Anda di halaman 1dari 46

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA TERHADAP

KEJADIAN EXCESSIVE DAYTIME SLEEPINES PADA


MAHASISWA DI STIKES WIDYA
NUSANTARA PALU

PROPOSAL

JIHAN RIZKI ANNISA


201601067

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA TERHADAP


KEJADIAN EXCESSIVE DAYTIME SLEEPINES PADA
MAHASISWA STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

PROPOSAL

JIHAN RIZKI ANNISA


201601067

Proposal ini telah Disetujui


Untuk Diseminarkan

Tanggal 13 April 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Hasnidar, S.Kep., M.Kep Ns. Katrina Feby, S.Kep.,MPH


NIK. 20110901016 NIK. 20120901027

Mengetahui,
Ketua Prodi Ners
STIKes Widya Nusantara Palu

Ns. Hasnidar, S.Kep., M.Kep


NIK. 20110901016

ii
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA TERHADAP


KEJADIAN EXCESSIVE DAYTIME SLEEPINES PADA
MAHASISWA STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

PROPOSAL

JIHAN RIZKI ANNISA


201601067

Proposal ini telah diujikan


Tanggal 13 April 2020

PENGUJI I

Ns. Surianto, S.Kep., MPH (…………………….)


NIK. 20080902007

PENGUJI II

Ns. Hasnidar, S.Kep., M.Kep (…………………….)


NIK. 20110901016

PENGUJI III

Ns. Katrina Feby, S.Kep.,MPH (…………………….)


NIK. 20120901027

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian..................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori tentang Sistem Respirasi................................. 6
B. Tinjauan Teori tentang Tidur................................................... 9
C. Tinjauan Teori tentang EDS.................................................... 14
D. Tinjauan Teori tentang OSA.................................................... 15
E. Kerangka Konsep..................................................................... 19
F. Hipotesis ................................................................................. 20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian..................................................................... 21
B. Tempat dan waktu penelitian................................................... 21
C. Populasi dan Sampel Penelitian............................................... 21
D. Variabel Penelitian 23
E. Definisi Operasional................................................................ 23
F. Instrumen Penelitian................................................................ 24
G. Tekhnik Pengumpulan Data..................................................... 25

iv
H. Analisis Data............................................................................ 25
I. Alur Penelitian`........................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Faktor predisposisi OSA

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka konsep

Gambar 3.1 Bagan alur penelitian

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran II Kuesioner Berlin

Lampiran III Kuesioner Epworth Sleepiness Scale

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidur adalah kebutuhan yang paling dasar dibutuhkan oleh setiap individu
untuk mengembalikan stamina tubuh dengan kondisi yang optimal sehingga
dapat memulihkan kondisi tubuh individu itu sendiri.1 Kekurangan tidur
dalam waktu yang lama dapat meningkatkan kadar hormon stres kortisol yang
dapat merusak sel-sel pada otak yang berfungsi untuk pembelajaran dan
ingatan, sel-sel otak yang baru juga dapat gagal berkembang atau tumbuh
secara abnormal.2 Tidur juga merupakan kegiatan dimana tubuh manusia
memiliki sadar yang tidak penuh, dalam tidur terjadi siklus yang berulang-
ulang dan setiap individu menunjukkan fase kegiatan otak dan tubuh yang
berbeda. Tidur bertujuan sebagai perbaikan sistem tubuh dan juga pemulihan.3
Individu yang seringkali tidur dengan gejala mendengkur dapat
menurunkan kualitas tidur sehingga timbul hipersomnolensi pada siang hari
yang disebut Excessive daytime sleepiness (EDS). EDS merupakan suatu
kondisi umum yang memiliki banyak efek negatif pada individu yang
mengalaminya, terutama pada kesehatan yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup bagi individu.4 Daytime Sleepiness merupakan masalah
yang paling sering dikeluhkan khususnya pelajar pada saat melakukan
rutinitas sehari-hari saat proses belajar berlangsung. Tidak memiliki tenaga
untuk beraktivitas seperti saat berbicara dengan keluarga dan kerabat atau
pada saat melaksanakan tugas dan pekerjaan, hal itu yang sering terjadi oleh
individu yang mengalami daytime sleepiness. Dampak yang terjadi biasanya
kurang dalam berkonsentrasi, merasa lelah, gangguan saat belajar, gangguan
dalam mengingat, malas dan kurangnya motivasi untuk melakukan kegiatan. 5
Kejadian mengantuk yang berlebih pada siang hari dapat menghambat

1
2

aktifitas dan mempenggaruhi mood seseorang untuk menjalani kegiatan,


mengantuk disiang hari juga dapat meningkatkan angka kejadian obesitas
terutama pada usia memasuki dewasa awal.
Obstructive sleep apnea (OSA) pertama kali ditemukan oleh Sidney
Burwell pada tahun 1956 merupakan gangguan pernapasan saat tidur yang
paling sering terjadi, didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun
terdapat usaha ventilasi ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan
(diagfragma). Faktor pencetus terjadinya Obstructive sleep apnea antara lain
yaitu jenis kelamin laki-laki, lansia, wanita yang sudah menopause, obesitas,
hidung yang tersumbat dan pembesaran amandel atau adenoid. Saat seseorang
tidur, terjadi kelainan klinis yang ditandai dengan adanya jeda napas dan
disertai dengkuran keras. Terpotongnya suplai oksigen ke tubuh selama
beberapa detik, akibatnya otak akan merespon dengan memberi sinyal untuk
bangun agar saluran udara terbuka dan dapat bernapas kembali. Kejadian ini
dapat terjadi beberapa kali dalam semalam dan membuat individu tidak
mendapatkan tidur yang adekuat menyebabkan kesulitan dalam
berkonsentrasi.6
Menurut World Health Organization (WHO) dalam penelitian Siregar,
bahwa sebanyak 18 % penduduk di dunia mengalami tidur yang tidak adekuat
dan setiap tahunnya prevalensi tersebut selalu meningkat.7 Prevalensi tertinggi
kejadian kantuk yang berlebih disiang hari terjadi pada remaja, orang tua, dan
pekerja shift.8 Kantuk yang berlebihan disiang hari juga terjadi dikalangan
mahasiswa. Sebuah penelitian menyatakan 50 % mahasiswa mengalami
Excessive daytime sleepiness dan 70 % mahasiswa mengalami tidur yang
tidak adekuat.9 Dampak dari kedua hal tersebut dapat mempengaruhi
kemampuan belajar, gangguan pada mood, dan kecelakaan kendaraan
bermotor.
Mahasiswa merupakan kelompok usia remaja akhir memiliki stressor
yang dapat mempengaruhi pola tidur di malam hari. Mahasiswa merupakan
3

kelompok yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru, teman-teman baru,


