Anda di halaman 1dari 19

Skip to content

 BERANDA
 JOURNA READING ELEVATED CALCIUM AFTER ACUTE ISCHEMIC
STROKE BY KRISNA PERDANA   LOLO
 PERIHAL

Cari

sarafambarawa
PEMBELAJARAN SYARAF DI AMBARAWA
LAPORAN KASUS

Laporan Kasus Trauma Kepala – Ayu Mutiarasari


9 MEI 2015  DEPARTEMEN NEUROLOGI AMBARAWA TINGGALKAN KOMENTAR
 LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama                           : Ny. S Umur                           : 50 Tahun Jenis Kelamin              :
Perempuan Agama                         : Islam Alamat                                    : Karangduren 02 / 01
Tengaran Kab.Semarang Pekerjaan                     : Swasta Masuk RS                   : 05 Juni 2014 ,
pukul 20:57 No. CM                       : 059706

1. ANAMNESIS
Diperoleh dari suami dan anak pasien (aloanamnesa). Dilakukan pada tanggal 05 Juni dan 06
Juni 2014 II.1 Keluhan utama Penurunan kesadaran II.2 Keluhan Tambahan – II.3Riwayat
Penyakit Sekarang Pasien datang dengan penurunan kesadaran, sebelumnya pasien mengalami
kecelakaan ditabrak sepeda motor, pada hari selasa tanggal 03 Juni 2014, pasien pingsan di
tempat kejadian lalu dibawa ke puskesmas, pasien tidak sadarkan diri ±2 jam, sampai di
puskesmas pasien sadar lalu mengeluh pusing, dan mual muntah. Muntah berupa makanan yang
diisikan ke perut pasien. Pasien muntah lebih dari 2 kali. Pasien sempat tidak ingat kejadian pada
saat kecelakaan, pasien juga tidak ingat identitasnya sendiri dan keluarganya. Lalu pasien di
rujuk ke RS KS dan dirawat selama 3 hari, setelah 1 hari di rawat di RS KS pasien sudah tidak
muntah-muntah, dan sudah ingat dengan identitasnya sendiri dan keluarganya, kemudian atas
permintaan keluarga, pasien dipindahkan ke RSUD Ambarawa pada hari Kamis tanggal 05 Juni
2014. Pasien datang ke RSUD Ambarawa dalam keadaan kesadaran yang menurun. Keluhan
tersebut tidak disertai kejang, demam, nyeri anggota gerak, kelemahan anggota gerak, keluar
darah dari hidung-mulut-telinga, dan  gangguan pendengaran. Setelah di rawat di RSUD
Ambarawa selama tiga belas hari, pasien mengalami perbaikan, pasien sadar, tidak nyeri kepala,
tidak mual dan tidak muntah. Tetapi pasien mengalami gangguan kepribadian seperti gelisah,
gampang marah dan gangguan komunikasi. 
  II.4 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat hipertensi tidak diketahui
 Riwayat tumor di kepala (-)
II.5 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat hipertensi pada keluarga (-)
II.6 Anamnesis sistem
 Sistem serebrospinal : kepala pusing
 Sistem kardiovaskuler  : tidak ada keluhan
 Sistem respiratorius              : tidak ada keluhan
 Sistem gastrointestinal            : muntah
 Sistem neuromuskuler         : tidak ada keluhan
 Sistem integumental : tidak ada keluhan
 Sistem urogenital         : tidak ada keluhan
 RESUME ANAMNESIS
Seorang perempuan, umur 50 tahun dengan penurunan kesadaran dan riwayat kecelakaan lalu
lintas, kepala terbentur, pasien pingsan ±2 jam, pasien tidak ingat kejadiannya dan keluarga,
pasien mengeluh pusing, dan mual muntah. Tapi tidak disertai kejang, demam, nyeri anggota
gerak, kelemahan anggota gerak, keluar darah dari hidung-mulut-telinga, dan gangguan
pendengaran. Pasien dirawat di RSUD Ambarawa selama 13 hari. DISKUSI 1 Dari anamnesa
tersebut didapatkan pasien perempuan berusia 50 tahun dengan penurunan kesadaran, pasien
sempat muntah, dan lupa ingatan. Beberapa kumpulan gejala yang dialami pasien merupakan
suatu sindroma pasca trauma kepala yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami
pasien 3 hari yang lalu. Menurut Brain Injury Association of America,cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown,
Thomas, 2006). Pada pasien ini didapatkan adanya amnesia retrograde, yaitu pasien tidak dapat
mengingat kejadian sebelum terjadinya kecelakaan. Ketidakmampuan untuk mengingat sebagian
atau seluruh pengalaman masa lalu atau amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik di
otak, namun dapat juga disebabkan faktor psikologis, misalnya pada gangguan stres pasca
trauma individu dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis. Posttraumatic
amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe yaitu retrograde yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw
sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang telah
terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma, lamanya amnesia retrograde biasanya akan
menurun secara progresif. Tipe yang kedua dari postraumatic amnesia adalah amnesia
anterograde, suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah kecelakaan, yang
menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang tidak akurat.   DIAGNOSIS
SEMENTARA Diagnosis klinis           : Penurunan kesadaran Diagnosis topik           :
Intrakranial Diagnosis etiologi       :  Cedera Kepala
1. PEMERIKSAAN FISIK
VI.1 Status Generalis (Dilakukan tanggal 06 Juni 2014) Keadaan umum           : lemah, gizi
baik, tampak sakit berat Kesadaran kualitatif    : GCS  E2 V2 M4 Tanda vital                  : Tekanan
darah = 140 / 80 mmHg Nadi = 80 x/mnt Pernafasan = 18 x/mnt Temperatur = 36,5 o C SPO₂ =
98% Kepala             : mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
3mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+, dalam batas normal Leher               : limfonodi tidak
teraba pembesaran, JVP tidak meningkat, Leher tegang   (-), Kaku kuduk (-), Meningeal sign (-)
Dada               : retraksi dinding dada (-) Paru                 : sonor, vesikuler normal di seluruh
lapangan paru, suara tambahan (-), dalam batas normal Jantung            : konfigurasi dalam batas
normal, SI-II tunggal, dalam batas   normal Abdomen        : supel, tympani, massa (-), bising
usus normal Hepar dan Lien   tidak teraba pembesaran Ekstremitas     : edema (-), atrofi otot (-)

