Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PANCASILA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


ILMU PANCASILA

Dosen Pengampu: Budi Raharjo, M.Pd

Disusun oleh :
M. Faris Musthofa (NIM :
Email :
Musthofafaris7@gmail.com

PROGRAM STUDY PANCASILA


INSTITUT ISLAM MAMBA’UL’ULUM SURAKARTA
2020 M

0
A. PENDAHULUAN
Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia, menjadi dasar pedoman
dalam segala pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia
termasuk peraturan perundang-undangan. Pancasila merupakan cerminan bangsa
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai
Pancasila yang terkandung di dalam Pancasila menjadi tolak ukur bagi bangsa
Indonesia dalam penyelenggaraan bernegara. Karena konsekuensi dari hal itu
bahwa penyelenggaraan bernegara tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang setiap warganya harus
hafal dan mematuhi segala isi dalam pancasila tersebut. Namun sebagian besar
warga negara Indonesia hanya menganggap pancasila sebagai dasar
negara/ideologi semata tanpa memperdulikan makna dan manfaatnya dalam
kehidupan. Tanpa manusiasedari nilai-nilai makna yang terkandung dalam
pancasila sangat berguna dan bermanfaat.

Di dalam Pancasila terkandung banyak nilai dimana dari keseluruhan nilai


tersebut terkandung di dalam 5 garis besar dalam kehidupan berbangsa bernegara.
Perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan tak lepas dari nilai Pancasila.
Sejak zaman penjajahan sampai sekarang, kita selalu menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila tersebut.

Indonesia hidup di dalam berbagai keberagaman, baik itu suku, bangsa, budaya
dan agama. Dari semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan. Menjadi
kesatuan dan bersatu di dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan Pancasila
dan semboyannya, Bhineka Tunggal Ika. Pancasila membuat Indonesia tetap
teguh dan bersatu di dalam keberagaman budaya. Dan menjadikan pancasila
sebagai dasar kebudayaan yang menyatukan budaya dengan yang lain. Karena
ikatan yang satu itulah. Pancasila menjadi inspirasi berbagai macam kebudayaan
yang ada di Indonesia.

1
B. Pengertian Pancasila
Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Historis, & Terminologis
Pengertian Pancasila Secara Etimologis, Historis, & Terminologis
Hakikat Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana dikaji secara ilmiah memliki
pengertian pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar Negara,
sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai ideologi bangsa dan Negara, sabagai
kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya terdapat berbagai macam
terminologi yang harus didesktipsikan secara objektif. Selain itu, pancasila secara
kedudukan dan fungsinya juga harus dipahami secara kronologis.
Oleh karena itu, untuk memahami Pancasila secara kronologis baik
menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila
tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut :
Pengertian Pancasila secara etimologis
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa
kasta Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut
Muhammad Yamin, dalam bahasa sansekerta perkataan “Pancasila” memilki dua
macam arti secara leksikal yaitu :
“panca” artinya “lima”
“syila” vokal I pendek artinya “batu sendi”, “alas”, atau “dasar”
“syiila” vokal i pendek artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting
atau yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa
diartikan “susila “ yang memilki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu
secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah adalah istilah “Panca
Syilla” dengan vokal i pendek yang memilki makna leksikal “berbatu sendi lima”
atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “Panca
Syiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna 5 aturan tingkah laku yang penting.
Pengertian Pancasila secara Historis
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.
Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas

2
pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar
negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut
tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam siding tersebut Ir. Soekarno berpidato secara
lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian
untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut
Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang
tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya,
kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-
Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya
termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang
diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan
istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat
istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia
adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi
historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang
secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara
Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara
sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka panitia Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam
sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara
Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 terdiri
atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang
berisi 37 pasal, 1 aturan Aturan Peralihan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 Aturan
Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut
tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :

3
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4..Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
inilah yang secara konstisional sah dan benar sebagai dasar negara Republik
Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Memgacu pada hal ini, Pancasila
pun dijadikan sebagai rujukan dalam tiap pembuatan kebijakan negara, bersama-
sama dengan Undang-Undang Dasar. Tapi tidak hanya itu, Pancasila juga
merupakan ideologi bangsa yang berarti Pancasila adalah pedoman kita, sebagai
warga negara Indonesia, dalam berperilaku.
Pancasila bermula dari Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Pembukaan
UUD 1945. Perubahan yang dilakukan pada Piagam Jakarta terdapat pada sila
pertama dimana awalnya berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” kemudian berganti menjadi, “Ketuhanan
yang Maha Esa.”
Nah, saat ini, katakanlah sebagian besar dari kita sudah menghafalnya – dari
sila pertama hingga kelima, mempelajari sejarahnya, namun mengaplikasikannya
bagaimanapun bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika kita tidak memahami
kedudukan dan fungsi Pancasila itu sendiri.
Perranyaannya sekarang, bagaimana sih kedudukan dan fungsi Pancasila di
Indonesia?
Kedudukan dan Fungsi Pancasila
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan pijakan yang menjadi tenaga
berdirinya Indonesia. Ini juga merupakan jiwa bangsa Indonesia, yang berarti
jiwa Pancasila mampu menghidupkan bangsa Indonesia. Sebagai kepribadian
bangsa, Pancasila memiliki corak khas yang menjadi pembeda antara bangsa
Indonesia dengan bangsa lain.

4
Pancasila juga merupakan sumber dari segala hukum. Artinya, semua hukum
yang disusun dan diberlakukan di Indonesia berlandaskan pada Pancasila. Sebagai
perjanjian luhur, Pancasila yang dibuat oleh masyarakat Indonesia adalah
perjanjian yang mewakili suara rakyat. Pancasila juga mencerminkan cita-cita dan
tujuan bangsa Indonesia agar menjadi negara yang adil dan sejahtera.
Sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Pancasila dipandang sebagai norma yang mengatur masyarakat. Pancasila sebagai
moral pembangunan menjadikan pembangunan yang dilakukan harus mengacu
kepadanya.
Makna Pancasila
Makna Pancasila bisa dibagi menjadi dua, yaitu sebagai dasar negara dan sebagai
pandangan hidup bangsa.
Sebagai dasar negara, Pancasila adalah fondasi atau falsafah negara. Pancasila
juga mengatur sistem ketatanegaraan dan menjadi dasar dalam pelaksanaan
pemerintahan negara. Sementara itu sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila
merupakan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku. Artinya, tindakan kita
sebagai rakyat Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Hal tersebut
dilakukan agar cita-cita dan tujuan bangsa yang tertuang di Pancasila tercapai
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil yaitu membantu pembaca dalam memahami nilai-
nilai Pancasila, Butir-butir Pancasila dan pengamalan-pengamalannya untuk
kehidupan berbangsa dan bernegara Di dalam mewujudkan pancasila sebagai
falsafah bangsa sebagai cita-cita kehidupan, maka terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang kokoh kuat menjadi syarat. Untuk membangun NKRI
kita harus ingat bahwa persatuan dan kesatuan bangsa itu tidak akan terjadi
dengan sendirinya, akan tetapi harus diusahakan dengan kesadaran kita.

Pengertian Nilai
Nilai adalah ukuran, patokan-patokan, anggapan-anggapan keyakinan yang ada
di dalam masyarakat. Nilai digunakan sebagai patokan seseorang berperilaku
dalam masyarakat. Selain itu, nilai memberi arah bagi tindakan seseorang. Nilai

5
dianut oleh banyak orang dalam suatu masyarakat mengenai sesuatu yang benar,
pantas, luhur dan baik untuk dilakukan .
Menurut Laning Dwi Vina dan Wismulyani Endar (2009), fungsi nilai:
a. Nilai sebagai pembentuk cara berpikir dan berperilaku yang ideal dalam
masyarakat
b. Nilai dapat menciptakan semangat pada manusia untuk mencapai sesuatu yang
diinginkannya
c. Nilai dapat digunakan sebagai alat pengawas perilaku seseorang dalam
masyarakat
d. Nilai dapat mendorong, menuntun, dan menekan orang untuk berbuat baik
e. Nilai dapat berfungsi sebagai alat solidaritas diantara anggota masyarakat
Pengertian Pancasila
Pancasila adalah Dasar Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses
lahirnya Pancasila menjadi sejarah yang tidak akan pernah terlupakan oleh bangsa
Indonesia. Kata pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Panca berarti lima dan
Sila berarti prinsip atau asas. Pancasila berarti lima asas atau Lima Dasar atau
lima Sila.
Lima sila tersebut adalah :
1. Ketuhanan yang maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatanyang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan perwakilan, dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Masing–masing sila mengandung nilai–nilai yang menjadi pedoman bagi
Bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945
secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah Negara yang
Fundamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat nilai-
nilai Pancaasila, yang bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya
tiak lain merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.

