Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Teori
A. Pengertian Imunisasi
Hidayat (2009) mengungkapkan bahwa imunisasi dilakukan untuk
mencegah peningkatan angka kematian bayi dan balita akibat berbagai
penyakit menular seperti difteri, pertusis, campak, tetanus, dan polio dengan
cara memasukkan antigen yang sudah dilemahkan agar terbetuk sistem
kekebalan tubuh pada bayi dan anak.
Menurut Renuh (2011) imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kekebalan tubuh manusia baik pasif maupun aktif,agar ketika
tubuh terinfeksi penyakit maka tidak mudah untuk menjadi sakit.
Imunisasi merupakan cara yang dilakukan kepada seseorang dengan
meningkatkan antibodi secara aktif,agar ketika tubuh seseorang terpapar suatu
penyakit,penyakit tersebut tidak menjadi berat atau hanya mengalami sakit
yang ringan. (Kemenkes RI,2013).
Upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kekebelan/antibodi
seseorang dengan cara memasukkan antigen yang sudah dilemahkan,agar
tubuh secara aktif dapat bersiap melawan bakteri atau virus yang menyerang.
Sedangkan vaksin, berupa bahan zat anti yang dimasukkan melalui suntikan
kedalam tubuh seseorang (contohnya BCG,DPT dan Campak) selain itu juga
diberikan melalui oral (contohnya vaksin polio). Hal ini dilakukan guna untuk
menekan angka kesakitan serta kematian yang ditimbulkan oleh berbagai
macam penyakit infeksi terhadap bayi dan anak. Imunisasi sangat berperan
penting dalam mencegah berbagai macam penyakit infeksi berbahaya,
sehingga imunisasi sangat dianjurkan diberikan pada bayi dengan tepat waktu
agar didapatkan hasil yang maksimal dalam pemberian imunisasi. (Susanti,
2013).
B. Tujuan Imunisasi
Menurut beberapa ahli imunisasi memiliki tujuan diantaranya yaitu:
1. Hidayat (2009) menjelaskan tujuan imunisasi adalah untuk menjaga
kekebalan tubuh anak-anak sehingga tidak mudah jatuh sakit ketika
terpajan dengan sumber penyakit guna untuk menekan angka
kesakitan dan kematian anak yang disebabkan oleh penyakit tertentu.
2. Menurut Notoatmodjo (2010) imunisasi dilakukan agar dapat
menurunkan angka mordibitas,mortalitas dan kecacatan dari penyakit
yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara tepat.
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi diantranya;
disentri,tetanus,pertusis,cacar,polio dan tuberkolosis.
3. Sebagai upaya pencegahan melawan penyakit tertentu pada seseorang
dan dapat menghilangkan penyakit tersebut seperti halnya yang
dilakukan pada imunisasi cacar variola berhasil dihilangkan bukan
hanya pada masyarakat tetapi di dunia. (Renuh, 2011)
4. Manoj et.al..(2017) menungkapkan bahwa imunisasi merupakan upaya
preventif yang terjangkau dibandingkan biaya ketika berobat saat
sedang jatuh sakit dengan perlindungn yang efektif untuk penyakit
infeksi tertentu.
C. Sasaran Program Imunisasi
Probandari et.al.. (2013) mengungkapkan bahwa imunisasi diberikan
secara keseluruhan di wilayah Indonesia. Bayi dibawah umur 1 tahun,wanita
usia subur yang berusia 15-39 tahun termasuk didalamnya ibu hamil dan calon
pengantin diberikan imunisasi rutin. Imunisasi dasar adalah imunisasi yang
diberikan pada bayi, sedangkan imunisasi lanjutan adalah imunisasi yang