VI.2 Status psikiatrikus


Tingkah laku               : sdn
Perasaan hati               : sdn Orientasi                      : sdn Kecerdasan                 : sdn Daya ingat
: sdn

VI.3 Status neurologis


Sikap tubuh                 : lurus dan simetri Gerakan abnormal      : tidak ada Kepala                        
: mesocephal, ukuran normal Leher                           : kaku kuduk (-); tanda meningeal (-)      

Kanan Kiri
Nervi kraniales
N.I Daya penghiduan Sdn Sdn
Daya penglihatan Sdn Sdn
Penglihatan warna Sdn Sdn
N.II Lapang pandang Sdn Sdn
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Sdn Sdn
Gerakan mata ke atas Sdn Sdn
Gerakan mata ke bawah Sdn Sdn
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Reflek cahaya langsung (+) (+)
Reflek cahaya konsensuil (+) (+)
N.III Strabismus divergen (-) (-)
Gerakan mata ke  lateral bawah Sdn Sdn
N.IV Strabismus konvergen (-) (-)
N.V Menggigit Sdn Sdn
Membuka mulut Sdn sdn
Sensibilitas muka Sdn Sdn
Reflek kornea + +
Trismus (-) (-)
Gerakan mata ke lateral Sdn sdn
Strabismus konvergen (-) (-)
N.VI Diplopia –
Kedipan mata Sdn Sdn
Lipatan nasolabial Sdn Sdn
Sudut mulut Sdn Sdn
N.VII Mengerutkan dahi Sdn sdn
Mengerutkan alis Sdn sdn
Menutup mata Dbn Dbn
Meringis Sdn Sdn
Menggembungkan pipi Sdn
Daya kecap lidah 2/3 depan Sdn Sdn
Mendengar suara berbisik Sdn Sdn
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Webber Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.VIII
Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang Sdn Sdn
Reflek muntah Sdn
Sengau Sdn Sdn
N.IX Tersedak Sdn Sdn
N.X Denyut nadi 80 x/ menit, isi cukup
Arkus faring simetris ka=ki
Bersuara Sdn
Menelan Sdn
Memalingkan kepala Dbn
Sikap bahu Simetris
Mengangkat bahu Sdn Sdn
N.IX Trofi otot bahu Eutrofi
Sikap lidah Simetris
Artikulasi Sdn
Tremor lidah Sdn Sdn
Menjulurkan lidah Sdn Sdn
Trofi otot lidah Sdn Sdn
N.XII Fasikulasi lidah Sdn Sdn
*sdn =sulit dinilai dbn = dalam batas normal Leher               : Kaku kuduk (-), Meningeal Sign
(-) Ekstremitas     : tidak ada lateralisasi

