Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Audit merupakan proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti

secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekenomi untuk

memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan kriteria

serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Mulyadi,

2002).

Dalam menyampaikan opini, auditor harus mendapatkan bukti yang cukup.

Sebagaimana yang dicantumkan dalam standar audit pekerjaan lapangan yang ketiga

yaitu bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,

permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk

menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Makna cukup menunjukkan

tidak semua bukti audit harus dikumpulkan, melainkan dapat menggunakan sebagian

bukti audit yang disebut dengan sampel.

Sampling merupakan prosedur yang umum digunakan oleh auditor. IAI melalui

Standar Profesional Akuntan Publik Seksi 350 mendefinisikan sampling sebagai

penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok

transaksi yang kurang dari seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa

karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut.

Untuk memperoleh bukti yang memadai, auditor tidak harus memeriksa seluruh

transaksi yang ada. Dalam setiap pemeriksaan auditor harus mempertimbangkan


manfaat dan biaya karena pertimbangan ini kemudian dalam profesi dikenal secara luas

bahwa sebagian besar bukti diperoleh melalui sampel.

Hall et al. (2002) menyebutkan bahwa pengadilan federal di Amerika Serikat

sesuai dengan Federal Judicia Center 1994 memutuskan menerima bukti sampel

tergantung dari fakta atau data sampel tersebut merupakan “tipe sampel data yang

digunakan oleh ahli dalam bidang tertentu untuk membentuk opini atau menarik

kesimpulan atas subyek tertentu.” Dengan demikian bukti sampel yang dihimpun oleh

auditor layak dijadikan bukti di pengadilan. Dan ini merupakan tantangan bagi profesi

audit untuk meningkatkan kualitas pengambilan sampel. Pada kenyataannya auditor

tidak akan mengetahui apakah sampel yang diambilnya merupakan sampel yang

representatif maka auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan

sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang representatif (Halim, 2001).

Untuk menentukan teknik pengambilan sampel, auditor dapat menggunakan

sampling non statistical atau pertimbangan (nonstatistical or judgement sampling).

Dalam hal ini auditor tidak menggunakan teknik statistik untuk menentukan ukuran

sampel, pemilihan sampel dan atau pengukuran risiko sampling pada saat

mengevaluasi hasil sampel. Selain sampel non statistical auditor dapat juga

menggunakan sampling statistik (statistical sampling). Dalam metode ini auditor

menggunakan hukum probabilitas untuk menghitung ukuran sampel dan mengevaluasi

hasil sampel, dengan demikian memungkinkan auditor untuk menggunakan ukuran

sampel yang paling efisien dan mengkuantifikasi hasilnya, sehingga dapat mengambil

kesimpulan yang lebih akurat.


1.2     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penulisan ini adalah “ Bagaimanakah metode pengambilan sampel audit dan faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan metode sampel audit?

1.3     Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh gambaran

tentang bagaimana metode pengambilan sampel audit dan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi penggunaan metode sampel audit.

  

1.4     Manfaat Penulisan

1.    Makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai audit

sampling serta merupakan sarana latihan untuk diterapkan dalam pembelajaran dari

literatur yang ada.

2.    Makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan referensi yang berguna bagi

pembaca.

3.    Makalah ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan perpustakaan dan juga

dipakai sebagai bahan kajian dan perbandingan bagi mahasiswa lain.

  
BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Audit

Setiap badan usaha baik yang bertujuan untuk memaksimalkan laba maupun

nirlaba membutuhkan audit. audit dapat dilakukan oleh auditor eksterna juga oleh

auditor internal. Biasanya auditor eksternal melakukan audit atas laporan keuangan

suatu perusahaan dengan tujuan untuk menjamin keandalan laporan keuangan

perusahaan tersebut. Sedangkan audit yang dilakukan oleh pihak internal selain

bertujuan untuk menjamin keandalan laporan keuangan yang dikeluarkan oleh

manajemen perusahaan, audit tersebut bertujuan untuk menjamin bahwa perusahaan

telah melaksanakan peraturan dan perundangan. Audit internal dapat juga dilakukan

untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan. Mengingat penting audit atas

asersi suatu entitas, maka audit harus dilaksanakan dengan menggunakan tahap-tahap

yang terstruktur. Proses audit atas laporan keuangan dibagi dalam tahap-tahap berikut :

1.    Penerimaan perikatan audit

Perikatan (engagement) adalah kesepakatan dua pihak untuk mengadakan suatu

ikatan perjanjian. Dalam ikatan perjanjian, klien menyerahkan pekerjaan audit atas

laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan

audit tersebut berdasarkan kompetensi profesional.

2.    Perencanaan audit

Setelah auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dari kliennya, langkah

berikutnya yang perlu ditempuh adalah merencanakan audit. Tahap-tahap yang harus
dilakukan dalam merencanakan audit adalah memahami bisnis dan industri klien,

melaksanakan prosedur analitik, mempertimbangkan tingkat materialitas awal,

mempertimbangkan resiko bawaan, mempertimbangkan berbagai faktor yang

berpengaruh terhadap saldo awal, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun

pertama, mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan, memahami

pengendalian intern klien.

3.    Pelaksanaan pengujian audit

Tahap pelaksanaan pengujian disebut juga dengan pekerjaan lapangan. Tujuan utama

pelaksanaan pekerjaan lapangan ini adalah untuk memperoleh bukti audit tentang

efektivitas pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangan klien.