diberikan kepada anak dan wanita usia subur. Vaksin hepatitis B, BCG, Polio,
DPT, dan campak adalah imunisasi dasar yang diberikan pada bayi. Vaksin
yang diberikan pada anak usia sekolah adalah DT (Difteri Tetanus), campak
dan Tetanus Toksoid. Sedangkan wanita usia subur vaksin yang diberikan
Tetanus Toksoid. Vaksin imunisasi tambahan juga dapat diberikan ketika
terjadi suatu wabah penyakit di suatu wilayah. Contohnya pemberian
imunisasi campak dan polio pada anak-anak.
D. Klasifikasi Imunisasi
Imunisasi di klasifikasikan menjadi 2 jenis imunisasi yang didasari
oleh proses mekanisme pertahanan tubuh manusia yaitu imunisasi aktif dan
imunisasi pasif.
1. Imunisasi Aktif
Riyadi dan Sukirman (2009), mengungkapkan imunisasi aktif yaitu zat
anti bodi yang dimasukkan kedalam tubuh seseorang untuk mendapatkan
kekebalan tubuh sendiri dalam melawan penyakit tertentu. Imunisasi aktif
ini lebih bertahan dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan
imunisasi pasif.
Memasukkan toxic yang dilemahkan kedalam tubuh seseorang untuk
membentuk anti bodi sendiri yang melawan penyakit tersebut. Misalnya
pemberian imunisasi campak dan polio. (Yusrianto, 2010).
Menurut Mubarak (2012), pemberian antigen buatan yang bertujuan
untuk pembuatan infeksi buatan yang nantinya akan menjadi antigen
pertahanan ketika terjadi infeksi yang sebenarnya.
2. Imunisasi Pasif
Zat anti yang didapat dari luar tubuh berupa bahan atau serum yang
disuntikkan atau bayi yang mendapatkan dari ibunya selama didalam
kandungan,akan tetapi berbeda dengan imunisasi aktif jangka waktu
imunisasi pasif hanya dalam jangka waktu pendek. (Riyadi,2009)
Menurut Atika (2010), imunisasi pasif adalah peningkatan kekebalan
tubuh yang diperoleh proses infeksi dari plasma manusia atau bayi dari
plasenta dan binatang yang ditujukan untuk melawan infeksi yang masuk
kedalam tubuh.
Renuh (2011), mengungkapakan bahwa kekebalan tubuh yang
diberikan untuk seseorang yang membutuhkan imunoglobulin spesifik
terhadap penyakit tertentu, contoh antitetanus yang diberikan pada
seseorang yang mendidap penyakit tetanus, atau bayi yang mendapatkan
kekebalan pasif dari plasenta ileh ibunya selama dalam kandungan. Tetapi,
imunisasi pasif ini tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama karana
akan di metabolisme oleh tubuh,
3. Jenis Vaksin Imunisasi Dasar
Menurut Kemenkes (2014), ada beberapa jenis vaksin imunisasi dasar
yang diberikan pada anak secara gratis dari posyandu yaitu Hepatitis B,
BCG, Polio, DPT-Hib, serta campak yang harus diberikan sebelum anak
berumur 1 tahun kemudian pada Batita dan Anak Usia Sekolah akan
diberikan imunisasi lanjutan. Pada tahun 2013 pemerintah telah
menambahkan vaksin yang terdiri dariimunisasi HIB (Haemophilus
Influenza Tipe B) yang dipadukan dengan vaksin DPT-HB menjadi DPT-
HB-Hib.
Vaksin pentavalenini akan diberikan sebanyak 4 kali yaitu ketika umur
anak 2,3,4 dan 18 bulan yang ditujukan untuk mencegah berbagai penyakit
diantaranya: Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Pneumonia (radang
paru) dan Meningitis (radang otak). (Kemenkes RI, 2014)
a. Imunisasi BCG (Bacilius Calmette Guerin)

