Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

TUMOR PALPEBRA

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan
manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Tumor Palpebra”. Shalawat beriring salam
penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan
panutan bagi umatnya.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalankan
telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik
dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan tangan terbuka,
semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Palpebra...........................................................................................5
2.2 Definisi...........................................................................................................7
2.3 Epidemiologi..................................................................................................7
2.4 Faktor predisposisi dan etiologi......................................................................8
2.5 Klasifikasi......................................................................................................9
2.6 Patofisiologi...................................................................................................10
2.7 Gejala Klinis dan Diagnosis...........................................................................12
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................13
2.9 Komplikasi....................................................................................................16

BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................................18

BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................23

BAB V KESIMPULAN...............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor palpebra adalah benjolan massa abnormal pada daerah sekitar mata
dan kelopak mata. Tumor palpebra bisa berasal dari kulit, jaringan ikat, jaringan
kelenjar, pembuluh darah, saraf, maupun dari otot sekitar palpebra. Kelopak mata
tersusun atas empat lapisan yaitu kulit dan jaringan subkutan serta adneksa, otot
lurik, tarsus dengan kelenjar meibom, serta konjungtiva palpebra. Terdapat beberapa
kondisi baik jinak maupun ganas yang dapat berasal dari masing masing lapisan
kelopak mata. Hampir seluruh tumor kelopak mata berasal dari haringan kutan,
dimana sebahian besar darinya bersifat epidermal yang dapat dibagi menjaadi tumor
epitel dan melanositik.1
Keganasan palpebra sering terjadi di negara-negara barat dengan persentase
sebesar 10 % dari seluruh karsinoma pada kepala dan leher. Sekitar 5-9,2 % kanker
kulit berasal dari palpebra dan merupakan 11 % dari angka mortalitas keganasan
kulit. Neoplasma pada palpebra terutama karsinoma dapat menyerupai blefaritis,
kongjungtivits, dan peradangan granuloma. Penanganan yang tepat akan sulit bila
terlambat dalam menentukan diagnosis. Tujuan utama penanganan lesi periocular
adalah untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis secara cepat adanya suatu
keganasan.2
Penilaian klinis kurang akurat dalam membedakan keganasan dari lesi jinak
maka sangat direkomendasikan pemeriksaan histopatologi. Bila lesi ganas maka akan
mempengaruhi penatalaksanaan yaitu pengambilan jaringan harus lengkap dan tepi
jaringan harus bebas sel tumor. Teknik pengambilan yang direkomendasikan adalah
bedah eksisi dengan kontrol frozen-section dan bedah mikrografik Mohs. Jenis dan
kuran tumor palpebra akan menentukan tindakan pengambilan jaringan tumor
tersebut. Sangat penting bagi seorang operator bedah untuk dapat menilai klinis
tumor palpebra secara tepat dan menentukan rencana bedah yang sesuai.3-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra

Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat
menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea dan
konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra
inferior menyatu dengan pipi. Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari
superfisial ke dalam terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (orbicularis okuli), jaringan
areolar, aringan fibrosa (tarsus), dan lapis membrane mkosa (konjungtiva
palpebra).5,6

Gambar 2.1 Lapisan dan otot penyusun palpebra2


1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian tubuh lain karena tipis, longgar,
dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan
2. Muskulus orbicularis okuli
Fungsi muskulus orbicularis okuli adalah menutup palpebra. Serat serat
ototnya mengeliligi fisura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit
melewati tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot
yang terdapat di dalam palpebral dikenal sebagai pretarsal; bagian diatas
septum orbita adalah bagian praseptal. Segmen luar palpebra disebut bagian
orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus fasialis.
3. Jaringan areolar
Terdapat di bawah muskulus orbicularis okuli, berhubungan dengan lapis
subaponeurotik dari kulit kepala
4. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adala lapis jaringan fibrosa padat
yang disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan
penyokong kelopak mata dengan kelenjar meibom
5. Konjungtiva palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membrane mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.

