Anda di halaman 1dari 17

UTS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

MASALAH HARTA GONO GINI

DOSEN PENGAMPU :

DR. RAHMIDA ERLIYANI, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

NAMA : ELVINA BELLA SUMASA

NIM : 1810211220085

KELAS :D

SEMESTER : 5 (REGULER A)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS HUKUM

2020
Bab I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 selanjutnya

disebut UUP, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami dan istri. Ikatan lahir ialah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk

menurut Undang-Undang, hubungan yang mana mengikat kedua belah pihak dan pihak lain

dalam masyarakat. Ikatan batin ialah hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan

bersama yang sungguh-sungguh mengikat kedua belah pihak. 1

Perkawinan mempunyai akibat hukum tidak hanya terhadap diri pribadi mereka yang

melangsungkan pernikahan, hak dan kewajiban yang mengikat pribadi suami dan istri, tetapi

lebih dari itu mempunyai akibat hukum pula terhadap harta suami istri tersebut. Hubungan

hukum kekeluargaan dan hubungan hukum kekayaannya terjalin sedemikian eratnya

keduanya memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Hubungan hukum

kekeluargaan menentukan hubungan hukum kekayaannya. 2

Suami isteri mempunyai kedudukan yang seimbang dan setara. Walaupun disadari ada

perbedaan kewajiban satu sama lain dalam keluarga. Suami isteri mempunyai posisi dan

peranan masing-masing.Suami isteri harus memahami hak dan kewajibannya sebagai upaya

membangun sebuah keluarga.Kewajiban tersebut harus dimaknai secara timbal balik bahwa

yang menjadi kewajiban suami merupakan hak issteri dan yang menjadi kewajiban isteri

menjadi hak suami.Suami isteri harus bertanggung jawab untuk saling memenuhi kebutuhan

pasangannya untuk membangun keluarga yang harmonis dan tentram.

1
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/769/1/BAB%20I.pdf
2
http://digilib.uinsby.ac.id/1237/4/Bab%201.pdf
Sedangkan perkawinan yang tidak diikuti dengan sikap saling memahami hak dan kewajiban

masing-masing akan menimbulkan masalah dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah

tangga, dimungkinkan akan muncul banyak rintangan dalam mencapai tujuan perkawinan

yang dicita-citakan,bahkan peluang retaknya keluarga akan terbuka lebar. Sehingga kenyataan

dalam tujuan tersebut tidak sepenuhnya dapat terlaksana sebagaimana yang diinginkan.Ikatan

perkawinan terpaksa harus diputuskan akibat adanya perbedaan pendapat atau perselisihan

antara suami istri tersebut.Jika perselisihan diantara keduanya tidak bisa diselesaikan dengan

jalan damai atau kekeluargaan, maka solusi terakhir yang ditempuh keduanya adalah dengan

jalan perceraian.Setelah ikatan perceraian putus, perpisahan tidak berakhir begitu saja,

ternyata muncul permasalahan baru yang timbul akibat perceraian tersebut, salah satunya

adalah masalah harta bersama (harta gono-gini).

Membina mahligai kehidupan rumah tangga yang bahagia dan harmonis menjadi impian

semua orang. Tak pernah ada yang berharap mengalami keretakan dalam rumah tangga yang

telah mereka bina. Berbagai persoalan, seperti seringnya bertengkar, KDRT dan hilangnya

rasa kecocokan hingga perselingkuhan sering jadi sumber masalah keretakan kehidupan

rumah tangga yang berujung perceraian. 3

Namun, urusan perceraian bukan hal sederhana. Ada konsekuensi (akibat) hukum adalah

sebuah perceraian. Misalnya, pembagian harta bersama (gono gini), hak asuh anak, nafkah

anak dan nafkah istri.