4.    Pelaporan audit

Tahap akhir pekerjaan audit atas laporan keuangan adalah pelaporan audit.

Pelaksanaan tahap ini harus mengacu ke standar pelaporan. Ada dua langkah penting

yang dilaksanakan oleh auditor dalam pelaporan audit ini (1) menyelesaikan audit

dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik simpulan, (2) menerbitkan

laporan audit.

2.2    Bukti Audit

Untuk menyajikan laporan audit atau memberikan opini atas laporan keuangan

suatu perusahaan, auditor membutuhkan bukti-bukti audit. Menurut Mulyadi (2002 : 74)

Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain

yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai

dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya. Bukti audit yang mendukung laporan
keuangan terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating

information) yang tersedia bagi auditor. Tipe bukti audit dapat dikelompokkan dalam

dua golongan yaitu data akuntansi dan informasi penguat. Data akuntansi terdiri dari

pengendalian intern dan catatan akuntansi. Pengendalian intern yang dibentuk dalam

setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan

data akuntansi. Kesalahan yang timbul akan segera dan secara otomatis dapat

diketahui dengan adanya pengecekan silang (cross check) dan cara-cara pembuktian

(proof) yang dibentuk di dalamnya.

Jika auditor yakin bahwa perusahaan telah merancang pengendalian intern dan

telah melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti

audit yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam

laporan keuangan. Sedangkan catatan akuntansi terdiri dari jurnal, buku besar dan

buku pembantu serta buku pedoman akuntansi, memorandum, dan catatan tidak resmi,

seperti daftar lembaran kerja (worksheet) yang mendukung alokasi biaya, perhitungan

dan rekonsiliasi secara keseluruhan merupakan bukti yang mendukung laporan

keuangan. Data akuntansi saja tidak dapat dianggap sebagai pendukung yang cukup

suatu laporan keuangan tanpa dilandasi oleh kewajaran dan kecermatan data akuntansi

yang mendukung laporan keuangan, pendapat auditor atas laporan keuangan tidak

akan terjamin. Auditor menguji data akuntansi yang mendasari laporan keuangan

dengan jalan (1) menganalisis dan mereview, (2) menelusuri kembali langkah-langkah

prosedur yang diikuti dalam proses akuntansi dan dalam proses pembuatan lembaran

kerja dan alokasi yang bersangkutan, (3) menghitung kembali dan melakukan

rekonsiliasi jumlah-jumlah yang berhubungan dengan penerapan informasi yang sama.


Informasi penguat meliputi segala dokumen seperti bukti fisik, bukti documenter, bukti

perhitungan, bukti lisan, perbandingan dan rasio dan bukti dari spesialis. Informasi

penguat diperoleh melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan

pemeriksaan fisik, serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi

auditor yang memungkinkannya untuk menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang

kuat.

2.2.1   Populasi dan Sampel

Sebelum melakukan pengujian, baik pengujian pengendalian maupun pengujian

substantive, auditor harus mengumpulkan bukti. Bukti yang dapat digunakan sebagai

pendukung laporan audit adalah seluruh data akuntansi dan informasi penguat yang

digunakan oleh perusahaan dalam menyusun laporan keuangan. Seluruh bukti ini

merupakan populasi bukti audit. Menurut Copper dan Schindler (2006 : 112) Populaso

merupakan kumpulan seluruh obyek yang ingin kita ketahui besaran karakteristiknya.

Pengujian dengan menggunakan seluruh anggota populasi dapat menghasilkan hasil

yang akurat, karena dikumpulkan dari semua bukti. Tetapi penggunaan populasi

memakan waktu yang lama dan membutuhkan biaya yang tinggi. Untuk menghemat

waktu sekaligus menghemat biaya, dan mendapatkan informasi yang dapat

digeneralisir dengan data populasi, auditor dapat menggunakan sampel. Menurut

Copper dan Schindler (2006 : 112) sampel adalah sebagian obyek populasi yang

mewakili karakteristik populasinya, dan kemudian diteliti. Hasil penelitian atas sampel
kemudian digeneralisasi bagi keseluruhan populasi. Dengan demikian sampel yang

digunakan harus representative (bersifat mewakili populasi).

2.2.2   Alasan Menggunakan Sampel

            Ada beberapa alasan yang mendorong pengambilan sampel. Alasan pertama

menggunakan sampel adalah biaya yang lebih rendah dari pada menggunakan

populasi, alasan lain adalah akurasi hasil yang lebih besar. Karena jumlah bukti yang

lebih sedikit, maka kecepatan pengumpulan data lebih tinggi, dan tersedianya elemen

populasi. Menurut Gaffor dan Charmichael (1984) baik non statistical sampling maupun

statistical sampling mempunyai dasar karakeristik sebagai berikut :

1.    Penggunaan sampel dapat menekan biaya

2.    Dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan audit, apakah suatu akun secara

material disajikan terlalu tinggi atau tidak ada kesalahan yang terdeteksi.

3.    Dapat menghindarkan masalah yang kompleks dan inefisiensi seperti dalam

menentukan deviasi standar atas populasi.

Di samping ciri dasar diatas, ada kelemahan-kelemahan dalam menggunakan

sampel yang harus dipertimbangkan auditor. Jika sampling digunakan, terdapat suatu

unsur ketidakpastian dalam kesimpulan audit. Unsur ketidakpastian ini disebut risiko

sampling (sampling risk). Menurut Messier, Glover dan Prawitt (2006 : 369) risiko

sampling adalah kemungkinan bahwa sample yang telah diambil tidak mewakili

populasi, sehingga sebagai akibatnya atas dasar sampel tersebut auditor menarik

kesimpulan yang salah atas saldo akun atau kelompok transaksi.