Gambar 2.2 Anatomi vaskularisasi palpebra6


Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior,
bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita
dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang
lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus muller (tarsalis
superior). Di palpebra inferior, retractor utama adalah muskulus rektus inferior, yang
menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus muskulus obliqus inferior dan
berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis
okuli.6
Otot polos dari retraktor palpebrae disarafi oleh nervus simpatis. levator dan
muskulus rektus inferior dipasok oleh nervus okulomotorius. Pembuluh darah yang
memperdarahi palpebrae adalah a. Palpebra. Persarafan sensorik kelopak mata atas
didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak mata bawah oleh cabang
kedua dari nervus V atau nervus fasialis. Septum orbitale adalah fascia di belakang
bagian muskularis orbikularis yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus dan
berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita.6
2.2 Definisi
Tumor palpebra adalah benjolan massa abnormal pada daerah sekitar mata
dan kelopak mata. Tumor palpebra bisa berasal dari kulit, jaringan ikat, jaringan
kelenjar, pembuluh darah, saraf, maupun dari otot sekitar palpebra. Tumor ganas
yang paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel basal, karsinoma sel
squamous, karsinoma sel sebasea, melanoma, dan sarkoma kaposi. Sedangkan tumor
jinak palpebra seperti hemangioma dan xanthalesma.1Tumor palpebra adalah
benjolan massa abnormal pada daerah sekitar mata dan kelopak mata. Tumor
palpebra bisa berasal dari kulit, jaringan ikat, jaringan kelenjar, pembuluh darah,
saraf, maupun dari otot sekitar palpebra1
2.3 Epidemiologi
Terdapat data yang cukup inkonklusif mengenai epidemiologi tumor palpebra
secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena diagnosis pasti tumor palpebra
membutuhkan diagnosis patologi anatomi, yang tentunya memiliki hasil yang sangat
beragam. Berdasarkan usia, rata-rata usia saat presentasi klinis untuk karsinoma sel
basal (KSB) adalah 65 tahun, sedangkan untuk karsinoma kelenjar sebasea (KKS)
adalah 58 tahun dan 45 tahun untuk karsinoma sel skuamosa (KSS). Jika ditinjau
berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih sering terkena ketiga jenis tumor palpebra
yang telah disebutkan dengan proporsi 57,14 untuk KSB, 55,23 % untuk KKS, dan
55,66 % untuk KSS. Apabila dilihat berdasarkan lokasi tumor, ditemukan bahwa
sebagian besar tumor palpebra terletak pada palpebra inferior (58, 2 %), kecuali KKS
yang terletak lebih sering pada palpebra superior (59 % kasus).2
Gambar 2.3 Contoh gambaran karsinoma sel skuamosa (KSS) tipe ulseratif2

2.4 Faktor Predisposisi Dan Etiologi


Pasien yang memiliki faktor resiko tinggi untuk terjadinya karsinoma sel
basal adalah yang memiliki corak kulit putih, mata biru, rambut pirang, usia
pertengahan dan usia tua pada keturunan Inggris, Irlandia, Skotlandia, dan
Skandinavia. Pasien biasanya juga memiliki riwayat terpapar sinar matahari dalam
jangka waktu lama pada usia dekade dua kehidupan. riwayat merokok cerutu juga
merupakan resiko untuk terjadinya karsinoma sel basal. Pasien dengan karsinoma sel
basal sebelumnya, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk berkembang menjadi
kanker kulit karsinoma sel basal terlihat meningkat frekuensinya pada pasien yang
lebih muda dan ditemukan lesi ganas di kelopak mata pada pasien ini atau mereka
yang memiliki riwayatkeluarga dengan kelainan sistemik lain seperti basal cell nevus
syndrome atau xeroderma pigmentosum. Basal cell nevus syndrome (Gorlin
syndrome) adalah kelainan autosomal dominan, kerusakan multisitem yang ditandai
dengan karsinoma sel basal nevoid yang multipel yang muncul lebih awal dalam
kehidupan yang diikuti dengan anomali skeletal khususnya pada mandibula, maksila
dan vertebra.4,5
Etiologi tumor palpebra antara lain :
1. Mutasi gen pengendali pertumbuhan (kehilangan kedua kromosom dari
satu pasang alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom
13q14)
2. Malformasi kongeital
3. Kelainan metabolism
4. Penyakit vaskuler
5. Inflamasi intraokuler
6. Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma jinak tumbuh
dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi menekan
jaringan disekitarnya dan biasanya tidak mengalami metastasis
7. Trauma

