Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1. Struktur Geologi Regional

Tektonik Jawa Barat Utara pada zaman Tersier merupakan suatu cekungan

belakang busur (back arc basin) dan busur magmatik (magmatic arc) di bagian selatan.

Selanjutnya busur ini mengalami migrasi ke arah selatan hingga Kuarter (Asikin, 1974).

Pola struktur Jawa Barat menurut Sukendar Asikin (1986), dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga) kelompok sesar, yaitu :

1. Sesar dengan arah Baratlaut - Tenggara, secara umum sesar ini membatasi daerah

Bogor, Purwakarta, Bandung, Sumedang, Tasikmalaya, Banjar dan menerus ke

sebagian Jawa Tengah. Sebagian besar daerah ini termasuk ke dalam Zona

Fisiografi Bogor.

2. Sesar dengan arah Barat - Timur, memotong sepanjang jalur Pegunungan Selatan,

merupakan sesar normal dengan bagian Utara yang relatif turun terhadap bagian

Selatannya.

3. Sesar dengan arah Timurlaut - Baratdaya, seperti yang terlihat di lembah

Cimandiri dekat Pelabuhan Ratu.

Ketiga pola struktur tersebut sangat dipengaruhi oleh posisi jalur subduksi dan

busur magmatik Indonesia. Seiring dengan proses yang terjadi, maka terjadi pula

deformasi dan perkembangan tektonik hingga terbentuk morfologi pada masa sekarang.

Sebagian besar batuan penyusun Jawa Barat terdiri atas batuan sedimen, vulkanik

dan plutonik, mulai dari yang berumur Tersier hingga Kuarter. Di Daerah Ciletuh-

Sukabumi dijumpai singkapan batuan Pra-Tersier yang diyakini pemunculannya akibat

proses pengangkatan melalui mekanisme pensesaran. Sesar regional yang mempengaruhi

53
geologi Jawa Barat, diantaranya adalah sesar regional Cimandiri dan Baribis. Keberadaan

kedua sesar ini diyakini berbeda dalam hal umur serta mekanisme pembentukannya.

Gambar 4.1. Pola Struktur Umum Jawa Barat (Sukendar, A., 1986)

Berdasarkan batuan yang dilalui sesar Cimandiri ini, maka dapat ketahui bahwa

sesar ini merupakan sesar yang tertua (pola Meratus) yang terus aktif hingga sekarang

(Pulonggono dan Soejono, 1984). Berbeda dengan sesar Cimandiri, sesar Baribis

merupakan sesar muda (pola Jawa) yang terbentuk pada periode tektonik Plio-Plistosen

dan diyakini masih aktif hingga sekarang (Pulonggono dan Soejono, 1984). Sesar Baribis

untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Van Bemmelen (1949) sebagai sesar naik yang

membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis, Majalengka.

Beberapa peneliti mempunyai pandangan seperti yang dikemukakan oleh

Soedjono (1984), Simandjuntak (1994), Haryanto dkk (2002) dan Rahardjo dkk

(2002).Soejono (1984), meyakini bahwa sesar Baribis menerus ke arah Tenggara melalui

kelurusan Citanduy sebagai sesar naik, sedangkan Haryanto dkk (2002) berpendapat

bahwa penerusan sesar ke arah Tenggara sebagai sesar mendatar dekstral. Berbeda

dengan kedua penulis di atas, Simandjuntak (1994) berpendapat bahwa sesar Baribis

menerus ke arah Timur melalui daerah Kendeng dan berakhir di sekitar Nusa Tenggara

54
Barat, sehingga penulis ini menamakannya sebagai Baribis-Kendeng Fault Zone.

Selanjutnya Rahardjo dkk (2002) berpendapat bahwa sesar Baribis merupakan sesar

inversi yang semula merupakan sesar normal berubah menjadi sesar naik.

Sedangkan berdasarkan periode tektoniknya (Van Bemmelen, 1949), Jawa Barat

selama zaman tersier telah mengalami 3 (tiga) kali periode tektonik (orogenesa), yaitu :

1. Orogenesa Oligo-Miosen. Pada periode ini terjadinya pembentukan cekungan

Bogor, dimana sebelumnya terletak pada cekungan depan busur menjadi cekungan

belakang busur.

2. Orogenesa Intra Miosen. Pada periode ini dicirikan oleh perlipatan dan

pensesaran yang kuat, terjadi pembentukan geantiklin yang terletak di sebelah

Selatan Pulau Jawa yang melahirkan gaya ke arah Utara. Gaya – gaya ini

membentuk lipatan - lipatan yang berarah Barat – Timur dan sesar – sesar

mendatar dengan arah Barat Daya - Timur Laut. Periode tektonik ini diperkirakan

berlangsung dari kala Miosen hingga Pliosen.