2.3    Sampling Audit

Menurut PSA No. 26 Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap

kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi

dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi

tersebut. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam audit sampling yaitu

non statistical dan statistik. Pada non statistik untuk menentukan ukuran sampel,

pemilihan sampel dan atau pengukuran risiko sampling pada saat mengevaluasi hasil

sampel. Sedangkan sampel statistik (statistical sampling) menggunakan hukum

probabilitas untuk menghitung ukuran sampel dan mengevaluasi hasil sampel, dengan

demikian memungkinkan auditor untuk menggunakan ukuran sampel yang paling

efisien dan mengkuantifikasi risiko sampling untuk tujuan mencapai kesimpulan statistik

atas populasi. Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan

pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan. Pelaksanaan dan pengevaluasian

bukti sampel. Menurut Messier, Glover dan Prawitt (2006 : 374) keuntungan utama dari

sampling statistik adalah membantu auditor dalam (1) merancang ukuran sampel yang

efisien, (2) mengukur kecukupan dari bukti yang diperoleh, dan (3) mengkuantifikasi

risiko sampling. Kerugian dari sampling statistik di antaranya adalah adanya tambahan

biaya untuk (1) pelatihan auditor dalam menggunakan tehnik sampling yang memadai,

(2) perancangan dan pelaksanaan penerapan sampling, dan (3) kurangnya konsistensi

penerapan antara tim audit karena kompleksitas dari konsep yang mendasarinya.

Secara lebih rinci auditor memeriksa sebagian bukti dengan berbagai cara

seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :


Tabel 2.1 Cara Pengambilan Bukti Audit

Tipe Sampel Contoh Penerapan Cara Pemilihan Pengambilan


Sampel Sampel Kesimpulan di
dasarkan
1.  Sampel 100% Semua faktur penjualan Unsur kunci Konklusif
di atas Rp 400.000
diperiksa oleh auditor
2.  Judgement Semua faktur penjualan Pertimbangan Pertimbangan
Sampling yang dibuat mulai bulan auditor auditor
Juni s.d September
19X1
3.  Representatif Lima puluh faktur Acak Pertimbangan
sampel penjualan yang dibuat auditor
dalam tahun yang
diaudit
4.  Statistical sample Enam puluh faktur Acak Matematik
penjualan yang di buat
dalam 10 bulan pertama
dalam tahun yang di
audit
Sumber : Mulyadi

2.3.1   Statistical Sampling Models

            Statistical sampling dibagi menjadi dua : attribute sampling dan variabel

sampling. Attribute sampling atau disebut pula proportional sampling digunakan

terutama untuk menguji efektivitas pengendalian intern (dalam pengujian-pengujian),

sedangkan variabel sampling digunakan terutama untuk menguji nilai rupiah yang

tercantum dalam akun (dalam pengujian substantive).

A.   Attribute Sampling Models

Ada tiga model attribute sampling yaitu :

1.    Fixed-sample-size attribute sampling

Model pengambilan sampel ini adalah model yang paling banyak digunakan dalam

audit. pengambilan sampel dengan model ini ditujukan untuk memperkirakan


persentase terjadinya mutu tertentu dalam suatu populasi. Misalnya, dengan model ini

auditor dapat memperkirakan berapa persen bukti kas keluar (voucher) yang terdapat

dalam populasi tidak dilampiri bukti pendukung yang lengkap. Model ini terutama

digunakan jika auditor melakukan pengujian pengendalian terhadap suatu unsur

pengendalian intern, dan auditor tersebut memperkirakan akan menjumpai beberapa

penyimpangan (kesalahan). Prosedur pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

a.    Penentuan attribute yang akan diperiksa untuk menguji efektivitas pengendalian intern.

Attribute adalah karakteristik yang bersifat kualitatif suatu unsur yang membedakan

unsur tersebut dengan unsur yang lain. Dalam hubungannya dengan pengujian

pengendalian, attribute adalah penyimpangan dari atau tidak adanya unsur tertentu

dalam suatu pengendalian intern yang seharusnya ada.

b.    Penentuan populasi yang akan diambil sampelnya. Apabila attribute telah ditentukan,

auditor harus menentukan populasi yang akan diambil, misalnya kelompok dokumen

apa yang akan diambil.

c.    Penentuan besarnya sampel. Untuk menentukan besarnya sampel yang akan diambil

dari populasi tersebut secara statistik, maka auditor harus mempertimbangkan faktor-

faktor berikut :

1)    Penentuan tingkat keandalan (realibility level) atau confidence level atau disingkat R%.

Tingkat keandalan adalah probabilitas benar dalam mempercayai efektivitas

pengendalian intern. Sebagai contoh, jika auditor memilih R= 95% berarti bahwa ia

mempunyai risiko 5% untuk mempercayai suatu pengendalian intern yang sebenarnya

tidak efektif.
2)    Penaksiran presentase, terjadinya attribute dalam populasi. Penaksiran didasarkan

pada pengalaman auditor dimasa yang lalu atau dengan melakukan percobaan.