6
Makna Nilai-Nilai Yang Terkandung dalam Pancasila
Suatu dasar negara akan kuat, apabila dasar tersebut berasal dan berakar pada
diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai dasar negara yang
bukan jiplakan dari luar, akan tetapi asli Indonesia. Unsur-unsur Pancasila
terdapat didalam berbagai agama, kepercayaan, adat istiadat, dan kebudayaan.
Karena dalam agama, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan tersebut
berkembang nilai-nilai antara lain nilai moral, maka Pancasila pun mengandung
nilai moral dalam dirinya.
1. Kedudukan Nilai, Norma, dan Moral dalam Masyarakat
a. Kedudukan Nilai dalam masyarakat
Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai
masyarakat, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma dan moral. Nilai
adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, dan memperkaya batin yang
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai merupakan salah satu
wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep,
ide tentang suatu hal adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Olah karena
itu nilai dapat dihayati sebagai kebudayaan dalam wujud kebudayaan abstrak.
Untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat ada
6 macam nilai :
1. Nilai teori adalah untuk mengetahui identitas benda dan kejadian yang terdapat
disekitarnya.
2. Nilai ekonomi adalah pemanfaatan benda-benda atau kejadian yang mengikuti
nalar efisiensi.
3. Nila estetik adalah mempelajari sesuatu yang indah.
4. Nilai sosial berorientasi pada hubungan antara manusia dengan yang lainnya
dan
menekan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur.
5. Nilai politik berpusat pada kekuasaan srta berpengaruh dalam kehidupan
bermasyarakat.
6. Nilai religi adalah manusia menilai alam sekitarnya sebagai wujud rahasia
kehidupan dan alam semesta.

7
Kedudukan Norma dalam masyarakat
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam
kehidupansehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya
perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi.
Suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai yang harus
dipatuhi. Oleh karena norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama,
norma filsafat, kesusilaan, hukum, dan norma sosial.
c. Kedudukan Moral dalam masyarakat
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
perilaku manusia. Seseorang yang taat dan patuh pada aturan-aturan, kaidah dan
norma yang berlaku dalam masyarakatnya dia sudah dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan,
prinsip-prinsip yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara dan bangsa. Moral dapat dibedakan seperti moral ketuhanan
atau agama, moral filsafat, etika, hukum, ilmu dan sebagainya. Nilai, Norma, dan
Moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
Pancasila secara filsafat mengandung nilai-nilai yang bersifat Fundamental,
universal, mutlak dan abadi dari Tuhan yang Maha Esa yang tercermin dalam inti
kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab sucinya, artinya di dalam nilai-nilai
tersebut mengandung nilai moral, maka Pancasila pun mengandung nilai moral
dalam dirinya.
Makna Nilai dalam Pancasila:
1. Nilai Ketuhanan
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan pencipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa
atheis. Nilai ketuhanan juga memiliki arti adanya pengakuan akan kebebasan
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta
tidak berlaku diskriminatif antar umat beragama.

8
2. Nilai Kemanusiaan
Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memiliki arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai moral-moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
3. Nilai Persatuan
Nilai Persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai
sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
4. Nilai Kerakyatan
Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-
lembaga perwakilan.
5. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung makna
sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang Adil
dan Makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak
dan Pnormatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat
dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan
ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945
dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pancasila Sebagai Sumber Nilai
Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah Pancasila. Ini berarti bahwa
seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara menggunakan
Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan
benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku bangsa Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila itu merupakan nilai intrinsik yang kebenarannya dapat dibuktikan secara
objektif, serta mengandung kebenaran yang universal. Dengan demikian, tinjauan

9
Pancasila berlandaskan pada Tuhan, manusia, rakyat, dan adil sehingga nilai-nilai
Pancasila memiliki sifat objektif.
Pancasila dirumuskan oleh para pendiri negara yang memuat nilai-nilai luhur
untuk menjadi dasar negara. Sebagai gambaran, di dalam tata nilai kehidupan
bernegara, ada yang disebut sebagai nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai
praktis.
• Nilai dasar
Asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang kurang lebih mutlak. Nilai dasar
berasal dari nilai-nilai kultural atau budaya yang berasal dari bangsa Indonesia itu
sendiri, yaitu yang berakar dari kebudayaan, sesuai dengan UUD 1945 yang
mencerminkan hakikat nilai kultural.
• Nilai instrumental
Pelaksanaan umum nilai-nilai dasar, biasanya dalam wujud nilai sosial atau
nilai hukum, yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang
sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu.
• Nilai praktis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini
merupakan bahan ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental sungguh-
sungguh hidup dalam masyarakat atau tidak. Di dalam Pancasila tergantung nilai-
nilai kehidupan berbangsa. Nilai-nilai tersebut adalah nilai ideal, nilai material,
nilai positif, nilai logis, nilai estetis, nilai sosial dan nilai religious atau
keagamaan.
Nilai-Nilai setiap butiran Pancasila
Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.

