Anda di halaman 1dari 16

FARMAKOTERAPI 1

“GAGAL JANTUNG”

OLEH

Nama : Putri Sakinah Munu

NIM : 2120191031

Prodi : S1- Farmasi

Dosen Pengampu : Apt. Chikita Inaku, M.Farm

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BINA MANDIRI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan ke khadirat Allah S.W.T karena berkat

rahmat dan karunia-nya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

makalah yang berjudul “gagal jantung” ini disusun untuk memenuhi tugas mata

kuliah Farmakoterapi 1.

Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik aspek

kualitas maupun aspek kuantitas dari materi yang disajikan. Semua ini didasarkan

dari keterbatasan yang saya miliki. saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh

dari sempurna sehingga saya membutuhkan kritik dan saran yang bersifat

membangun.

Gorontalo, 26 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Pengertian gagal jantung ........................................................3
2.2 Pathophyshiology..................................................................................3
2.3 Tanda dan gejala....................................................................................3
2.4 Monitoring terapi...................................................................................5
2.5 Tes Lab..................................................................................................6
2.6 Terapi Nonfarmakologis dan Terapi Farmakologis...............................8
BAB III PENUTUP................................................................................................11
5.1 Kesimpulan............................................................................................11
5.2 Saran......................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang
terletak dalam mediastinum di antara kedua paru-paru. Jantung memiliki fungsi
utama sebagai pemompa darah. Jantung merupakan salah satu organ yang tidak 
pernah beristirahat Dalam keadaan fisiologis, pembentukan rangsang irama
denyut jantung berawal dari nodus sinoatrial (nodus SA) dan menyebar ke serat
otot lainnya sehingga menimbulkan kontraksi jantung. Jika rangsang irama ini
mengalami gangguan dalam pembentukannya dan penghantarannya, maka dapat
terjadi gangguan pada kinerja jantung.
Gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan
utama yang dialami masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan, jantung
mempunyai suatu sistem pembentukan rangsang tersendiri. Pada zaman modern
ini. Angka kejadian penyakit jantung semakin meningkat. Baik di Negara maju
maupun berkembang, penyebab yang sering ditemukan adalah gaya hidup
misalnya, diet yang salah, stress, kondisi lingkungan yang buruk, kurang
olahraga, kurang istirahat dan lain-lain. Diet yang salah, seperti terlalu banyak
mengkonsumsi junk food yang notabene banyak mengandung kolesterol jahat,
yang berujung pada kegagalan jantung. Apalagi ditambah dengan lingkungan
yang memiliki tingkat stressor tinggi, kurang olahraga, dan istirahat, maka resiko
untuk terkena penyakit jantung akan semakin tinggi.
Untuk memberikan pengobatan yang tepat dan efektif, khususnya bagi
tenaga kefarmasian, maka harus memahami apa itu penyakit gagal jantung serta
bagaimana cara mengobati penyakit tersebut. Apalagi dalam keadaan
kedaruratan yang membutuhkan keahlian dalam memberikan pertolongan pada
pasien.

1
.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan gagal jantung?
2. Jelaskan patofisiologi dari gagal jantung?
3. Apa gejala dari gagal jantung?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hyperlipidemia
Gagal jantung (HF) adalah sindrom klinis progresif yang dapat terjadi
akibat perubahan struktur atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan
ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah. HF bisa disebabkan oleh
kelainan pada fungsi sistolik, fungsi diastolik, atau keduanya. Penyebab utama
gagal jantung adalah penyakit arteri koroner dan hipertensi. Manifestasi utama
dari sindrom ini adalah dispnea, kelelahan, dan retensi cairan.
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang
dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama
diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif
bertambah. (Elizabeth J. Corwin, 2009).
2.2 Pathophyshiology
patofisiologi gagal jantung paling baik dijelaskan dengan model
neurohormonal. Aktivasi neurohormon endogen termasuk norepinefrin,
angiotensin II, aldosteron, vasopresin, dan berbagai sitokin proinflamasi
memainkan peran penting dalam renovasi ventrikel dan perkembangan HF
selanjutnya. Yang penting, farmakoterapi yang ditujukan untuk melawan aktivasi
neurohormonal ini telah memperlambat perkembangan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
2.3 Tanda dan Gejala
Umum
• Presentasi pasien dapat berkisar dari syok asimtomatik hingga kardiogenik
Gejala
• Dispnea, terutama saat aktivitas
• Ortopnea
• Dispnea nokturnal paroksismal
• Intoleransi olahraga