Harta gono gini adalah harta milik bersama suami istri yang mereka peroleh selama dalam

ikatan perkawinan, seperti harta benda yang dibeli oleh suami istri dan uang mereka berdua,

atau jika seseorang menghibahkan uang, atau sepeda motor, atau barang lain kepada suami

istri, atau tabungan dari gaji suami dan gaji istri yang dijadikan satu. Pengertian tersebut

3
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5ab61dc00a428/gugat-cerai-dan-harta-gono-gini--simak-
pandangan-ahli-hukum-keluarga
sesuai dengan pengertian harta gono gini yang disebutkan dalam undang-undang perkawinan

Pasal 35 yang berbunyi “harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama”.

Dalam perkawinan, konflik merupakan hal wajar. Namun jika terjadi terus-menerus akan

menyebabkan hubungan suami istri menjadi tidak harmonis bahkan berkarir dengan

perceraian. Meski tidak ada satupun pasangan yang menginginkannya, hal ini mungkin saja

menjadi hal yang pada akhirnya harus disepakati.

Selain hak asuh anak, keputusan suami istri untuk bercerai tidak lepas dari pembahasan soal

harta gono gini. Harta yang semula milik bersama, setelah resmi bercerai harus dibagi

menjadi dua. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan dalam pembagian harta gono

gini adalah memisahkan antara harta bawaan (atau harta asal) dan harta bersama (atau gono

gini).

Harta bawaan merupakan harta yang dimiliki oleh suami atau istri sebulum memustuskan

berumah tangga, seperti hadiah atau warisan orang tua. Sedangkan harta bersama atau harta

gono gini diperoleh setelah pasangan resmi menikah (selama perkawinan), seperti tanah,

rumah, dan kendaraan, yang terhadap harta bersama tersebut, suami atau istri dapat bertindak

atas persetujuan kedua belah pihak.4

Mengenai harta benda dalam perkawinan, yang diatur dalam pasal 35 UUP dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu :

1. Harta bersama, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan

2. Harta bawaan, yaitu harta benda yang dibawa oleh masing-masing suami dan istri ketika

terjadi perkawinan.

4
https://www.daya.id/usaha/artikel-daya/keuangan/harta-gono-gini-apakah-itu-#:~:text=Harta%20bawaan
%20merupakan%20harta%20yang,hadiah%20atau%20warisan%20dari%20orangtua.&text=Namun%2C
%20tidak%20sedikit%20pula%20suami,%2Dgini%2C%20tetapi%20harta%20bawaan.
3. Harta perolehan, yaitu harta benda yang diperoleh masing-masing suami dan istri sebagai

hadiah atau warisan.5

Berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia harta gono gini selain diatur dalam UU

perkawinan juga diatur dalam KUHPer dan Kompilasi Hukum Islam. Pengaturan harta gono

gini ini diakui secara hukum, termasuk dalam hal pengurusan, penggunaan, dan

pembagiannya.

Meskipun dalam teorinya telah diatur secara jelas mengenai pembagian harta bersama setelah

terjadinya perceraian yaitu masing-masing istri dan suami mendapatkan seperdua dari harta

bersama yang diperoleh selama pernikahan, tetapi pada kenyataannya pembagian yang

dilakukan oleh pengadilan terkadang tidak selalu sesuai dengan apa yang telah tertuliskan di

dalam peraturan peraturan perundang-undangan. Terkadang, suami mendapatkan lebih

banyak di bandingkan istri atau bahkan sebaliknya, suami hanya mendapatkan bagian yang

lebih sedikit sekali jika dibandingkan dengan bagian yang didapatkan oleh istri.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Ketentuan-ketentuan apa saja yang mengatur tentang harta gono gini?

5
https://butew.com/2018/10/16/pengertian-dan-macam-macam-harta-perkawinan/
2. Bagaimana aspek keadilan tentang harta gono gini?