Gambar 1, vaksin BCG


Sumber. Kemenkes RI (2014)
Renuh (2011) mengatakan Vaksin hidup yang berasal dari
Mycobaterium bovis yang dikembang biakkan berulang dalam jangka
waktu 1-3 tahun guna mendapatkan hasil yang tidak virulen tapi dapat
digunakan sebagai imunogenitas disebut vaksin BCG yang dapat
memberikan rangsangan terhadap tuberkulin.
1) Cara Pemberian dan Dosis
Menurut Renuh (2011) anak yang akan diberikan vaksin BCG
harus dilakukan uji Mantoux atau uji Tuberkulin dengan hasil
negatif. Pada minggu ke 8-10 setelah vaksin disuntikkan sistem
imun sebagai perlindungan akan muncul dengan berbagai macam
efek perlindungan yaitu 0-80%, sesuai dengan kualitas vaksin yang
digunakan. Dewi (2012) mengungkapkan bahwa Vaksin BCG
diberikan dengan cara intrdermal 0,10 ml pada anak, dan 0,05 ml
pada bayi baru lahir sebaiknya disuntikkan pada lengan kanan
atas,vaksin ini harus disimpn dalam suhu 2-80C, dengan keadaan
tidak beku dan tidak terkena sinar matahari serta harus langsung
digunakan ketika sudah diencerkan dalam kurun waktu 8 jam
2) Kontraindikasi
Dewi (2012) mengatakan bahwa dalam pemberian vaksin BCG
tidak disarankan pada anak yang dilakukn uji montox/reaksi uji
tuberkulin >5 mm,terpapar HIV atau yang memiliki resiko terkena
HIV, anak-anak yang sedang dalam pengobatan radiasi,anak yang
mengalami kekurangan gizi,menderita penyakit keganasan, febris,
menderita dermatitis, memiliki riwayat tubercolosis dan kehamilan.
3) Efek Samping
Pemberian imunisasi BCG dapat menimbulkan beberapa efek
samping dintaranya dapat menimbulkan demam,terdapat luka
ditempat suntikan yang dapat sembuh dengan
sendirinya,limfadenitis dan reaksi panas (Renuh,2011)
b. Imunisasi Hepatitis B

Gambar 2, vaksin Hepatitis B


Sumber. Kemenkes 2014
Menurut Maryunani (2010), antibodi yang dimasukkan
kedalam tubuh sebagai imunitas aktif untuk mengatasi penyakit yang
dapat merusak hati (heptitis B) disebut imunisasi hepatitis B.
1) Dosis dan Cara pemberian
Maryunani (2010), mengungkapkan bahwa vaksin hepatitis B
sebaiknya langsung diberikan kepada bayi baru lahir,karena
vaksin hepatitis B merupakan upaya perevntiv dalam mencegah
terjadinya penularan dri ibu ke bayinya yang dianjurkan diberikan
pada 12 jam post natal dengan syarat keadaan bayi dalam kondisi
baik dan stabil,serta tidak terdapat gangguan pada paru-paru dan
jantung. Menurut Renuh et.al, (2011), vaksin hepatitis B
disuntikkan kedalam jaringan otot (intramuskular), pada neonatus
dan bayi biasanya disuntikan pada anterolateral femur, sedangkan
pada anak besar dan dewasa, diberikan pada bagian lengan atas
(deltoid). Jarak pemberian pada dosis pertama dan kedua minimal
1 bulan, jika jarak antara pemberian pertama dan kedua lebih
lama tidak berpengruh pada imunogenitas/antibodi setelah
imunisasi selesai.
Cahyono (2010) mengungkapkan bahwa pada ibu yang
menderita HbsAg positif bukan hanya vaksin hepatitis B juga
akan diberikan vaksin hepatitis immunoglobulin (HBIg) o,5 ml
pada sisi tubuh yang lainnya dalam 12 jam setelah lahir. Karena,
Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg) akan memberkan
perlindungan segera mungkin walaupun dalam waktu yang
singkat yaitu 3-6 bulan.
2) Efek Samping
Menurut Ranuh et.al, (2011), ketika dosis pertama yang
diberikan terputus, maka segera berikan imunisasi kedua,
sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan interval 2 bulan
dari pemberian imunisasi yang kedua. Akan tetapi, jika dosis
ketiga terlambat diberikan maka akan segera diberikan kembali
ketika memungkinkan. Umumnya akan timbul efek samping
seperti reaksi lokal yang ringan dan sementara yang terkadang
dapat terjadi demam ringan dalam jangka 1-2 hari.
c. Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, Tetanus)

