STRUKTUR GEOLOGI
Tektonik Jawa Barat Utara pada zaman Tersier merupakan suatu cekungan
belakang busur (back arc basin) dan busur magmatik (magmatic arc) di bagian selatan.
Selanjutnya busur ini mengalami migrasi ke arah selatan hingga Kuarter (Asikin, 1974).
Pola struktur Jawa Barat menurut Sukendar Asikin (1986), dapat dibedakan
1. Sesar dengan arah Baratlaut - Tenggara, secara umum sesar ini membatasi daerah
sebagian Jawa Tengah. Sebagian besar daerah ini termasuk ke dalam Zona
Fisiografi Bogor.
2. Sesar dengan arah Barat - Timur, memotong sepanjang jalur Pegunungan Selatan,
merupakan sesar normal dengan bagian Utara yang relatif turun terhadap bagian
Selatannya.
Ketiga pola struktur tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi jalur subduksi dan
busur magmatik Indonesia. Seiring dengan proses yang terjadi, maka terjadi pula
deformasi dan perkembangan tektonik hingga terbentuk morfologi pada masa sekarang.
Sebagian besar batuan penyusun Jawa Barat terdiri atas batuan sedimen, vulkanik
dan plutonik, mulai dari yang berumur Tersier hingga Kuarter. Di Daerah Ciletuh-
53
geologi Jawa Barat, diantaranya adalah sesar regional Cimandiri dan Baribis. Keberadaan
kedua sesar ini diyakini berbeda dalam hal umur serta mekanisme pembentukannya.
Gambar 4.1. Pola Struktur Umum Jawa Barat (Sukendar, A., 1986)
Berdasarkan batuan yang dilalui sesar Cimandiri ini, maka dapat ketahui bahwa
sesar ini merupakan sesar yang tertua (pola Meratus) yang terus aktif hingga sekarang
(Pulonggono dan Soejono, 1984). Berbeda dengan sesar Cimandiri, sesar Baribis
merupakan sesar muda (pola Jawa) yang terbentuk pada periode tektonik Plio-Plistosen
dan diyakini masih aktif hingga sekarang (Pulonggono dan Soejono, 1984). Sesar Baribis
untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Van Bemmelen (1949) sebagai sesar naik yang
Soedjono (1984), Simandjuntak (1994), Haryanto dkk (2002) dan Rahardjo dkk
(2002).Soejono (1984), meyakini bahwa sesar Baribis menerus ke arah Tenggara melalui
kelurusan Citanduy sebagai sesar naik, sedangkan Haryanto dkk (2002) berpendapat
bahwa penerusan sesar ke arah Tenggara sebagai sesar mendatar dekstral. Berbeda
dengan kedua penulis di atas, Simandjuntak (1994) berpendapat bahwa sesar Baribis
menerus ke arah Timur melalui daerah Kendeng dan berakhir di sekitar Nusa Tenggara
54
Barat, sehingga penulis ini menamakannya sebagai Baribis-Kendeng Fault Zone.
Selanjutnya Rahardjo dkk (2002) berpendapat bahwa sesar Baribis merupakan sesar
inversi yang semula merupakan sesar normal berubah menjadi sesar naik.
selama zaman tersier telah mengalami 3 (tiga) kali periode tektonik (orogenesa), yaitu :
Bogor, dimana sebelumnya terletak pada cekungan depan busur menjadi cekungan
belakang busur.
2. Orogenesa Intra Miosen. Pada periode ini dicirikan oleh perlipatan dan
Selatan Pulau Jawa yang melahirkan gaya ke arah Utara. Gaya – gaya ini
membentuk lipatan - lipatan yang berarah Barat – Timur dan sesar – sesar
mendatar dengan arah Barat Daya - Timur Laut. Periode tektonik ini diperkirakan
amblesan pada Zona Bandung bagian Utara. Proses amblesan Bandung ini
lipatan dan sesar naik yang berkembang di bagian Utara Zona Bogor dan
berupa bidang gores garis, cermin sesar, milonitisasi, ketidak teraturan kedudukan
perlapisan batuan, arah kekar dan didukung oleh penafsiran peta topografi berupa
kelurusan lembah, kelurusan bukit, kelurusan sungai, pembelokan sungai secara tiba-tiba,
55
maka struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian adalah: Kekar, Lipatan, dan
geologi yang berkembang pada daerah penelitian, maka penamaannya disesuaikan dengan
yang bervariasi, mulai dari ukuran beberapa centimeter sampai berukuran meter. Struktur
kekar tersebut dijumpai pada semua satuan batuan yang ada di daerah penelitian, yaitu
Bojongmanik dan Satuan Batuan Batupasir Tufaan dan Tuf Formasi Genteng.