3. Orogenesa Plio-Plistosen. Pada periode ini dicirikan oleh adanya aktifitas

gunungapi, gaya-gayanya mengarah ke Utara dan menyebabkan terjadinya

amblesan pada Zona Bandung bagian Utara. Proses amblesan Bandung ini

mengakibatkan tekanan-tekanan kuat terhadap Zona Bogor sehingga terbentuk

lipatan dan sesar naik yang berkembang di bagian Utara Zona Bogor dan

memanjang dari Subang hingga Gunung Ceremai.

4.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, pengukuran unsur-unsur struktur geologi

berupa bidang gores garis, cermin sesar, milonitisasi, ketidak teraturan kedudukan

perlapisan batuan, arah kekar dan didukung oleh penafsiran peta topografi berupa

kelurusan lembah, kelurusan bukit, kelurusan sungai, pembelokan sungai secara tiba-tiba,

55
maka struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian adalah: Kekar, Lipatan, dan

patahan/sesar. Untuk mempermudah dalam pengenalan dari setiap struktur-struktur

geologi yang berkembang pada daerah penelitian, maka penamaannya disesuaikan dengan

nama lokasi geografis setempat.

4.2.1. Struktur Kekar

Struktur kekar yang dijumpai di daerah penelitian mempunyai ukuran panjang

yang bervariasi, mulai dari ukuran beberapa centimeter sampai berukuran meter. Struktur

kekar tersebut dijumpai pada semua satuan batuan yang ada di daerah penelitian, yaitu

pada satuan batuan batulempung sisipan batugamping dan batupasir Formasi

Bojongmanik dan Satuan Batuan Batupasir Tufaan dan Tuf Formasi Genteng.

Struktur kekar yang berkembang di daerah penelitian terdapat 2 (dua) jenis yaitu:

1). kekar gerus (shear joint); 2). kekar tarik (compression joint). Kekar Gerus (Shear

Joint) adalah bidang pecah atau rekahan yang terbentuk akibat adanya geseran dan

gesekan pada batuan (shearing), memiliki ciri fisik, antara lain lurus, bentuk permukaan

bidang kekarnya relatif datar, rapat dan kadang dijumpai jejak pergeseran berupa cermin

sesar; Kekar Tarik (Tension Joint), adalah kekar yang terbentuk adanya peregangan

(tarikan), mempunyai ciri fisik antara lain relatif tidak lurus, bentuk permukaannya

bergelombang, berongga, sering diisi oleh mineral.

Untuk mempermudah pengenalan kekar di lapangan, kekar biasanya dihubungkan

dengan susunan pola tegasan (stress) utama atau keterakan (strain). Umumnya Shear

Joint akan membentuk pola yang berpasangan dan membentuk sudut lancip dengan

tegasan utama, sedangkan Tension Joint akan sejajar dengan tegasan utama dan Release

Joint akan tegak lurus dengan tegasan utama.

Di daerah penelitian kekar gerus dijumpai berarah N30°E – N40°E dengan

kemiringan berkisar antara 80° - 87°, dan pasangannya dengan arah umum N320°E

56
sampai N335°E dengan kemiringan berkisar antara 78 ° - 88 ° sedangkan kekar tarik

berarah N3550E - N100E.

Foto 4.1. Kekar Gerus (Shear Joint) berarah Foto 4.2. Kekar Gerus (Shear Joint) berarah
N40°E dan N30°E yang dijumpai pada N40°E dan N30°E yang dijumpai pada
batugamping di lokasi pengamatan ST-48, batugamping di lokasi pengamatan ST-48,
Desa Sukasari. Desa Sukasari.

Foto 4.3. Kekar Tarik dengan arah N10°E – Foto 4.4. Kekar Tarik berarah N355°E dan
N355°E pada batupasir dijumpai di lokasi N10°E yang dijumpai pada batupasir di
pengamatan ST-48, Desa Sukasari. lokasi pengamatan ST-29, Sungai Cilaki.

4.2.2. Struktur Perlipatan

Struktur perlipatan yang terdapat di daerah penelitian adalah antiklin Malangsari

dan sinklin Cimarga. Di lapangan struktur lipatan ini diketahui oleh adanya perubahan

jurus dan kemiringan lapisan batuan dengan arah kemiringan lapisan batuan yang saling

berlawanan maupun berhadapan membentuk antiklin dan sinklin dengan arah sumbu

lipatan relatif barat - timur.