3. Bagaimana cara pembagian harta gono gini setelah perceraian?

4. Bagaimana pemenuhan hak istri atas harta gono gini di Peradilan Agama?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum yang mengatur tentang harta gono gini

2. Untuk mengetahui aspek-aspek keadilan dalam harta gono gini

3. Untuk mengetahui pembagian harta gono gini setelah perceraian.

4. Untuk mengetahui pemenuhan hak istri atas harta gono gini di Peradilan Agama

berdasarkan putusan Hakim

BAB II
PEMBAHASAN
1. Ketentuan yang Mengatur Tentang Harta Gono Gini
Pada dasarnya, tidak ada percampuran harta kekayaan dalam perkawinan antara suami dan

istri (harta gono-gini). Konsep harta gono gini pada awalnya berasal dari adat istiadat atau tradisi

yang berkembang di Indonesia. Konsep ini kemudian didukung oleh hukum Islam dan hukum

positif yang berlaku di Negara kita. Sehingga, dapat dikatakan ada kemungkinan telah terjadi

suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan istri dalam perkawinan mereka.

Dasar hukum tentang harta gono gini dapat ditelusuri melalui Undang-undang dan peraturan

berikut ini :

a. Undang-undang perkawinan pasal 35 ayat 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

harta gono-gini ( harta bersama) adalah : “Harta benda yang diperoleh selama masa

perkawinan “ Artinya , harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak

disebut sebagai harta gono-gini.

b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 119, disebutkan bahwa “Sejak saat

dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara

suamiistri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuanketentuan lain dalam perjanjian

perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidakboleh ditiadakan atau

diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri.

c. Kompilasi Hukum Islam (Inpres no. 1 tahun 1991) pasal 85 dsebutkan bahwa : “Adanya

harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-

masing suami atau istri” Pasal ini telah menyebutkan adanya harta gono gini dalam

perkawinan. Dengan kata lain Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya persatuan harta

dalam perkawinan (gono-gini), meskipun sudah bersatu, tidak menutup kemungkinan adanya

sejumlah harta milik masing-masing pasangan,baik suami maupun istri.

d. Kompilasi Hukum Islam pasal 86 ayat 1 dan 2, kembali dinyatakan bahwa “ P a d a d a s a r

n y a t i d a k a d a percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan“ Ayat

(1). Pada ayat (2) nya lebih lanjut ditegaskan bahwa pada dasarnya harta istri tetap menjadi

hak istri dan dikuasai penuh olehnya., demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami

dan dikuasai penuh olehnya.


Harta gono-gini mencakup segala bentuk activa dan passiva selama masa perkawinan.

Pasangan calon suami istri yang akan menikah diperbolehkan menentukan dalam perjanjian

perkawinan bahwa harta perolehan dan harta bawaan merupakan harta gono-gini. Hal ini diatur

dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 49 ayat (1) :

“Perjanjian perkawinan harta pribadi dapat meliputi semua harta , baik yang dibawa

masingmasing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh masingmasing selama perkawinan.”

Pasangan calon suami istri tersebut juga diperbolehkan menentukan dalam perjanjian

perkawinan bahwa yang tidak termasuk dalam harta gono-gini adalah harta pribadi yang dibawa

pada saat perkawinan dilangsungkan, seperti harta perolehan. Hal ini diatur dalam KHI pasal 49

ayat 2 :

“Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat (1) dapat juga diperjanjikan

bahwa percampuran harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga

percampuan ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya“

2. Aspek Keadilan dalam Harta Gono Gini

Pembagian harta gono gini perlu didasarkan pada aspek keadilan untuk semua pihak yang

terkait. Keadilan yang dimaksud mencakup pada pengertian bahwa pembagian tersebut tidak

mendiskriminasikan salah satu pihak. Kepentingan masing-masing pihak perlu diakomodasikan

asalkan sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Menurut data Lembaga Bantuan Hukum

