Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL TEOSOFI TENTANG

KAUM MUTAZILAH BESERTA SEKTE – SEKTENYA

Nama: Muchammad Ali Fardan Labibi

Kelas: Teosofi D

Dosen: Cholid Zamzami

Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan


dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah
munculnya aliran Mu‟tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun
105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan
khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan
murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha‟ Al-Makhzumi Al-Ghozzal yang
lahir di Madinah tahun 700 M, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha‟ berpendapat
bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam
Hasan alBashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.

Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan
Guru, dan akhirnya golongan mu‟tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok
Mu‟tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para petinggi
mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah AlMakmun.
Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam yang
berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur‟an dan As Sunnah.

Secara harfiah kata Mu‟tazilah berasal dari I‟tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri, Mu‟tazilah, secara
etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu
kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam
di kalangan tabi‟in. Asy-Syihristani berkata: Suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada
Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita
ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu
kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij.
Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar, dan dosa
tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan
bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan
sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murji‟ah umat
ini.

Mu’tazilah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam, yang menggunakan
pemikiran rasional untuk menjelaskan masalah ketuhanan. Secara epistemologi pemikiran
rasional Mu’tazilah terpengaruh oleh pemikiran filsafat. Mu’tazilah menggunakan metoda
berfikir filsafat untuk memnjelaskan dan menetapkan persolan Ketuhanan. Mu’tazilah
berpandangan bahwa Tuhan telah memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia
dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, karena Tuhan tidak absolute dalam
kehendak-Nya, dan Tuhan mempunyai kewajiban berlaku adil, berkewajiban menempati
janji, berkewajiban memberi rizki.

Dalam hubungannya dengan perbuatan manusia , kehendak mutlak Tuhan jadi


terbatas karena kebebasan itu telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan
dan kehendaknya. Menurut mu’tazilah posisi manusia dalam tatanan alam semesta memiliki
pandangan tersendiri. Manusia harus berhubngan dengan alam, dan tidak dapat
menghindarkan diri dari ketentuan-ketentuan yang berlaku berdasarkan hukum alamiah. Jika
dikaitkan dengan paham free will dan free act, sudah menjadi perdebatan panjang dikalangan
teologi Islam.

Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa Allah itu qadim, qidam adalah sifat khusus bagi
zat-Nya. Allah Maha mengetahui dengan zatNya, Allah Maha hidup dengan zat-Nya, Allah
Maha kuasa dengan zatNya, bukan dengan pengetahuan, kekuasaan, dan kehidupan, karena
semua ini adalah sifat sedangkan sifat adalah sesuatu di luar zat. Kalau sifat berada pada zat
yang qadim, sedangkan sifat qidam adalah sifat yang lebih khusus niscaya akan terjadi
dualisme yakni zat dan sifat. Mu’tazilah berpendapat bahwa kalam Allah itu baharu yang ada
pada zatNya, karena kalam itu sendiri terdiri dari huruf, suara dan tulisan mushaf dan dapat
ditiru bunyinya. Kalau sifat kalam sedemikian rupa adalah sesuatu yang baharu yang ada
pada zat, maka kalam yang seperti itu akan dapat hilang.

Mu’tazilah menakwilkan semua sifat-sifat Tuhan yang disebutkan dalam al-Qur’an


sesuai dengan logika filsafat. Menurut Mu’tazilah, semua pengetahuan manusia bersumber
dari akal manusia, mensyukuri nikmat hukumnya wajib menurut akal sebelum wahyu
diturunkan. Kebaikan dan keburukan adalah sifat yang melekat pada yang baik dan yang
buruk. Mu’tazilah yang menyifati Tuhan dengan “Esa”, “qadim”, dan berbeda dari makhluk,
sifat-sifat ini adalah sifat salaby (negatif) karena tidak menambahkan sesuatu kepada zat
Tuhan. Dikatakan salaby , karena “Esa”, artinya tidak ada sekutu, “qadim” tidak ada
permulaannya dan berbeda dari makhluk, artinya tidak ada yang menyamainya. Golongan
Mu’tazilah disebut kelompok Ahl al-Adl wa at-Tauhid, dan juga disebut Qadariyah atau
‘Adliyah.

Adapun lima pokok ajaran dari Mutazilah ini sebagai berikut:

1. Al-Tauhid
Al-Tauhid adalah intisari dan merupakan ajaran terpenting dari al-Mu’tazilah. Golongan ini
berusaha secara maksimal untuk menyucikan Tuhan dari segala sesuatu yang dapat
mengurangi nilai ke-Maha Esaan Tuhan. Bagi al-Muktazilah, Tuha itu betul-betul Esa dan tak
ada sesuatu yang dapat menimbulkan pengertia berbilangnya Tuhan ditolak oleh al-
Muktazilah.