10
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis
kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa
lain.
Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.

11
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia,
nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi
kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

12
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan social.
Berdasarkan pengertian tersebut, Pancasila yang berisi lima sila, yaitu Sila
Ketuhanan yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila
Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, saling berhubungan membentuk satu kesatuan sistem yang dalam
proses bekerjanya saling melengkapi dalam mencapai tujuan. Meskipun setiap sila
pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, memiliki fungsi sendiri-sendiri,
namun memiliki tujuan tertentu yang sama, yaitu mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
Selanjutnya, Pancasila dapat dipahami sebagai sistem filsafat yang
mengandung pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan,
dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan masyarakat sebagai sebuah
bangsa. Beragam hubungan ini, secara teoretik dimiliki Pancasila. Oleh sebab itu,

13
sebagai sistem filsafat, Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-
sistem filsafat lain yang ada di dunia, seperti materialisme, idealisme,
rasionalisme, liberalisme, komunisme dan lain sebagainya.
Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam
budaya dan peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian
bangsa dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai
filsafat Pancasila, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup
(Weltanschauung) bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist)
nasional yang kemudian dijadikan sebagai penanda identitas bagi bangsa
Indonesia dalam menghadapi budaya dan peradaban dunia.
Menurut Darmodihardjo (1979: 86), Pancasila adalah ideologi yang memiliki
kekhasan, yaitu: 1) Kekhasan pertama, Tuhan Yang Maha Esa sebab Ketuhanan
Yang Maha Esa mengandung arti bahwa manusia Indonesia percaya adanya
Tuhan; 2) Kekhasan kedua, penghargaan kepada sesama umat manusia apapun
suku bangsa dan bahasanya; 3) Kekhasan ketiga, bangsa Indonesia menjunjung
tinggi persatuan bangsa; 4) Kekhasan keempat, kehidupan manusia Indonesia
bermasyarakat dan bernegara berdasarkan atas sistem demokrasi; dan 5) Kekhasan
kelima, keadilan sosial bagi hidup bersama. Kelahiran ideologi bersumber dari
pandangan hidup yang dianut oleh suatu masyarakat. Pandangan hidup kemudian
berbentuk sebagai keyakinan terhadap nilai tertentu yang diaktualisasikan dalam
kehidupan masyarakat. Selain itu, ideology berfungsi sebagai alat membangun
solidaritas masyarakat dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai
baru. Sebagai ideologi, Pancasila berfungsi membentuk identitas bangsa dan
negara Indonesia sehingga bangsa dan negara Indonesia memiliki ciri khas
berbeda dari bangsa dan negara lain. Pembedaan ini dimungkinkan karena
ideologi memiliki ciri selain sebagai pembeda juga sebagai pembatas dan pemisah
dari ideologi lain.
Filsafat Pancasila
Secara harfiah, istilah “filsafat” atau philosophia menurut Bahasa Yunani
mengandung arti “cinta akan kebijaksanaan.” Beranjak dari arti harfiahnya,
menurut Bagus (1996: 242-243), arti itu menunjukkan bahwa manusia tidak

14
pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh tentang segala sesuatu
yang dimaksudkan kebijaksanaan, namun terus-menerus harus mengejarnya.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding fathers
Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998). Oleh karena
itu, pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan
diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil,
bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan
bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat
(Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Soeharto, Filsafat Pancasila telah
mengalami Indonesianisasi. Semua sila dalam Pancasila adalah asli diangkat dari
budaya Indonesia dan selanjutnya dijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-
butir Pancasila. Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis
sehingga filsafat Pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-
dalamnya atau tidak hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang
berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-
hari (way of life atau weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat
mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat
1. Dasar ontologis Pancasila
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu
benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui
tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah yang
digunakan, isi dan susunan silasila, tata hubungan, serta kedudukannya. Dengan
kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas identitas dan
entitas Pancasila secara filosofis.
Kaelan (2002: 69) menjelaskan dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis. Manusia Indonesia