2.5 Klasifikasi

Secara klinis dan secara patologi, karsinoma sel basal dibagi menjadi empat
tipe, yaitu6:
a) Karsinoma sel basal tipe nodular merupakan manifestasi klinis terbanyak dari
karsinoma sel basal, keras, berbatas tegas, nodul seperti mutiara dan disertai
dengan telangiectasia dan sentral ulkus. Secara histologi, tumor ini terbentuk
dari sekumpulan sel basal yang asalnya dari lapisan sel basal epitelium dan
terlihat seperti pagar di bagian pinggir. Pada tahap permulaan, sangat sulit
ditentukan malah dapat ber-arna seperti kulit normal atau menyerupai kutil.
Kumpulan sel atipik merusak permukaan epitel, nekrosis di tengah karena
lebih cekung dan timbul ulkus bila sudah berdiameter ± 0,5 cm yang pada
pinggir tumor awalnya berbentuk papular, meninggi, anular. Bila telah
berkembang lebih lanjut, dapat melekat di dasarnya. dengan trauma ringan
atau bila krustanya diangkat mudah terjadi perdarahan.
b) Karsinoma sel basal tipe morphea merupakan jenis yang paling sedikit
ditemukan, tetapi tumor ini bersifat lebih agresif karena dapat berkembang
lebih cepat daripada karsinoma sel basal tipe nodular. lesi tipe morphea
bersifat keras, lebih datar dengan pinggir yang secara klinis susah ditentukan.
secara histologi, lesi tidak terlihat seperti pagar di pinggirnya tetapi berbentuk
seperti kawat tipis yang menyebar di daerah pinggir. Di sekitar
stroma terlihat proliferasi dari jaringan penyambung menjadi pola fibrosis.
Karsinoma sel basal mulai menstimulasi inflamasi kronis dari bagian pinggir
kelopak mata dan sering disertai dengan rontoknya bulu mata (madarosis).
Invasi dari karsinoma sel basal ke orbita bisa terjadi karena pengobatan yang
tidak adekuat, klinis yang terlambat ditemukan serta karsinoma sel basal
dengan tipe morphea.
c) Karsinoma sel basal tipe ulseratif
d) Karsinoma sel basal tipe multisentrik atau superfisial terjadi akibat blefaritis
kronis dan bisa menyebar ke bagian pinggir kelopak mata tanpa di sadari.
Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema, skuamasi halus dengan
pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak meninggi. Warnanya dapat
hitam berbintik bintik atau homogen