Gambar 3, vaksin DPT


Sumber. Kemenkes RI 2014

Peter et,al. (2017), menungkapkan bahwa pemberian imunisasi


DPT dapat mencegah anak terpapar penyakit difteri yaitu peradangan
pada tenggorokan berat akibat infeksi oleh Corynebacterium
diphteriae yang mampu bermetastase ke sistem saraf dan jantung
yang dapat mengakibatkan kematian, pertusis (batuk rejan atau batuk
100 hari) infeksi oleh Bordetella pertussis dengan manifestasi
batukmata merah,demam yang akan memunculkan keparah,dan yang
dapat dicegah oleh imunisasi DPT juga adalah tetanus akibat infeksi
dari Clostridium tetani yang timbul dri luka yang dalam.tetanus
memiliki manifetasi seperti kejang, kaku otot perut,kaku rahang,
disertai demam dan keringat, pada bayi biasanya timbul gejala
berhenti menetek (sucking) dalam 3-28 hari setelah lahir.
1) Dosis dan Cara Pemberian
Menurut Renuh (2011), imunisasi dasar DPT diberikan pada
bayi sejak berusia 2 bulan yang akan diberikan sebanyak 3 kali,
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi sebelum
berusia 6 minggu dengan jarak pemberian 4-8 minggu. Jadi
pemberian pertama pada bayi berusia 2 bulan, pemberian kedua
pasa usia 4 bulan dan pemberian ketiga pada usia 6
bulan.kemudian imunisasi DPT lanjutan atau DPT-4 dapat
diberikan dengan jarak 1 tahun setelah pemberian imunisasi
ketiga tepatnya pada usia 18-24 bulan dan DPT-5 pada saat usia 5
tahun atau anak pra sekolah.
2) Kontraindikasi
Cahyono (2010), mengungkapkan bahwa Anak yang
sebelumnya telah diberikan vaksin dan terjadi reaksi alergi berat,
dan ensefalopati tidak dianjurkan mendapat vaksin ini, kemudian
ada beberapa keadaan yang memerlukan perhatian khusus ketika
pemberian vaksin sebelumnya seperti adanya riwayat demam
tinggi, respon dan gerak kurang (hipotonik-hiporesponsif) dalam
48 jam, anak menangis terus selama 2 jam, dan memiliki riwayat
kejang selama 3 hari setelah di imunisasi DPT. Anak dengan
infeksi penyakit kulit akut sebaiknya pemberian vaksin ini
ditunda. Karena, respon tubuh terhadap pertusis dianggap tidak
optimal, serta vaksin pertusis tidak diperbolehkan diberikan
kepada ibu hamil.
3) Efek Samping
Menurut Dewi (2012), beberapa efek samping yang mungkin
akan timbul yaitu doantaranya, demam, rasa sakit pada daerah
penyuntikan, peradangan, dan kejang meskipun jarang terjadi dan
apabila terjadi maka pemberian vaksin pertusis harus dihentikan
selanjutnya. Namun, rasa sakit dan terjadinya peradangan dapat
sembuh sendiri dalam beberapa hari.
d. Imunisasi Polio

Gambar 4, vaksin polio


Sumber, Kemekes RI 2014
Menurut Dewi (2012) vaksin polio adalah vaksin yang
digunakan untuk pencegahan penyakit polimelitis yang diakibatkan
oleh virus polio pada bagian tulang belakang yang dapat
mengakibatkan kelumpuhan. Vaksin virus ini membentuk sistem
imun dalam darah yang bertempat di usus atau epitelium usus yang
akan memproteksi terhadap virus yang masuk.
1) Dosis dan Cara Pemberian
Menurut Istriyati (2011), pemberian vaksin polio sebanyak 4
kali yang disebut polio I,II,II dan IV melalui oral atau ditetskan
kedalam mulut sebanyak dua tetes(0,1 ml). Vaksin polio
selanjutnya diberikan dengan jarak 4 minggu, setelah vaksin
diteteskan alat penetes atau dropper harus diganti ketika akan
membuka vial yang baru.
2) Kontraindikasi
Proverawati dan Andhini (2010), mengungkapkan bahwa
seseorang yang mengalami penurunan kekebalan tubuh atau yang
sedang sakit tidak diperbolehkan deberikan vaksin polio
meskipun tidak terdapat efek yang membahayakan karena
diberikan vaksin polio pada anak yang sakit. Namun, jika tidak
merasa yakin dikarenakan sedang mengalami diare, maka dosis
ulangan dapat diberikan ketika sembuh. Sedangkan menurut
Cahyono (2010), anak-anak yang sdang demam > 38,50C,
defisiensi imunitas, kanker, penderita HIV, ibu hamil trimester
pertama,dan yang alergi terhadap pemberian vaksin polio.
Beberapa orang akan merasakan gejala pusing, diare ringan serta
nyeri otot.
3) Efek Samping
Menurut Renuh (2011), pemberian vaksin polio sangat sedikit
menimbulkan efek samping, sejauh ini efek samping yang
laporkan yaitu berupa lumpuh layu, belum pernah ada laporan
kasus meninggal akibat diberikan vaksin polio tetes.
e. Imunisasi Campak