57
4.2.2.1. Antiklin Malangsari

Penamaan antiklin Malangsari didasarkan pada sumbu lipatan yang melalui desa

Malangsari dengan sumbu lipatan sepanjang 9,25 Km dengan arah relatif barat - timur.

Adapun bukti-bukti antiklin Malangsari di lapangan berupa pembalikan arah

kemiringan lapisan batuan yang berlawanan arah, yaitu pada sayap utara kedudukan

lapisan batuannya adalah N2400E - N2700E dengan besar kemiringan berkisar 170 - 360

sedangkan kedudukan batuan di bagian sayap selatan berarah N1100E - N1200E dengan

kemiringan lapisan berkisar 150 - 300.

Antiklin Malangsari dapat diklasifikasikan sebagai antiklin yang simetri

mengingat besar kemiringan lapisan kedua sayapnya relatif sama.

4.2.2.2. Sinklin Cimarga

Penamaan sinklin Cimarga didasarkan pada sumbu lipatan yang melalui desa

Cimarga dengan sumbu lipatan sepanjang 10,25 Km dengan arah relatif barat – timur.

Adapun bukti-bukti sinklin Cimarga di lapangan berupa pembalikan arah

kemiringan lapisan batuan yang saling berhadapan, yaitu pada sayap utara kedudukan

lapisan batuannya adalah N 900 E - N1200E dengan besar kemiringan berkisar 150 - 300

sedangkan kedudukan batuan di bagian sayap selatan berarah N2450E - N2650E dengan

kemiringan lapisan berkisar 170 - 350.

Sinklin Cimarga dapat diklasifikasikan sebagai sinklin simetri mengingat besar

kemiringan lapisan kedua sayapnya reltif sama.

4.2.3. Struktur Sesar

Struktur sesar yang terdapat di daerah penelitian adalah sesar mendatar (strike

slip faults). Penentuan sesar tersebut didasarkan pada data yang diperoleh langsung dari

lapangan. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan terhadap indikasi-

indikasi struktur geologi berupa bidang sesar, cermin sesar, breksiasi/zona hancuran dan

58
offset batuan serta di dukung oleh unsur-unsur topografi seperti kelurusan sungai dan

pergeseran sungai yang tiba-tiba.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran unsur-unsur struktur geologi di

lapangan dapat diketahui bahwa di daerah penelitian terdapat 2 (dua) struktur sesar,

yaitu: (1). Sesar Mendatar Cilaki dan (2). Sesar Mendatar Sukasari.

4.2.3.1. Sesar Mendatar Cilaki.

Penamaan sesar mendatar Cilaki dikarenakan indikasi sesar ini diperoleh di

Sungai Cilaki. Pada peta geologi, sesar ini terletak dibagian barat lembar peta memanjang

dari baratdaya - timurlaut dengan panjang sesar diperkirakan 4,2 km.

Gejala struktur yang mengindikasikan sesar mendatar Cilaki di lapangan adalah

berupa:

1. Bidang sesar dengan arah N380E/880 pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-

29 Sungai Cilaki, Desa Muncang.

2. Bidang sesar dengan arah N2150E/840 pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-

28 Sungai Cilaki, Desa Muncang.

3. Pergeseran saluran sungai (off-set sungai) dari Sungai Cilaki di lokasi ST-65

Foto 4.5. Bidang sesar dengan arah N38 0E/880 Foto 4.6. Bidang sesar dengan arah N2150E/840
pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-29 pada batupasir yang dijumpai di lokasi ST-28
Sungai Cilaki, Desa Muncang. Sungai Cilaki, Desa Muncang.

59
Sesar geser mendatar Cilaki ditafsirkan sebagai Sesar Mendatar Mengiri

(Sinistral Strike Slip Faults)

4.2.3.2. Sesar Mendatar Sukasari.

Penamaan sesar mendatar Sukasari dikarenakan indikasi sesar ini diperoleh di

sekitar Desa Sukasari. Pada peta geologi, sesar ini terletak dibagian timur lembar peta

memanjang dari baratlaut - tenggara dengan panjang sesar diperkirakan 1,5 km.

Gejala struktur yang mengindikasikan sesar mendatar Sukasari di lapangan

adalah berupa:

1. Bidang sesar dengan arah N3100Epada batulempung yang dijumpai dilokasi ST-

48 di anak sungai Cibeurang, Desa Sukasari .

2. Bidang sesar dengan arah bidang sesar N1300E/860 yang dijaumpai do ST-47,

Desa Sukasari.

3. Zona Breksiasi pada batupasir berarah N3100E yang dijumpai di lokasi ST-49 di

Desa Sukasari.

Sesar geser mendatar Sukasari ditafsirkan sebagai Sesar Mendatar Menganan

(Dextral Strike Slip Faults).