(LBH) APIK tahun 2000-2004, dalam persoalan harta milik dan harta bersama serta nafkah di dalam

dan setelah bubarnya perkawinan, pihak perempuan kerap menjadi pihak yang dirugikan. Hal ini

disebabkan pasangan yang menikah biasanya tidak pernah memikirkan harta bawaannya masing-

masing serta harta bersama dan harta milik yang didapat setelah perkawinan. Ketika awal menikah

dulu mereka umumnya tidak pernah berpikir untuk bercerai, sehingga ketika rumah tangga ternyata

bubar di tengah jalan, mereka baru bingung soal pembagian harta gono-gini. Pembagian dengan

komposisi dibagi dua (atau dengan persentase 50 :50) belum tentu sepenuhnya dianggap adil dan

keputusannya juga tidak mutlak . Pada umumnya, pembagian dengan komposisi tersebut baru

sebatas membagi harta secara formal. Pihak pengadilan dapat memutuskan persentase lain dengan
pertimbangan –pertimbangan tertentu. Misalnya atas dasar pertimbangan siapa yang mengurus dan

membiayai anak, siapa yang berkontribusi terhadap harta gono-gini lebih besar, dan siapa yang

ternyata mampu membiayai hidup sendiri. 6

Bagaimana istri yang tidak bekerja secara formal? Dalam banyak kasus istri yang tidak

bekerja kerap mendapatkan perlakuan yang tidak adil dalam hal pembagian harta gono gini setelah

adanya perceraian resmi. Sudah seharusnya istri yang tidak bekerja tetap mendapat bagian dari harta

gono gininya bersama dengan suami, karena apa yang dikerjakan istri selama hidup bersama dengan

suaminya adalah termasuk kegiatan bekerja juga, hanya memang pekerjaan istri hanya lebih banyak

merupakan pekerjaan domestik (kerumahtanggaan), seperti mengasuh anak, memasak, dan

mengurus kebersihan rumah. Jadi istri yang tidka bekerja tetap mendapatkan bagian dari harta gono

gini.

Bagaimana pula dengan suami yang tidak bekerja (secara formal) ? Berdasarkan ketentuan

yang berlaku, harta gono gini termasuk penghasilan istri dibagi mejadi 2. Seperti halnya dengan

kondisi ketika istri tidak bekerja (secara formal), maka suami yang tidak bekerja juga mendapatkan

haknya dari bagian harta gono gini.

Dalam realitas kehidupan di masyarakat , p e m b a g i a n h a r t a g o n o g i n i ke r a p

menimbulkan persengketaan di antara pasangan suami istri yang telah bercerai, terutama

dikarenakan salah satu pasangan ada yang menganggur , baik istri maupun suami . Berdasarkan

ketentuan dalam Undangundang perkawinan, KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam, maka

masing-maing dari pasangan tersebut mendapat bagian yang sama. Artinya pasangan yang tidak

bekerja tetap mendapatkan bagian yang sama, meskipun demikian, pembagian dengan persentase 50

: 50 tidak mutlak, bisa juga didasarkan pada pertimbangan siapa yang paling besar penghasilannya.

Selanjutnya pengaturan harta gono gini menurut hukum Islam sebagai nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat Indones ia diakomodir dalam KHI. Pada dasarnya, baik dalam Al Qur'an maupun dalam

Al Hadist tidak dibicarakan tentang harta bersama., akan tetapi dalam kitab fikih ada pembahasan

yang dapat diartikan sebagai pembahasan tentang harta bersama, yaitu yang disebut Syirkah atau

6
https://core.ac.uk/download/pdf/287307477.pdf
Syarikah. Pemetaan pandangan hukum Islam tentang masalah ini, akan memudahkan kita

memahami bagaimana kaitan antara konsep Syirkah dan konsep harta gono gini.

Moh Idris Ramulyo, membagi pandangan hukum Islam tentang harta gono gini kedalam dua

kelompok sebagai berikut :

 Kelompok yang memandang tidak adanya harta gono-gini dalam lembaga Islam kecuali

dengan konsep Syirkah. Pandangan ini tidak mengenal percampuran harta kekayaan antara

suami dan istri karena perkawinan. Harta kekayaan istri tetap menjadi milik istri dan

dikuasai sepenuhnya. Demikian pula harta suami tetap m e n j a d i m i l i k s u a m i d a n

dikuasaisepenuhnya. Meskipun demikian kelompok ini memandang bahwa dalam hubungan

perkawinan istri menjadi “ Syarikatur rajuli filhayati “ , yaitu kongsi sekutu bagi seorang

suami dalam menjalani bahtera hidup. Artinya, hubungan suami istri merupakan suatu

bentuk s y i rkah /kong s i, ke r j a s ama ,persekutuan ). Mereka berdua saling kerja sama

dalam mengarungi bahtera rumah tangga , seperti halnya kerja sama dalam usaha atau

bisnis.