Gambar 5, vaksin campak


Sumber, Kemenkes RI 2014
Novitasari (2015), mengungkapakan bahwa imunisasi campak
adalah virus campak yang telah dilemahkan berguna untuk membuat
kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Imunisasi ini sebagai
upaya dalam mencegah terjadinya penyakit campak yang merupakan
penyakit menular serta sering menjadi penyebab terjadinya Kejadian
Luar Biasa (KLB).
1) Dosis dan Cara Pemberian
Menurut Renuh (2011), imunisasi campak diberikan 1 kali saat
anak berusia 9 bulan dengan cara subkutan meskipun dapat juga
diberikan melalui intramuskular dengan dosis 0,5 ml. Sedangkan
Novitasari (2015), mengungkapkan bahwa imunisasi campak
diberikan satu kali pada anak usia 9-11 bulan dengan dosis 0,5 cc.
Vaksin campak terlebuh dahulu dilarutkan dalam cairan pelarut
steril 5 ml kemudian disuntikkan dibawah kulit (subkutan) pada
lengan atas.
2) Kontraindikasi
Menurut Kemenkes RI (2017), anak-anak yang mengalami
penurunan sistem kekebalan tubuh atau mengalami gangguan
pada sistem kekebalan tubuh atau seseorang yang mengalami
gangguan imun akibat leukimia dan lymphoma adalah bentuk
kontraindikasi terhadap pemberian vaksin campak.
3) Efek Samping
Renuh et.al, (2011) mengungkapkan efek samping yang dapat
muncul dikarenakan imunisasi campak yaitu demam >39,5oC
yang biasanya terdapat pada 5%-15% kasus, demam kadang
timbul pada hari ke 5 sampai 6 setelah pemberian imunisasi dan
terjadi selama 5 hari. Kemerahan pada kulit dapat terjadi pada 5%
resipian yang muncul pada hari ke 7 sampai 10 setelah imunisasi
yang terjadi dalam 2 sampai 4 hari. Kejang demam, reaksi berat
ketika terjadi gangguan pada sistem saraf pusat misalnya
ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi yang biasanya
muncul setelah 30 hari sebanyak 1:1 milyar dosis vaksin.
4. Jadwal pemberian imunisasi
Dibawah ini pada tabel 1 akan dijelaskan mengenai jadwal dan dosis
pemberian imunisasi yaitu:
Jumlah
Jenis Jarak Waktu Umur
Pemberian Keterangan
Vaksin Pemberian Pemberian
Imunisasi
Pemberian BCG
optimal diberikan
sampai usia 2
0-11 bulan, dapat
BCG 1 Kali -
Bulan diberikan sampai
usia <1 tahun tanpa
perlu melakukan
tes mantoux
Pemberian
Hepatitis B paling
optimal diberikan
pada bayi <24 jam
pasca persalinan,
dengan didahului
0-11 suntikan vitamin
Hepatitis B 3 Kali 4 Minggu K1 2-3 jam
Bulan sebelumnya,
khusus daerah
dengan akses sulit,
pemberian
Hepatitis B masih
diperkenankan
sampai <7 hari
3 Kali ( DPT 0-11
DPT 4 Minggu
I,II, dan III) Bulan
POLIO 4 Kali ( Polio 4 Minggu 0-11 Bayi lahir di
Institusi Rumah
I,II,II, dan IV) Bulan
Sakit, Klinik dan
Bidan Praktik
Swasta, Imunisasi
BCG dan Polio 1
diberikan sebelum
dipulangkan
9-11
CAMPAK 1 Kali -
Bulan
Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi. Sumber: Kemenkes RI, 2017
E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Imunisasi
Menurut beberapa ahli menungkapkan bahwa ada beberapa faktor
dalam pemberian kelengkapan imunisasi diantaranya sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), pancaindera manusia merupakan
sumber pengetahuan dasar untuk manusia yang berasal dari tindakan-
tindakan yang dilakukan terhadap objek tertentu. Proses pengetahuan ini
melalui sistem indera manusia yaitu sistem indera
penglihatan,pendengaran,penciuman, perasa dan peraba. Agustina (2012)
menungkapkan ibu yang memiliki pengetahuan tinggi mengenai
imunisasi dapat memberikan motivasi pada dirinya untuk memberikan
imunasasi sebagai wujud konsistensi tindakan dari sebuah pengetahuan.
Ismet (2013), mengungkapkan bahwa semakin banyak seseorang
,engetahui tentang imunisasi, memungkinkan seseorang untuk
melakukan tindakan sesuai pengetahuannya yaitu dengan memberikan
imunisasi lengkap pada balitanya. Pengetahuan dapat diperoleh melalui
informasi, seseorang yang memiliki banyak informasi akan semakin
banyak pula pengetahuannya, sama halnya ketika seseorang sedikit
mendapatkan informasi akan sedikit pula prngrtahuannya, seseorang
yang memiliki banyak pengetahuan akan lebih baik dalam menerima
informasi yang diberikan.
2) Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2012), pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi proses belajarnya, makin tinggi pendidikan seseorang
maka akan semakin baik seseorang menerima informasi, akan tetapi,