Gambar 2.4 Jenis karsinoma sel basal pada palpebra7

2.6 Patofisiologi

Radiasi telah terbukti menyebabkan pembentukan tumor melalui dua


mekanisme. Mekanisme pertama meliputi inisiasi dan prolong seluler proliferasi,
dengan cara demikian terjadi peningkatan kesalahan transkripsi yang menyebabkan
transformasi seluler. Mekanisme kedua yaitu secara langsung merusak replikasi
DNA, menyebabkan mutasi dari sel yang mengaktifkan proto+onkogen atau
deaktivasi tumor supresor gen. Karsinoma sel basal pada kelopak mata adalah tumor
epitel Yang paling umum, tetapi patogenesis dari molekular genetik masih belum
jelas. mutasi dari p53 dapat merupakan bagain intergral dari sekuensial yang
patogenik. paparan sinar UV spesifik dapat mengubah nukleotida dari 2 tumor
supresor gen yaitu p53 dan PTCH, keduanya mengimplikasikan perkembangan onset
yang cepat dari karsinoma sel basal.7
Secara imunologi, mekanisme paparan radiasi UV menyebabkan
perkembangan dari karsinoma sel basal melalui supresi sistem imun kulit, dan tidak
responsifnya sistem imun terhadap tumor kulit. Efek lokalnya berupa penurunan dari
sel langerhan, sel dendritik T+ epidermal, T+helper, dan lebih jauh lagi proliferasi
T+suppresor sel dan melepaskan imunosupresi faktor (tumor necrosis factor alfa,
interleukin-1, prostaglandin, interleukin+10), diyakini sebagai agen patogenik dalam
perkembangan karsinoma sel basal Sinar UV yang secara kronik mengenai stem cell
kulit menyebabkan photoaging, imunosupresi, dan fotokarsinogen. fotokarsinogen
melibatkan pembentukan foto produk yang merusak DNA. Jika DNA repair gagal,
maka akan terjadi mutasi protoonkogen menjadi onkogen atau inaktivasi tumor
supressor gene. Akumulasi mutasi akibat fotokarsinogen termasuk genetic deletion
menyebabkan tidak aktifnya tumor supressor gene yang menyandi pembentukan
protein penghambat proliferasi sel. Akumulasi mutasi gen inilah yang berperan
dalam memicu terjadinya KSB.8,9

2.7 Gejala Klinis dan Diagnosis


Beberapa tanda dan gejala tumor mata yaitu10 :

1. Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga
merupakan gambaran khas pseudotumor jinak dan fistula carotid kavernosa
2. Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering
dijumpai, berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun
(tumor jinak) atau cepat (lesi ganas).
3. Pembengkakan kelopak mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos
endokrin atau fistula carotid kavernosa
4. Palpasi: bisa menunjukkan massa Yang menyebabkan distorsi kelopak atau
bola mata, terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.
5. Gerak mata sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin
akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, V, dan VI pada fisura
orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus
6. Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf
optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler

Pemeriksaan Penunjang11 :

