Anda di halaman 1dari 6

TUGAS STUDI KASUS

PEMILIHAN JENIS KELAMIN, LGBT DAN KDRT


MATA KULIAH : ASKEB KONDISI RENTAN

DISUSUN OLEH :
RACHMAWATI, Amd. Keb
NIM : L0450462005024

POLITEKNIK KESEHATAN

BHAKTI ASIH PURWAKARTA


Jl. Veteran No.245, Ciseureuh, Kec. Purwakarta, Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat 41118
A. Studi Kasus Permasalahan Budaya :

Pemilihan Jenis Kelamin Janin melalui pendekatan dukun/ tukang urut

Berbagai macam usaha yang dapat dilakukan demi bisa mendapatkan bayi dengan

jenis kelamin tertentu. Usaha yang dilakukan oleh masyarakat di suatu suku tertentu dengan

mendatangi tukang urut yang dikenal mampu dalam melakukan ini. Metode urut adalah salah

satu carayang dilakukan dalam melakukan pertolongan kepada yang membutuhkan.

Sebenarnya yang dilakukan oleh tukang urut yang pertama kali adalah mengurut badan secara

keseluruhan guna memperbaiki jalannya peredaran darah.Setelah itu barulah diberikan

makanan atau ramuan yang digunakan pengobatan selanjutnya. Pengetahuan dan pengalaman

antara tukang urut yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Begitu pula cara dan

media urutnya.

Contoh Kasus :

Seorang bidan menangani seorang Ibu muda Ny. N berusia 25 tahun. Bidan tersebut
menggali informasi mulai dari riwayat kesehatan masa lalu, sekarang dan riwayat kesehatan
keluarganya termasuk latar belakang budaya Ny. N. Kehamilan Ny. N berusia 14 minggu dan
ini merupakan kehamilan kedua yang diinginkan. Pada akhir pertemuan, Ny. N tersebut
mengeluarkan pendapat tentang keinginannya mendapatkan bayi dengan jenis kelamin
perempuan. Keinginan ini bersumber dari keluarga besar yang “kuat” memegang budaya
matrilineal (garis keturunan ibu). Untuk mewujudkan keinginan tersebut Ny. G menyatakan
ingin secara rutin diurut/ di pijit oleh dukun/ tukang urut dari kampung halamannya. Bidan
menjelaskan bahwa aktivitas mengurut/ memijat perut selama masa kehamilan hanya
berdasarkan mitos adalah tindakan berbahaya yang dapat mempertaruhkan nyawa ibu dan
bayi yang dikandungnya.
B. Studi Kasus Permasalahan Masyarakat:

Fenomena Lesbian Gay Biseksual dan Transeksual di Kalangan Masyarakat

LGBT (Lesbian, gay, bisexual dan transgender) merupakan fenomena yang terjadi di

Indonesia pada saat ini. Hal tersebut tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga secara

psikis/ mental, baik bagi individu yang mengalaminya maupun bagi anggota keluarga maupun

masyarakat disekitarnya.

LGBT dianggap sebagai penyimpangan sosial yang akan berdampak buruk bagi

penerus bangsa. Negara Amerika Serikat telah melegalkan LGBT dengan mengijinkan

pernikahan sesama jenis. Pelegalan tersebut menimbulkan kontroversi baik secara hukum

maupun agama. Era globalisasi menyebabkan kehidupan dan dinamika kehidupan masyarakat

modern mengalami perubahan yang berdampak positif maupun negatif. Fenomena LGBT

juga terjadi di Indonesia.

Awal mula LGBT menurut laporan pertemuan LGBT di Bali 13-14 Juni tahun 2013

dengan judul Hidup Sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional Indonesia; Tinjauan dan

Analisa Partisipatif tentang Lingkungan Hukum dan Sosial bagi orang dan Masyarakat

Madani Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) menjelaskan pada akhir tahun

1960-an dengan didirikan Himpunan Wadam Djakarta (Hiward) oleh Gubernur DKI Jakarta,

Jenderal Marinir Ali Sadikin. Pada tahun 1982 kalangan pria homoseksual merintis usaha

pengorganisasian dengan mendirikan Lambda Indonesia (Oetomo, 2013).

Fenomena LGBT di Indonesia diatas, menimbulkan pertanyaan mengenai

pengelompokan LGBT. LGBT berdasarkan kelompoknya yaitu, kelompok pertama, lesbian

yang dapat diartikan sebagai golongan indvidu yang dilahirkan secara biologis sebagai

wanita, namun tertarik kepada wanita yang lain dari segi kecenderungan perasaannya maupun

keinginan seksualnya.
Kelompok dua, gay adalah golongan yang dilahirkan secara biologis sebagai laki-laki, namun

tertarik kepada sesame laki-laki yang lain. Bbaik dari segi kecenderungan perasaannya

maupun keinginan seksualnya.