 TR

  TN

            sdn       sdn                     sdn     sdn                   N         N                    E      E


            sdn       sdn                    sdn     sdn                     N       N                     E      E
 

RP

CL –/–

RF

     +      +                               –      –                                                     +      +               


–     –            Reflek Patologis                      : tidak ada refleks patologis
Sensibilitas                              : sdn Vegetatif                                 : BAB BAK
normal                           
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
VII.1 Laboratorium

07 Juni 2014
Darah Rutin Hemoglobin     : 14,7 Lekosit Kimia Klinik Gula Darah Sewaktu : 124
: 12,3 ↑ Eritrosit            : 4,95 Hematokrit     : 44 ↑SGOT            : 16 SGPT             :
↑ Trombosit       : 451 ↑MCV                : 88,9 18 Ureum             : 52,3 ↑ Creatinin          :
MCH                : 29,7 MCHC             : 0,53 Kolesterol       : 324 ↑ HDL              :
33,4 Limfosit%       : 15,2 ↓ Monosit%        : 47 LDL              : 244,4 ↑ Albumin         :
6,9 Eusinofil %     : 0,2 ↓Basofil %        : 4.35 ↑Globulin        : 2.81 Asam urat      :
0,4 Netrofil %       : 77,3 ↑ 4.90 Trigliserida     : 163 ↑
VII.2 Pemeriksaan Radiologi
 CT-Scan (03 Juni 2014)

·   Tampak lesi hiperdens dengan edema perifokal pada daerah subarachnoid dan pada ganglia
basalis kiri ·   Ventricle lateralis kiri lebih sempit disbanding kanan ·   Sulci corticalis dan
fissure sylvii tampak dalam batas normal. ·   Pons dan cerebellum normal ·   Mastoid,
nasofaring, sinus paranasal dan orbita tenang ·   Tak tampak fraktur pada tulang – tulang
cranium. ·   Kesan : Intracerebral hemorrhage pada daerah ganglia basalis kiri, subarachnoid
haemoragic. ·   Tak tampak tanda peninggian tekanan intracranial. ·   Jumlah kisaran
perdarahan : Rumus Broderick (p x l x jumlah irisan yang terkena) : 2 2 x 1 x 26 : 2 = ± 26cc
   
 DISKUSI II
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pada pasien kesadarannya menurun dengan GCS 8,
menurut jenis cedera kepala sesuai GCS, maka pasien masuk kedalam Cedera kepala berat,
selain itu pada pasien juga didapatkan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti
pusing dan muntah. Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan peningkatan
leukosit yang disebabkan karena adanya reaksi inflamasi terhadap infeksi pada cedera kepala,
disertai peningkatan profil lipid, hal itu merupakan respon metabolisme terhadap cedera kepala,
pada hasil CT-SCAN didapatkan adanya perdarahan subarachnoid, perdarahan intracerebral dan
hematom ekstrakranial. Hal itu merupakan akibat dari trauma kepala yang dialami pasien.
Berikut penjelasan secara klinis tentang trauma kepala. Setelah dilakukan perawatan di rumah
sakit selama tiga belas hari pasien menunjukan adanya gangguan prilaku, emosi dan komunikasi.
Hal itu menunjukan bahwa pasien mengalami sindrom lubos frontalis. Pasien yang mengalami
sindrom lobus temporalis akan mengalami gangguan watak-tabiat, gangguan kognitif dan
psikomotorik. Gangguan psikomotorik pada penderita sindrom lubos frontalis memperlihatkan
gangguan inisiatif, sehingga pasien menjadi malas melakukan hal yang biasanya dikerjakan
sehati-hari seperti makan, mandi dan bekerja. Gangguan kognisi  terjadi karena adanya
kemunduran dalam daya ingat terutama ingatan jangka pendek, penderita juga tidak langsung
mengerti dengan apa yang ditanyakan. Gangguan perangai dijumpai juga pada penderita sindrom
frontalis seperti euforia, koprolalia, cepat marah, impulsif agresif, dan kehidupan seksual yang
menyimpang. TRAUMA KEPALA
 Definisi
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur
kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan
otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-
Brown, Thomas, 2006).
 Jenis Trauma Kepala
Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma 
(Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu
secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan
fragmen-fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and
Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu
pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan
tengkorak. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada
dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma
adalah seperti berikut;
1. a) Fraktur
Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple
fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari
setiap fraktur adalah sebagai berikut:
 Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit
 Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi
dan ‘splintering’.
 Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
 Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak
terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada
bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang
lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4%
pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional
Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii
yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s
eye(penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga
menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa
anterior, media dan posterior (Garg, 2004). Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada
tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula.
Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari (Garg, 2004).
1. b) Luka memar (kontosio)
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah
(kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi
bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan
tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital.
Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti
luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di
sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan,
2004).
1. c) Laserasi (luka robek atau koyak)
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata
lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan
teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit.
Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan
biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.