2. Al-‘Adl
Ajaran pokok al-Muktazilah yang kedua adalah al-‘adl yang berarti keadilan Tuhan. Al-‘Adl
adalah konsep yang mengandung arti bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh Tuhan
adalah baik dan Dia tidak melakukan yang buruk. Tuhan juga tidak akan meninggalkan
sesuatu yang wajib dikerjakannya. Apabila ternyata ada sesuatu yang terjadi di alam ini yang
tampaknya buruk, maka dibalik itu semua ada hikmah yang baik, karena Tuhan tidak
menghendaki keburukan.

3. Al-Wa’d wa al-Wa’id
Tuhan Maha Adil dan Maha Bijaksana. Karena itu Tuhan tidak akan menyalahi janji-Nya.
Janji Tuhan berupa pahala dan ancama Tuhan berupa siksa yang pasti akan terjadi. Demikian
pula penerimaan taubat nasuha dari orang-orang yang bertaubat atas kesalahan yang
dilakukannya, pasti akan berlaku.

4. Al-Manzilah Bain al-Manzilatain.


Al-Manzilah bain al-Manzilatain berarti “Posisi di antara dua posisi.” Yang dimaksud di sini
ialah di antara mukmin dan kafir, bukan di antara dua tempat, surga dan neraka. Menurut
ajaran ini, orang yang berdosa besar tidak kafir karena masih percaya kepada Tuhan dan Nabi
Muhammad, tetapi tidak pula mukmin karena imannya tidak sempurna

5. Al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy’al al-Munkar.


Sebenarnya, kewajiban untuk melaksanakan al-amr bi al-ma ‘ruf wa al-Nahy’al al-munkar
bukan hanya dimiliki oleh al-Muktazilah, tetapi juga dimiliki oleh golongan lain. Perbedaan
di antara mereka Cuma dari segi pelaksanaanya. Ada yang berpendapat harus dilaksanakan
dengan kekerasan, ada pula tidak cukup dengan seruan dan penjelasan.
Pemikiran mu’tazilah merupakan pemikiran rasional, munculnya pemikiran rasional
ini, lahirnya pemikiran rasional ini, untuk menjelaskan Islam itu secara mendalam, luas dan
benar kepada umat Islam secara khusus dan umat manusia secara uumum. Dalam
menjelaskan ajaran Islam ini mu’tazilah menggunakan al-Qur’an dengan menggunakan
pemikiran logis dan filosofi. Dalam pemikirannya mu’tazilah menenpatkan Allah sebagai
sumber awal, dan al-qur’a sebagai sumber utama. Manusia memiliki kebebasan terhadap apa
yang diinginkannya, tetapi manusia harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
perbuatannya, sesuai dengan ketentuan yang telah disampaiakan Allah melalui kitab sucinya.
Pemikiran rasional mu’tazilah ini, mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pemikiran
Islam di Indonesia terutama dalam gerakan Muhammadiyah dan organisasi modernisme
Islam lainnya.
Pengaruh pemikiran mu’tazilah tampak pada pemikiran tokoh intelektual seperti
Nurcholis Madjid yang dikenal dengan Pembahruan pemikiran Islamnya. Sumbangan yang
paling penting dari Nurcholis Madjid adalah pengembangan wacana Islam Indonesia. Usaha
beliau untuk memisahkan modernisme dari skriptualisme. Nurcholis Madjid memberikan
penilaian yang lebih realistis tentang Muslim yang harus mendekati kemoderenan. Elemen-
elemen pemikiran Mu’tazilah juga terdapat pada pemikiran Abdurrahman Wahid, ia
mengadakan perhatian terhadap pernyataan tentang taqdir (predestination), “Tuhan sudah
menetapkan bahwa manusia harus mampu bertahan dengan sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang tersedia”.
Pernyataan Abdurrahman Wahid merupakan contoh pengaruh pemikiran Mu’tazilah
terhadap pemikiran Islam sosial di Indonesia, dan cara pemikiran itu di transpormasikan.
Harun Nasution salah satu diantara intelektual Muslim kontemporer yang mendukung teologi
Mu’tazilah secara terang-terangan. Tujuan Harun Nasution adalah untuk mengembangkan
kemampuan modernitas Islam untuk bersaing dengan komunitas Barat, namun tetap
memperhatikan karakteristik akhlaq mulia Islam trasdisional. Stratigi yang ia gunakan untuk
merealisasikan tujuan ini adalah dengan mengikutsertakan refomulasi dan rasionalisasi
pemikiran Islam, pengembangan pendidikan tinggi Islam, dan menghilangkan provokasi
untuk mendirikan negara Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syahrastani.,2018, Al-Milal Wa al-Nihal; Aliran-Aliran Teologi dalam Sejarah Umat


Islam, terj.Asywadie syukur, surabaya, Bina Ilmu.

Ali, Maulana Muhammad, 2019, The Religion of Islam, The Ahmadyyah Anjuman Isha’at
Islam, Lahore.

Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, ( UI Press, 1986) jilid II hlm 36

Anda mungkin juga menyukai