3)    Penentuan batas ketepatan atas yang diinginkan (desired upper precision limit atau

DUPL)

4)    Penggunaan tabel penentuan besarnya sampel untuk menentukan besarnya sampel.

d.    Pemilihan anggota sampel dari seluruh anggota populasi. Setelah ditentukan besarnya

sampel, langkah selanjutnya adalah menentukan anggota populasi yang akan menjadi

sampel. Agar setiap anggota populasi dapat menjadi sampel, maka auditor dapat

menggunakan tabel acak.

e.    Pemeriksaan terhadap attribute yang menunjukkan efektivitas unsur pengendalian

intern. Langkah selanjutnya adalah memeriksa attribute yang telah ditentukan

sebelumnya pada sampel yang akan diambil. Auditor harus mencatat beberapa kali

menemukan attribute yang tidak sesuai dengan pengendalian intern yang telah

dilakukan.

f.     Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap attribute anggota sampel. Apabila auditor telah

mendapatkan tingkat kesalahan dalam attribute, maka auditor dapat membandingkan

tingkat kesalahan dalam sampel tersebut dengan menggunakan tabel Achieved Upper

Percision Limit (AUPL). AUPL akan dibandingkan dengan DUPL. Jika AUPL lebih

rendah dari AUPL, kesimpulan yang dapat diambil adalah unsur pengendalian intern

yang diperiksa merupakan unsur sistem yang efektif.

2.    Stop or Go Sampling


Jika auditor menggunakan fixed sample size attribute sampling, kemungkinan ia akan

terlalu banyak mengambil sampel. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan model

attribute sampling yang lain, yaitu stop or go sampling. Dalam stop or go sampling ini,

jika auditor tidak menemukan adanya penyimpangan atau menemukan jumlah

penyimpangan tertentu yang telah ditetapkan, ia dapat menghentikan pengambilan

sampelnya. Prosedur yang harus ditempuh oleh auditor dalam menggunakan stop or

go sampling adalah sebagai berikut :

a.    Tentukan desired upper precision limit dan tingkat keandalan. Pada tahap ini auditor

menentukan tingkat keandalan yang akan dipilih dan tingkat kesalahan maksimum yang

dapat diterima. Tabel yang tersedia dalam stop or go sampling ini menyarankan auditor

untuk memilih tingkat kepercayaan 90%, 95% atau 99%.

b.    Gunakan tabel besarnya sampel minimum untuk pengujian pengendalian guna

menentukan sampel pertama yang harus diambil. Setelah tingkat keandalan dan

desired upper precision limit (DUPL) ditentukan, langkah berikutnya adalah menentukan

besarnya sampel minimum yang harus diambil oleh auditor dengan bantuan tabel

besarnya sampel minimum untuk pengujian pengendalian. Jika pengendalian intern

baik, auditor disarankan untuk tidak menggunakan tingkat keandalan kurang dari 95%

dan menggunakan desired upper precision limit lebih dari 5%. Dengan demikian pada

umumnya dalam pengujian pengendalian, auditor tidak pernah memilih besarnya

sampel kurang dari 60.

c.    Buat tabel stop or go decision. Setelah besarnya sampel minimum ditentukan langkah

selanjutnya adalah membuat tabel keputusan. Dalam tabel stop or go decision tersebut

auditor akan mengambil sampel sampai 4 kali.


d.    Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap sampel.

3.    Discovery Sampling

Umumnya kondisi yang diperlukan sebagai dasar penggunaan discovery sampling

adalah :

a.    Jika auditor memperkirakan tingkat kesalahan dalam populas sebesar nol atau

mendekati nol persen.

b.    Jika auditor mencari karakteristik yang sangat kritis, yang jika hal ini ditemukan,

merupakan petunjuk adanya ketidakberesan yang lebih luas atau kesalahan yang

serius dalam laporan keuangan.

Discovery sampling digunakan pula oleh auditor dalam pengujian substantif. Jika tujuan

audit untuk menemukan paling tidak satu kesalahan yang mempunyai dampak

potensial terhadap suatu akun, discovery sampling umumnya dipakai untuk tujuan

tersebut. Prosedur pengambilan sampel dalam discovery sampling adalah sebagai

berikut :

1)    Tentukan attribute yang akan diperiksa

2)    Tentukan populasi dan besar populasi yang akan diambil sampelnya

3)    Tentukan tingkat keandalan

4)    Tentukan desired upper precision limit

5)    Tentukan besarnya sampel

6)    Periksa attribute sampel

7)    Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap karakteristik sampel


B.   Variabel Sampling

Variabel sampling adalah teknik statistik yang digunakan oleh auditor untuk menguji

kewajaran suatu jumlah atau saldo dan untuk mengestimasi jumlah rupiah suatu saldo

akun atau kuantitas yang lain. Dalam pengujian substantif, auditor dapat menghadapi

dua keputusan yaitu melakukan estimasi suatu jumlah (misalnya saldo suatu akun) atau

menguji kewajaran suatu jumlah. Jika variabel sampling digunakan untuk

memperkirakan saldo suatu akun, hasil perhitungannya akan berupa nilai rupiah (rata-

rata sampel dikalikan dengan besarnya populasi ditambah atau dikurangi dengan suatu

interval jumlah rupiah pada tingkat kepercayaan yang diinginkan. Variabel sampling

untuk memperkirakan saldo suatu akun digunakan oleh auditor dalam kondisi :

1.    Jika klien tidak menyajikan suatu jumlah yang dapat dianggap benar.

2.    Jika suatu akun ditentukan dengan statistical sampling.

2.3.2     Variabel Sampling Untuk Uji Hipotesis

Baik dengan menggunakan nonstatistical sampling maupun statistical sampling,

pengambilan sampel dalam pengujian substantif dilakukan oleh auditor melalui 7 tahap

berikut ini :