Struktur kekar yang berkembang di daerah penelitian terdapat 2 (dua) jenis yaitu:
1). kekar gerus (shear joint); 2). kekar tarik (compression joint). Kekar Gerus (Shear
Joint) adalah bidang pecah atau rekahan yang terbentuk akibat adanya geseran dan
gesekan pada batuan (shearing), memiliki ciri fisik, antara lain lurus, bentuk permukaan
bidang kekarnya relatif datar, rapat dan kadang dijumpai jejak pergeseran berupa cermin
sesar; Kekar Tarik (Tension Joint), adalah kekar yang terbentuk adanya peregangan
(tarikan), mempunyai ciri fisik antara lain relatif tidak lurus, bentuk permukaannya
dengan susunan pola tegasan (stress) utama atau keterakan (strain). Umumnya Shear
Joint akan membentuk pola yang berpasangan dan membentuk sudut lancip dengan
tegasan utama, sedangkan Tension Joint akan sejajar dengan tegasan utama dan Release
kemiringan berkisar antara 80° - 87°, dan pasangannya dengan arah umum N320°E
56
sampai N335°E dengan kemiringan berkisar antara 78 ° - 88 ° sedangkan kekar tarik
Foto 4.1. Kekar Gerus (Shear Joint) berarah Foto 4.2. Kekar Gerus (Shear Joint) berarah
N40°E dan N30°E yang dijumpai pada N40°E dan N30°E yang dijumpai pada
batugamping di lokasi pengamatan ST-48, batugamping di lokasi pengamatan ST-48,
Desa Sukasari. Desa Sukasari.
Foto 4.3. Kekar Tarik dengan arah N10°E – Foto 4.4. Kekar Tarik berarah N355°E dan
N355°E pada batupasir dijumpai di lokasi N10°E yang dijumpai pada batupasir di
pengamatan ST-48, Desa Sukasari. lokasi pengamatan ST-29, Sungai Cilaki.
dan sinklin Cimarga. Di lapangan struktur lipatan ini diketahui oleh adanya perubahan
jurus dan kemiringan lapisan batuan dengan arah kemiringan lapisan batuan yang saling
berlawanan maupun berhadapan membentuk antiklin dan sinklin dengan arah sumbu
57
4.2.2.1. Antiklin Malangsari
Penamaan antiklin Malangsari didasarkan pada sumbu lipatan yang melalui desa
Malangsari dengan sumbu lipatan sepanjang 9,25 Km dengan arah relatif barat - timur.
kemiringan lapisan batuan yang berlawanan arah, yaitu pada sayap utara kedudukan
lapisan batuannya adalah N2400E - N2700E dengan besar kemiringan berkisar 170 - 360
sedangkan kedudukan batuan di bagian sayap selatan berarah N1100E - N1200E dengan
Penamaan sinklin Cimarga didasarkan pada sumbu lipatan yang melalui desa
Cimarga dengan sumbu lipatan sepanjang 10,25 Km dengan arah relatif barat – timur.
kemiringan lapisan batuan yang saling berhadapan, yaitu pada sayap utara kedudukan
lapisan batuannya adalah N 900 E - N1200E dengan besar kemiringan berkisar 150 - 300
sedangkan kedudukan batuan di bagian sayap selatan berarah N2450E - N2650E dengan
Struktur sesar yang terdapat di daerah penelitian adalah sesar mendatar (strike
slip faults). Penentuan sesar tersebut didasarkan pada data yang diperoleh langsung dari
indikasi struktur geologi berupa bidang sesar, cermin sesar, breksiasi/zona hancuran dan
58
offset batuan serta di dukung oleh unsur-unsur topografi seperti kelurusan sungai dan
lapangan dapat diketahui bahwa di daerah penelitian terdapat 2 (dua) struktur sesar,
yaitu: (1). Sesar Mendatar Cilaki dan (2). Sesar Mendatar Sukasari.
Sungai Cilaki. Pada peta geologi, sesar ini terletak dibagian barat lembar peta memanjang
berupa:
1. Bidang sesar dengan arah N380E/880 pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-
2. Bidang sesar dengan arah N2150E/840 pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-
3. Pergeseran saluran sungai (off-set sungai) dari Sungai Cilaki di lokasi ST-65
Foto 4.5. Bidang sesar dengan arah N38 0E/880 Foto 4.6. Bidang sesar dengan arah N2150E/840
pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-29 pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-28
Sungai Cilaki, Desa Muncang. Sungai Cilaki, Desa Muncang.