tidak menutup kemungkinan seseorang yang berpendidikan rendah sukar
menerima informasi atau memiliki pengetahuan yang rendah, karena
pengetahuan seseorang tidak mutlak berdasarkan pendidikan seseorang
tetapi melalui objek yang memiliki aspek negatif dan positif, sehingga
semakin banyak aspek positif terhadap obyek tersebut yang diketahui
maka dapat memunculkan tindakan yang positif terhadap obyek tersebut.
3) Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (2010), dukungan keluarga merupakan suatu sikap
atau tindakan keluarga kepada anggota keluarganya seperti memberikan
dukungan berupa informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional. Sikap, tindakan dan penerimaan
terhadapa anggota keluarga merupakan bagian dari hubungan
interpersonal yang membuat anggota keluarga merasa diperhatikan.
Suzanne (2011), mengungkapkan bahwa seorang ibu memerlukan
dukungan dari suami seperti izin, motivasi dan fasilitas yang
memudahkan dalam melakukan secara rutin sesuai jadwal imunisasi.
Sedangkan menurut Pratiwi (2012), tidak hanya dukungan dari suami
tetapi juga dukungan dari anggota keluarga lainnya seperti orang
tua/mertua yang juga dapat memberi sikap positif dalam melaksanakan
imunisasi.
Menurut Ismet (2013),bahwa peran keluarga membawa pengaruh yang
besar dalam pembentukan tindakan yang positif, sebab keluarga
merupakan orang terdekat diantara anggota keluarga yang lain.
Sehingga, keluarga yang memiliki respon positif terhadap pelaksanaan
kegiatan imunisasi maka kegiatan ini akan terlaksana dengan baik.
4) Sikap
Notoatmodjo (2010), mengungkapkan sebelum seseorang bersikap ada
beberapa proses yang terjadi yaitu, awareness (kesadaran), interest
(tertarik), evaluation (mempertimbangkan dampak baik dan buruk
stimulus tersebut terhadap dirinya), Trial (mulai mencoba prilaku baru),
adoption (subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus).
Menurut Natasha et.al,(2013), pendapat seseorang atau penilaian
seseorang pada lingkungan yang berhubungan dengan kesehatan disebut
sikap. Natasha et.al,(2013),juga mengungkapkan bahwa seseorang yang
memiliki sikap positif tidak menutup kemungkinan akan menjadikan
tindakan yang positif, begitupun sebaliknya.
5) Jarak Tempat Pelayanan Imunisasi
Lawrence W. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010),
mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menjadi kontribusi
penting dalam pelayanan kesehatan adalah ketersediaan dan
keterjangkauan sumber daya seperti halnya tenaga kesehatan yang
mudah dijangkau untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Jarak tempat
pelayanan kesehatan yang dekat dengan rumah masyarakat dapat
mempersingkat waktu yang dibutuhkan sehingga tingkat pemanfaatan
pelayanan kesehatan juga meningkat.
Menurut Agustina (2012), terjangkaunya tempat pelayanan imunisasi
merupakan salah satu faktor untuk tercapainya derajat kesehatan dalam
pemberian imunisasi lengkap kepada masyarakat. Jarak tempat
pelayanan kesehatan yang dapat ditempuh merupakan motivasi untuk
orang tua datang memberikan imunisasi pada anaknya, seperti jarak
anatar tempat pelayanan yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat,
dan tersedianya transportasi yang memadai.
6) Dukungan Petugas Kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
mengemukakan bahwa setiap orang yang mengabdikan diri pada sektor
pelayanan kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan disebut
tenaga kesehatan.
Menurut Suparyanto (2011), petugas kesehatan memeliki tanggung
jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan pada individu dan
masyarakat secara profesional. Sehingga ibu termotivasi untuk datang
memberikan imunisasi kepada anaknya dengan memberikan informasi
untuk menambah pengetahuan masyarakat pentingnya imuniasi
2. Kerangka Konsep
Menurut Nursalam (2014), kerangka konsep merupakan suatu bentuk teori
yang dapat menjelaskan keterkaitan antara variabel-variabel, baik variabel yang
akan diteliti maupun variabel yang tidak diteliti. sehingga, kerangka konsep dapa
membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan teori. Untuk
mempermudah, kerangka konsep dikemas dalam bentuk gambar di bawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kharasteristik ibu :