dan tanggung jawab baru.10 Dengan tanggung jawab dan suasana belajar yang
baru dan beban tugas yang semakin meningkat sehingga mahasiswa memiliki
jam tidur yang buruk terutama bagi individu yang sulit dalam mengatur waktu
akibat masa adaptasi dalam hal akademis.11
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di STIKes Widya
Nusantara Palu pada bulan Maret 2020 didapatkan cukup banyak mahasiswa
prodi ners dengan keluhan sering mengalami mengantuk yang berlebih pada
siang hari. Menurut 8 mahasiswa prodi ners yang sempat di wawancarai,
mahasiswa pertama mengatakan mengantuk disiang hari yang dirasakan
diakibatkan pada malam hari ia sulit untuk tidur dibawah jam 12 malam,
mahasiswa ke dua mengatakan sering mengerjakan tugas dengan istilah sistem
kebut semalam, hal ini sependapat dengan mahasiswa ketiga, keempat dan ke
lima. Menurut mahasiswa ke enam mengantuk di siang hari yang dirasakan
biasanya terjadi di hal-hal tertentu seperti berada di ruang kelas dan saat
membaca. Dua mahasiswa terakhir mengatakan karena sulitnya membagi
waktu antara mengerjakan tugas dan kegiatan lain yang di ikuti apalagi
diketahui bersama pada mahasiswa kesehatan dalam proses pembelajaran
diwajibkan untuk mengikuti praktek klinik (dinas) disetiap penghujung
semester yang mengakibatkan tidur yang tidak cukup, hal ini juga dapat
melatarbelakangi mengantuk yang berlebih di siang hari. Oleh karena itu
peneliti ingin mengambil sampel di STIKes Widya Nusantara Palu terutama
pada mahasiswa tingkat 1, 2 dan 3. Peneliti mendapatkan populasi mahasiswa
tingkat 1, 2 dan 3 di STIKes Widya Nusantara Palu sebanyak 326 mahasiswa.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Hubungan Obstructive sleep apnea (OSA) dengan kejadian Excessive
daytime sleepiness pada mahasiswa di STIKes Widya Nusantara Palu”.
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini yaitu :
”Bagaimana hubungan Obstructive sleep apnea (OSA) terhadap kejadian
Excessive daytime sleepiness pada mahasiswa di STIKes Widya Nusantara
Palu ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menunjukkan hubungan antara Obstructive sleep apnea (OSA)
terhadap kejadian Excessive daytime sleepiness pada mahasiswa di
STIKes Widya Nusantara Palu.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi Obstructive sleep apnea (OSA) pada mahasiswa di
STIKes Widya Nusantara Palu
b. Mengiidentifikasi kejadian Excessive Daytime Sleepiness pada
mahasiswa di STIKes Widya Nusantara Palu
c. Untuk membuktikkan hubungan Obstructive sleep apnea (OSA)
terhadap Kejadian Excessive daytime sleepiness pada mahasiswa di
STIKes Widya Nusantara Palu

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi STIKes Widya Nusantara Palu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan Manfaat pada
pendidikan khususnya Ilmu Keperawatan STIKes Widya Nusantara
diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bahan dalam bidang ilmu
keperawatan khususnya yang berhubungan dengan informasi tentang
Obstructive sleep apnea (OSA) dengan kejadian Excessive daytime
sleepiness pada mahasiswa di STIKes Widya Nusantara Palu.
5

2. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat sebagai
informasi tentang hubungan Obstructive sleep apnea terhadap kejadian
Excessive daytime sleepiness dan dapat mengetahui pencegahan kejadian
Excessive datime sleepiness dikalangan mahasiswa agar dapat
meningkatkan konsentrasi saat belajar dikelas dan kualitas prestasi serta
mengetahui proses terjadinya Obstructive sleep apnea (OSA) pada saat
tidur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori tentang Sistem Respirasi


1. Definisi
Sistem Respirasi atau system pernapasan merupakan saluran proses ganda
dimana terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan (pernapasan dalam), yang
terjadi di dalam paru-paru disebut pernapasan luar. Pada pernapasan luar
melalui paru-paru atau respirasi eksternal, oksigen (O 2) dihisap melalui
hidung dan mulut. Udara ditarik ke dalam paru-paru pada waktu
mengeluarkan napas.12
2. Fungsi Sistem Respirasi
Sistem respirasi memiliki lima fungsi dasar, yaitu : member permukaan
yang luas untuk pertukaran gas antara udara luar dan sirkulasi darah,
memasukkan dan mengelurakan udara dari paru, melindungi permukaan
system respirasi dari keadaan dehidrasi, invasi patogen dan perubahan suhu,
produksi suara untuk komuniasi, dan memfasilitasi deteksi berbagai macam
bau oleh reseptor-reseptor olfaktori yang berada pada bagian superior dari
nasal cavity. Selain itu kapiler paru secara tidak langsung dapat meregulasi
volume dan tekanan darah melalui konversi angiotensin I menjadi angiotensin
II.13,14
3. Organ Sistem Respirasi
Sistem respirasi dapat dibagi dari segi anatomi dan fungsi. Secara
anatomi, system respirasi dibagi menjadi system respirasi atas dan system
respirasi bawah. System respirasi atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring. Jalur ini berfungsi sebagai penyaring, penghangat dan
pelembab udara yang masuk, serta melindungi permukaan saluran napas
7

bawah. System respirasi bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus,


dan alveolus paru.13,14
Secara fungsi, system respirasi dibagi menjadi zona konduksi dan zona
respiratori. Zona konduksi meliputi berbagai ruang dan saluran yang
menghubungkan antara lingkungan luar dan paru seperti hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan terminal bronkiolus. Zona respiratori
meliputi beberapa jaringan dalam paru yang memiliki fungsi untuk pertukaran
gas yaitu bronkiolus, duktus alveolus, sakus alveolus, dan alveolus
merupakan bagian utama untuk pertukaran gas antara udara dan darah.13
a. Hidung
Hidung dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian dalam dan bagian
luar. Badian luar merupakan yang terlihat pada wajah yang diliputi oleh
jaringan penunjang berupa tulang keras dan kartilago yang ditutupi oleh
otot, kulit dan juga membran mukosa. Tulang-tulang yang menyusun
pada bagian luar dari hidung yaitu tulang frontalis, nasalis dan maksilaris
sedangkan kartilago yang menyusun pada bagian tersebut adalah kartilago
septum nasalis pada bagian anterior, kartilago nasalir lateralis pada bagian
inferior dan kartilago alaris yang membentuk nostril.14
Pada bagian luar hidung di struktur inferior memiliki fungsi
menghangatkan, melembabkan dan memfiltrasi atau menyaring udara
yang masuk, deteksi stimulus olfaktori dan modifikasi vibrasi suara.14
Bagian dalam hidung merupakan rongga yang sangat luas dan
terletak dibawah dari tulang nasal dan diatas dari mulut. Batas depannya
adalah hidung bagian luar serta bagian belakang berbatasan dengan faring
melalui dua pembukaan disebut choanae. Septum nasal membagi rongga
hidung menjadi dua bagian kanan dan kiri. Ketika udara masuk melalui
nostril, udara akan disaring oleh sambut yang menutupi mukosa pada
hidung dari debu dan partikel lain.14
8