1. d) Abrasi
Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai
sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa
sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.

1. e) Avulsi
Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih
berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah
kecederaan (Mansjoer, 2000).

 Berdasarkan mekanisme cedera


Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya
penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.

 Berdasarkan Beratnya Cedera


Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan
kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai
adalah;

1. Proses membuka mata (Eye Opening)


2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)
3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;

1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 – 15


2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 – 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 – 8
1. a) Trauma Kepala Ringan
Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi operatif dalam
48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau
cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa
menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala
dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,
hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena
tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala
tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian
ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi,
2004).
1. b) Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 – 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48
jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau
somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu
penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15
mmol/L (Parenrengi, 2004).
1. c) Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S,
Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang
menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer
seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai
tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala
secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai
dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini
mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986).

 Berdasarkan morfologi cedera


1. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau
bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan
pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur
dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :

 Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)


 Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
 Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
 Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari
tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.

1. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi
bersamaan. Termasuk lesi lesi local ;

 Perdarahan Epidural
 Perdarahan Subdural
 Perdarahan Intraserebral
 Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal
atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi
klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa
jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist
unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor,
hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior
dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan
kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan
epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.

 Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi
perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:

1. Perdarahan subdural akut


Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat,
serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.

1. Perdarahan subdural subakut


Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan
dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran.

1. Perdarahan subdural kronis


Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa
minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas.
Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang
lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.

 Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang
dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).

 Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan
intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral

 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi
penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter
coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008).
 Gejala Klinis Trauma Kepala
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:

 Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:


 Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
 Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
 Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
 Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
 Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
 Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
 Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
 Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
 Mual atau dan muntah.
 Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
 Perubahan keperibadian diri.

 Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;
 Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau
meningkat.
 Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
 Trias (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
 Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstrimitas.
 Patofisiologi
Benturan kepala terjadi pada tiga jenis keadaan :

1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak.


Kekuatan benda yang bergerak akan menyebabkan deformitas akibat percepatan, perlambatan
dan rotasi yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba terhadap kepala dan jaringan otak. Trauma
tersebut bisa menimbulkan kompresi dan regangan yang bisa menimbulkan robekan jaringan dan
pergeseran sebagian jaringan terhadap jaringan otak yang lain.

2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam


Kepala yang sedang bergerak kemudian membentur suatu benda yang keras, maka akan terjadi
perlambatan yang tiba-tiba, sehingga mengakibatkan kerusakan jaaringan di tempat benturan dan
pada sisi yang berlawanan terdapat tekanan negatif paling rendah sehingga terjadi rongga dan
akibatnya dapat terjadi robekan.

3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain dibentur oleh benda
yang bergerak (kepala tergencet)
Pada kepala yang tergencet pada awalnya dapat terjadi retak atau hancurnya tulang tengkorak.
Bila gencetannya bebat tentu saja dapat mengakibatkan hancurnya otak. Mekanisme timbulnya
lesi pada cedera kepala :
1. Getaran Otak
Trauma pada kepala menyebabkan seluruh tengkorak beserta isinya bergetar. Kerusakan yang
terjadi bergantung pada besarnya getaran. Makin besar getarannya makin besar kerusakan yang
ditimbulkannya.

2. Deformitas tengkorak
Benturan pada tengkorak menyebabkannya menggepeng ini akan membentur jaringan
dibawahnya dan menimbulkan kerusakan pada otak. Pada sisi sebrangnya, tengkorak bergerak
menjauh dari jaringan otak dibawahnya sehingga timbul ruangan vakum yang dapat
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah.