 Pendidikan
 Pengetahuan
 sikap
Ketidakpatuhan
Dukungan Keluarga pemberian imunisasi

Jarak Tempat Pelayanan


Kesehatan

Dukungan Petugas
Kesehatan

Persepsi Umum:

 Manfaat imunisasi
 Efek samping imunisasi
Keterangan :
= Ditliti = Tidak Diteliti

Gambar 6, Kerangka Konsep Penelitian


Sumber. Notoatmodjo (2010), Rachmawati (2016)
3. Hipotesis
Menurut Notoatmodjo (2014), kesimpulan sementara dari penelitian yang
dilakukan adalah hipotesis. Hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan rumusan
masalah yaitu sebagai berikut:
a) Hipotesis Alternatif (Ha)
1) Terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua terhadap
ketidakpatuhan orang tua dalam pemberian imunisasi lengkap di
wilayah kerja Puskesmas Pembantu Desa Maninili Utara
2) Terdapat hubungan antara pendidikan terhadap ketidakpatuhan dalam
pemberian imunisasi lengkap di wilayah kerja Puskesmas Pembantu
Desa Maninili Utara
3) Terdapat hubungan antara sikap terhadap ketidakpatuhan orang tua
dalam pemberian imunisasi lengkap di wilayah kerja Puskesmas
Pembantu Desa Maninili Utara
4) Terdapat hubungan antara dukungan keluarga terhadap
ketidakpatuhan orang tua dalam pemberian imunisasi lengkap di
wilayah kerja Puskesmas Pembantu Desa Maninili Utara
5) Terdapat hubungan antara jarak tempat pelayanan kesehatan terhadap
ketidakpatuhan orang tua dalam pemberian imunisasi lengkap di
wilayah kerja Puskesmas Pembantu Desa Maninili Utara
6) Terdapat hubungan antara dukungan petugas kesehatan terhadap
ketidakpatuhan orang tua dalam pemberian imunisasi lengkap di
wilayah kerja Puskesmas Pembantu Desa Maninili Utara

Anda mungkin juga menyukai