59
Sesar geser mendatar Cilaki ditafsirkan sebagai Sesar Mendatar Mengiri
sekitar Desa Sukasari. Pada peta geologi, sesar ini terletak dibagian timur lembar peta
memanjang dari baratlaut - tenggara dengan panjang sesar diperkirakan 1,5 km.
adalah berupa:
1. Bidang sesar dengan arah N3100Epada batulempung yang dijumpai dilokasi ST-
2. Bidang sesar dengan arah bidang sesar N1300E/860 yang dijaumpai do ST-47,
Desa Sukasari.
3. Zona Breksiasi pada batupasir berarah N3100E yang dijumpai di lokasi ST-49 di
Desa Sukasari.
Foto 4.7. Bidang sesar dengan arah Foto 4.8. Bidang sesar dengan arah
N3100E/820 pada batulempung yang dijumpai N3120E/860 pada batulempung yang dijumpai
dilokasi ST-48 pada anak sungai Cibeurang, dilokasi ST-47 pada anak sungai Cibeurang,
Desa Sukasari . Desa Sukasari .
60
4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur
urutan pembentukan struktur geologi menurut Moody dan Hill (1956) untuk mengetahui
hubungan antara tegasan utama dengan jenis struktur geologi yang dihasilkan (Gambar 4-
2). Model yang diusulkan oleh Moody dan Hill (1956), menerangkan bahwa jika gaya
utama yang bekerja pada suatu lapisan batuan maka yang pertama kali terbentuk adalah
lipatan dengan sumbu lipatan tegak lurus terhadap gaya, apabila gaya terus berlangsung
sampai melewati batas elastisitas batuan yang ada maka akan terbentuk sesar naik degan
arah tegak lurus terhadap gaya utama, kemudian bila gaya terus bekerja maka akan
terbentuk sesar mendatar yang membentuk sudut lancip terhadap gaya, dan setelah gaya
tersebut berhenti maka akan terbentuk sesar normal yang searah dengan arah gaya utama.
Model ini pada dasarnya membagi struktur geologi menjadi beberapa orde yaitu
apabila gaya dari orde 1 kuat maka akan menghasilkan gaya kompresi untuk orde 2 dan
orde 3, tetapi apabila gaya dari orde 1 lemah maka hanya orde 1 saja yang akan terbentuk,
61
dijelaskan bahwa sesar orde pertama yang bergerak dekstral dan sinistral akan
membentuk sudut 300 terhadap arah gaya utamanya. Pada sesar orde pertama, arah gaya
utama merupakan garis pembagi kedua sesar, sehingga untuk orde kedua dan ketiga besar
sudut antara arah sesar dengan garis pembaginya juga sebesar 300. Model ini dapat
diterapkan pada daerah dengan batuan yang homogeny dan belum pernah terjadi struktur
geologi.Sedangkan lipatan orde pertama yang terbentuk akan tegak lurus terhadap gaya
utama.
Penerapan model ini masih sangat sulit dikarenakan pada umumnya suatu daerah
pasti sudah pernah mengalami proses tektonik. Selain itu kesulitan dari penerapan model
ini juga dipengaruhi oleh faktor kehomogenitasan batuan penyusun suatu daerah
pembentukan struktur dari Moody and Hill (1954), maka arah umum gaya yang bekerja di
daerah penelitian mempunyai arah N1750E atau Utara-Selatan, dimana arah gaya adalah
tegak lurus dari nilai rata-rata jurus perlapisan di daerah penelitian yang berarah N 850 E -
Gaya yang bekerja di daerah penelitian merupakan hasil aktivitas tektonik yang
terjadi pada Pliosen Akhir-Pleistosen, sehingga gaya menekan satuan batuan batulempung
sisipan batugamping dan batupasir Formasi Bojongmanik dan Satuan batuan batupasir
tufaan dan tuf dan Breksi Formasi Genteng membentuk struktur lipatan berupa Antiklin
Gaya yang menekan daerah ini berlangsung hingga melewati batas ambang
62
Keseluruhan struktur geologi di daerah penelitian terjadi 2 (dua) periode
pensesaran dengan arah gaya utama N 175°E. Apabila dikaitkan dengan pola struktur
yang terjadi selama zaman Tersier dari Soekendar Asikin (1986), maka pola struktur yang
terdapat di daerah penelitian berpola barat - timur atau sama dengan pola Jawa.
Gambar 4.3. Hubungan arah lipatan dengan arah gaya utama di daerah penelitian
63