 Kelompok yang memandang adanya harta gono gini dalam hukum Islam . Di samping

mengakui ketentuan yang berlaku dalam UU Perkawinan bahwa harta gono gini itu diakui

dan diatur dalam hukum positif, kelompok ini juga memandang ketentuan tentang harta

gono gini itu sesuai dengan kehendak dan aspirasi hukum Islam. Da s a r hukum I s l am

tent ang ketentuan ini adalah Surat An Ni sa'ayat 21 yang menyebut perkawinan sebagai

suatu perjanjian yang suci, kuat, dan kokoh (mitsaqan ghalizhan). Artinya, perkawinan yang

telah dilakukan melalui ijab Kabul dan memenuhi syarat dan rukun, merupakan syirkah

antara suami istri.

3. Pembagian Harta Gono Gini Setelah Perceraian


7
Dalam pernikahan, ada juga pasangan suami istri yang mempunyai perjanjian pranikah.

Fungsinya ialah memisahkan antara harta suami dan harta istri ketika menikah nantinya. Namun jika
7
https://www.popbela.com/relationship/married/megadini/cara-pembagian-harta-gono-gini/2
perjanjian pranikah tersebut tidak ada, maka harus mengikuti perhitungan pembagian harta gono

gini menurut ketentuan yang berlaku.

Cara menghitung harta gono gini.

Sebelum menghitung harta gono-gini, perlu dipisahkan antara harta bawaan dan harta yang

diperoleh selama menikah. Setelah harta yang akan dihitung sudah bersih dari harta bawaan, maka

harta akan dibagi 50:50 sesuai hukum perdata. Persentase pembagian ini juga bisa berubah,

tergantung dari situasi atau kondisi pasangan suami istri itu sendiri. Misal jika sebagian besar harta

yang dimiliki selama menikah berasal dari hasil kerja istri dan istri harus bercerai karena menjadi

korban KDRT, maka bisa jadi pengadilan akan memberikan persentase yang lebih layak untuk pihak

istri.

Pengajuan pembagian harta gono gini.

Pengajuan ini bisa dilakukan dalam dua pilihan waktu, yaitu saat mengajukan gugatan cerai atau

setelah perceraian terjadi. Jika ingin dilakukan bersamaan dengan gugatan cerai, maka saat

mengumpulkan berkas, penggugat juga perlu melampirkan fotokopi surat kepemilikan harta seperti

STNK, BPKB, sertifikat tanah, kuitansi jual/beli dan lain-lain.Tapi ketika pembagian harta gono-

gini dilakukan pasca bercerai, maka perlu mengajukan pembagian dan kembali berurusan dengan

pengadilan lagi.

4. Pemenuhan Hak Istri Atas Harta Gono Gini di Pengadilan Agama berdasarkan Putusan Hakim
8
Hakim dalam memutuskan pemenuhan hak atas harta gono gini bagi istri di Pengadilan

Agama dan pemenuhan asas keadilan melalui pembuktian sesuai dengan hukum acara, alat bukti

meliputi pengakuan, kesaksian, dokumen, sumpah, dan pesangkaan


8
file:///C:/Users/User/Downloads/PEMENUHAN_HAK_ISTRI_ATAS_HARTA_GONO_GINI_DI_PENGAD.pdf
9
Alat bukti kesaksian

