Kelas: Teosofi D
Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan
Guru, dan akhirnya golongan mu‟tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok
Mu‟tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para petinggi
mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah AlMakmun.
Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam yang
berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur‟an dan As Sunnah.
Secara harfiah kata Mu‟tazilah berasal dari I‟tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri, Mu‟tazilah, secara
etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu
kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam
di kalangan tabi‟in. Asy-Syihristani berkata: Suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada
Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita
ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu
kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij.
Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar, dan dosa
tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan
bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan
sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murji‟ah umat
ini.
Mu’tazilah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam, yang menggunakan
pemikiran rasional untuk menjelaskan masalah ketuhanan. Secara epistemologi pemikiran
rasional Mu’tazilah terpengaruh oleh pemikiran filsafat. Mu’tazilah menggunakan metoda
berfikir filsafat untuk memnjelaskan dan menetapkan persolan Ketuhanan. Mu’tazilah
berpandangan bahwa Tuhan telah memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia
dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, karena Tuhan tidak absolute dalam
kehendak-Nya, dan Tuhan mempunyai kewajiban berlaku adil, berkewajiban menempati
janji, berkewajiban memberi rizki.
Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa Allah itu qadim, qidam adalah sifat khusus bagi
zat-Nya. Allah Maha mengetahui dengan zatNya, Allah Maha hidup dengan zat-Nya, Allah
Maha kuasa dengan zatNya, bukan dengan pengetahuan, kekuasaan, dan kehidupan, karena
semua ini adalah sifat sedangkan sifat adalah sesuatu di luar zat. Kalau sifat berada pada zat
yang qadim, sedangkan sifat qidam adalah sifat yang lebih khusus niscaya akan terjadi
dualisme yakni zat dan sifat. Mu’tazilah berpendapat bahwa kalam Allah itu baharu yang ada
pada zatNya, karena kalam itu sendiri terdiri dari huruf, suara dan tulisan mushaf dan dapat
ditiru bunyinya. Kalau sifat kalam sedemikian rupa adalah sesuatu yang baharu yang ada
pada zat, maka kalam yang seperti itu akan dapat hilang.
1. Al-Tauhid
Al-Tauhid adalah intisari dan merupakan ajaran terpenting dari al-Mu’tazilah. Golongan ini
berusaha secara maksimal untuk menyucikan Tuhan dari segala sesuatu yang dapat
mengurangi nilai ke-Maha Esaan Tuhan. Bagi al-Muktazilah, Tuha itu betul-betul Esa dan tak
ada sesuatu yang dapat menimbulkan pengertia berbilangnya Tuhan ditolak oleh al-
Muktazilah.
2. Al-‘Adl
Ajaran pokok al-Muktazilah yang kedua adalah al-‘adl yang berarti keadilan Tuhan. Al-‘Adl
adalah konsep yang mengandung arti bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh Tuhan
adalah baik dan Dia tidak melakukan yang buruk. Tuhan juga tidak akan meninggalkan
sesuatu yang wajib dikerjakannya. Apabila ternyata ada sesuatu yang terjadi di alam ini yang
tampaknya buruk, maka dibalik itu semua ada hikmah yang baik, karena Tuhan tidak
menghendaki keburukan.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id
Tuhan Maha Adil dan Maha Bijaksana. Karena itu Tuhan tidak akan menyalahi janji-Nya.
Janji Tuhan berupa pahala dan ancama Tuhan berupa siksa yang pasti akan terjadi. Demikian
pula penerimaan taubat nasuha dari orang-orang yang bertaubat atas kesalahan yang
dilakukannya, pasti akan berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Maulana Muhammad, 2019, The Religion of Islam, The Ahmadyyah Anjuman Isha’at
Islam, Lahore.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, ( UI Press, 1986) jilid II hlm 36