3
• Takipnea
• Batuk
• Kelelahan
• Nokturia
• Hemoptisis
• Sakit perut
• Anoreksia
• Mual
• Kembung
• Nafsu makan buruk, cepat kenyang
• Asites
• Status mental berubah
• Kenaikan atau penurunan berat badan
Tanda-tanda
• Kerutan paru
• Edema paru
• S3 berpacu
• Ekstremitas dingin
• Efusi pleura
• Pernapasan Cheyne-Stokes
• Takikardia
• Tekanan nadi sempit
• Kardiomegali
• Edema perifer
• Distensi vena jugularis
• Refluks hepatojugular
• Hepatomegali
• Perubahan stasis vena
• Perpindahan impuls apikal ke lateral

4
2.4 Monitoring Terapi
Tujuan terapi dalam penanganan gagal jantung kronis adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, meredakan atau mengurangi gejala,
mencegah atau meminimalkan rawat inap untuk eksaserbasi gagal jantung,
memperlambat perkembangan proses penyakit, dan memperpanjang
kelangsungan hidup. Farmakoterapi memainkan peran kunci dalam mencapai
tujuan ini.1 Selain itu, identifikasi faktor risiko untuk perkembangan gagal
jantung dan pengenalan sifat progresifnya telah meningkatkan penekanan pada
pencegahan perkembangan gangguan ini. Dengan pemikiran ini, pedoman
American CollegeofCardiology (ACc) / American HeartAssociation (AHA) untuk
evaluasi dan pengelolaan HF kronis menggunakan sistem pementasan yang tidak
hanya mengenali evolusi dan perkembangan gangguan tetapi juga menekankan
modifikasi faktor risiko. dan strategi pengobatan preventif (Gbr. 4-6) .1 Empat
tahapan sistem ini berbeda dari klasifikasi fungsional NYHA (Tabel 4-4) yang
sudah dikenal oleh sebagian besar dokter. Sistem NYHA terutama ditujukan
untuk mengklasifikasikan evaluasi subjektif dari klinisi dan tidak mengenali
gejala untuk tindakan pencegahan atau perkembangan gangguan. Gejala pasien
dapat sering berubah dalam waktu singkat karena perubahan dalam pengobatan,
diet, penyakit yang menyertai, dll. Misalnya, pasien dengan ACC / AHA Stadium
C HF dengan gejala NYHA kelas IV seperti kelebihan volume yang ditandai
dapat dengan cepat membaik ke kelas I sampai II dengan terapi diuretik agresif.
Terlepas dari keterbatasan ini, sistem ini dapat berguna untuk memantau pasien
dan digunakan secara luas dalam studi HF. Sebaliknya, dan konsisten dengan HF,
stadium ACC / AHA HF progresif tidak dapat membaik (misal, berpindah dari
Stadium C ke Stadium B) meskipun gejala pasien NYHA kelas IV ke I. Selain itu,
ACC / AHA bersifat a pasien dapat berfluktuasi dari sistem stadium memberikan
kerangka kerja yang lebih komprehensif untuk evaluasi, pencegahan, dan
pengobatan gagal jantung.