1. Histopatologi : merupakan pemeriksaan definitif untuk tumor


2. Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya
kerusakan tulang, terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen
optik
3. Pemeriksaan ultrasonografi : untuk mendapatkan kesan bentuk tumor,
konsistensi tumor, teraturnya susunan tumor dan adanya infiltrasi tumor
4. CT Scan : untuk menentukan ganas atau jinak, adanya vaskularisasi pada
tumor dan terjadinya perkapuran pada tumor
5. Arteriografi : untuk melihat besar tumor yag mengakibatkan bergesernya
pembuluh darah disekitar tumor, adanya pembuluh darah dalam tumor.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor berdasarkan ganas atau tidaknya tumor yaitu10 :
1. Tumor jinak : memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan
merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan
konservatif.
2. Tumor ganas : memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga bereaksi
baik dengan kemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal karsinoma kelenjar
lakrimal) memerlukan reseksi radikal.
Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari
karsinoma sel basal. Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin jika pada setiap
biopsi insisional jaringan yang akan diperiksa10,12:
a) Mewakili keadaan lesi secara klinis
b) Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
c) Tidak menambah trauma atau kerusakan
d) Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah
yang dicurigai.
Gambar 2.5 Teknik teknik biopsi pada kelopak mata10
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk
menkonfirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area dari biopsi insisi seharusnya
di potret atau di gambar dengan pengukuran sehingga daerah asal tumor menjadi
tidak sulit untuk ditemukan pada saat proses pengangkatan tumor berikutnya.
Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak mata kecil dan tidak
terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di pinggir kelopak mata
Yangberlokasi di sentral jauh dari kantus lateral atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi
harusdiarahkan secara vertikal sehingga tidak terjadi traksi pada kelopak mata. Jika
pinggir dari daerah kelopak mata Yang di eksisi positif terdapat sel tumor, maka area
Yang terlibat harus di reeksisi secara pembedahan dengan teknik Mohs micrographic
untuk mengetahui batas bawah atau teknik frozen section untuk mengetahui batas
samping.
Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa pilihan terapi,
diantaranya10:
a) Bedah dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan benar+benar
meninggalkan sisa. Pilihan terapi bedah:
• Eksisi dengan potong beku (frozen section)
• Bedah mikrografi Mohs
• Bedah dengan laser CO2
• Eksisi tanpa potong beku
Indikasi pembedahan tergantung dari ukuran dan lokasi tempat eksisi. Karena
itu pemeriksaan radiologi dan penunjang lainnya sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis secara akurat. Eksisi di periorbita dapat dilakukan dengan
mudah pada beberapa lesi yang terlokalisir dengan baik. Pada kasus lain,
pembedahan rekontruksi dapat dilakukan bertahun tahun setelah terpai medis.13
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak mata.
Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara keseluruhan
dengan batas areanya dikontrol secara histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada
terapi bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan
modalitas terapi lain. Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus medial,
sistem aliran air mata juga bisa terangkat jika dilakukan eradikasi tumor secara
komplet. Jika sistem drainase air mata telah terangkat setelah proses eradikasi tumor,
rekonstruksi sistem aliran keluar air mata tidak bisa dilakukan sampai pasien benar-
benar bebas dari tumor. Beberapa tumor bisa menyebar ke daerah subkutan dan tidak
dapat diketahui sebelum operasi. Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara
total, infiltrasi yang lebih dalam, atau tumor tipe morphea dan tumor yang berada di
kantus medial dikelola dengan cara bedah mikrografi mohs. Jaringan diangkat secara
lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar ' dimensi untuk
mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik Mohs paling sering digunakan
untuk mengeksisi karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa. Mikrografi eksisi
bisa menjamin secara maksimal jumlah jaringan yang sehat untuk tidak
terlibat sehingga hanya area tumor yang terangkat secara komplet.11,14

Gambar 2.6 Teknik eksisi frozen section dan Mohs10


Kekurangan dari bedah mikrografi Mohs ini adalah dalam mengidentifikasi
batas tumor ketika tumor sudah menginvasi daerah orbita. Setelah dilakukan reseksi
tumor, kelopak mata seharusnya direkonstruksi dengan prosedur okuloplastik yang
terstandar. Rekonstruksi ini penting walaupun bukan merupakan hal yang mendesak,
pembedahan awal bertujuan untuk melindungi secara maksimal bola mata lalu
diikuti dengan memperbaiki sisa kelopak mata yang masih baik. Jika rekonstruksi
tidak bisa dilakukan segera, kornea harus dilindungi dengan cara menempelkan atau
sementara dengan cara menutup kelopak mata. Jika defeknya kecil, maka granulasi
jaringan secara spontan bisa menjadi alternatif terapi. Untuk lesi yang nodular, angka
kekambuhan jika diterapi dengan cryotherapy lebih besar daripada setelah diterapi
secara pembedahan. Saat cryotheraphy digunakan untuk menanganidiffuse
sclerosing lesion, angka kekambuhan tinggi. Selain itu, secara histologi pinggir area
tidak bisa didvaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi ini dihindari
untuk lesi yang kambuh, lesi dengan diameter lebih dari 1 cm, dan lesi tipe morphea.
Lagipula, cryotherapy menimbulkan depigmentasi dan atropi pada jaringan. Maka
dari itu, cryotherapy untuk karsinoma sel basal pada kelopak mata dijadikan
cadangan terapi untuk pasien yang intoleran terhadap pembedahan seperti pasien
yang sangat tua yang aktifitasnya terbatas di tempat tidur, atau pasien dengan kondisi
medis yang serius yang kontraindikasi untuk dilakukan intervensi bedah.10,15
Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas
makroskopis. Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada dua pilihan
terapi secara eksentrasi yaitu dengan mengangkat seluruh bola mata disertai dengan
adneksa mata dengan meninggalkan bagian tulang saja, selain itu juga bisa dilakukan
radioterapi. Jika sudah menginvasi intrakranial harus dikonsultasikan ke bagian
bedah saraf.10
b) Non bedah dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan pembedahan, respon
dari terapi non bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping yang cukup banyak.
Pilihan terapi non bedah yaitu10,12 :
- Radioterapi
- Kemoterapi
- Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi untuk
lesi periorbita sebaiknya dihindari. Seperti cryotherapy, terapi radiasi juga tidak bisa
digunakan untuk memantau area pinggir tumor secara histologi. Angka kekambuhan
jika diterapi dengan radiasi juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan terapi
pembedahan. ditambah lagi, kekambuhan setelah radiasi sulit untuk dideteksi.
Kekambuhan ini timbulnya lebih lama setelah terapi awal
dan lebih sulit untuk menangani secara pembedahan karena telah terjadi perubahan
dari struktur jaringan yang telah diradiasi sebelumnya. Komplikasi yang terjadi
akibat terapi radiasi diantaranya adalah timbulnya sikatrik pada kelopak mata,
pembentukan scar pada drainase air mata disertai dengan obstruksi, keratitis sica.
Radiasi juga merangsang timbulnya keganasan baru atau Cedera pada bola mata
yang timbul jika bola mata tidak dilindungi selama terapi.10,16