1.    Penentuan tujuan pengambilan sampel

2.    Penentuan populasi

3.    Penentuan sampling audit

4.    Penentuan besarnya sampel

5.    Penentuan metode pemilihan sampel

6.    Pemeriksaan sampel


7.    Evaluasi hasil sampel

2.3.3     Penerapan Metode Sampling Audit

Metode sampling dalam melaksanakan audit sudah digunakan secara luas, baik

oleh auditor internal maupun auditor eksternal (akuntan publik). Menurut Gaffor dan

Charmichael (1984) pada dasarnya ada dua jenis audit sampel yaitu statistical sampling

dan non statistical sampling. Meskipun sebagian auditor lebih memilih non statistical

sampling sebagai judgement sampling, sekarang telah bergeser, karena pertimbangan

dibutuhkan baik menggunakan metode sampel statistik dan metode non statistik.

Perbedaan utama antara statistical dan non statistical sampling adalah terletak pada

pengukuran semua karakteristik evaluasi secara ketat tergantung pada teori

probabilitas. Kedua metode audit sampel memenuhi syarat berikut :

1.    Menyeleksi sampel yang representatif

2.    Menentukan ukuran sampel

3.    Menentukan tingkat kesalahan yang dapat diterima sebagai risiko sampel.

2.3.4     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Sampling Audit

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan sampling audit :

1.    Keahlian menggunakan metode audit sampling

Sebagian besar perusahaan-perusahaan akuntan publik (Bamett 1986) dan akuntan

intern (Maingot dan Quon 2009) menggunakan non statistical sampling. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena keahlian yang rendah dalam menggunakan audit

sampling. Sementara itu penelitian Silaban (1993) menyimpulkan bahwa mayoritas


akuntan publik belum memahami penggunaan sampling statistik untuk pemeriksaan.

Dan tingkat pemahaman tersebut berhubungan positif dengan penggunaan dan

frekuensi penggunaan sampling statistik oleh auditor informasi lain dikumpulkan oleh

(Maingot dan Quon 2009) baru hampir separuh responden mengikuti pelatihan audit

sampling dan metode evaluasi.

2.    Persepsi auditor terhadap metode sampling statistik dan persepsi auditor terhadap

risiko audit. Penelitian Zarkasyi (1992) menemukan bahwa persepsi

auditormempengaruhi rendahnya hubungan dependensi dengan frekuensi

penerapanmetode sampling statistik. Jika persepsi auditor baik teerhadap metode

samplingstatistik, kemungkinan mereka menggunakan sampling statistik semakin

besar. Jika persepsi auditor buruk maka cenderung menghindari sampling

statistik.Bedingfield (1974) dalam Arkin (1982) menyatakan bahwa

dampakberkembangnya tuntutan hukum terhadap KAP mengawali atau

memperluaspenggunaan sampling statistik. Menurut Tucker dan Lordi (1997) sejak

awalpenyelidikan metode sampling statistik oleh AICPA, mereka sangat

menyadariimplikasi hukum (legal) dari penggunaan metode ini. Dan menurut kedua

penelititersebut ketidakpuasan terhadap metode sampling tradisional dan

keraguanterhadap kemampuan bertahan pendekatan sampling tradisonal terhadap

seranganahli statistik di pengadilan telah menjadi katalis berkembangnya sampling

statistic.

2.3.5     Ketidakpastian Dan Sampling Audit


Beberapa tingkat ketidakpastian secara implisit termasuk dalam konsep “sebagai

dasar memadai untuk suatu pendapat” yang di acu dalam standar pekerjaan lapangan

ketiga. Dasar untuk menerima beberapa ketidakpastian timbul dari hubungan antara

faktor-faktor seperti biaya dan waktu yang diperlukan untuk memeriksa semua data dan

konsekuensi negatif dari kemungkinan keputusan yang salah yang didasarkan atas

kesimpulan yang dihasilkan dari audit terhadap data sampel saja. Jika faktor-faktor ini

tidak memungkinkan penerimaan ketidakpastian, maka alternatifnya hanyalah

memeriksa semua data. Karena hal ini jarang terjadi, maka konsep dasar sampling

menjadi lazim dalam praktik audit.

Ketidakpastian yang melekat dalam penerapan prosedur-prosedur audit disebut

risiko audit. risiko audit terdiri dari (a) risiko (meliputi risiko bawaan dan risiko

pengendalian) bahwa saldo atau kelompok dan asersi yang berkaitan, mengandung

salah saji yang mungkin material bagi laporan keuangan, jika dikombinasikan dengan

salah saji pada saldo-saldo atau kelompok yang lain, dan (b) risiko (risiko deteksi)

bahwa auditor tidak menemukan salah saji tersebut. Risiko terjadinya peristiwa-

peristiwa negatif ini (adverse events) secara bersamaan dapat dipandang sebagai

suatu fungsi masing-masing risiko. Dengan menggunakan pertimbangan profesional,

auditor menilai berbagai faktor untuk menentukan risiko bawaan dan risiko

pengendalian (penentuan risiko pengendalian pada tingkat yang lebih rendah dari pada

tingkat maksimum akan menuntut pelaksanaan pengujian atas pengendalian), dan

melakukan pengujian substantif (prosedur analitik dan pengujian atas rincian saldo-

saldo akun atau kelompok transaksi) untuk membatasi risiko deteksi.