5
Klasifikasi Fungsional Asosiasi Jantung New York
Kelas fungsional
I. Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa batasan aktivitas fisik. Aktivitas
fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan yang tidak semestinya, dispnea, atau
palpitasi
II. Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan sedikit keterbatasan
aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dispnea, atau angina
III. Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan keterbatasan aktivitas
fisik. Walaupun pasien merasa nyaman saat istirahat, aktivitas yang kurang
dari biasanya akan menimbulkan gejala
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas fisik tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung
kongestif muncul bahkan saat istirahat. Dengan aktivitas fisik apa pun,
peningkatan ketidaknyamanan dialami.

2.5 Tes Laboratorium


• BNP> 100 pg / mL (> 29 pmol / L)
• NT-proBNP> 300 pg / mL (> 35 pmol / L)
• Elektrokardiogram mungkin normal atau dapat menunjukkan berbagai kelainan
termasuk perubahan gelombang ST-T akut akibat iskemia miokard, fibrilasi
atrium, bradikardia, hipertrofi ventrikel kiri
• Kreatinin serum: bisa meningkat akibat hipoperfusi. Disfungsi ginjal yang sudah
ada sebelumnya dapat menyebabkan kelebihan volume
• Hitung darah lengkap berguna untuk menentukan apakah gagal jantung akibat
berkurangnya kapasitas pembawa oksigen
• Foto rontgen dada: berguna untuk mendeteksi pembesaran jantung, edema paru,
dan efusi pleura

6
• Ekokardiogram: digunakan untuk menilai ukuran LV, fungsi katup, efusi
perikardial, kelainan gerakan dinding, dan fraksi ejeksi
• Hiponatremia: natrium serum <130 mEq / L (<130 mmol / L) dikaitkan dengan
penurunan kelangsungan hidup dan dapat menunjukkan perburukan kelebihan
volume dan / atau perkembangan penyakit
Riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang ditujukan untuk
mengidentifikasi gangguan jantung atau nonkardiak atau perilaku yang dapat
menyebabkan atau mempercepat perkembangan atau progresi HF sangat penting
dalam evaluasi awal pasien. Namun, pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan
antara gagal jantung karena penurunan fungsi sistolik dan fungsi sistolik yang
terjaga. Riwayat pengobatan yang cermat juga harus diperoleh dengan fokus pada
penggunaan etanol, tembakau, obat-obatan terlarang (misalnya, kokain atau
metamfetamin), vitamin dan suplemen (termasuk suplemen herbal atau "alami"),
NSAID, dan agen antineoplastik (antrasiklin, siklofosfamid , trastuzumab,
imatinib).
Perhatian khusus harus diberikan pada faktor risiko kardiovaskular dan
gangguan lain yang dapat menyebabkan atau memperburuk gagal jantung seperti
hipertensi, diabetes, fibrilasi atrium, dislipidemia, penggunaan tembakau,
gangguan pernapasan saat tidur, dan penyakit tiroid. Karena penyakit arteri
koroner merupakan penyebab gagal jantung pada banyak pasien, evaluasi
kemungkinan penyakit koroner sangat penting, terutama pada pria. Jika penyakit
arteri koroner terdeteksi, prosedur revaskularisasi yang sesuai dapat
dipertimbangkan. Status volume pasien harus didokumentasikan dengan menilai
berat badan, JVD, dan ada tidaknya kongesti paru dan edema perifer. Pengujian
laboratorium dapat membantu mengidentifikasi gangguan yang menyebabkan
atau memperburuk gagal jantung. Evaluasi awal harus mencakup hitung darah
lengkap, elektrolit serum (termasuk kalsium dan magnesium), penilaian fungsi
ginjal dan hati, urinalisis, profil lipid, hemoglobin A1C, tes fungsi tiroid, rontgen
dada, dan EKG 12 sadapan. Tidak ada kelainan EKG spesifik yang terkait dengan