Kelompok ketiga, biseksual adalah seseorang yang mempunyai kecenderungan untuk tertarik

kepada laki-laki maupun perempuan pada saat bersamaan. Sehingga kaum biseksual dapat

menjalankan aktivitas seksual dengan dua orang yang berlainan kelamin tanpa merasa risih

dan terganggu dengan indentitasnya.

Kelompok empat, transgender berbeda dengan golongan gay, lesbian dan biseksual. Golongan

transgender tidak berorientasi pada dominasi kecenderungan perasaan maupun seksual pada

sesama jenis, melainkan lebih kepada aspek identitas diri.

LGBT dapat terjadi apabila memahami tumbuh kembang manusia yang dipengaruhi

oleh seksualitas, hal ini karena seksualitas merupakan dorongan utama dalam kehidupan

manusia (Noviandy, 2012). Tetapi fenomena LGBT tidak sepenuhnya terjadi karna gangguan

pada tumbuh kembang seksualitas. Hal ini karena LGBT dipengaruhi faktor-faktor lain yaitu

faktor prinsip hidup, faktor lingkungan, faktor kebebasan seksual, faktor genetik, faktor

hormon dan faktor ketidakpuasan seks dengan pasangan, sehingga LGBT bukan suatu kelaian

merupakan aktivitas manusia secara psikologis bersifat wajar.

Hal tersebut didukung Drescher (2015), awalnya homoseksual dianggap bukanlah sesuatu

gangguan penyakit pada kesehatan jiwa. Hal ini didasari oleh pernyataan Freud yang

menyatakan bahwa perilaku homoseksual disebabkan oleh adanya sesuatu yang terperangkap

pada saat tahap perkembangan psikoseksual (tumbuh kembang seksualitas). Orang yang

mengalami homoseksual tidak mengalami penurunan pada fisik sehingga tidak

diklasifikasikan pada penyakit.


Tetapi pada tahun 1939, generasi psikoanalisis melihat homoseksual sebagai suatu

penyakit. Pandangan ini berdasarkan teori Sandor Rado. Rado menyatakan bahwa didunia ini

tidak ada biseksual dan homoseksual tetapi yang ada adalah heteroseksual. Seseorang dapat

menjadi homoseksual dikarenakan ketidakadekuatan pola asuh orang tua.

Hal ini juga dijelaskan Bennett dan Douglas (2013) menjelaskan terjadinya LGBT.

Menurutnya, LGBT terjadi karena adanya gangguan pada tahap adolescence yaitu saat

identity versus role confusion. Pada tahap ini seseorang mengembangkan kesadaran

identitasnya secara individu dan anggota dari kelompok masyarakat. seseorang akan

menyadari bahwa dia LGBT pada tahap ini.

Pembentukan seseorang menjadi LGBT terjadi pada tahap initiative versus guilt saat

umur 3-6 tahun. Pada tahap ini tugasnya adalah mengembangkan ketegasan interaksi dengan

seseorang di lingkungan. Dampak tugas perkembangan yang tidak terlaksana low esteem,

kesalahan perilaku seksual atau penegasan identitas LGBT.

LGBT di Indonesia menurut Saleh dan Arif, (2018), semua agama memandang bahwa

LGBT adalah perilaku seksual yang menyimpang dan tidak dapat diterima seluruh agama

yang ada khususnya Indonesia. Hal tersebut menyebabkan munculnya dampak sosial yang

negatif di masyarakat yaitu munculnya berbagai penyakit kelamin maupun psikis/mental.

Menurut Russell dan Patrick (2018), terdapat 2 faktor yang dapat memperparah terjadinya

masalah mental pada LGBT terutama remaja. Pertama faktor universal seperti konflik

keluarga, penganiayaan, penggunaan narkoba dan pelecehan sexual. Kedua adalah faktor

spesifik seperti stigma, diskriminasi, serta stres sehari-hari.

LGBT dapat terjadi, salah satu penyebabnya adalah masalah yang menghambat pada

saat tumbuh kembang sehingga pentingnya orang tua untuk memaham ibagaimana cara

mendidik anak secara dini. Selain itu, pentingnya memilih lingkungan yang baik untuk

tumbuh kembang anak.(*)


C. Studi Kasus Permasalahan Masyarakat:

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Anda mungkin juga menyukai