Gambar 2.7 Teknik eksisi dan penjahitan lesi palpebral17


2.9 Komplikasi

Keterlibatan pada kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan dan disfungsi


kelopak. Lagofthalmos dan trikiasis dapat menyebabkan iritasi mendalam dan
kekeringan, infeksi, danjaringan parut pada kornea. Keterlibatan konjungtiva dapat
mengakibatkan pendarahan subkonjungtiva berulang. Pada akhirnya, penglihatan
bisa hilang dari disfungsi kelopak, perubahan permukaan kornea, atau obstruksi
penglihatan.5

Morbiditas hemangioma mata yang merupakan tumor jinak palpebral sangat


bergantung dari seberapa besar ukurannya mengisi rongga mata. Komplikasi yang
paling sering dari hemangioma adalah amblyopia deprivasi pada mata yang terkena
jika lesi cukup besar untuk menghalangi aksis visual. Hal ini dapat ditemukan pada
43-60 % pasien dengan hemangioma palpebral. Jika lesi cukup besar untuk
menyebabkan distorsi ornea dan astigmatisma, maka amblyopia anisometric dapat
terjadi.8
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. NY
Umur : 78 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Muara Tiga, Pidie
Tanggal pemeriksaan : 30 November 2020
No RM : 1-10-48-59

3.2. Anamnesa
Keluhan Utama : Benjolan di kelopak mata kanan
Anamnesa
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan benjolan di kelopak mata kanan
bawah. Keluhan ini sudah dialami pasien sejak lebih 1,5 tahun yang lalu. Pada
awalnya pasien mengaku ukuran benjolan kecil, namun makin lama makin
membesar. Benjolan tidak menimbulkan nyeri kecuali ditekan dengan cukup kuat.
Pasien mengaku mata kanan sudah tidak berfungsi sebelum benjolan timbul. Mata
kiri juga hanya mampu melihat cahaya. Riwayat trauma pada benjolan diakui pasien
dan saat ini sudah sembuh.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah mengalami keluhan ini selama kurang lebih 1,5 tahun. Pasien
mengalami kehilangan penglihatan pada kedua mata sejak sekitar 7 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Pengobatan
- Vitrolenta 4 x gtt I
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Temperatur axial : 36,7o C

Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)

Pemeriksaan Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Visus 0 (bedside) 1/∞ (bedside)