Foto 4.7. Bidang sesar dengan arah Foto 4.8. Bidang sesar dengan arah
N3100E/820 pada batulempung yang dijumpai N3120E/860 pada batulempung yang dijumpai
dilokasi ST-48 pada anak sungai Cibeurang, dilokasi ST-47 pada anak sungai Cibeurang,
Desa Sukasari . Desa Sukasari .

60
4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur

Dalam melakukan analisis struktur geologi, penulis menggunakan konsep pola

urutan pembentukan struktur geologi menurut Moody dan Hill (1956) untuk mengetahui

hubungan antara tegasan utama dengan jenis struktur geologi yang dihasilkan (Gambar 4-

2). Model yang diusulkan oleh Moody dan Hill (1956), menerangkan bahwa jika gaya

utama yang bekerja pada suatu lapisan batuan maka yang pertama kali terbentuk adalah

lipatan dengan sumbu lipatan tegak lurus terhadap gaya, apabila gaya terus berlangsung

sampai melewati batas elastisitas batuan yang ada maka akan terbentuk sesar naik degan

arah tegak lurus terhadap gaya utama, kemudian bila gaya terus bekerja maka akan

terbentuk sesar mendatar yang membentuk sudut lancip terhadap gaya, dan setelah gaya

tersebut berhenti maka akan terbentuk sesar normal yang searah dengan arah gaya utama.

Gambar 4.2. Konsep pola urutan pembentukan struktur


geologi menurut Moody and Hill (1954)

Model ini pada dasarnya membagi struktur geologi menjadi beberapa orde yaitu

apabila gaya dari orde 1 kuat maka akan menghasilkan gaya kompresi untuk orde 2 dan

orde 3, tetapi apabila gaya dari orde 1 lemah maka hanya orde 1 saja yang akan terbentuk,

61
dijelaskan bahwa sesar orde pertama yang bergerak dekstral dan sinistral akan

membentuk sudut 300 terhadap arah gaya utamanya. Pada sesar orde pertama, arah gaya

utama merupakan garis pembagi kedua sesar, sehingga untuk orde kedua dan ketiga besar

sudut antara arah sesar dengan garis pembaginya juga sebesar 300. Model ini dapat

diterapkan pada daerah dengan batuan yang homogeny dan belum pernah terjadi struktur

geologi.Sedangkan lipatan orde pertama yang terbentuk akan tegak lurus terhadap gaya

utama.

Penerapan model ini masih sangat sulit dikarenakan pada umumnya suatu daerah

pasti sudah pernah mengalami proses tektonik. Selain itu kesulitan dari penerapan model

ini juga dipengaruhi oleh faktor kehomogenitasan batuan penyusun suatu daerah

4.4. Urutan Pembentukan Struktur Geologi Daerah Penelitian

Berdasarkan data dan pengamatan di lapangan dan dipadukan dengan konsep

pembentukan struktur dari Moody and Hill (1954), maka arah umum gaya yang bekerja di

daerah penelitian mempunyai arah N1750E atau Utara-Selatan, dimana arah gaya adalah

tegak lurus dari nilai rata-rata jurus perlapisan di daerah penelitian yang berarah N 850 E -

N 1100 E dan N2650E - 2950E.

Gaya yang bekerja di daerah penelitian merupakan hasil aktivitas tektonik yang

terjadi pada Pliosen Akhir-Pleistosen, sehingga gaya menekan satuan batuan batulempung

sisipan batugamping dan batupasir Formasi Bojongmanik dan Satuan batuan batupasir

tufaan dan tuf dan Breksi Formasi Genteng membentuk struktur lipatan berupa Antiklin

Malangsari dan Sinklin Cimarga.

Gaya yang menekan daerah ini berlangsung hingga melewati batas ambang

elastisitas batuan, sehingga menyebabkan deformasi atau pergeseran membentuk sesar-

sesar mendatar mengiri Cilaki dan sesar mendatar menganan Sukasari.

62
Keseluruhan struktur geologi di daerah penelitian terjadi 2 (dua) periode

tektonik, yaitu Orogenesa Pliosen – Pliestosen yang menyebabkan Formasi Bojongmanik

dan Formasi Genteng terdeformasi menghasilkan pengkekaran, perlipatan, dan

pensesaran dengan arah gaya utama N 175°E. Apabila dikaitkan dengan pola struktur

yang terjadi selama zaman Tersier dari Soekendar Asikin (1986), maka pola struktur yang

terdapat di daerah penelitian berpola barat - timur atau sama dengan pola Jawa.

Gambar 4.3. Hubungan arah lipatan dengan arah gaya utama di daerah penelitian

63

Anda mungkin juga menyukai