3. Pergeseran otak
Benturan pada kepala menyebabkan otak bergeser mengikuti arah gaya benturan. Gerakan
geseran lurus ini disebut juga gerak translasional. Geseran ini dapat menimbulkan lesi bila
permukaan dalam tengkorak. Kelambanan otak karena konsistensinya yang lunak menyebabkan
gerakannya tertinggal terhadap gerakan tengkorak. Di daerah seberang gerakan otak akan
membentur tulang tengkorak dengan segala akibatnya.

4. Rotasi Otak
Holbourn (1943) mengatakan bahwa rotasi otak dapat terjadi pada bidang sagital, horizontal,
koronaldan kombinasinya. Gerakan berputar ini tampak disemua daerah kecuali di daerah frontal
dan temporal. Di daerah dimana otak dapat bergerak, kerusakan otak yang terjadi sedikit atau
tidak ada. Kerusakan terbesar terjadi di daerah yang tidak dapat bergerak atau terbatas
gerakannya, yaitu daerah frontal di fossa serebri anterior dan daerah temporal di fossa serebri
media. Karena sulit bergerak, jaringan otakdi daerah ini mengalami regangan yang
mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dan serat-serat. Respon metabolisme pada
cedera kepala Pada cedera otak berat timbul banyak perubahan metabolisme dan sekresi hormon
yang merupakan mekanisme pertahan tubuh. Terdapat kaitan yang kompleks antara pengadaan
energi, keseimbangan cairan dan elktrolit dan aktivitas endokrin. Cedera otak biasanya diikuti
dengan knaikan penggunaan energi dan metabolisme basal, yang setara dengan berat ringannya
cedera. Energi diperoleh dari deposit di jaringan endogen lewat proses kenaikan
glukoneogenesis, glikogenolisis dan proteolisis. Perubahan metabolisme tersebut diatur oleh
aktivitas neuroendokrin, ditandai kenaikan ekskresi nitrogen urine, perubahan substrat plasma
dan konsentrasi hormon. Respon metabolisme pada cedera otak lebih intens dan lebih lama
dibanding jenis cedera di organ lain, karena otak merupakan pusat pengendali banyak proses
fisiologis. Stimulus yang beraksi sentral menimbulkan respon yang lebih berat dibanding yang di
perifer.

 Hipermetabolisme
Penderita cedera otak berat selalu mengalami 2 masalah pokok yaitu kerusakan otak dan
gangguan sistemik yang bersifat tidak langsung. Salah satunya adalah hipermetabolisme yang
berkorelasi dengan berat ringannya cedera otak berat. Metabolisme diukur dengan instrumen
yang disebut measured energy expenditure (MEE). Lebih dari 15 peneliti mendapatkan kenaikan
MEE pada cedera otak berat. 40% penderita cedera otak mempunyai MEE diatas normal, yang
mencapai normal kembali setelah 2 minggu tergantung dari berat ringannya cedera kepala yang
dialami. Pemberian nutrien, steroid dan adanya infeksi secara statistik tidak signifikan menaikan
tingkat metabolisme sedangkan kenaikan intrakranial dan peradangan otak berkaitan erat dengan
kenaikan metabolisme. Akibat kenaikan metabolisme adalah kelemahan otot dan penurunan
berat badan. Juga terjadi peningkatan kebutuhan akan adenosis trifosfat (ATP) untuk menyokong
kerja jaringan dan organ. Kerusakan didalam jaringan otak dapat meningkatkan respon terhadap
rangsangan dari perifer. Tonus otot yang meninggi dan hipertensi turut meningkatkan
metabolisme. Peningkatan metabolisme mencapai puncaknya, dapat hingga 170% pada hari ke
5-11 setelah trauma. Metabolisme menurun pada penderita cedera kepala yang mengalami
kelumpuhan, yang mendapat terapi barbiturat dan obat-obat yang menghambat gerakan otot dan
penderita dengan penurunan kesadaran.

 Hiperglikemi
Dalam keadaan trauma, tubuh berusaha untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Terdapat
mekanisme kontrol dalam mempertahankan kadar glukosa darah dari berbagai stres baik fisik
maupun psikis isalnya pada cedera kepala. Hiperglikemia reaktif dapat terjadi sebagai reaksi non
spesifik terhadap terjadinya stres akibat kerusakan jaringan. Reaksi adalah fenomena yang tidak
berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multiple yang
berhubungan dengan cedera kepala fase akut. Keadaan ini dapat pula dijumpai pada keadaan
luka bakar, stroke, prosedur operasi dan infark miokard akut. Hiperglikemia yang terjadi
tergantung pada lokasi serta beratnya kerusakan jaringan otak akibat cedera kepala. Dalam
keadaan stress, ada 2 komponen utama sebagi respon adaptasi terhadap stress yaitu :