Risiko audit meliputi ketidakpastian yang disebabkan oleh sampling dan

ketidakpastian yang disebabkan oleh faktor-faktor selain sampling. Aspek-aspek risiko

audit adalah risiko sampling dan risiko non sampling.

Risiko sampling timbul dari kemungkinan bahwa, jika suatu pengujian

pengendalian atau pengujian substantif terbatas pada sampel, kesimpulan auditor

mungkin menjadi lain dari kesimpulan yang akan dicapainya jika cara pengujian yang

sama diterapkan terhadap semua unsur saldo akun atau kelompok transaksi. Dengan

pengertian, suatu sampel tertentu mungkin mengandung salah saji moneter atau

penyimpangan dari pengendalian yang telah ditetapkan, yangsecara proporsional lebih

besar atau kurang daripada yang sesungguhnya terkandung dalam saldoakun atau

kelompok transaksi secara keseluruhan. Untuk suatu desain sampel tertentu, risiko

samplingakan bervariasi secara berlawanan dengan ukuran sampelnya: semakin

kecilukuran sampel, semakintinggi risiko samplingnya.

Risiko nonsampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan

dengan sampling.Seorang auditor mungkin menerapkan prosedur audit terhadap

semua transaksi atau saldo dantetap gagal mendeteksi salah saji yang material. Risiko

nonsampling meliputi kemungkinanpemilihan prosedur audit yang tidak semestinya

untuk mencapai tujuan audit tertentu.Sebagaicontoh, pengiriman surat konfirmasi atas

piutang yang tercatat tidak dapat diandalkan untukmenemukan piutang yang tidak

tercatat. Risiko nonsamplingjuga muncul karena auditor mungkingagal mengenali salah

saji yang ada pada dokumen yang diperiksanya, hal yang akan membuatprosedur audit

menjadi tidak efektif walaupun ia telah memeriksa semua data. Risiko

nonsamplingdapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui cara-
cara seperti perencanaandan supervisi memadai (lihat SA Seksi 311 [PSA No. 05]

Perencanaan dan Supervisi danpenyelenggaraan praktik audit yang balk oleh kantor

akuntan publik (lihat SASeksi 161 [PSA No.01] Hubungan Standar Audit ing dengan

Standar Pengendalian Mutu.

2.3.6     Risiko Sampling

Auditor harus menerapkan pertimbangan profesional dalam menentukan risiko

sampling. Dalam menyelenggarakan pengujian substantif atas rincian, auditor

memperhatikan dua aspek dari risiko sampling :

1.    Risiko keliru menerima (risk of incorrect acceptance), yaitu risiko mengambil kesimpulan

berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo akun tidak berisi salah saji secara material,

padahal kenyataannya saldo akun telah salah saji secara material.

2.    Risiko keliru menolak (risk of incorrect rejection), yaitu risiko mengambil kesimpulan,

berdasarkan hasil sampel, bahwa saldo akun berisi salah saji secara material, padahal

kenyataannya saldo akun tidak berisi salah saji secara material.

Auditor juga memperhatikan dua aspek risiko sampling dalam

menyelenggarakan pengujian pengendalian jika ia menggunakan sampling :

1.    Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessing

control risk too low), yaitu risiko menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasarkan

hasil sampel, terlalu rendah dibandingkan dengan efektivitas operasi pengendalian

yang sesungguhnya.
2.    Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing

control risk too high), yaitu risiko penentuan tingkat risiko pengendalian, berdasarkan

hasil sampel, yang terlalu tinggi dibandingkan dengan efektivitas operasi pengendalian

yang sesungguhnya.

Risiko keliru menolak dan risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu

tinggi, berkaitan dengan efisiensi audit. sebagai contoh, jika penilaian auditor atas

sampel audit menuntunnya pada kesimpulan awal yang keliru bahwa suatu saldo telah

salah saji secara material, padahal kenyataannya tidak demikian, penerapan prosedur

tambahan dan pertimbangan atas bukti-bukti audit yang lain biasanya akan menuntun

auditor ke kesimpulan yang benar. Sama halnya, jika penilaian auditor atas sampel

menuntunnya pada penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi, maka

biasanya auditor akan memperluas lingkup pengujian substantif untuk

mengkompensasi anggapannya atas ketidakefektivan pengendalian. Walaupun audit

dilaksanakan kurang efisien dalam kondisi tersebut namun tetap efektif.

            Risiko keliru menerima dan risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang

terlalu rendah, berkaitan dengan efektivitas audit dalam pendeteksian terhadap ada

atau tidaknya salah saji yang material.

2.4     Sampling Dalam Pengujian Substantif Rinci

2.4.1     Perencanaan Sampel


Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk melaksanakan audit atas

laporan keuangan. Untuk panduan umum perencanaan, lihat SA Seksi 311 (PSA No.

05) Perencanaan dan Supervisi.

Dalam perencanaan sampel untuk pengujian substantif rinci, auditor harus

mempertimbangkan :

1.    Hubungan antara sampel dan tujuan audit yang relevan. Lihat SA Seksi 326 (PSA No.

07) Bukti Audit.

2.    Pertimbangan pendahuluan atas tingkat materialitas.

3.    Tingkat risiko keliru menerima yang dapat diterima (allowable risk of incorrect

acceptance).

4.    Karakteristik populasi, yaitu unsur yang membentuk saldo akun atau kelompok transaksi

yang menjadi perhatian.