Supra cilia
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Spasme Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Di Inferomedial
cantus, ukuran 1x1
Benjolan cm, batas tegas, Tidak ada
tampak hiperemis,
dan fluktuatif (+)
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva Ada, minimal Ada, minimal
Injeksi Silier Tidak ada Tidak ada
Perdarahan di bawah konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pingueculae Tidak ada Tidak ada
Sklera
Warna Normal Normal
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem Tidak ada Tidak ada
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Bilik Mata Depan
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Iris/Pupil
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tidak langsung (+) (+)

Lensa
Kejernihan keruh keruh
Dislokasi/subluksasi Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Pergerakan bola mata Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

3.4. Resume
Telah diperiksa seorang perempuan, usia 78 tahun dengan keluhan timbul
benjolan di kelopak mata kanan bawah. Keluhan dirasakan awalnya sebagai benjolan
kecil 1,5 tahun yang lalu dan semakin lama semakin membesar. Pasien mengaku
kehilangan penglihatan pada kedua mata sebelum keluhan benjolan muncul, yaitu
sekitar 7 tahun yang lalu. Mata kanan pasien tidak dapat melihat sama sekali dan
mata kiri dapat mengidentifikasi cahaya. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 10
tahun yang lalu.
PEMERIKSAAN LOKAL
OD Pemeriksaan OS
0 (bedside) Visus 1/∞ (bedside)
Benjolan pada palpebra Palpebra Normal
inferior dextra, ukuran
0,7 x 0,7 cm
Normal Konjungtiva Normal
Normal Kornea Normal
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Bulat, reguler Iris Bulat, reguler
Refleks cahaya (+) Pupil Refleks cahaya (+)
Keruh Lensa Keruh
Jernih Vitreous Jernih

3.5. Diagnosis
Tumor palpebra inferior dextra
Katarak senilis ODS

3.6. Tatalaksana
Farmakologis
1. Vitrolenta 4 x gtt I
Non farmakologis
1. Eksisi biopsi
2. SICS
3.7. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
Ad sanactionam : Dubia ad malam
3.8 Foto Klinis
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah diperiksa pasien perempuan berusia 78 tahun dengan keluhan adanya


benjolan di kelopak mata kanan. Keluhan ini sudah dialami pasien sejak lebih kurang
1,5 tahun yang lalu. Pada awalnya pasien mengeluh benjolan kecil dan tidak nyeri,
yang semakin lama semakin membesar. Pasien mengaku benjolan tidak
menimbulkan nyeri dan hanya nyeri jika ditekan kuat. Riwayat trauma pada benjolan
diakui yag menyebabkan benjolan berdarah. Pasien mengaku telah kehilangan
penglihatan pada edua amta sejak 7 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik, penemuan signifikan adalah hilangnya kemapuan
penglihatan pasien dan massa pada palepbra inferior dextra dengan ukuran 0,5 x 0,5
cm, beebatas tegas, permukaan tidak rata, imobile, agak hiperemis, dan tidak nyeri.
Kecenderungan hordeolum dapat disingkirkan karena pada hordeolum cenderung
ditemukan nyeri. Blefaritis juga dapat disingkirkan karena tidak ditemukan
hyperemia pada daerah kelopak mata, tidak ada injeksi konjungtiva, dan epifora.
Pasien juga menyangkal adanya riwayat masuknya benda asing asing pada kelopak
mata, riwayat penggunaan kosmetika pada daerah mata, ataupun riwayat trauma pada
bola mata. Kemungkinan keganasan belum dapat disingkirkan oleh karena perlu
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi, namun secara morfologi dan predileksi
lokasi cenderung mengarah ke tumor palpebra.7
Hampir seluruh tumor kelopak mata berasal dari jaringan kutan, dimmana
sebagian besar darinya bersifat epidermal yang dapat dibagi menjadi tumor epitel dan
melanositik. Tumor dari kelopak mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis sel
asal dan klasifikasi jinak atau ganas. Lesi epitel yang jinak, karsinoma sel basal, lesi
kistik, da lesi melanositik mencakup sekitar 85 % dari seluruh tumor kelopak mata.
Karsinoma sel skuamosa, tumor adneksa, tumor stroma, dan melanoma cenderung
langka.9
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak mata.
Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara keseluruhan
dengan batas areanya dikontrol secara histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada
terapi bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan
modalitas terapi lain. Non bedah dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan
pembedahan, respon dari terapi non bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping
yang cukup banyak.10
Prognosis dari pasien tergantung dari seberapa cepat pembedahan dilakukan
setelah penyakit diketahui. Prognosis tergolong buruk terutama pada jenis basal cell
carcinoma, dengan mortalitas tertinggi kedua setelah melanoma maligna. Diagnosis
yang terlambat akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas .16
BAB V
KESIMPULAN