Tiga bagian yang terletak pada dinding lateral dari kedua sisi hidung
disebut konka. Konka terbagi menjadi tiga yaitu konka nasalis superior,
medial dan inferior. Setiap konka akan bermuara ke dalam sinus dan
membentuk meatus bergantung dari konka; meatus nasi superior, inferior
dan medial. Struktur dari konka dan meatus akan memperluas permukaan
area hidung dalam dan mencegah terjadinya dehidrasi dengan menangkap
droplet air saat ekshalasi.14
b. Faring
Faring yaitu saluran yang memiliki panjang sekitar 13 cm yang
dimulai dari nares interna hingga kartilago cricoid. Faring terletak
dibelakang rongga hidung dan mulut, di atas dari laring dan didepan dari
vertebra servikalis. Dinding saluran ini ditutupi oleh otot-otot skelet dan
membrane mukosa. Kontraksi otot-otot ini berfungsi untuk proses
menelan. Fungsi dari faring sebagai saluran untuk udara dan juga
makan.14
Faring dapat dibagi menjadi tida bagian yaitu nasofaring, orofaring
dan laringofaring. Nasofaring adalah bagian atas dari faring. Rongga
nasal, dipisahkan dari rongga mulut oleh palatum molle. Tonsil faringeal
berada pada dinding belakang dari nasofaring. Orofaring merupakan
bagian yang meluas dari palatum molle hingga dasar lidah pada tingkat
tulang hyoid. Laringofaring merupakan bagian bawah faring yang meluas
dari tulang hyoid hingga perbatasan laring dan esophagus.13,14
Udara yang dihirup melalui hidung menuju ke faring akan melalui
muara yang sempit disebut glottis sehingga dapat masuk ke laring. Glottis
yang merupakan batas antara saluran napas atas dan bawah dimana glottis
ini terbentuk dari sepasang lipatan membrane mukosa yaitu adalah plica
vocalis yang terdapat di laring.13

4. Gangguan Napas saat Tidur


9

Tidur dan bernapas yaitu proses fisiologik yang terjadi untuk


mempertahankan kelangsungan hidup pada manusia. Jika terjadi gangguan
pada system pernapasan atau berhenti pada saat tidur meskipun hanya dalam
beberapa detik hingga beberapa menit, maka dapat mengakibatkan kefatalan
dalam kehidupan manusia.15

B. Tinjauan Teori tentang Tidur


1. Definisi
Tidur merupakan proses biologis yang dialami dan menjadi kebutuhan
paling dasar setiap individu.16 Tidur adalah keadaan dimana individu tidak
sadar yang menyebabkan persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
menjadi menurunatau hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan
rangsangan yang cukup atau indra. Tujuan individu tidur tidak jelas diketahui,
tetapi diyakini tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental
emosional, fisiologis dan kesehatan.17
Menurut Ulimuddin tidur merupakan suatu proses yang sangat berarti dan
penting bagi manusia, karena pada saat tidur terjadi proses pemulihan, proses
pemulihan ini memiliki manfaat untuk mengembalikan kondisi seseorang
pada keadaan semula, dengan demikian tubuh yang tadinya merasakan
kelelahan akan menjadi segar kembali.18
2. Manfaat
Ada 2 hal yang diduga kuat menjadi alasan mengapa manusia harus tidur19 :
a. Perbaikan Sel Otak
Pada saat tidur, otak berkesempatan untuk istirahat dan memperbaiki
sel-sel otak yang mengalami kerusakan. Tidur juga memiliki peran
penting untuk menyegarkan kembali koneksi penting antara sel-sel otak
yang digunakan. Hal ini bisa dianalogikan dengan mobil, apabila mobil
jarang digunakan harus dipanaskan secara rutin untuk menjaga kinerja
mesin agar tetap baik. Apabila tidak dipanaskan, aliran pelumas, aliran
10

bahan bakar, putaran mesin dan lainnya bisa berjalan tidak benar yang
menyebabkan kerusakan seluruh mesin. Hal ini sama terjadi pada otak,
antar sel terdapat koneksi-koneksi yang jarang digunakan dan
memerlukan pemanasan secara rutin. Bentuk pemanasan pada otak yaitu
berupa tidur yang cukup.
b. Penyusunan Ulang Memori
Catherine menyatakan “Tidur memberikan kesempatan otak untuk
menyusun kembali data-data atau memori agar bisa menemukan solusi
terhadap sebuah masalah”. Dengan kata lain, tidur bisa memberikan
kesempatan otak agar lebih fokus dalam mengingat sehingga
mempermudah seseorang untuk menemukan solusi yang dibutuhkan
dalam memecahkan sebuah masalah yang dihadapi.
3. Siklus Tidur dan Sadar
Manusia dalam 24 jam akan melalui proses tidur sebagai irama sirkadian.
Mekanisme ini diatur oleh nucleus suprakiasmatik dari hipotalamus. Tidur
merupakan suatu kondisi fisiologik dan perilaku yang reversible ditandai
dengan penurunan kesadaran dan responm terhadap stimulus eksrternal, tetapi
individu yang tidur tetap sadar terhadap keadaan internal. Walaupun
kesadaran menurun, orang yang tidur dapat dibangunkan dengan stimulus
seperti alarm.14,20,21
Orang dewasa biasanya membutuhkan 7-8 jam untuk tidur setiap malam,
tetapi waktu, durasi dan pola tidur berbeda pada setiap orang tergantung
usianya. Pada usia lanjut dan bayi biasanya memiliki siklus tidur yang
berbeda dengan orang dewasa. Pengaturan siklus tidur setiap hari memiliki
dua prinsip system saraf. Prinsip pertama adalah proporsi tidur tergantung dari
durasi keadaan sadar (homeostatis tidur), sedangkan prinsip kedua adalah
pengaturan rhythmi siklus tidur dan sadar melalui beberapa fase selama 24
jam per hari (jam biologis).22
11

Siklus tidur yang normal memiliki 2 fase : fase NREM (non-rapid eye
movement) yang terjadi sebanyak 70-80 % dari sebuah siklus tidur dan
meliputi 4 stadium, serta fase REM (rapid eye movement) dengan presentase
20-25 % dari seluruh siklus tidur yang terjadi secara siklus semireguler yang
berlangsung selama 90-120 menit dan berulang sebanyak 3-4 kali per malam.
a. Tidur NREM (non-rapid eye movement)
Pada dewasa normal, tidur NREM dapat dibagi menjadi 4 stadium
yaitu : stadium I (NI) yang merupakan masa transisi dari kondisi sadar ke
kondisi tidur. Stadium ini berlangsung selama 1-7 menit dan terjadi
sebanyak 2-5 % dari seluruh proses tidur yang ditandai dengan relaksasi
seluruh tubuh dan penurunan kesadaran namun saat individu dibangunkan
pada stadium ini, ia akan menyangkal bahwa ia tertidur. Pada
elektroensefalogram akan terlihat bahwa gelombang theta meningkat
sedangkan gelombang alpha menurun.14,20
Stadium II (N2) terjadi sebanyak 45-55 % dari seluruh proses tidur
dan ditandai dengan penurunan tonus otot serta mata yang bergerak ke
kanan dank e kiri. Selain itu, individu yang sudah masuk ke stadium ini
akan mengalami proses bermimpi dan sulit untuk dibangunkan sehingga
disebut dengan light sleep/true sleep.14,20
Stadium III (N3) terjadi sebanyak 3-8 % dari seluruh proses tidur dan
timbul 20 menit setelah individu tertidur. Stadium ini disebut moderate
deep sleep yang ditandai dengan penurunan suhu tubuh dan tekanan darah.
Stadium IV(N4) terjadi sebanyak 10-15 % dari seluruh proses tidur
yang disebut deepest level of sleep. Pada stadium ini metabolism otak akan
menurun secara signifikan dan juga suhu tubuh, tetapi sebagian besar reflex
tubuh akan tetap intak dan tonus otot hanya sedikit berkurang. Stadium 3
dan 4 ini merupakan bagian dari proses tidur yang paling efektif dan
dengan bertambahnya usia individu presentase stadium ini semakin
berkurang dari seluruh proses tidur.14,20
12

b. Tidur REM (rapid eye movement)


