yang disediakan dalam aplikasi ini.
27
5.2 Saran
Karya tulis ini perlu disempurnakan untuk meningkatkan efektifitas
serta pemanfaatan aplikasi Hi-Bun agar para petani dapat hidup sejahtera dan
kedepannya aplikasi ini dapat diakses oleh petani-petani di seluruh
Indonesia, serta menjadi sebuah inovasi dalam menerapkan sistem ekonomi
syari’ah.
28
DAFTAR PUSTAKA
Saeed, Abdullah (2004). Bank Islam dan Bunga. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Saeed, Abdullah (2004). Menyoal Bank Syariah. Paramadina: Jakarta.
Karim, Adiwarman (2003). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. IIIT
Indonesia: Jakarta.
Karim, Adiwarman (2004). Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan Edisi II. PT
Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Muslich, Ahmad Wardi (2010). Fiqh Muamaalat. Amzah: Jakarta.
Hasan, M Ali (2000). Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),
Rajawali Pena.
Majelis Ulama Indonesia (2000). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Edisi Kedua. MUI: Jakarta.
Antonio, Muhammad Syafi’I (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema
Insani Press: Jakarta.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal (2010). Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis, Edisi Pertama. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal (2010). Lembaga Keuangan Islam (Tinjauan
Teoretis dan Praktis), Cet 1. Kencana: Jakarta.
Wiroso (2006). Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah.
PT Grasindo: Jakarta.
Nazruddin, Safaat (2013). Aplikasi Berbasis Android. Informatika: Bandung.
Mujibatun, Siti (2012). Pengantar Fiqh Muamalah. Lembaga Studi Sosial Agama
(ELSA): Semarang.
Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit
Alfabeta: Bandung.
Rivai, Veithzal dan Andria Permata (2008). Islamic Financial Management.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
29