Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MINGGU 4
SURVEI & MANAJEMEN INFORMASI PERTANAHAN
Oleh:
Labisa Wafdan
18/431137/TK/47730
Sebuah TDT Orde-3 A dan B dirapatkan menjadi TDT Orde-4 bernomor 1,2,3, dan 4.
Titik A dan B dipakai sebagai titik ikat yang telah diketahui koordinatnya (XA, YA
dan XB, YB) dari pengukuran sebelumnya. Titik poligon 1 sampai 4 adalah titik yang
akan diukur koordinatnya. Titik A,B, dan 1 s.d. 4 membentuk sebuah poligon terbuka
terikat pada ujungnya. Poligon jenis ini pada dasarnya dipakai ketika hanya terdapat
dua titik ikat atau tidak cukupnya titik ikat untuk membentuk poligon terbuka terikat
sempurna. Poligon jenis ini tidak memiliki data azimuth awal dan akhir yang fix seperti
pada poligon terbuka terikat sempurna, karena tiadanya titik pasangan pada titik awal
A dan B, sehingga azimuth ataupun nilainya tidak bisa dihitung langsung dari koordinat
fix. Penyelesaian kasus poligon ini umumnya menggunakan Ray Trace Method (RTM).
RTM pada dasarnya menggunakan azimuth awal pendekatan yang untuk bisa
menghitung koordinat pendekatan titik-titik poligon yang ada kemudian mengkoreksi
azimuth pendekatan dengan azimuth definitif. Hasilnya selisih dari kedua azimuth
tersebut adalah nilai rotasi orientasi poligon sebesar. Dengan adanya koreksi azimuth
ini, maka dapat diperoleh koordinat fix titik 1 sampai 4 yang telah terikat pada titik A
dan B.
E. LANGKAH KERJA
1. Tambahkan basemap Google Satellites dengan klik menu QuickMapServices.
2. Cari āGoogle Satellitesā pada kolom Search QMS dan tekan Add.
3. Akan nampak basemap.
B. Menambahkan TDT
1. Unduh file TDT UGM dalam format .txt. Lakukan copy-paste ke Microsoft Excel dan
simpan dalam format .csv.
2. Buka file csv ke QGIS dengan memilih Delimited Text pada Data Source Manager.
3. Sesuaikan kolom pengaturan yang ada dengan data yang akan dibuka dan tekan Add.
C. Menampilkan TDT
1. Buat shapefile baru untuk membuat titik kontrol pada area pemetaan. Klik Layer,
Create Layer, New Shapefile Layer.
2. Buat pengaturan shapefile yag akan dibuat
Metode pengukuran yang digunakan merupakan metode terestrial. Metoda poligon adalah
salah satu cara penentuan posisi horisontal banyak titik dimana titik satu dengan lainnya
dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk
rangkaian titik-titik (poligon). Pengukuran titik dasar teknik dilakukan dengan cara poligon
terikat (tidak membentuk suatu loop) yang terikat di titik awal dan akhir. Berdasarkan Petunjuk
Teknis 01/JUKNIS-300/2016, bila dilakukan di lapangan metode pengukuran yang perlu
diperhatikan saat mengukur sudut, jarak, dan azimut sebagai berikut:
1. Pengukuran sudut mendatar dilakukan dalam dua seri dengan urutan bacaan biasa -
biasa - luar biasa - luar biasa untuk masing-masing seri. Selisih sudut antara seri
pertama dengan seri kedua ⤠5āā.
2. Pengukuran jarak dengan menggunakan EDM (Electronic Distance Meter) harus
dilakukan ke jurusan muka dan belakang serta dilakukan 3 (tiga) kali untuk setiap
jurusan dengan perbedaan ⤠1 cm. Hasil pengukuran titik dasar teknik perapatan
mempunyai salah penutup jarak ⤠± 1:5.000. Ketelitian titik dasar teknik perapatan
yang merupakan titik detail pada pembuatan peta garis dengan pengukuran situasi lebih
besar atau sama dengan 0,3 mm pada skala peta.
3. Pengamatan azimuth magnetis dilakukan bila sistem koordinat titik ikat dinyatakan
dalam sistem koordinat lokal. Pengukuran azimuth magnetis dilakukan sekurang-
kurangnya 2 (dua) kali, dengan selisih sudut 10ā.
Survei pendahuluan adalah tahapan kegiatan paling awal yang dilakukan untuk
memastikan lokasi pemasangan titik dasar teknik sesuai dengan perencanaan yang telah
dilakukan dengan melihat kondisi nyata di lapangan. Hasil survei pendahuluan titik dasar
teknik perapatan ditandai menggunakan bahan sederhana yang tersedia di daerah setempat,
yaitu paku seng dimana bahan ini nantinya tidak digunakan untuk waktu yang cukup lama
karena pada dasarnya walaupun pengikatan suatu bidang tanah dilakukan dari titik dasar teknik
perapatan. Untuk memudahkan penandaan titik dasar teknik perapatan pada formulir data
pengukuran dan perhitungan, petugas pengukuran diberikan kebebasan untuk memberikan
nomor dengan catatan harus unik/tunggal pada setiap titik dasar teknik perapatan selama
dilakukannya pengukuran bidang tanah.