Tidur rapid eye movement merupakan bagian terbesar dari seluruh
proses tidur yang berlangsung sekitar 7-8 jam dan berulang 3-5 episode
selama tidur. Tahap ini akan terbagi menjadi dua stadium yaitu stadium
tonik dan stadium fisik. Stadium tonik ditandai dengan gambaran
asinkronisasi dan kehilangan tonus pada EEG sedangkan stadium fisik
ditandai dengan pergerakan mata yang cepat dengan frekuensi jantung dan
respirasi yang tidak teratur. Episode pertama dari REM berlangsung 10-20
menit dan kemudian diikuti oleh episode NREM. Periode REM biasanya
berulang setiap 90 menit hingga periode terakhir yang berlangsung hanya
50 menit. Pada orang dewasa, total tidur REM 90-120 menit selama proses
tidur berlangsung.14,20
Dengan bertambahnya usia individu total proses tidur akan berkurang
dan presentase tidur REM juga berkurang. Walaupun fungsi spesifik tidur
REM belum diketahui secara pasti, namun presentase yang tinggi dari fase
REM sangat penting untuk maturasi otak. Aktifitas safraf, aliran darah dan
O2 saat tidur REM lebih tinggi dari pada saat sadar.14
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur
Sejumlah factor priskologis, fisiologis dan lingkungan dapat
mempengaruhi tidur. Beberapa factor tersebut sebagai berikut :
a. Cahaya
Keadaan mengantuk dan tidur berhubungan dengan irama sirkadian
dalam pengaturan siang dan malam. Menurut Indrawati keadaan terbangun
berkaitan dengan cahaya matahari atau kondisi yang terang. Cahaya yang
mempengaruhi tidur dan aktivitas otak selama terbangun, sedangkan irama
sirkadian dan homeostatis mempengaruhi regulasi tidur manusia. Cahaya
mmpengaruhi produksi melatonin. Melatonin adalah hormone dalam
setiap organism dengan tingkat berbeda tergantung siklus hidup dan
paparan cahaya. Melatonin dihasilkan oleh kelenjar pineal di otak
13

manusia. Melatonin berperan besar dalam membantu kualitas tidur.


Mengatasi penyimpangan-penyimpangan, depresi dan system kekebalan
yang rendah. Penelitian menunjukkan bahwa “hormone melatonin
membantu seseorang untuk tidur lebih nyenyak, mengurangi jumlah
bangun mendadak di malam hari serta meningkatkan kualitas tidur” 23
b. Aktivitas Fisik
Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan dan
kebutuhan untuk tidur. Latihan fisik yang melelahkan sebelum tidur
membuat tubuh mendingin dan meningkatkan relaksasi. Individu yang
mengalami kelelahan menengah biasanya memperoleh tidur yang tenang
terutama setelah bekerja atau melakukan aktivitas yang menyenangkan.
c. Lingkungan
Potter and Perry menyatakan “lingkungan tempat seseorang tidur
berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk tidur dan tetap tidur”.24
Lingkungan yang tidak mendukung seperti terpapar banyak suara
menyebabkan seseorang kesulitan untuk memualai tidur. Lingkungan yang
tidak nyaman seperti lembab juga dapat mempengaruhi tidur.
d. Umur
Indarwati menyatakan “umur menjadi salah satu factor mempengaruhi
tidur dan kebutuhan tidur seseorang”.23 Kebutuhan tidur berkurang dengan
pertambahan usia, kebutuhan tidur anak-anak berbeda dengan kebutuhan
tidur dewasa dan kebutuhan tidur dewasa juga akan berbeda dengan
kebutuhan tidur lansia.
e. Pola Tidur
Kebiasaan tidur pada siang hari mempengaruhi kualitas tidur sesorang
dimalam hari. Pola tidur siang yang berlebihan dapat mempengaruhi
sulitnya tidur saat malam hari, kualitas tidur, penampilan, kecelakaan saat
mengemudi dan masalah perilaku emosional.24

f. Stress Emosional
14

Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu


tidur seseorang. Kecemasan menyebabkan seseorang menjadi terjaga.
Keadaan terjaga terus menerus inilah yang dapat mengakibatkan gangguan
tidur.

C. Tinjauan Teori tentang Excessive Daytime Sleepiness


1. Definisi
Excessive Daytime Sleepines (EDS) salah satu komponen dari kelainan
hipersomnia yang didefinisikan berdasarkan International Classification of
Sleep Disorders (ICSD) sebagai kondisi individu yang jatuh tidur termasuk
kesulitan dalam mengendalikan keadaan sadar penuh dan secara tidak sadar
jatuh tidur.24
Pada praktik klinik, keluhan EDS ini biasanya di interpretasikan sebagai
perasaan mengantuk, penurunan tenaga, dan kelelahan serta rasa kantuk yang
tidak dapat dikontrol. Secara klinis, terjadi kesulitan dalam membedakan
antara EDS yang sebenarnya dari kondisi kelelahan yang biasa. Kevin R telah
melaporkan prevalensi EDS berkisaran 3 % hingga 20 % yang dipilih secara
random pada orang usia lanjut dan sebanyak 22.6 % pada orang yang
mengalami EDS dengan kecelakaan kerja.25
2. Etiologi EDS
Penyebab dari EDS bervariasi seperti insufiensi tidur, tidur yang tidak
adekuat akibat konsumsi obat-obatan tertentu dan kondisi kesehatan yang
serius sekitar 65 penyakit tidur primer dapat menyebabkan EDS.25
Kekurangan durasi tidur pada malam hari juga menjadi penyebab primer
terjadinya EDS. Di beberapa negara adanya tekanan ekonomi dan sosial
menjadi penyebab timbulnya masalah kekurangan tidur. Gangguan sirkadian
pada individu menjadi salah satu penyebab dari gejala EDS, siklus sirkadian
yang normal diatur oleh nucleus supra-kiasmatikus dari hipotalamus sehingga
lokasi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa factor salah satunya berupa
15

aktifitas fisik. EDS juga sering dialami oleh mahasiswa kesehatan yang
memiliki waktu tidur lebih sedikit dalam 24 jam terutama pada saat
melaksanakan praktek klinik.