15
menjadi dasar adanya Pancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok
sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Kaelan,
2002:72).
Ciri-ciri dasar dalam setiap sila Pancasila mencerminkan sifat-sifat dasar
manusia yang bersifat dwi-tunggal. Ada hubungan yang bersifat dependen antara
Pancasila dengan manusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat dan kualitas
Pancasila amat bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan adanya
manusia Indonesia sebagai pendukung pokok Pancasila, secara ontologis, realitas
yang menjadikan sifat-sifat melekat dan dimiliki
Pancasila dapat diungkap sehingga identitas dan entitas Pancasila itu menjadi
sangat jelas. Soekarno menggunakan istilah Pancasila untuk memberi lima prinsip
dasar negara yang diajukan. Dua orang sebelumnya, Soepomo dan Muhammad
Yamin meskipun masing-masing menyampaikan konsep dasar negara tetapi tidak
sampai memberikan nama. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beranggotakan Soekarno,
menggunakan istilah Pancasila sebagaimana telah diperkenankan Soekarno untuk
dinyatakan oleh PPKI sebagai nama resmi Dasar Negara Indonesia yang isinya
terdiri dari lima sila, tidak seperti yang diusulkan Soekarno melainkan seperti
rumusan PPKI yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
Berhubung pengertian Pancasila merupakan kesatuan, menurut Notonagoro
(1983: 32), maka lebih tepat istilah Pancasila dituliskan tidak sebagai dua kata
“Panca Sila”, akan tetapi sebagai satu kata “Pancasila”. Penulisan Pancasila bukan
dua kata melainkan satu kata juga mencerminkan bahwa Pancasila adalah sebuah
sistem bukan dua sistem. Dalam hal ini, nama Pancasila yang menjadi identitas
lima dasar negara Indonesia adalah bukan istilah yang diperkenalkan Soekarno
tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, bukan Pancasila yang ada dalam
kitab Sutasoma, bukan yang ada dalam Piagam Jakarta, melainkan yang ada
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

16
Jika ditinjau menurut sejarah asal-usul pembentukannya, Pancasila memenuhi
syarat sebagai dasar filsafat negara. Ada empat macam sebab (causa) yang
menurut Notonagoro dapat digunakan untuk menetapkan Pancasila sebagai Dasar
Filsafat Negara, yaitu sebab berupa materi (causa material), sebab berupa bentuk
(causa formalis), sebab berupa tujuan (causa finalis), dan sebab berupa asal mula
karya (causa efisien) (Notonagoro, 1983: 25).
Lebih jauh Notonagoro menjelaskan keempat causa itu seperti berikut.
Pertama, bangsa Indonesia sebagai asal mula bahan (causa materialis) terdapat
dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya; kedua, seorang
anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), yaitu Bung Karno yang kemudian bersama-sama Bung Hatta menjadi
Pembentuk Negara, sebagai asal mula bentuk atau bangun (causa formalis) dan
asal mula tujuan (causa finalis) dari Pancasila sebagai calon dasar filsafat Negara;
ketiga, sejumlah sembilan orang, di antaranya kedua beliau tersebut ditambah
dengan semua anggota BPUPKI yang terdiri atas golongan-golongan kebangsaan
dan agama, dengan menyusun rencana Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
tempat terdapatnya Pancasila, dan juga BPUPKI yang menerima rencana tersebut
dengan perubahan sebagai asal mula sambungan, baik dalam arti asal mula bentuk
maupun dalam arti asal mula tujuan dari Pancasila sebagai calon Dasar Filsafat
Negara; keempat, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai asal
mula karya (causa efisien), yaitu yang menjadikan Pancasila sebagai Dasar
Filsafat Negara yang sebelumnya ditetapkan sebagai calon Dasar Filsafat Negara
(Notonagoro, 1983: 25- 26).
2. Dasar epistemologis Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan
Pancasila. Demikian juga, eksistensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan
penyederhanaan terhadap realitas yang ada dalam masyarakat Indonesia dengan
lingkungan yang heterogen, multikultur, dan multietnik dengan cara menggali
nilai-nilai yang memiliki kemiripan dan kesamaan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia (Salam, 1998: 29).