1. Sistem saraf autonom simpatis


2. Sistem corticotropin-realising hormon (CRH)
Pusat sistem simpatis terletak dibatang otak. Aktivasi sistem ini akan menyebabkan terjadinya
pelepasan terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin) yang mempunyai efek sangat kuat
terhdapa reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam hati, sehingga akan meningkatkan
pelepasan glukosa oleh hati masuk kedalam sirkulasi, selain itu juga menghambat pemakaian
glukosa di jaringan perifer. Juga akan menghambat sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Noreepinefrin, mempunyai efek lemah terhadap glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat
merangsang glikoneogenesis karena mempunyai efek lipolisis yang kemudian memberi asupan
gliserol bagi hati. Laktat juga mrupakan prekursos yang penting bagi glukosa dalam hati dan
merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di jaringan perifer dan kemungkinan down
regulation dari piruvat dehidroginase. Laktat akan berfungsi sebagai substrat alternatif bagi
proses glukoneogenesis dalam keadaan stress katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam hati
untuk berpartisipasi dalam proses glukoneogeneis, setelah dilepas dari jaringan adiposa, karena
kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai akibat sekresi hormon counterregulatory. Sistem
CRH tersebar diseluruh bagian otak tetapi paling banyak terdapat di nukleus paraventrikuler
hipotalamus. Perangsang sistem CRH akan mengaktivasi aksis hipofisis-adrenal. Hipofisis akan
menghasilkan adrenocorticotropin hormone (ACTH), yang akan merangsang korteks adrenal
untuk melepas kotrisol. Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah perangsangan
proses glukoneogenesis dan selanjutnya akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Selain
itu, stres dan kerusakan jaringan juga akan merangsang sekresi hormon pertumbuhan yang juga
mempunyai efek diabetogenik, mengurangi pemakaian glukosa. Sitokin seperti tumor necrosis
factor (TNF) mengubah metabolisme glukosa dengan mempengaruhi fungsi sel-sel pankreas
sehingga mengakibatkan terjadinya intoleransi glukosa. Pada cedera otak metabolisme basal
dapat meningkat hingga 30%. Mekanisme mungkin bersifat neural, kimiawi atau hormonal.
Katabolisme meningkat dengan kehilangan nitrogen mencapai 100mg/kgbb/24jam. Pada
keadaan ini protein lebih banyak diurai. Asam amino yang terurai dari proteolisis diantaranya
digunakan untuk pembentukan glukosa. Alanin, setelah keluar dari otot di dalam hepar diubah
menjadi glukosa dan dalam proses ini terbentuk ureum. Didalam otot glukosa diubah menjadi
asam piruvat yang kemudian diubah kembali menjadi alanin dengan proses transaminase dari
valin, leusin dan isoleusin. Siklus alanin ini berperan memberikan glukosa. Pembentukan
glukosa yang berlebihan oleh hepar dengan menggunaka alanin yang berasal dari penguraian
protein otot akan menyebabkan semakin tingginya kadar glukosa dalam darah.  
 Indikasi CT Scan
CT-Scan  adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui
bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh
komputer sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-
Scan akan tampak sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-
Scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur,
perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya
(Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti
berikut:
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral (Irwan, 2009).
Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma kepala jika
dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk melakukan CT-Scanadalah
jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual,
muntah atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow)
 primer ( hipertensive ) ICH
 ruptur dari saccular aneurisma
 ruptur AVM
 amyloid angiopathy
 infark hemoragik
 trauma
 gangguan perdarahan : warfarin antikoagulan, leukemia, aplastik anemia, purpura
trombositopenia, penyakit hati, komplikasi akibat pembelian trombolitik,
hiperfibrinolisis, christmast disease, dll.
 hemoragik sekunder akibat tumor otak
 emboli septik, mycotic aneurism
 penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 akibat dari beberapa kejadian yang jarang terjadi, diantaranya : setelah pemberian obat
vasopresor, selama arteriografi, komplikasi dari fistula carotis-cavernosa
AV, pseudomonas meningitis, dan karena gigitan ular berbisa.
 perdarahan akibat penyebab yang belum diketahui (tekanan darah normal, tidak ada
koagulopati, AVM, maupun aneurisma
 