D. Tinjauan Teori tentang Obstructive Sleep Apnea


1. Definisi
Obstructive Sleep Apnea (OSA) merupakan ketiadaannya napas spontan
pada saat tidur. Pada semua individu saat tidur normalnya dapat terjadi apnea,
namun pada individu dengan sleep apnea frekuensi 300-500 kali per malam
lebih sering terjadi dan berdurasi sekitar 10 detik atau lebih. Adanya obstruksi
pada saluran napas atas terutama faring merupakan penyebab terjadinya
obstructive sleep apnea ini.25
Otot-otot pada faring normalnya akan tetap terbuk untuk menjaga agar
aliran udara tetap masuk ke dalam paru-paru pada saat inspirasi. Walaupun
saat kita tidur otot-otot pada faring mengalami relaksasi, akan tetapi saluran
pada pernapasan tetap dalam keadaan yang terbuka untuk memungkinkan
pengaliran udara ke dalam paru-paru. Beberapa individu yang mengalami
penyempitan pada saluran napas akan mengalami penutupan saluran ini secara
lengkap yang diakibatkan relaksasi otot-otot tersebut sehingga memungkinkan
udara tidak dapat masuk ke dalam paru-paru dan terjadi apnea. Jika terjadi
apnea, tubuh akan memberi sinyal ke otak untuk mengembalikan tonus otot-
otot pada faring sehingga memungkinkan udara masuk.
Penderita OSA sering mengalami kesulitan dalam bernapas segera setelah
tertidur dan mendengkur. Dengkuran yang terjadi biasanya diikuti dengan
periode tidak bernaoas yang cukup lama (apnea). Penderita sleep apnea
biasanya akan mengalami kekurangan fase slow wave sleep dibandingkan
dengan fase pertama dari tidur NREM.
16

2. Manifestasi Klinis OSA


a. Mendengkur
Secara klinis, kebanyakan individu dengan OSA mengalami gejala
mendengkur saat tidur. Mendengkur merupakan kunci utama diagnosis
OSA yang didapatkan dari hasil wawancara. Gejala mendengkur ini
diikuti dengan kejadian tidak bernapas (apnea) dan pada saat tidur
terlentang paling sering terjadi. Mekanisme terjadinya mendengkur yaitu
karena terdapat resistensi di saluran napas bagian atas disertai dengan
peningkatan usaha saat bernapas yang menyebabkan getaran pada daerah
faring.
b. Gejala malam lainnya
Gejala pada malam hari yang dialami individu dengan OSA yaitu
gerakan motorik yang abnornal, mengalami mimpi buruk, perasaan sesak
napas pada malam hari dan nokturia.26
c. Gejala siang lainnya
Gejala pada siang hari yang dialami individu dengan OSA yaitu nyeri
kepala, merasa tidak segar saat terbangun, perubahan terhadap perilaku,
penurunan fokus dalam berfikir, depresi, cemas, impotensi dan penurunan
libido.
3. Patofisiologi OSA
Bagian saluran napas atas yang sering menjadi penyebab terjadinya
Obstructive sleep apnea antara lain hipertrofi konka, rinitis, polip nasalis,
deviasi septum, kelainan panjang uvual dan palatum molle serta orofaring.
Patensi saluran napas atas dapat diatur oleh otot-otot faring yang dibagi
menjadi dua yaitu otot fase inspirasi dan otot yang memiliki tonus ritmik yang
konstan. Pada otot fase inspirasi misalnya seperti m.genioglossus yang
mengatur dan menyesuaikan gerakan pernapasan, tonus otot inspirasi ini akan
diatur selama tidur. Pada otot yang memiliki tonus ritmik yang konstan
17

misalnya m.palatinus tensi yang tonusnya bersifat konstan dan dapat menurun
pada keadaan tidur.15
Resistensi pada saluran napas atas akan meningkat secara bermakna selama
periode tidur dan akan lebih meningkat bila terdapat faktor-faktor predisposisi
yang mendukung terjadinya penutupan saluran napas atas. Bila tekanan
negatif dari otot-otot pernapasan lebih besar dari kemampuan otot-otot yang
berfungsi untuk memperluas saluran napas atas, maka akan terjadi kolaps
pada saluran ini.15
Periode apnea yang terjadi biasanya berakhir dengan bentuk terbangun
secara mendadak dari tidur (arousal) sehingga otot-otot ini dapat berfungsi
lagi dengan cara berdilatasi dan aliran udara kembali normal. Proses arousal
ini yang akan menyebabkan periode tidur mengalami fragmentasi sehingga
individu kadang terbangun secara mendadak. Akibat obstruksi yang terjadi,
maka saturasi O2 dalam tubuh akan mengalami keadaan apnea ini 20-30 kali
per jam dan dapat terjadi lebih dari 200 kali per malam. Kondisi ini
mengakibatkan hipersomnolensi pada individu-individu dengan OSA.15
4. Faktor Predisposisi OSA
Faktor predisposisi OSA yaitu jenis kelamin laki-laki, obesitas, usia
lanjut, pemakai obat depresan sistem saraf pusat seperti alkohol dan sedatif,
diameter saluran napas yang kecil seperti mikrognathia dan retrognathia,
hipotiroidisme atau akromegali, serta genetik dan familial.27,15
Selain faktor predisposisi yang telah disebut diatas, OSA juga dapat
terjadi karena adanya beberapa kelainan pada struktu saluran napas atas dan
leher antara lain polip nasi, hipertrofi konka, hipertrofi tonsil, hipertrofi
adenoid, deviasi septum nasalis, lingkar leher yang besar, kelainan palatum.
Faktor-faktor predisposisi ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
18

Tabel 1.1. Faktor predisposisi OSA32

Faktor-faktor predisposisi yang berperan pada OSA


- Obesitas (IMT > 30kg/m2
- Jenis kelamin (pria > wanita)
Umum
- Riwayat OSA pada keluarga
- Pasca menopause
- Sindrom Down
Genetik atau kongenital - Sindrom Pierre Robin
- Sindrom Marfan
- Rinitis
- Polop nasi
Abnormal hidung/faring
- Hipertrofi tonsil atau adenoid
- Deviasi septum nasi
- Akromegali
Penyakit lain
- Hipertiroidisme
- Lingkar leher > 40 cm
- Abnormalitas sendi
temporomandibular
- Abnormalitas palatum
Kelainan struktur saluran napas atas
- Mikrognatia
- Retrognatia
- Makroglosia
- Kraniosinostosis
19

E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep yaitu justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan
dan memberi landasan topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi
masalahnya.28 Dalam penelitian ini peneliti mengambil variabel bebas adalah
Obstructive sleep apnea (OSA) sedangkan variabel terikat yaitu Excessive
daytime sleepiness (EDS) pada mahasiswa di STIKes Widya Nusantara Palu.
Gambaran yang lebih jelas dan terarah alur penelitian ini digambarkan dalam
rangka konsep seperti berikut :

Variabel Dependen
 Obesitas (IMT > 30
Kg/m2
 Jenis kelamin ( pria > Excessive Daytime
Sleepiness (EDS)
wanita )
 Riwayat OSA pada
keluarga
Hipersomnolensi
 Obstruksi jalan napas

 Nyeri Kepala
Gangguan pernapasan Obstructive Sleep  Tidak segar saat
saat tidur Apnea (OSA) terbangun
 Penurunan fokus
Variabel Independen

Keterangan :

: Diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


20

F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Terdapat Hubungan
Obstructive Sleep Apnea Dengan Kejadian Excessive Daytime Sleepiness pada
Mahasiswa STIKes Widya Nusantara Palu”
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian Kuantitatif. Penelitian
kuantitatif merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-
bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.32 Desain penelitian yang
digunakan bersifat Analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian
yang dilakukan pada saat yang bersamaan antara variabel independen dan
variabel dependen.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kampus STIKes Widya Nusantara Palu
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2020