Pengukuran ini dilakukan dengan asumsi menggunakan 4 orang dalam satu kelompok
di mana satu orang sebagai pencatat sketsa dan data-data tambahan atau orang yang membantu
pelaksanaan pengukuran, satu orang sebagai pemegang total station, dan dua orang sebagai
pemegang dari prisma. Sarana mobilisasi yang digunakan adalah 2 sepeda motor. Dalam
praktikum ini, alat yang dibutuhkan adalah sebuah total station dan dua buah prisma yang harus
dicek terlebih dahulu keadaannya untuk memastikan apakah masing-masing alat tidak ada
kerusakan/kekurangan dan baterai pada total station sudah penuh. Jika peralatan sudah diangap
memenuhi standar, pengukuran siap dilakukan. Secara umum, kegiatan pengukuran ini
direncanakan sesuai time tabel berikut:
Hari Hari
Kegiatan
1 2
Survey pendahuluan
Pengukuran jarak & azimuth beserta pengolahan data
Berdasarkan Petunjuk Teknis 01/JUKNIS-300/2016 seperti yang telah disebutkan bisa diambil
contoh metode pengukuran sebagai berikut:
1. Untuk pengukuran sudut dengan titik berdiri alat di BM1, total station dibidikkan ke
arah BM12 dengan posisi teropong biasa dan diputar ke arah kanan menuju BM2
dengan posisi biasa. Setelah itu, teropong diposisikan pada posisi luar biasa dan diukur
kembali nilai sudut pada BM2 dan dilanjutakn dengan membidik teropong pada BM1
dengan posisi luar biasa. Lakukan kembali langkah tersebut hingga diperoleh selisih
sudut antara seri pertama dengan seri kedua ⤠5āā
2. Untuk pengukuran jarak dengan titik berdiri alat di BM1, jarak diukur dengan
melakukan 3 kali pengukuran jarak antara BM1-BM12 dan melakukan 3 kali
pengukuran jarak antara BM1-BM2 hinnga diperoleh perbedaan jarak antar jurusan ā¤
1 cm.
3. Untuk ngukuran azimuth magnetis dilakukan pada BM12 yang diaahkan ke BM1
minimal 2 kali dengan selisih sudut 10ā.
Hasil yang diperoleh dari pengukuran poligon RTM secara virtual diperoleh azimut
awal pada BM12 adalah 107,77° serta tabel sebagai berikut.
Sudut
12-1-2 1-2-3 2-3-4 3-4-5 4-5-6 5-6-7 6-7-11
BM
Sudut
152.748 179.819 104.214 282.799 137.214 231.258 180
(°)
431064.571 ā 430553.21
š¼ ā² = š”ššā1
9141463.395 ā 9141488.964
2. Hitung azimut antara koordinat TDT hitung akhir dengan TDT tetap awal
431064.942 ā 430553.21
š¼ ā²ā² = š”ššā1
9141464.718 ā 9141488.964
šā² = 511.999849689413 š
5. Hitung jarak koordinat TDT hitung akhir dengan TDT tetap awal
α α
Operasi
ukuran Ī“ (ā°) terkoreksi
matematis
(ā°) (āā°)
107.77 107.92
80.518 80.668
80.337 80.487
4.551 4.701
+ 0.149820138
107.35 107.5
64.564 64.714
115.822 115.972
115.822 115.972
Tabel bowditch pada langkah 9 tersebut menghasilkan koordinat-masing masing titik dasar
perapatan yang sudah terkoreksi dan siap digunakan untuk mengikat kelima biadng tanah
yang telah disebutkan. Hal ini ditandai dengan koordinat BM11 hasil perhitungan metode
RTM sama dengan koordinat BM11 yang telah ditetapkan.
G. KESIMPULAN
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Metode pengukuran terestris (pada praktikum ini secafra virtual) dapat digunakan untuk
mengukur koordinat titik perapatan pada lokasi 2 sehingga diperoleh 7 titik dasar
perapatan. Pada masing-masing titik perapatan diukur terhadap besaran sudut dan jarak
antar titik perapatan hingga BM11, sedangkan pada BM 12 diukur data azimut awal
terhadap BM1.
2. Data hasil pengukuran yang telah diperoleh kemudian diolah menggunakan metode
poligon RTM hingga koordinat akhir BM11 hasil pengukuran sama dengan koordinat
BM11 hasil perhitungan akhir menggunakan metode RTM, sehingga dapat diperoleh
koordinat fix masing-masing titik dasar perapatan.
H. DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan. (2016). Petunjuk Teknis Pengukuran dan
Pemetaan Bidang Tanah Sistematis Lengkap Nomor : 01/JUKNIS-300/2016.
Jakarta: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. (1997). Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Jakarta:
Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional.
Wahyudi, M. I. (2019). Pemetaan Tanah Sistematis Lengkap Dusun Cebur (Blok 1)
Kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, UNNES).