Diatur dalam Pasal 139-153, 168-172 HIR dan Pasal 1902-1912 BW. Kesaksian adalah

kepastian yang diberikan kepada hakin dipersidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan

dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam

perkara yang dipanggil dalam persidangan. Jadi, keterangan saksi yang diberikan oleh seorang saksi

haruslah kejadian yang telah ia alami sendiri, sedangkan pendapat atau dugaan yang diperoleh secara

berpikir tidaklah termasuk dalam suatu kesaksian. Kualifikasi sebagai saksi adalah orang yang melihat

sendiri, mendengar sendiri, atau mengalami sendiri peristiwa yang disaksikannya itu. Syarat saksi

dalam persidangan (syarat formil) yaitu harus mengambil sumpahnya sebelum memberikan kesaksian.

Yang kedua adalah saksi harus lebih dari 1 orang, maka akan bernilai sebagai alat bukti.

Alat bukti persangkaan

Merupakan kesimpulan yang diambil dari rangkaian peristiwa yang diuraikan dalam perkara

tersebut yang telah diambil kesimpulan oleh hakim (persangkaan hakim). Jika yang menyimpulkan

undang-undang maka itu berarti persangkaan undang-undang. Jika diperhatikan mengenai

persangkaan hakim yang dihasilkan dari kesimpulan hakim mengenai rangkaian peristiwa yang terurai

dalam perkara tersebut, berarti hakim sifatnya menunggu yaitu menunggu uraian peristiwa tersebut

dari proses sebelumnya yang tentunya digunakan sebagai alat bukti lainnya, sehingga dikatakan

bahwa alat bukti harus menunggu uraian peristiwanya dulu maka oleh sebagaian ahli hukum dianggap

sebagai bukan alat buti tetapi di HIR/RBg telah memasukannya sebagai salah satu alat bukti dalam

perkara perdata.

Alat bukti pengakuan

Pengakuan merupakan keterangan yang membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum

yang dikemukakan pihak lawan yang dapat diberikan keterangan itu baik secara lisan maupun tertulis.

Pada dasarnya pengakuan merupakan alat bukti yang sempurna sehingga dikatakan sebagai alat bukti

bebas, hakim bebas menilainya, apakah memiliki nilai pembuktian atau tidak. Apabila pengakuan

9
Buku “Hukum Pembuktian Di Peradilan Agama”, cet ke 2-2019 (DR. RAHMIDA ERLIYANI, S.H., M.H.)
diluar sidang pengadilan yang dibuat secara tertulis maka tergolong sebagai alat bukti tulisan yang

sama dengan surat pernyataan.

Alat bukti sumpah

Merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam HIR dan RBg juga dalam BW yakni Pasal

155-158 dan 177 HIR dan Pasal 182-185 dan Pasal 314 RBg. Sumpah merupakan pernyataan

seseorang atas suatu keterangan tertentu dengan mengatasnamakan Tuhan. Daam perkara perdata

biasanya sumpah dilakukan oleh salah satu pihak yang berperkara dengan diucapkan didepan sidang

pengadilan berkaitan dengan perkaranya

Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan akibat baik terhadap suami istri, harta

kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam perkawinan. Akibat perkawinan terhadap suami istri

akan menimbulkan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban suami istri dapat dilihat pada beberapa

pasal sebagai berikut :

 Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang menjadi

sendi dasar susunan masyarakat (Pasal 30 UU No. 1 tahun 1974).

 Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan

rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1) No. 1 tahun

1974).

 Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum (ayat (2)).

 Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga (ayat (3)).

 Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap (pasal 32 ayat (1) No. 1 tahun

1974).

 Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan

lahir bathin yang satu kepada yang lain (pasal 33 No. 1 tahun 1974).

 Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah

tangga sesuai dengan kemampuannya (pasal 34 ayat (1) No. 1 tahun 1974).

 Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya (ayat (2)).
Harta Benda dalam Perkawinan atau gono gini diatur dalam Bab VII UU No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, sebagai berikut :

 Pasal 35

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-

masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing menentukan

lain.

 Pasal 36

1. Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah

pihak.