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.29 Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa
reguler prodi ners tingkat 1, 2 dan 3 di STIKes Widya Nusantara Palu
yang aktif selama penelitian berlangsung, dengan jumlah populasi
sebanyak 326 mahasiswa.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.33 Sampel yang dimaksud dalam penelitian ini
22

adalah beberapa perwakilan dari jumlah keseluruhan populasi. Pada


penelitian ini sampel diambil dari sebagian mahasiswa regular prodi ners
tingkat 1, 2 dan 3 Reguler STIKes Widya Nusantara Palu dengan kriteria
inklusi :
a. Mahasiswa bersedia untuk menjadi responden
b. Mahasiswa regular prodi ners tingkat 1, 2 dan 3
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus :
Z 2 1−α /2. p .qN
n=
d 2 ( N−1 ) + Z 2 1−α / 2. p . q

Keterangan :

n : Jumlah sampel

p : Perkiraan proporsi (0.5)

q : 1-p

d : Presisi absolute (10%)

Z 1- α/2 : Statistic Z (Z= 1.64)

N : Besar populasi

Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel dalam penelitian ini


adalah :

α
Z 2 1− . p .qN
2
n=
α
d 2 ( N−1 ) + Z 2 1− . p . q
2

(1,64 )2 .0,5 ( 1−0,5 ) 326


n= 2 2
( 0,1 ) ( 326−1 )+ (1,64 ) .0,5(1−0,5)
23

2,68 . 0,5 . 0,5 .326


n=
3,25+0,67

218,42
n=
3,92

n=55,7

n=56

Jadi, besar sampel dalam penelitian ini adalah 56 sampel

3. Sampling
Teknik pengambilan sampling menggunakan metode Cluster
sampling. Rumus pengambilan sampling yaitu :

populasi
Sampling 1= X total sampel
total populasi

Sampling yang didapatkan dari tiap tingkat 1, 2 dan 3 reguler Prodi


Ners STIKes Widya Nusantara Palu yaitu :
106
Tingkat 1 : X 56=18,20(18 mahasiswa)
326
108
Tingkat 2 : X 56=18,55 (19 mahasiswa )
326
112
Tingkat 3 : X 56=19,23(19 mahasiswa)
326

D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat dan nilai dari objek yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan.30 Dalam penelitian ini menggunakan dua
variabel yaitu :
1. Variabel Independen
24

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang


menjadi sebab perubahan dan timbulnya variabel dependen. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Obstructive sleep
apnea (OSA).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena adanya variabel independen. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel dependen adalah Excessive daytime sleepiness (EDS).

E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah karakteristik yang diamati dari sesuatu yang
didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati atau diukur itulah
yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya
memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran
secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat
diulangi oleh orang lain.34
1. Obstructive Sleep Apnea
Definisi : Mahasiswa yang mendengkur saat tidur diskrining
dengan menggunakan Kuesioner Berlin
Alat ukur : Kuesioner Berlin
Cara ukur : Pengisisan Kuesioner
Skala : Kategori
Hasil ukur : Resiko Tinggi
Resiko Rendah
2. Excessive Daytime Sleepiness
Definisi : Mahasiswa yang telah mengisi kuesioner Berlin dengan
hasil mendengkur saat tidur kemudian diskrining
menggunakan Epworth Sleepiness Scale (ESS)
Alat ukur : Kuesioner
25

Cara ukur : Pengisian kuesioner


Skala : Ordinal
Hasil ukur :
Baik = Jika jawaban responden dengan total score <10 (nilai median)
Buruk = Jika jawaban responden dengan total score ≥ 10-24 (nilai median)

F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, pada
variabel independen Obstructive sleep apnea menggunakan kuesioner Berlin.
Menurut El-Sayed pada kuesioner Berlin memiliki 10 pertanyaan dengan 3
kategori. Pada kategori pertama terdiri atas 5 pertanyaan dengan rincian yaitu
satu pertanyaan utama dan empat pertanyaan tambahan untuk menilai gejala
mendengkur. Kategori kedua terdiri atas 4 pertanyaan dengan rincian yaitu
tiga pertanyaan utama dan satu pertanyaan tambahan. Kategori ketiga terdiri
atas 2 pertanyaan. Pada kategori 1, seseorang beresioko tinggi jika terdapat
gejala yang persisten (lebih dari 3 atau 4 kali perminggu) pada lebih dari 2
pertanyaan mengenai gejala mendengkur. Pada kategori 3, seseorang beresiko
tinggi jika gejala EDS, mengantuk saat mengendarai kendaraan, atau
keduanya persisten (lebih dari 3 atau 4 kali per minggu). Pada kategori 3,
seseorang beresiko tinggi jika memiliki riwayat tekanan darah tinggi (>140/90
mmHg) dan/atau IMT ≥ 30 kg/m2. Kelompok studi dikategorikan resiko tinggi
menderita OSA jika mendapat nilai positif pada dua atau lebih kategori,
sedangkan kelompok studi akan dikategorikan resiko rendah menderita OSA
jika mendapat nilai positif kurang dari dua kategori.
Pada variabel dependen Excessive daytime sleepiness menggunakan
kuesioner Epworth Sleepines Scale (ESS) yang memiliki 8 pernyataan dan 4
pilihan jawaban diwakili dengan nilai 0-3. Pilihan nilai 0 apabila responden
tidak pernah mengantuk, nilai 1 jika responden sedikit mengantuk, nilai 2 jika
responden cukup mengantuk, nilai 3 jika responden sangat mengantuk dan
26

jatuh tertidur. Cara menjawab yaitu melingkari nilai sesuai dengan apa yang
dirasakan responden pada masing-masing pernyataan.

G. Teknik Pengumpulan Data


1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner
2. Jenis data yang dikumpulkan
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan menggunakan
kuesioner yang dibagikan pada responden.
b. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data mahasiswa regular prodi ners
tingkat 1, 2 dan 3 di STIKes Widya Nusantara Palu

H. Analisa Data
Analisa data merupakan upaya atau cara untuk mengolah data menjadi
informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa di pahami dan bermanfaat
sebagai solusi permasalahan, terutama permasalahan yang ada di dalam
penelitian.31 Adapun analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis
univariat dan bivariat yang diolah dalam komputer menggunakan software
analisis yaitu SPSS.
1. Analisis univariat
Data dianalisis secara univariat. Analisa data dilakukan terhadap tiap
variabel penelitian. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
presentase dari tiap variabel. Analisa data dilakukan dengan formulasi
distribusi frekuensi dengan rumus sebagai berikut32:
f
P= ×100 %
n

Keterangan :
27

P = Persentase
f = Frekuensi (jumlah jawaban benar)
n = Sampel
2. Analisis Bivariat.
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua vriabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi.33 Analisis bivariat yang dilakukan untuk
melihat hubungan antara obstructive sleep apnea (OSA) dengan kejadian
excessive daytime sleepiness (EDS) menggunakan uji chi square dengan
nilai kemaknaan (p ≤ 0,05) dan tingkat kepercayaan 95%. Adapun rumus
uji chi square sebagai berikut :

Χ ²=
∑ (f o ─ f E)²
E

Keterangan :