Dalam perencanaan sampel tertentu, auditor wajib mempertimbangkan tujuan

audittertentu yang hares dicapai dan wajib menentukan apakah prosedur atau

kombinasi proseduraudit yang akan diterapkan akan mencapai tujuan tersebut. Auditor

wajib menentukanapakah populasi yang menjadi asal suatu sampel adalah memadai

untuk suatu tujuan audit.Sebagacontoh, auditor tidak akan dapat mendeteksi penyajian

akun yang terlalu rendah karena adanyaunsur yang dihilangkan, dengan melakukan

sampling atas catatan. Rencana sampling semestinyauntuk pendeteksian penyajian

yang terlalu rendah tersebut melibatkan pemilihan sumber datayang mengikutsertakan

unsur yang dihilangkan. Sebagai gambaran, pengeluaran kas kemudianmungkin perlu

diambil sampelnya untuk menguji apakah utang dagang telah disajikan terlalu
rendahkarena tidak dicatatnya transaksi pembelian. Atau dokumen pengiriman mungkin

diambil sampelnya untukmendeteksi penyajian penjualan yang terlalu rendah karena

pengiriman yang telah dilakukan belumdicatat sebagai penjualan.

Penilaian dalam satuan moneter atas hasil sampel untuk pengujian substantif

rincian akanmemberikan manfaat secara langsung bagi auditor, karena penilaian

seperti itu dapatdihubungkan dengan pertimbangan auditor atas jumlah salah saji

moneter yang mungkinmaterial. Dalam perencanaan sampel untuk penguj ian substantif

rinci, auditor wajibmempertimbangkanberapa besar salah saji moneter yang dapat

terkandung dalam saldo akun ataukelompok transaksi yang bersangkutan tanpa

mengakibatkan laporan keuangan menjadi salah sajisecara material. Salah saji moneter

maksimum pada saldo atau kelompok ini disebut salah saji yangdapat diterima

(tolerable misstatement) pada sampel. Salah saji yang dapat diterima adalah

suatukonsep perencanaan dan berkaitan dengan pertimbangan pendahuluanauditor

atas tingkatmaterialitas, yang ditentukan sedemikian rupa sehingga salah saji yang

dapat diterima,dikombinasikan untuk seluruh rencana audit, tidaklah melampaui

estimasi tingkat materialitastersebut.

Standar pekerjaan lapangan kedua menyatakan, "Pemahaman memadai

ataspengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan

sifat, saat, danlingkup pengujian yangakan dilakukan."Setelah menentukan dan

mempertimbangkan tingkat risikobawaan dan risiko pengendalian, auditor

melaksanakan pengujian substantif untukmembatasirisiko deteksi pada tingkat yang

dapat diterima. Pada saat tingkatrisiko bawaan, risikopengendalian, dan risiko deteksi

yang telah ditentukan untuk prosedur audit lain yang diarahkan ketujuan audit yang
sama menurun, risiko keliru menerima yang dapat diterima oleh auditor untukpengujian

substantif rinci meningkat, sehingga, ukuran sampel yang diperlukan untuk

pengujiansubstantif atas rincian tersebut semakin kecil. Sebagai contoh, jika risiko

bawaan dan risikopengendalian ditentukan pada tingkat maksimum, dan tidak ada

pengujiansubstantif lain yang diarahkan ke tujuan audit yang sama, auditor harus

menerima risiko kelirumenerima dengan tingkat yang rendah untuk pengujian substantif

rinci. Dalam hal ini, auditormemilih ukuran sampel yang lebih besar untuk pengujian

atas rincian daripada jika ia menerima risikokeliru menerima dengan tingkat yang lebih

tinggi.

Lampiran Seksi ini menguraikan bagaimana auditor dapat menghubungkan risiko

kelirumenerima untuk pengujian substantif atas rincian dengan penentuan risiko

bawaan, risikopengendalian, dan risiko bahwa prosedur analitik dan pengujian

substantif lain yang relevan akangagal mendeteksi salah saji material.

Sebagaimana dibahas dalam SA Seksi 326 [PSA No. 07] Bukti Audit,cukup atau

tidaknyapengujian atas rincian saldo akun atau, kelompok transaksi tertentu, berkaitan

dengan penting atautidaknya unsur yang diuji dan kemungkinan salah saji yang

material. Dalam perencanaan sampeluntuk pengujian substantif atas rincian, auditor

menggunakan pertimbangannyauntukmenentukan unsur, jika ada, yang harus diuji

tersendiri, dan unsur yang harus disampling. Auditorwajib memeriksa unsur yang,

menurut pertimbangannya, tidak sesuai untuk penerapan risikosampling. Sebagai

contoh, hal tersebut meliputi unsur yang potensi salah sajinya secara individualdapat

sama atau melebihi salah saji yang dapat diterima. Semua unsur yang telah diputuskan

olehauditor untuk diperiksa 100% bukan merupakan bagian dari populasi yang
disampling. Unsur lainyang, menurut pertimbangan auditor, perlu diuji untuk memenuhi

tujuan audit namun tidak perludiperiksa 100 %, harus disampling.

Auditor mungkin dapat mengurangi ukuran sampel yang disyaratkan dengan

memisahkanunsur yang disampling ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen

berdasarkan atas beberapakarakteristik yang berkaitan dengan tujuan audit tertentu.

Sebagai contoh, dasar-dasar umum untukpengelompokan tersebut adalah nilai buku

atau catatan unsur, sifat pengendalian yang terkaitdengan pemrosesan unsur, dan pert

imbangan khusus yang berkaitan dengan unsur tertentu.Jumlah unsur memadai

kemudian ditentukan dari masing-masing kelompok.