17
Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan
pendidikan, kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir
sebagai respon atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat
bangsa Indonesia dan sekaligus merupakan harapan. Diharapkan Pancasila
menjadi cara yang efektif dalam memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh
masyarakat bangsa Indonesia.
Dasar epistemologis Pancasila juga berkait erat dengan dasar ontologis
Pancasila karena pengetahuan Pancasila berpijak pada hakikat manusia yang
menjadi pendukung pokok Pancasila (Kaelan, 2002: 97). Secara lebih khusus,
pengetahuan tentang Pancasila yang sila-sila di dalamnya merupakan abstraksi
atas kesamaan nilai-nilai yang ada dan dimiliki oleh masyarakat yang pluralistik
dan heterogen adalah epistemologi sosial. Adapun epistemologi sosial Pancasila
juga dicirikan dengan adanya upaya masyarakat bangsa Indonesia yang
berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi bangsa merdeka, bersatu,
berdaulat dan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ingin mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Terkait sumber pengetahuan
Pancasila, hal itu dapat ditelusuri melalui sejarah terbentuknya Pancasila. Akar
sila-sila Pancasila ada dan berpijak pada nilai serta budaya masyarakat bangsa
Indonesia. Nilai serta budaya masyarakat bangsa Indonesia yang dapat diungkap
mulai awal sejarah pada abad IV Masehi di samping diambil dari nilai asli
Indonesia juga diperkaya dengan dimasukkannya nilai dan budaya dari luar
Indonesia.
Nilai-nilai dimaksud berasal dari agama Hindu, Budha, Islam, serta nilai- nilai
demokrasi yang dibawa dari Barat. Berdasarkan realitas yang demikian maka
dapat dikatakan bahwa secara epistemologis pengetahuan Pancasila bersumber
pada nilai dan budaya tradisional dan modern, budaya asli dan campuran. Selain
sumber historis tersebut, menurut tinjauan epistemologi, Pancasila mengandung
kebenaran pengetahuan yang bersumber dari wahyu atau agama serta kebenaran
yang bersumber pada akal pikiran manusia serta kebenaran yang bersifat empiris

18
berdasarkan pada pengalaman. Dengan sifatnya yang demikian maka pengetahuan
Pancasila mencerminkan adanya pemikiran masyarakat tradisional dan modern.
3. Dasar aksiologis Pancasila
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang,
karena Pancasila bukan nilai yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan
nilai yang diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar
belakangnya.
Nilai berhubungan dengan kajian mengenai apa yang secara intrinsik, yaitu
bernilai dalam dirinya sendiri dan ekstrinsik atau disebut instrumental, yaitu
bernilai sejauh dikaitkan dengan cara mencapai tujuan. Pada aliran hedonisme
yang menjadi nilai intrinsik adalah kesenangan, pada utilitarianisme adalah nilai
manfaat bagi kebanyakan orang (Smart, J.J.C., and Bernard Williams, 1973: 71).
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau
instrumental. Nilai intrinsik Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli
milik bangsa Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar Indonesia, baik
yang diserap pada saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masa
imperialis, maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan Soekarno,
Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan para pejuang kemerdekaan lainnya
yang mengambil nilai-nilai modern saat belajar ke negara Belanda.
Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilai intrinsik terletak
pada diakuinya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan sosial sebagai satu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia
dari negara lain. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan memiliki sifat umum universal. Karena sifatnya yang universal, maka
nilai-nilai itu tidak hanya milik manusia Indonesia, melainkan manusia seluruh
dunia.
Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah
bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya
menyesuaikan dengan sifat- sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan,

19
persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai instrumental, Pancasila
tidak hanya mencerminkan identitas manusia Indonesia, melainkan juga berfungsi
sebagai cara (mean) dalam mencapai tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita
negara bangsa, Indonesia menggunakan cara-cara yang berketuhanan,
berketuhanan yang adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan yang
menghargai musyawarah dalam mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
KESIMPULAN
Pancasila adalah dasar negara Indonesia dan sudah sepatutnya menjadi dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh masyarakat indonesia, nilai-nilai
Pancasila merupakan cakupan dari nilai, norma, dan moral yang harusnya mampu
diamalkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, sebab apabila Bangsa Indonesia
mampu mengamalkan nilai-nilai tersebut maka degradasi moral dan kebiadaban
masyarakat dapat diminimalisir, secara tidak langsung juga akan mengurangi
kriminalitas di Indonesia, meningkatkan keamanan dan kesejahteraan bangsa
Indonesia.
PENUTUP
Diharapkan agar semua masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila tidak hanya sekedar mengetahui saja namun
melaksanakannya dalam kehidupan. Dan penerapan pendidikan karakter harus
ditanamkan sejak dini agar kelak nilai Pancasila akan melekat dalam karakter dan
kepribadian tiap individu dalam bermasyarakat agar senantiasa tercipta bangsa
Indonesia yang damai.

20

Anda mungkin juga menyukai