χ² : chi square

fo : frekuensi observasi

fE : frekuensi harapan

Menurut Dahlan syarat uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai


nilai expected lebih kecil dari lima maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat
uji Chi-Square tidak terpenuhi, digunakan uji alternatif. Alternatif uji Chi-
Square bergantung pada jenis tabel.37

a. Untuk tabel 2 x 2 alternatif uji Chi-Square adalah uji fishers


b. Untuk tabel 2 x k atau B x 2 dimana B dan K adalah data kategorik
nominal lebih dari dua kategori, alternatif uji Chi-Square adalah uji mann
Whitney atau penyederhanaan sel.
28

I. Bagan Alur Penelitian

Studi pendahuluan/identifikasi masalah


Survey
(masalah obstructive sleep apnea dan Literatur
excessive daytime sleepiness pada
mahasiswa di STIKes Widya Nusantara)
Studi Pustaka
Hipotesis

Menentukan Variabel : Menentukan Sumber Data :

1. Obstructive Sleep Apnea 1. Populasi


2. Excessive Daytime 2. Sampel
Sleepiness 3. Pengambilan Sampel
4. Subjek yang akan di teliti

Menentukan dan Menyusun


Instrumen Penelitian
Observasi Lapangan
dan Perizinan
Mengumpulkan Data

Data Primer Penelitian bulan Data Sekunder


Kuesioner Juli 2020
1. Literatur
2. Jurnal

Pengolaan Data

Analisa Data Uji Chi-Square


29

Hasil Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Lampiran I

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Informed Consent)

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Program Studi Ners,
STIKes WIDYA NUSANTARA PALU :
Nama : Jihan Rizki Annisa
NIM : 201601067
Bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Obstructive Sleep
Apnea Terhadap Kejadian Excessive Daytime Sleepines Pada Mahasiswa Di
Stikes Widya Nusantara Palu”. Untuk terlaksananya kegiatan tersebut, Saya mohon
kesediaan Saudara untuk berpartisipasi dengan cara mengisi kuesioner berikut.
Jawaban Saudara akan Saya jamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian. Apabila Saudara berkenan mengisi kuesioner yang terlampir,
mohon kiranya Saudara terlebih dahulu bersedia menandatangani lembar persetujuan
menjadi responden (informed consent).

Demikianlah permohonan Saya, atas perhatian serta kerjasama Saudara dalam


penelitian ini, Saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Peneliti

(Jihan Rizki Annisa)


Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian yang
dilakukan oleh Jihan Rizki Annisa (201601067), mahasiswa STIKes WIDYA
NUSANTARA PALU, Program Studi NERS yang berjudul “Hubungan Obstructive
Sleep Apnea Terhadap Kejadian Excessive Daytime Sleepines Pada Mahasiswa
Di Stikes Widya Nusantara Palu”. Saya mengerti dan memahami bahwa penelitian
ini tidak akan berakibat negatif terhadap saya, oleh karena itu saya bersedia untuk
menjadi responden pada penelitian ini.

Palu,.................2020

Responden
Lampiran II

KUESIONER BERLIN

Nama : ………….…….……. Jenis Kelamin : ……… Umur : …......

Tempat Tanggal Lahir : ………………………

Alamat : ………………………

Berat Badan : …… Kg Tinggi Badan : ……. cm

Rata-rata waktu tidur dalam sehari : ……… Jam

Kategori 1 :

1. Apakah anda mendengkur ?


a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu

2. Dengkuran anda ?
a. Sedikit lebih nyaring dari bunyi napas biasa (lauder than breathing)
b. Keras seperti biasa
c. Lebih nyaring dari bicara
d. Sangat keras, dapat di dengar dari ruangan yang bersebelahan

3. Berapa kali anda mendengkur ?


a. Hampir setiap hari
b. 3-4 kali seminggu
c. 1-2 kali seminggu
d. 1-2 kali sebulan
e. Tidak pernah atau hampir tidak pernah

4. Apakah dengkuran anda mengganggu orang lain ?


a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
5. Apakah ada orang yang mengatakan bahwa anda berhenti bernapas saat tidur?
a. Hampir setiap hari
b. 3-4 kali seminggu
c. 1-2 kali seminggu
d. 1-2 kali sebulan
e. Tidak pernah atau hamper tidak pernah

Kategori 2

6. Berapa sering anda merasa lelah atau tidak fit setelah bangun tidur ?
a. Hampir setiap hari
b. 3-4 kali seminggu
c. 1-2 kali seminggu
d. 1-2 kali sebulan
e. Tidak pernah atau hamper tidak pernah

7. Pada saat beraktivitas, apakah anda merasa lelah dan tidak segar ?
a. Hampir setiap hari
b. 3-4 kali seminggu
c. 1-2 kali seminggu
d. 1-2 kali sebulan
e. Tidak pernah atau hamper tidak pernah

8. Apakah anda pernah terkantuk-kantuk atau tertidur saat mengemudi ?


a. Ya
b. Tidak

9. Berapa sering hal tersebut terjadi ?


a. Hampir setiap hari
b. 3-4 kali seminggu
c. 1-2 kali seminggu
d. 1-2 kali sebulan
e. Tidak pernah atau hampir tidak pernah

Kategori 3

10. Apakah anda mempunyai riwayat tekanan darah tinggi ?


a. Ya
b. Tidak
Lampiran III
KUESIONER EPWORTH SLEEPINESS SCALE

Contoh : Jika pada saat duduk dan membaca di siang hari, anda sangat mengantuk
dan jatuh tertidur maka berikan nilai 3 pada baris kegiatan duduk dan
membaca.
Jika pada saat menonton televise di siang hari, anda tidak pernah
mengantuk, maka berikan nilai 0 pada baris kegiatan menonton televisi

Lingkari angka yang sesuai dengan apa yang anda rasakan di siang hari pada
masing-masing keadaan seperti tabel di bawah ini.

Kegiatan Nilai

- Duduk dan membaca 0 1 2 3


3
- Menonton televisi 0 1 2

Berikan nilai 0 jika anda tidak pernah mengantuk


Berikan nilai 1 jika anda sedikit mengantuk
Berikan nilai 2 jika anda cukup mengantuk
Berikan nilai 3 jika anda sangat mengantuk dan jatuh tertidur

Keterangan Nilai
- Duduk dan membaca 0 1 2 3
- Menonton televisi 0 1 2 3
- Duduk diam di tempat umum (misalnya bioskop atau sedang 0 1 2 3
rapat )
- Sebagai penumpang mobil selama satu jam tanpa istirahat 0 1 2 3
- Rebahan untuk beristirahat di siang hari ketika keadaan 0 1 2 3
memungkinkan
- Duduk dan berbicara dengan seseorang
0 1 2 3
- Duduk tenang setelah makan siang
0 1 2 3
- Di dalam mobil dan mobil berhenti selama beberapa menit
0 1 2 3
karena macet
Nilai Total
DAFTAR PUSTAKA
1
Nilifda, et al. Hubungan Kualitas Tidur dengan Prestasi Akademik Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Dokter Angkatan 2010 FK Universitas Andalas. J Kes Andalas. 2015;5(1):243-8
2
Sagala S. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta; 2013
3
Wartonah, Tarwoto. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika; 2010
4
Wu S, Wang R, Ma X, et al. Excessive Daytime Sleepiness assessed by The Epworth Sleepiness
Scale and Its Association with Health Related Quality of Life: A Population-Based study in China.
BMC Public Helath; 2012
5
Kleisiaris CF, Maniou M, Dragasi A, Mitara D, Sfakianakis MZ. The Prevalence of Daytime
Sleepiness in Greek Adolescents in Primary Care. J Health Science. 2013;7(1):41-41
6
Dempsey J, Veasey S, Morgan B, O’Donnel C. Pathophysiology of Sleep Apnea. Physiol Rev.
2010; 90:47-112
7
Siregar MH. Mengenal Sebab-sebab, Akibat-akibat dan Cara Terapi Insomnia. Yogyakarta: Flash
Books; 2011
8
Pagel JF. Excessive Daytime Sleepiness. American Family Physician. 2010;79(5):391-396
9
Hershner SD, Chervin RD. Causes and Consequences of Sleepiness Among College Students.
Nature and Science of Sleep. 2014;6:73-84
10
Alipuria AK. First-year College Student Decision Making: How Freshmen Respond to the Stress
of the College Transition. ProQuest Dissertations & These Global. 2014
11
Blank Y. The Effects of Change In Sleep Schedule Variability On First-year College Student.
ProQuest Dissertations & These Global. 2015
12
Pearce EC. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. PT Gramedia Pustaka Umum: Jakarta; 2013
13
Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamental of Anatomy & Physiology. 9th ed. USA:
Pearson, 2012. 814-819 p.
14
Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 12 th ed. Usa: Wiley, 2010. 522-
523 p.
15
Sumardi, Hisjam B, Ryanto BS, Budiono E. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2010; 2347-2348.p.
16
Kozier B, Erb G, Berman A, Synder, Shirle J. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
proses dan praktek. Ed 7. Vol 1. Jakarta: EGC; 2010
17
Asmadi. Teknik Prosedur Keperawatan Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika; 2011
18
Ulumuddin BA. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Program
Studi Ilmu Keperawatan. F Kedokteran Universitas Diponegoro; 2011
19
Catherine. Faktor yang mempengaruhi pola tidur pasien di Ruang Perawatan Bedah Baji Kamase I
dan II BP-RSUD Labuang Baji Makassar; 2011
20
Lalwani AK. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery. 3 nd ed.
USA: McGraw Hill. 2010; 557-565.p.
21
Sherwood L. Human Physiology: From Cells to System. 7 th ed. USA: Brooks/Cole, Cengage
Learning. 2010; 167-171.p.
22
Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, et al. Harrison’s Principles
of Internal Medicine. 18th ed. USA: McGraw-Hill; 2012
23
Indarwati N. Perbandingan Kualitas Tidur Mahasiswa yang Mengikuti UKM dan Tidak Mengikuti
UKM pada Mahasiswa Reguler FIK UI. Depok. Universitas Indonesia; 2012
24
Ruggles K, Hausman N. Evaluation of Excessive Daytime Sleepiness. Wisconsin Medical Journal.
2012;102(1):21-23
25
Barrett KE, Barman SM, Boitano S. Ganong’s Review of Medical Physiology. 23rd Ed. USA:
McGraw Hill; 2010
26
Welch KC, Goldberg AN. Sleep Disorder. In:Lalwani AK, editor. Current Diagnosis & Treatment,
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd ed. New York: McGraw-Hill Companies LANGE;
2010
27
Cahyono A, Hermani B, Mangunkusumo E, Perdana RS. Hubungan Obstructive Sleep Apnea
dengan Penyakit Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : FKUI. 2011;2-8.p.
28
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta; 2015.
29
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta; 2017.
30
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika; 2014.
31
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
32
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.
33
Dahlan MS. Besar Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Epidemiologi
Indonesia; 2016.

Anda mungkin juga menyukai

  • Atresia Ani
    Atresia Ani
    Dokumen12 halaman
    Atresia Ani
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    100% (1)
  • LP Gerd
    LP Gerd
    Dokumen17 halaman
    LP Gerd
    Muhlis R Miu
    Belum ada peringkat
  • Speech Delay
    Speech Delay
    Dokumen15 halaman
    Speech Delay
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Congestive Heart Failure (CHF)
    Congestive Heart Failure (CHF)
    Dokumen19 halaman
    Congestive Heart Failure (CHF)
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Aliran Darah ke Jantung
    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Aliran Darah ke Jantung
    Dokumen1 halaman
    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gangguan Aliran Darah ke Jantung
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Mioma Uteri
    Mioma Uteri
    Dokumen21 halaman
    Mioma Uteri
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • General Weakness
    General Weakness
    Dokumen9 halaman
    General Weakness
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    83% (6)
  • GerontikPengkajian
    GerontikPengkajian
    Dokumen15 halaman
    GerontikPengkajian
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PENDAHULUAn
    LAPORAN PENDAHULUAn
    Dokumen15 halaman
    LAPORAN PENDAHULUAn
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • 4-Format Pengkajian Anak - Panjang
    4-Format Pengkajian Anak - Panjang
    Dokumen10 halaman
    4-Format Pengkajian Anak - Panjang
    Claudia Musung
    Belum ada peringkat
  • Ante Natal Care (ANC)
    Ante Natal Care (ANC)
    Dokumen27 halaman
    Ante Natal Care (ANC)
    Yuni Selviana
    Belum ada peringkat
  • Ppok Isra
    Ppok Isra
    Dokumen26 halaman
    Ppok Isra
    evi saro
    Belum ada peringkat
  • TERAPI GERD
    TERAPI GERD
    Dokumen7 halaman
    TERAPI GERD
    Muhlis R Miu
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Keluarga
    Format Pengkajian Keluarga
    Dokumen17 halaman
    Format Pengkajian Keluarga
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 1
    Kelompok 1
    Dokumen13 halaman
    Kelompok 1
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • PDA
    PDA
    Dokumen20 halaman
    PDA
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Format Dpna - Ners
    Format Dpna - Ners
    Dokumen1 halaman
    Format Dpna - Ners
    Nur Ashya
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Selvida Masuku
    Belum ada peringkat
  • Hirschprung Disease Pathway
    Hirschprung Disease Pathway
    Dokumen2 halaman
    Hirschprung Disease Pathway
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Askep
    Bab Iii Askep
    Dokumen25 halaman
    Bab Iii Askep
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen26 halaman
    Bab Ii
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • LP TB Paru Jihan (Print)
    LP TB Paru Jihan (Print)
    Dokumen29 halaman
    LP TB Paru Jihan (Print)
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • TB Pathway
    TB Pathway
    Dokumen1 halaman
    TB Pathway
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Trauma Thorax 2
    Trauma Thorax 2
    Dokumen22 halaman
    Trauma Thorax 2
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Pathway Gerd Muhlis
    Pathway Gerd Muhlis
    Dokumen1 halaman
    Pathway Gerd Muhlis
    Muhlis R Miu
    Belum ada peringkat
  • Cedera Kepala
    Cedera Kepala
    Dokumen32 halaman
    Cedera Kepala
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Ca Paru
    Ca Paru
    Dokumen24 halaman
    Ca Paru
    reza tri payana
    Belum ada peringkat
  • Speech Delay
    Speech Delay
    Dokumen15 halaman
    Speech Delay
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat
  • Herpes Genitalia
    Herpes Genitalia
    Dokumen15 halaman
    Herpes Genitalia
    Jihanrizkiannisa Lasandrang
    Belum ada peringkat