1. DIAGNOSA AKHIR

Diagnosis Klinik : Penurunan kesadaran


Diagnosis topik : Lobus frontalis
Cedera kepala berat disertai Intraserebral haemoragic dan
Diagnosis etiologik : Subarachnoid haemoragic
1. PLANNING
 Perawatan intensif
 Konsultasi Rehab Medik (Fisioterapi) : positioning, alih baring, terapi gerak aktif dan
pasif, bed rest.
 Urin Cateter
 Terapi pembedahan
Indikasi bedah :
 perderahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan
hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel
 perdarahan intraserebral dengan lesi struktural, jika memiliki outcome baik dan lesi
strukturnya terjangkau
 pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang sampai besar (≥ 50cm³) yang
memburuk
 
1. PENATALAKSANAAN
XI.1 Rawat Inap
1. Infus RL 20 tpm
2. Kanul Oksigen 3lpm
3. Urin Cateter
4. Citicolin 2 x 500 mg
5. Piracetam 3 gr/ 6jam
6. Ranitidin 2x50mg
7. Deksamethason 2mg/ 8jam
8. Manitol 4|3|2|2|1 x 125 mg
9. Ceftriakson 1 gr/12jam
10. Furosemid 1×1
11. Ketorolac 2 x 50mg
12. PO : Haloperidol 3 x 1tab
  XI.2 Rawat Jalan
1. Citicolin 2×1 tab (500mg)
2. Mecobalamin 2 x 1 tab (500mg)
3. Ranitidine 2×1 tab (150mg)
4. Edukasi à
 Mengatur pola makan yang sehat (kurangi garam)
 Melakukan olah raga yang teratur
 Hindari konsumsi rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat pada nasihat dokter dalam hal diet dan obat
 DISKUSI III
Piracetam berperan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat kinase
(AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP dan
AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci
dalam rantai transport elektron dimana energi ATP diproduksi di mitokondria (James, 2004).
Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan
kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau
kemunculan post traumatik / concussion sindrom. Citicolin berperan untuk perbaikan membran
sel saraf melalui peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang
rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan
untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi
memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan darah ke
otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik
pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan
pemulihan ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak. Pada gangguan Neurologis, Diuretic
Osmotik (Manitol) merupakan jenis Diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah
suatu hiperosmotik agent yang digunakan dengan segera meningkatkan volume plasma untuk
meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen. Ini merupakan salah satu alasan
Manitol sampai saat ini masih digunakan mengobati pasien untuk menurunkan peningkatan
tenanan intra cranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus
dengan Hernisiasi. Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan untuk terapi
meningkatkan osmolalitas serum .(Ellen Barker. 2002). Dengan alasan fisiologis ini, cara kerja
Diuretic Osmotik (Manitol) ialah meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik cairan normal
dari dalam sel otak  yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang olmolar tinggi, untuk
menurunkan edema otak. Furosemid adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai
diuretik. Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel
tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Mekanisme
kerja furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal. Fungsi
utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan
cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. Ceftriakson
adalah derivat thiazolyl ditemukan pada tahun 1983 dari generasi ketiga sepalosporin dengan
sifat anti-laktamase dan anti kuman gram negatif kuat. Mekanisme kerja à Dinding sel bakteri
merupakan lapisan luar yang kaku, yang menutupi keseluruhan membran sitoplasma. Dinding sel
terdiri dari peptidoglycan. Seftriakson menghambat sintesis peptidoglycan yang diperlukan
kuman sehingga sel mengalami lisis dan sel bakteri akan mati. Ranitidin diberikan untuk
mencegah efek samping dan interaksi dari obat lain. Ranitidin bekerja menghambat reseptor H₂
secara selektif dan menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik,
stimulasi atau gastrin. Ketorolac merupakan analgesik poten dengan anti-inflamasi sedang.
Ketorolac memperlihatkan efektivitas sebanding morfin, masa kerjanya lebih panjang dan efek
sampingnya lebih ringan. Karena ketorolac sangat selektif menghambat COX-1, maka obat ini
hanya dianjurkan sipakai tidak lebih dari 5 hari karena kemungkinan tukak lambung dan iritasi
lambung besar sekali. Deksametason merupakan salah satu golongan kortikosteroid.
Kortikosteroid dapat mempengaruhi susunan saraf pusat secara tidak langsung melalui
metabolisme karbohidrat, sistem sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Secara mikroskopik, obat
ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler , migrasi
leukosit dan aktivitas fagositosis. Kortikosteroid juga efektif untuk mencegah atau mengobati
edema serebral. Haloperidol merupakan obat golongan antipsikosis tipikal. Haloperidol
mempunyai efek sedatif dan menurunkan ambang rangsang konvulsi. Haloperidol juga dapat
memberikan efek menenangkan keadaan mania pada pasien pikosis. Efek lainnya yaitu sebagai
antiemetik.
 PROGNOSIS
 Death : dubia ad malam
 Disease : dubia ad malam
 Disability : dubia ad malam
 Discomfort : dubia ad malam
 Dissatisfaction : dubia ad malam
 Distitution : dubia ad malam
1. FOLLOW UP (06 Juni – 18 Juni 2014)
 Subjective