Karakteristik suatu keganasan pada palpebra adalah ulserasi, indurasi lunak,


iregularitas tepi dan bentuk asimetris, telangiectasia dan hilangnya struktur tepi
palpebra. Karsinoma sel basal merupakan keganasan palpebra aling sering, berkisar
90-95 % dari tumor ganas palpebra. Karsinoma sel basal sering berlokasi pada tepi
palpebra inferior (50-60 %) dan dekat kantus medial (25-30 %). Jarang sekali pada
palpebr superior (15 % dan kantus lateral (5 %). Risiko tinggi terjadinya karsinoma
sel basal adalah penderita dengan kulit putih, mata biru, rambut merah atau pirang,
usia pertengahan dan lebih tua. Sekitar 95 % lesi ini terjadi pada pasien dengan usia
40 tahun dan 70 tahun, dengan rata-rata usia 60 tahun. Adanya riwayat terkena
paparan cahaya matahari yang lama selama dua dekade pertama kehidupan dan
perokok akan meningkatkan risiko terjadinya karsinoma sel basal.10
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak mata.
Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor secara keseluruhan
dengan batas areanya dikontrol secara histologi. Tingkat kekambuhan tumor pada
terapi bedah lebih sedikit dan lebih jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan
modalitas terapi lain`10
DAFTAR PUSTAKA

1. Pe’er J. 2016. Pathology of eyelid tumors: Indian Journal of


Ophthalmology.

2. Khurana, AK. 2008. Comprehensive Ophtalmology 4th ed. New Delhi:


New Age

3. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum ed 14 : Anatomi & Embriologi


Mata. Widya Medika. Jakarta. 2000. Hlm. 17-20

4. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia; 2012. 2.

5. Vaughan DG dan Asbury T. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2013

6. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy


for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell
Publishing, Inc .

7. Lang, K Gerard. 2010. Ophthalmology A short textbook: Lacrimal


System. Thieme.

8. Yu SS, Zhao Y, Zhao H, Lin JY, Tang X. 2018. A retrospective study of


2228 cases with eyelid tumors. International journal of Ophthalmology.

9. Asbury F. Oftalmolgy Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2009.

10. AAO. 2017. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. San Francisco:American
Academy of Ophtalmology.

11. Skuta, GL., Weiss JS. 2012. Dermal Neoplasm. Singapore : AAO

12. Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI

13. Mulliken, Aston Beasley. 2016. Grabb and Smith’s Plastic Surgery.
Philadelphia : WB Saunders

14. Jerry A. Shields and Carol L. Shields. 2015. Eyelid, Conjungtival, and
Orbital Tumors : An Atlas and Text. New York :Walters Kluwer Health
15. Valenzula AA, Archibald CW, Fleming B. 2009. Orbital metastasis :
Clinical features, management, and outcome. Orbit. 2009.

16. Tailor TD, Gupta D, Dalley RW. 2013. Orbital neoplasms in adults :
Clinical, radiologic, and pathologic review. 33(6): 1739-58

17. Mansur AP. 2017. Karakteristik penderita tumor mata di RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo periode 2014-2016. Makassar : FK Universitas
Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai