Anda di halaman 1dari 26

Laporan Praktikum Perpetaan Geologi

Peta Geomorfologi

Disusun Oleh :

Arin Sukma Era Hapsari (185090707111019)

Asisten Praktikum :

Rio Yoga Pratama - 175090700111018

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelurusan geologi (lineaments) adalah cerminan morfologi yang teramati
dipermukaan bumi sebagai hasil dari aktifitas gaya geologi dari dalam bumi. Batasan
kelurusan geologi disini adalah sebuah bentukan alamiah yang direpresentasikan oleh
keunikan geomorfologi seperti; kelurusan punggungan, kelurusan lembah,kelurusan
sungai, kelurusan yang disebabkan oleh sesar – sesar baik itu sesar normal, naik, maupun
mendatar. Sistem penyaluran adalah suatu pola yang dibentuk oleh aliran, sungai dan danau
pada suatu lembah sungai. Sistem penyaluran dapat mencapai pola penyaluran tertentu
berdasarkan bentuk dan tekstur jaringan saluran sungai dan anak sungai
Pola penyaluran sendiri dapat memberikan gambaran dari kondisi permukaan suatu
daerah berupa batuan dasar dan struktur geologi. Hal tersebut dikarenakan, sebuah sungai
dapat terbentuk karena mengerosi batuan dasar atau sedimen yang dilewatinya hingga
membentuk channel. Dalam menentuan suatu pola kelurusan dan penyaluran suatu
wilayah, para geologis dapat mengiterprestasikan suatu peta kontur, tanpa mendatangi
wilayah tersebut tetapi seorang geologist tetap harus datang pada wilayah tersebut untuk
melihat struktur wilayahnya.
Kemiringan lereng pada peta dapat dihitung dengan menggunakan informasi jarak
antar dua titik serta perbedaan ketinggian antara dua titik. Perhitungan ini menggunakan
rumus segitiga phytagoras sederhana yang mengasumsikan bahwa kemiringan adalah
selisih tinggi dibagi dengan jarak antar titik pengukuran.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam peta
geomorfologi, yang mana diketahui melalui pembagian satuan dan bantuan sayatan
geologi.
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui berbagai macam
unsur geomorfologi yang terdapat pada masing-masing satuan.
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Peta Geomorfologi


Peta gemorfologi adalah suatu gambaran dari suatu bentang alam (landscape) yang
merekam proses-proses geologi yang terjadi di permukaan bumi. Peta geomorfologi
didefinisikan sebagai peta yang menggambarkan bentuk lahan, genesa beserta proses yang
mempengaruhinya dalam berbagai skala. Berdasarkan definisi diatas, maka suatu peta
geomorfologi harus mencakup hal hal sebagai berikut :
a. Peta geomorfologi menggambarkan aspek-aspek utama lahan atau terrain disajikan
dalam bentuk simbol huruf dan angka, warna, pola garis dan hal itu tergantung pada
tingkat kepentingan masing-masing aspek.
b. Peta geomorfologi memuat aspek-aspek yang dihasilkan dari sistem survei analitik
(diantaranya morfologi dan morfogenesa) dan sintetik (diantaranya proses
geomorfologi, tanah /soil, tutupan lahan).
c. Unit utama geomorfologi adalah kelompok bentuk lahan didasarkan atas bentuk
asalnya (struktural, denudasi, fluvial, marin, karts, angin dan es).
d. Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak sebenarnya yang
dinyatakan dalam angka, garis atau kedua-duanya. Adapun informasi yang terdapat
dalam peta geomorfologi berupa bentuk, geometri, serta proses-proses yang telah
maupun sedang terjadi, baik proses endogenik maupun eksogenik. (Noor. 2010)

Adapun informasi yang terdapat dalam peta geomorfologi berupa bentuk, geometri,
serta proses-proses yang telah, maupun sedang terjadi, baik proses endogenic maupun
proses eksogenik. Ada sedikit perbedaan penekanan antara infromasi geomorfologi untuk
sains dan informasi geomorfologi untuk terapan.
Untuk tujuan sains, maka peta geomorfologi diharap mampu memberi informasi
mengenai hal-hal berikut :
- Faktor-faktor geologi apa yang telah berpengaruh terhadap pembentukan bentang alam
di suatu daerah.
- Bentuk-bentuk bentang alam apa yang telah terbentu karenanya. Pada umumnya hal-
hal tersebut diuraikan secara deskriptif. Peta geomorfologi yang disajikan harus
menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan.
Gambaran peta yang menunjang genesa dan bentuk diutamakan.

Sedangkan untuk tujuan terapan, peta geomorfologi akan lebih banyak memberi
informasi mengenai :

- Geometri dan bentuk permukaan bumi seperti tinggi, luas, kemiringan lereng,
kerapatan sungai, dan sebagainya.
- Proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran dari proses seperti :
1. Jenis proses (pelapukan erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan, dan
sebaginya)
2. Besaran dan proses tersebut (besaran luas, berapa dalam, berapa intensitasnya,
dan sebagainya)
3. Pada umumya hal-hal tersebut dinyatakan secara terukur. Peta geomorfologi
yang disajikan harus menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula
klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta diutamakan yang menunjang
kondisi parametris (yang dapat diukur) serta proses-proses eksogen yang
berjalan pada masa kini dan yang akan datang. (Noor. 2012)

2.2 Aspek-Aspek dalam Peta Geomorfologi


Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan
gemorfologi yaitu :
1. Morfoogi : studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum, meliputi:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat deskriptif bentuk lahan, antara lain lembah, perbukitan, daratan,
gunungan, teras sungai, bentang pantai, dan lain-lan.
b. Morfometria adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain
kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk
lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa: asal usul pembentukan dan perkembangan bentuk lahan serta
proses-proses gemorfologi yang terjadi, dalam hal ni adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses gemorfolologi. Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe
batuan maupun struktur batuan yang ada katannya dengan denudasi misalnya
mesa, cuesta, hogback, dan kubah.
b. Morfostruktur pasif, berupa tenaga endogen seperti pengangkatan , pelipatan
dan pensesaran. Berkaitan dengan hasil gaya endogen dinamis termasuk
gunung api, tektonika (lipatan dan sesar), misalnya : gunung api, punggung
antiklin dan gawir sesar.
c. Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga air,
es, gerakan massa dan kegunungapian. Berkaitan erat dengan hasil kerja gaya
eksogen (air, es, angin, dan gerakan tanah), misalnya gumuk pasir, undak
sungai, pemantang pantai, lahan kritis.
3. Morfolronologi merupakan urutan bentuk lahan atau hubungan aneka ragam
bentuk lahan danprosesnya yang ada diermukaan bumi sebagai hasil dari proses
gemorfologi. Penekanannya pada evolusi (ubahangus) pertumbuhan bentuk lahan.
4. Morfokoservasi adalah hubungan bentuk lahan dan lingkungan atau berdasarkan
parameter bentuk lahan, seperti hubungan antara bentuk lahan dengan unsure
bentuk lahan seperti batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi, dan penggunaan
lain. (Erwin, 2009)

2.3 Pengertian Morfologi, Morfogenesis, Morfokronologi, dan Morfoarrangement


Morfologi mempelajari relief secara umum yang meliputi aspek-aspek, yang terdiri
dari morfografi dan morfometri. Morfogenesis menekan pada proses geomorfologi, yakin
proses yang mengakibatkan perubahan-perubahan bentuk lahan waktu pendek serta proses
terjadinya bentuk lahan. Morfogenesis mencakup beberapa aspek yaitu Morfo Stuktur
Pasif, Morfologi Stuktur Aktif dan Morfodinamik. Morfokronologi merupakan urutan
bentuk lahan yang ada dipermukaan bumi sebagai hasil proses geomorfologis. Adanya
perbedaan urutan secara alami menyebabkan terjadinya perbedaan urutan umur bentuk
lahan dari yang paling awal hingga yang paling akhir, masing-masing paling tua dan paling
muda. Dalam kaitannya dengan umur suatu bentuk lahan dapat dilihat pula terjadinya
pelapukan, pembetukan tanah dan erosi, serta sedimentasi, sehingga menentukan pula
terhadap potensi suatu lahan, yang selanjutnya menentukan terhadap pemanfaatannya.
Morfoarrangement merupakan susunan keruangan dan antar hubungan berbagai macam
bentuklahan dan proses yang berkaitan. (Lisle, 2004)

2.4 Pembagian Kemiringan Lereng


Klasifikasi Kemiringan Lereng. Peta kelas lereng diperoleh melalui interpretasi
peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan metode pembuatan peta lereng yang ditemukan
oleh Wenthworth dengan rumus sebagai berikut :

S = ((n-1) x ki / a x penyebut skala peta) x 100 %

Keterangan :

S = Besar sudut lereng

n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jarring

ki = Kontur interval

a = Panjang diagonal jarring dengan Panjang rusuk 1 cm

Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan rehabilitasi lahan


dan konservasi tanah sebagai berikut :

Tabel kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan

KELAS KEMIRINGAN KLASIFIKASI


(%)
I 0–8 Datar
II >8 – 15 Landai
III >15 – 25 Agak Curam
IV >25 – 45 Curam
V >45 Sangat Curam
Tabel pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE

Kemiringan Kemiringan Keterangan Klasifikasi Klasifikasi


Lereng (o) Lereng (%) USSSM* USLE* (%)
(%)
<1 0–2 Datar – Hampir 0–2 1–2
Datar
1–3 3–7 Sangat Landai 2–6 2–7
3–6 8 – 13 Landai 6 – 13 7 – 12
6–9 14 – 20 Agak Curam 13 – 25 12 – 18
9 – 25 21 – 55 Curam 25 – 55 18 – 24
25 – 26 56 – 140 Sangat Curam >55 >24
>65 >140 Terjal
USSSM = United Stated Soil System Management
USLE = Universe Soil Loss Equation

Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang


datar yang secara umum dinyatakan dalam persen dan derajat. Kecuraman lereng, panjang
lereng, dan bentuk lereng, semuanya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran
permukaan. Menurut Sitanala Arsyad (1989 : 225) mengkelaskan lereng menjadi seperti
berikut :
Kemiringan Klasifikasi Kelas
(%)
0–3 Datar A
3–8 Landai atau B
Berombak
8 – 15 Agak Miring C
15 – 30 Miring D
30 – 45 Agak Curam E
45 – 46 Curam F
>65 Sangat Curam G
(Hosang, 2019
BAB III

METODOLOGI

3.1 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah :
1. Peta Geomorfologi Kavling 7. Peta ini digunakan sebagai acuan dasar dalam
menentukan pembuatan unsur-unsur peta geomorfologi.

Gambar 3.1.1 Peta Geomorfologi Kavling 7

2. Peta Geologi Lembar Pacitan, Jawa. Peta tersebut digunakan dalam dasar untuk
menentukan kondisi geologi serta litologi yang menyusun daerah tersebut.
Gambar 3.1.2 Peta Geologi

3. Milimeter Block, digunakan dalam membantu proses pembuatan sayatan geologinya.

Gambar 3.1.3 Milimeter Block


4. Pensil warna, digunakan untuk memberi warna pada satuan-satuan yang terdapat
dalam kavling daerah penelitian.

Gambar 3.1.4 Pensil Warna

5. OHP Marker, digunakan untuk membantu menentukan pola pengaliran/penyaluran


dan pola kelurusan.

Gambar 3.1.5 OHP Marker

6. Penggaris, digunakan dalam membantu pembuatan sayatan geologi.


Gambar 3.1.6 Penggaris
3.2 Diagram Alir

Disiapkan peta geomorfologi daerah yang menjadi kavling penelitian

Ditentukan pembagian satuannya, dengan melihat perbedaan kontur, pola penyaluran, dan
pola kelurusannya

Diberi warna yang berberda antar satuannya

Ditentukan juga pola pengaliran/penyaluran serta pola kelurusannya

Dibuat sayatan geologi yang melewati seluruh satuan yang ada

Ditentukan kemiringan lereng yang terdapat pada masing-masing satuan

Ditentukan juga unsur-unsur geomorfologi pada setiap satuannya


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembagian Peta Geomorfologi Daerah Kavling


Berdasarkan pada perbedaan kerapatan konturnya, daerah Kavling 7 dapat dibagi
menjadi dua satuan yaitu dataran endapan alluvial berlereng curam hingga terjal, dan
dataran endapan alluvial berlereng sangat terjal. Pembagian satuan tersebut seperti terlihat
pada Gambar 4.1 dibawah.

Gambar 4.1 Peta Geomorfologi yang sudah dibagi berdasarkan pada perbedaan kerapatan
konturnya.

Mengacu pada pembagian tersebut, dapat terlihat bahwa daerah yang berlereng
curam – terjal ditunjukkan oleh satuan yang berwarna biru muda dimana konturnya
menunjukkan adanya jarak yang relative renggang satu dengan yang lain. Sementara untuk
daerah yang memiliki kelerengan sangat terjal ditunjukkan oleh satuan yang berwarna biru
tua dengan konturnya yang rapat satu dengan yang lainnya.
4.2 Kemiringan Lereng
Setelah dilakukan pembagian satuannya, kemudian dilakukan perhitungan pada
kemiringan lereng pada masing-masing satuan. Untuk dataran endapan alluvial berlereng
curam – terjal (biru muda) dapat diketahui kemiringan lerengnya sebagai berikut :

Tan β = y / h
Tan β = (300 – 225) / 1.5 cm
Tan β = 50O

Tan β = y / h
Tan β = (300 – 125) / 5.5 cm
Tan β = 31.81O

Sehingga satuan yang berwarna biru muda kurang lebih memiliki nilai kelerengan
berkisar antara 31.81 – 50 derajat atau dapat dikatakan berlereng curam ke terjal
berdasarkan dari klasifikasi kemiringan lereng. Kemudian untuk satuan dataran endapan
alluvial berlereng sangat terjal yang berwarna biru tua adalah sebagai berikut :

Tan β = y / h
Tan β = (650 – 450) / 3.5
Tan β = 57.14O

Tan β = y / h
Tan β = (550 – 500) / 0.8
Tan β = 62.5O

Maka dari itu, dapat diketahui bahwa kelerengan dari satuan yang berwarna biru tua adalah
sangat curam.
4.3 Sayatan Geomorfologi
Setelah daerah tersebut ditentukan pembagian satuannya, kemudian dibuat sayatan
geologinya. Sayatan geomorfologi yang dibuat harus melewati seluruh satuan yang ada
agar bisa menunjukkan bagaimana profil geologi yang berhubungan dengan ketinggian
daerah tersebut. Sayatan geologi yang telah dibuat adalah sebagai berikut.

Gambar 4.3 Sayatan geomorfologi dari satuan-satuan yang terdapat dalam kavling daerah
penelitian

Berdasarkan pada sayatan geomorfologi yang telah dibuat, dapat terlihat bahwa
daerah dengan kerapatan kontur yang cukup renggang (biru muda) memiliki kemiringan
yang tidak terlalu terjal. Kemudian untuk satuan yang lainnya (biru tua) merupakan suatu
kelerengan yang terjal. Selain itu, berdasarkan sayatan geologi, bahwa daerah kavling
memilili ketinggian berkisar antara 100 – 600 meter. Daerah ini merupakan daerah rendah
karena hanya memiliki nilai ketinggian demikian. Hal ini disebabkan berdasarkan peta
geologinya, daerah ini merupakan daerah yang terletak di dekat bibir pantai.

4.4 Unsur-Unsur Geomorfologi


Kolom Geomorfologi Kavling 7 dapat ditunjukkan pada table dibawah.
Satuan Satuan Daerah Alluvial Berlereng Satuan Daerah Alluvial
Geomorfologi Sangat Terjal Berlereng Curam - Terjal
Unsur Geomorfologi
Profil Geomorfologi
SV = SH
1.6 : 500

Pelamparan (%) 30 % 70 %
Kelerengan 57.14 – 62.5 derajat 31.18 – 50 derajat
Titik Tertinggi 650 meter 475 meter
Titik Terendah 100 meter 75 meter
Beda Tinggi 550 meter 400 meter
Tipe Parit V,U V, U
Pola Penyaluran Dendritik Radial
Litologi Konglomerat aneka bahan, batupasir, Perselingan breksi gunung
batulanau, batugamping, api, lava, tuf ; bersisipan
batulempung, napal pasiran, batupasir batupasir tufan, batulanau,
berbatuapung, bersisipan breksi dan batulempung
gunung api, lava, dan tuf
Prosen Endogenik Pengangkatan Pengangkatan
Proses Eksogenik Pelapukan, erosi, dan transportasi Pelapukan, erosi, dan
transportasi
Potensi Positif Perkebunan, pemukiman Persawahan, pemukiman,
perkebunan
Potensi Negatif Tanah longsor atau Gerakan massa Rawan erosi

Tabel 4.4 Kolom Geomorfologi yang menunjukkan unsur-unsur geomorfologi

Penjelasan setiap unsur geomorfologinya, adalah sebagai berikut :

- Kelamparan
Setelah ditentukan pembagian satuan pada daerah kavling yang diteliti, dapat dilihat bahwa
pembagian satuan terbagi menjadi dua berdasarkan garis kontur.
Kavling yang diteliti tersebut merupakan suatu daerah alluvial. Satuan dengan
warna biru muda merupakan satuan yang memiliki kerapatan garis kontur yang relative
renggang, sehingga dapat dikatakan berlereng curam hingga terjal. Sementara untuk satuan
yang berwarna biru tua merupakan satuan dengan kerapatan garis kontur yang relative
rapat dan disebut daerah yang berlereng sangat terjal berdasarkan klasifikasi nilai
kelerengan. Setelah ditentukan, dapat teramati dengan jelas bahwa kelamparan daerah yang
berkontur tidak terlalu rapat adalah sekitan 70 % dan satuan berkontur rapat dengan
kelamparan kurang lebih 30 %.

- Kelerengan
Setelah ditentukan seperti apa pembagian satuan daerah kavling, maka kemudian
ditentukan pula kelerengan dari masing-masing satuan tersebut. Kelerengan dari satuan
yang berkontur renggang (biru muda) adalah berdasarkan perhitungan adalah sebagai
berikut :

Tan β = y / h
Tan β = (300 – 225) / 1.5 cm
Tan β = 50O

Tan β = y / h
Tan β = (300 – 125) / 5.5 cm
Tan β = 31.81O

Sehingga satuan yang berwarna biru muda kurang lebih memiliki nilai kelerengan berkisar
antara 31.81 – 50 derajat atau dapat dikatakan berlereng curam ke terjal berdasarkan dari
klasifikasi kemiringan lereng.

Kemudian untuk satuan yang berwarna biru tua adalah sebagai berikut :

Tan β = y / h
Tan β = (650 – 450) / 3.5
Tan β = 57.14O

Tan β = y / h
Tan β = (550 – 500) / 0.8
Tan β = 62.5O

Maka dari itu, dapat diketahui bahwa kelerengan dari satuan yang berwarna biru tua adalah
sangat curam.
- Titik Tertinggi
Berdasarkan nilai elevasi pada peta kontur, titik tertinggi untuk satuan berwarna biru muda
adalah 475 meter dan 650 untuk satuan yang berwarna biru tua.
- Titik Terendah
Sama halnya dengan mencari titik tertinggi, titik terendah dapat diketahui melalui peta
kontur. Nilai terendah untuk satuan yang berwarna biru muda adalah 75 meter, dan untuk
satuan yang berwarna biru tua adalah 100 meter.
- Beda Tinggi
Nilai beda tinggi dapat didapatkan dari selisih antara titik tertinggi dengan titik terendah.
Dimana dalam hal ini beda tinggi pada satuan berwarna biru muda adalah 400 meter, dan
untuk satuan yang berwarna biru tua bernilai 550 meter.
- Tipe parit
Berdasarkan pada kondisi garis kontur daripada kavling tersebut, maka dapat diidentifikasi
bahwa tipe parit dari kedua satuan tersebut adalah V dan U.
- Pola Penyaluran
Pola penyaluran yang ada pada satuan dengan kontur renggang adalah radial, dimana
polanya yang memusat ke satu arah. Sementara untuk satuan berkontur rapat adalah
dendritik dikarenakan polanya terlihat seperti percabangan pada pohon.
- Litologi
Litologi dari masing masing satuan dapat diketahui dengan adanya bantuan dari peta
geologi yang ada. Berdasarkan informasi dari peta geologi, dapat diketahui bahwa satuan
berlereng curam hingga terjal memiliki litologi berupa perselingan breksi gunung api, lava,
tuf ; bersisipan batupasir tufan, batulanau, dan batulempung. Lalu, untuk satuan yang
berlereng sangat terjal memiliki litologi konglomerat aneka bahan, batupasir, batulanau,
batugamping, batulempung, napal pasiran, batupasir berbatuapung, bersisipan breksi
gunung api, lava, dan tuf.
- Proses Endogenik
Proses endogenic yang terjadi pada daerah penelitian adalah adanya suatu pengangkatan.
- Proses Eksogenik
Proses eksogenik dari pada daerah penelitian antara lain adalah adanya pelapukan, erosi,
serta transportasi.
- Potensi Positif
Daerah kavling tersebut memiliki sisi positif dan tentunya bermanfaat bagi masyarakat
sekitar antara lain adalah untuk perkebunan, pemukiman, dan juga untuk lahan
persawahan.
- Potensi Negatif
Selain memiliki sisi positif, daerah tersebut juga memiliki potensi negative dengan adanya
bentuk lahan yang demikian. Sisi negative yang bisa saja terjadi antara lain adalah Gerakan
massa atau tanah longsor. Mengingat, kedua satuan tersebut tergolong daerah yang
dikatakan suram hingga sangat terjal.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
daerah yang menjadi obyek penelitian (Kavling 7) memiliki dua satuan utama berdasarkan
pada perbedaan kerapatan konturnya. Satuan tersebut mempunyai kelerengan yang curam
– terjal, dan sangat terjal. Pada masing-masing satuan yang demikian, daerah tersebut
memiliki poensi positif dan juga potensi negative sebagi akibat dari kelerengannya
tersebut. Potensi positif antara lain adalah dapat dimanfaatkan sebagai lahan pemukiman
masyarakat, laha persawahan, dan juga perkebunan. Sementara untuk sisi negatifnya, dapat
terjadi tanah longsor secara tiba-tiba mengingat satuan daerah tersebut kelerengannya terjal
hinggap pada sangat curam.

5.2 Saran

Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut dalam praktikum ini, alangkah lebih baik
kita mengetahui bagaimana kondisi geologi daerah terkait. Selain itu juga perlu dipahami
seperti apa geomorfologinya. Kemudian, untuk hal-hal teknis, sebaiknya peralatan
dipersiapkan sebaik mungkin untuk melaksanakan praktikum ini agar praktikum juga dapat
berjalan lancar tanpa adanya kendala yang berarti berkaitan dengan masalah teknis seperti
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Erwin, Santosa. 2009. Aspek Gemorfologi. Universitas Negeri Sureakarta. 36:10-15.


https://www.academia.edu/29112127/ASPEK-ASPEK_GEOMORFOLOGI. diakses Rabu, 06
November 2019.

Hosang, Julio. 2019. Gemorfologi. UPN Veteran Yogyakarta. 28:8-6.


https://www.academia.edu/16494182/geomorfologi. diakses Rabu, 06 November 2019.

Lisle, Richard J. 2004. Geological Structures and Maps. Cardiff: Pergamon Press.
Noor, Djauhari. 2010. Gemorfologi Ed 1. Yogyakarta: Depublish.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Yogyakarta: CV Graha Ilmu.


LAMPIRAN

Peta Geomorfologi yang sudah dibagi berdasarkan pada perbedaan kerapatan konturnya.

Sayatan geomorfologi dari satuan-satuan yang terdapat dalam kavling daerah penelitian.
Satuan Satuan Daerah Alluvial Berlereng Satuan Daerah Alluvial
Geomorfologi Sangat Terjal Berlereng Curam - Terjal
Unsur Geomorfologi
Profil Geomorfologi
SV = SH
1.6 : 500

Pelamparan (%) 30 % 70 %
Kelerengan 57.14 – 62.5 derajat 31.18 – 50 derajat
Titik Tertinggi 650 meter 475 meter
Titik Terendah 100 meter 75 meter
Beda Tinggi 550 meter 400 meter
Tipe Parit V,U V, U
Pola Penyaluran Dendritik Radial
Litologi Konglomerat aneka bahan, batupasir, Perselingan breksi gunung
batulanau, batugamping, api, lava, tuf ; bersisipan
batulempung, napal pasiran, batupasir batupasir tufan, batulanau,
berbatuapung, bersisipan breksi dan batulempung
gunung api, lava, dan tuf
Prosen Endogenik Pengangkatan Pengangkatan
Proses Eksogenik Pelapukan, erosi, dan transportasi Pelapukan, erosi, dan
transportasi
Potensi Positif Perkebunan, pemukiman Persawahan, pemukiman,
perkebunan
Potensi Negatif Tanah longsor atau Gerakan massa Rawan erosi

Kolom Geomorfologi yang menunjukkan unsur-unsur geomorfologi.

Anda mungkin juga menyukai