2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya

untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya

 Pasal 37

Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-

masing.

 Pasal 97 KHI

Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang

tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan

 Pasal 96 KHI

1. Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup

lebih lama.

2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isterinya atau suaminya

hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara

hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama

 Pasal 91 KHI

1. Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 diatas dapat berupa benda

berwujud atau tidak berwujud.


2. Harta bersama berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan

surat-surat berharga.

3. Harta bersama tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.

4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas

persetujuan pihak lainnya

 Pasal 92 KHI

Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan

harta bersama

 Pasal 93 KHI

Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-

masing.

Hakim dalam memutuskan pemenuhan hak atas harta gono gini bagi istri di Pengadilan

Agama Pamekasan dan pemenuhan asas keadilan, melalui beberapa hal : pertama, melalui

pembuktian, dalam pembuktian sesuai dengan hukum acara, alat bukti meliputi pengakuan,

kesaksian, dokumen, sumpah, dan persangkaan. Mengenai harta gono gini berupa bidang

tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan dalam pembuktian meliputi bukti tertulis yang

terdiri dari bukti kepemilikan bidang tanah dan bangunan berupa sertipikat hak atas tanah atau

letter C yang selanjutnya didukung dengan keterangan saksi, selain itu ada bukti pengakuan

maksudnya pengakuan dari pihak-pihak bahwa obyek tersebut merupakan harta gono gini,

selain itu harus dibuktikan pula bahwa harta gono gini tersebut ada atau tidaknya

percampuran dengan harta bawaan. Kedua, dalam putusan, ada beberapa pertimbangan

hukum yang dipergunakan hakim yaitu pasal 85 KHI, UU No. 1 tahun 1974. Ketiga, dalam

pemenuhan rasa keadilan dalam putusannya hakim membagi secara natura kalau tidak bisa,

maka dilakukan secara lelang. Begitu pula tidak selalu pembagian itu separo-separo tetapi

tergantung kasuitisnya dalam rangka memenuhi rasa keadilan, maka dapat dikompensasi

contohnya istri sakit, maka biaya perawatan istri diambilkan dari harta gono gini (pasal 34
UU No. 1 tahun 1974 Jo. Pasal 80 ayat (4) huruf b KHI dan surat An Nisa 34. Keempat,

secara lex specialis keislaman dasar hukum yang dipergunakan hakim KHI, bila belum cukup,

maka dipergunakan HIR secara lex generalis. Untuk cerai hidup pembagiannya menggunakan

ketentuan pasal 37 UU No. 1 tahun 1974. Sedangkan untuk cerai mati menggunakan

ketentuan pasal 37 UU No. 1 tahun 1974.

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Perkawinan merupakan suatu hal yang sakral. Namun tidak dapat dikesampingkan

bahwa adanya kemungkinan perceraian. Bila kedua pasangan yang ingin melangsungkan
pernikahan telah membuat perjanjian pranikah (memisahkan antara harta suami dan istri)

maka pembagian harta gono gini tidak perlu dilakukan lagi. namun bila pasangan suami

istri yang sebelumnya belum melakukan perjanjian pranikah, maka pada saat mereka

ingin bercerai harus melakukan pembagian harta gono gini secara adil, entah itu salah

satu dari suami atau istri tidak bekerja, tetap mendapatkan pembagian harta gono gini

karena mereka sudah melakukan pekerjaan juga selama masa pernikahan (tidak formal).

Pembagian harta gono gini mencakup aspek keadialn yang sangat penting agar semuanya

adil untuk kedua belah pihak yang ingin bercerai.

2. SARAN

Alangkah baiknya jika tidak terjadi perceraian. Namun bila terjadi pun harus secara

adil melakukan pembagian harta gono gini, dengan mempertimbangkan semua yang telah

pasangan suami atau istri tersebut lakukan selama pernikahan, baik lahir maupun batin,

yang secara langsung pernah mereka usahakan untuk memenuhinya.

Anda mungkin juga menyukai