7
gagal jantung, tetapi temuan dapat membantu mendeteksi penyakit arteri koroner
atau kelainan konduksi yang dapat memengaruhi prognosis dan memandu
keputusan pengobatan. Pengukuran BNP atau NT-proBNP juga dapat membantu
dalam membedakan dispnea yang disebabkan oleh HF dari penyebab lain.
Meskipun riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium memberikan
wawasan penting tentang penyebab HF, ekokardiogram adalah tes tunggal yang
paling berguna dalam evaluasi pasien. Ekokardiogram digunakan untuk menilai
kelainan pada struktur dan fungsi jantung dan harus mencakup evaluasi
perikardium, miokardium, dan katup jantung, dan penghitungan LVEF untuk
menentukan apakah terdapat disfungsi sistolik atau diastolik.
2.6 Terapi Nonfarmakologis dan Terapi Farmakologis
1. Terapi Nonfarmakologis
Kematian jantung mendadak, terutama karena takikardia ventrikel dan
fibrilasi, bertanggung jawab atas 40% sampai 50% kematian pada pasien gagal
jantung. Secara umum, pasien pada tahap awal dengan gejala yang lebih ringan
lebih mungkin meninggal karena kematian mendadak, sedangkan kematian
akibat kegagalan pompa lebih sering terjadi pada mereka dengan gagal jantung
lanjut. Banyak dari pasien ini mengalami ektopi ventrikel yang kompleks dan
sering, meskipun masih belum diketahui apakah denyut ektopik ini
berkontribusi terhadap risiko aritmia maligna atau hanya berfungsi sebagai
penanda untuk Obat yang melemahkan perkembangan penyakit seperti β-
blocker dan antagonis aldosteron mengurangi risiko kematian mendadak.
Namun, meskipun obat antiaritmia kelas I dapat menekan ektopi ventrikel,
pengobatan empiris dengan obat tersebut berdampak buruk pada kelangsungan
hidup.
Implantasi ICD adalah pencegahan primer yang efektif untuk
mengurangi risiko kematian akibat kematian mendadak.1 Pada pasien dengan
gejala NYHA kelas II atau III dan LVEF ≤35%, ICD lebih unggul dari
amiodarone atau plasebo untuk mengurangi mortalitas.56 Yang penting, studi

8
ini juga menemukan bahwa amiodarone tidak lebih efektif daripada plasebo.
Jadi, obat ini, karena beberapa efek sampingnya, interaksi obat, dan kurangnya
efek pada kematian, sebaiknya tidak digunakan untuk pencegahan utama
kematian mendadak. Namun, karena efek netral amiodaron pada kelangsungan
hidup, amiodaron sering digunakan pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi
atrium simtomatik untuk mempertahankan ritme sinus dan / atau untuk
mencegah pelepasan ICD. Pedoman ACC / AHA merekomendasikan ICD
untuk pencegahan primer dan sekunder untuk meningkatkan kelangsungan
hidup pada pasien dengan gejala HF saat ini atau sebelumnya dan mengurangi
LVEF.1 Tinjauan menyeluruh terhadap terapi ICD dapat ditemukan di capther
8.
Penggunaan CRT meningkatkan sejumlah titik akhir penting pada pasien
terpilih dengan SHF kronis.57,58 Aktivasi listrik ventrikel kiri yang tertunda,
yang ditandai pada EKG dengan durasi QRS yang melebihi 120 milidetik,
terjadi pada sekitar sepertiga pasien dengan SHF sedang sampai berat. Karena
ventrikel kiri dan kanan biasanya aktif secara bersamaan, penundaan ini
menghasilkan kontraksi ventrikel yang tidak sinkron, yang berkontribusi pada
kelainan hemodinamik dari gagal jantung. Implantasi alat pacu jantung
biventrikel khusus untuk memulihkan aktivasi sinkron ventrikel meningkatkan
kontraksi ventrikel dan hemodinamik. Penggunaan CRT dikaitkan dengan
peningkatan kapasitas latihan, klasifikasi NYHA, kualitas hidup, fungsi
hemodinamik, rawat inap, dan mortalitas.57,58 Pedoman ACC / AHA
merekomendasikan CRT pada pasien NYHA kelas III sampai IV yang
menerima terapi medis yang optimal dan dengan Durasi QRS ≥120 milidetik
dan LVEF ≤35% .1 Namun, uji coba yang diterbitkan sejak pembaruan
pedoman terakhir menunjukkan manfaat yang mengesankan pada pasien
dengan gejala yang kurang parah (NYHA kelas I hingga III) dan bahwa
penggunaan CRT lebih awal ini dikaitkan dengan remodeling terbalik.
46,57,59 Tampaknya temuan ini akan dimasukkan ke dalam revisi pedoman