SOAP 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Pusing – – – – + + + + + + + + +
Muntah + – – – – – – – – – – – –
Gelisah + + + + + + + + + + + + +
 
 Objective

SOAP 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18
KU Tampak sakit sedang KU membaik
GCS E2V2M4 E4V4M6 E4 V4 M6
RC , RK +/+
TTV
140 / 180/ 170/ 130/ 150/ 140/ 140/ 120/ 120/ 11
TD 80 100 140/90 110 100 140/90 130/80 100 100 90 80 80 70
80 80 100 96 84 80
N x/m 84 x/m 88 x/m 80 x/m x/m 84 x/m 84 x/m x/m x/m x/m x/m 76x/m 80
18  21 20 22 20 20 20 24
RR x/m 20 x/m x/m 24 x/m x/m 24 x/m 20 x/m x/m x/m x/m x/m x/m 20
36,5 36,7 36,9 36,5 36,4 36 36,2
S °C °C 36,8°C 36,4°C °C °C °C °C °C 37 ̊C 36,2 ̊C 36 ̊C 36
 
 Assesment & Planning

SOAP 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Assesment Cedera Kepala Berat dengan Perdarahan intraserebral dan subarachnoid
PLANNING
Kanul nasal O2 3 l/menit
Infus RL 20 tpm
Inj. Piracetam 3x 3 gr
Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Inj. Ranitidin 2×1
4×125 3×125 2×125 2×125 1×125
Inj. Manitol mg mg mg mg mg – – – – – – – –
Inj. Ceftriakson 2 x 1 gr –
Inj. Furosemid 1×1
Inj.Deksamethason 2 mg/ 8jam
Inj. Ketorolac 2 x 30mg
Haloperidol 2 x 1tab 3 x 1tab
Diltiazem 2 x 30mg
Clobazam 2 x 5mg
                        DAFTAR PUSTAKA  
 Guyton, Arthur C. 2008. Fisiologi Manusia dan mekanisme penyakit (Human Physiology
and Mechanism of Disease). Jakarta: EGC
 Sherwood, Lauralee.2006.Fisiologi Manusia dari sel ke sistem.Jakarta: EGC
 Neurologi klinik dasar
 Patofisiologi Sibernagl
 Neurologiby Departemen sarf RSPAD Gatot Subroto
 Adam, R.D., Victor, M., Ropper, A.H., 1997, Principles of Neurology, 6  th  ,
 Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
 Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
 Bronner LL., Kanter DS, Manson JE, 2000: Primary Prevention of Stroke : Medical
Progress, The New England Journal of Medicine.
 Meliala & Barus,  2008. Metilkobalamin dan penyakit-penyakit neurologis
 Toole JF: cerebrovascular disorder, 4 th ed, Raven Press, New York, 1990,365-376
 Feldmann E : Intracerebral hemorrhage, Stroke;22:5: 684-91
 Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh
dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.
pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html[Tanggal: 28 Februari 2014]
Tentang iklan-iklan ini
Bagikan ini:

 Twitter
 Facebook
 Google

BRAIN INJURY , LAPORAN KASUS

Navigasi pos
POS SEBELUMNYA
Clinical features of headache associated with mobile phone use: a cross-sectional study in
university students – Anggitia Nurlathifah Haque

POS BERIKUTNYA
The association of angiotensin-converting enzyme with biomarkers for Alzheimer’s disease –
Ayu Mutiarasari

Tinggalkan Balasan

SEARCH
Cari untuk:

KATEGORI
 Journal Reading(67)

 Laporan Kasus(64)
 PR(2)
 Tugas lain-lain(57)

BLOG DI WORDPRESS.COM.

Kembali ke atas

Anda mungkin juga menyukai