9
berikutnya. Perangkat CRT dan ICD gabungan tersedia dan dapat digunakan
jika pasien memenuhi indikasi untuk kedua perangkat.
2. terapi Farmakologis
Dengan beberapa pengecualian penting, banyak obat yang digunakan
untuk mengobati SHF sama dengan obat untuk pengobatan HFpEF. Namun,
alasan penggunaannya, proses patofisiologis yang diubah oleh obat, dan
rejimen dosis mungkin sama sekali berbeda tergantung pada apakah pasien
menderita SHF atau HFpEF. Misalnya, penyekat β direkomendasikan untuk
pengobatan SHF dan HFpEF. Di HfpEF.
namun, penyekat β digunakan untuk menurunkan denyut jantung,
meningkatkan durasi diastolik, dan memodifikasi respons hemodinamik
terhadap olahraga. Dalam SHF, β-blocker digunakan dalam jangka panjang
untuk meningkatkan keadaan inotropik dan memodifikasi pemodelan ulang LV.
Diuretik juga digunakan dalam pengobatan SHF dan HFpEF. Namun, dosis
diuretik yang digunakan untuk mengobati HFpEF, secara umum, jauh lebih
kecil daripada yang digunakan untuk mengobati SHF. Antagonis RAAS
berguna dalam menurunkan TD dan mengurangi LVH. Namun, beberapa obat
digunakan untuk mengobati SHF atau HFpEF, tetapi tidak keduanya.
Penghambat saluran kalsium seperti diltiazem, nifedipine, dan verapamil
memiliki sedikit kegunaan dalam pengobatan SHF. Sebaliknya, masing-masing
obat ini telah diusulkan sebagai obat yang berguna dalam pengobatan HfpEF.

10
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Gagal jantung (HF) adalah sindrom klinis progresif yang dapat terjadi akibat
perubahan struktur atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan
ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah. HF bisa disebabkan oleh
kelainan pada fungsi sistolik, fungsi diastolik, atau keduanya. Penyebab
utama gagal jantung adalah penyakit arteri koroner dan hipertensi.
Manifestasi utama dari sindrom ini adalah dispnea, kelelahan, dan retensi
cairan.
2. patofisiologi gagal jantung paling baik dijelaskan dengan model
neurohormonal. Aktivasi neurohormon endogen termasuk norepinefrin,
angiotensin II, aldosteron, vasopresin, dan berbagai sitokin proinflamasi
memainkan peran penting dalam renovasi ventrikel dan perkembangan HF
selanjutnya. Yang penting, farmakoterapi yang ditujukan untuk melawan
aktivasi neurohormonal ini telah memperlambat perkembangan gagal
jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.
3. Gejalanya yaitu Dispnea, terutama saat aktivitas, Ortopnea, Dispnea
nokturnal paroksismal, Intoleransi olahraga, Takipnea, Batuk, Kelelahan,
Nokturia, Hemoptisis, Sakit perut, Anoreksia, Mual, Kembung, Nafsu
makan buruk, cepat kenyang, Asites, Status mental berubah, Kenaikan
atau penurunan berat badan
5.1 Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. 2014.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach (9 th ed). New York:
McGraw-Hill Companies.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.

12

Anda mungkin juga menyukai