Untuk menentukan jumlah unsur yang harus dipilih dalam suatu sampel pada

pengujiansubstantif tertentu, auditor wajib mempertimbangkan salah saji yang dapat

diterima, risiko kelirumenerima yang dapat diterima,dan karakteristik populasi. Auditor

menggunakan pertimbanganprofesionalnya untuk menghubungkan faktor-faktor ini

dalam penentuanukuran sampel memadai.Lampiran Seksi ini menguraikan dampak

faktor-faktor ini yang mungkin timbul dalam ukuran sampel.

2.4.2     Pemilihan Sampel

Unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampelnya dapat

diharapkan mewakili populasi. Oleh karena itu, semua unsur dalam populasi harus

memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Sebagai contoh, pemilihan secara acak

atas unsur merupakan suatu cara memperoleh sampel yang mewakili.

2.4.3     Kinerja dan Penilaian


Prosedur audit memadai untuk suatu tujuan audit tertentu harus diterapkan

terhadap setiap unsur sampel. Dalam beberapa situasi, auditor mungkin tidak dapat

menerapkan prosedur audit yang direncanakan terhadap unsur sampel yang terpilih

karena, misalnya, dokumentasipendukungnya hilang. Perlakuan auditor terhadap unsur

yang tidak diperiksa ini akan tergantung pada dampak unsur tersebut terhadap

penilaian hasil sampel.Jika penilaian auditor terhadap hasilsampel tidak berubah

dengan dipertimbangkannya unsur yang tidak diperiksa sebagai salah saji,maka tidak

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap unsur tersebut. Namun, jika

setelahmempertimbangkan unsur yang tidak diperiksa ternyata auditor berkesimpulan

bahwa saldoatau kelompok transaksi berisi salah saji yang material, ia wajib

mempertimbangkan proseduralternatif yang dapat memberikan bukti yang cukup untuk

mengambil kesimpulan. Auditorberkewajiban pula untuk mempertimbangkan apakah

alasan-alasan yang mendasari tentang tidakdapat diperiksanya unsur tersebut memiliki

implikasi terhadap penentuan tingkat risiko pengendalian yang telah direncanakan, atau

seberapa jauh ia dapat menaruh kepercayaan kepada representasi klien.

Auditor wajib memproyeksikan salah saji hasil sampel terhadap unsur dalam

populasi yang menjadi asal sampel yang dipilih. Ada beberapa cara yang dapat diterima

untuk memproyeksikansalah saji dari suatu sampel.Sebagai contoh, auditor mungkin

telah memilih sebuah sampel dari setiapunsur yang keduapuluh (50 unsur) dari suatu

populasi yang terdiri dari 1000 unsur. Jika auditormenemukan lebih saji (overstatement)

sebesar Rp 600.000 dalam sampel tersebut, maka auditordapat memproyeksikan lebih

saji sebesar Rp 12.000.000 dengan membagi jumlah lebih saji dalamsampel tersebut

dengan pecahan antara total sampel dengan total populasi. Auditorharusmenambahkan


proyeksi tersebut ke salah saji yang ditemukan dalam unsur yang diperiksa 100%.Total

salah saji projeksian tersebut harus dibandingkan dengan salah saji saldo akun atau

kelompoktransaksi yang dapat diterima, dan pertimbanganmemadai harus dilakukan

terhadap risiko sampling. Jika total salah saji projeksian lebih kecil daripadasalah saji

yang dapat diterima untuk saldo akun atau kelompok transaksi, auditor

harusmempertimbangkan pula risiko bahwa hasil semacam ini mungkin masih

diperoleh, walaupun salahsaji moneter yang sesungguhnya dalam populasi melebihi

salah saji yang dapat diterima. Sebaliknya, jika total salah saji projeksian mendekati

salah saji yang dapat diterima, auditor dapat

menyimpulkan adanya risiko yang sangat tinggi bahwa salah saji moneter yang

sesungguhnya dalampopulasi melebihi salah saji yang dapat diterima.Auditor

menggunakan pertimbanganprofesionalnya dalam membuat penilaian tersebut.

Sebagai tambahan terhadap penilaian atas frekuensi dan jumlah moneter suatu

salah saji,auditor harus mempertimbangkan aspek kualitatif suatu salah saji. Hal ini

meliputi (a) sifat danpenyebab salah saji, sepertiapakah salah saji disebabkan oleh

perbedaan secara prinsip atauperbedaan dalam penerapan, apakah disebabkan oleh

kekeliruan atau ketidakberesan,danapakah disebabkan oleh tidak dipahaminya instruksi

atau kecerobohan, dan (b) kemungkinanhubungan antara salah saji dengan tahapan

audit yang lain. Penemuan adanya ketidakberesan biasanya memerlukan

pertimbanganyang lebih luas atas kemungkinan implikasinya daripadapenemuan

adanya kekeliruan.

Jika hasil sampel menunjukkan bahwa asumsi perencanaan auditor tidak benar,

maka iaharus mengambil tindakan yang dipandang perlu.Sebagai contoh, jika salah saji
moneterditemukan dalam pengujian substantif atas rincian jumlah atau frekuensi, yang

lebih besar dari tingkatrisiko bawaan dan risiko pengendalian yang telah ditentukan,

maka auditorharus mengubah tingkatrisiko yang ditentukan sebelumnya. Auditor harus

juga mempertimbangkan apakah ia akanmemodifikasi pengujian audit yang lain yang

telah dirancang atas dasar tingkat risiko bawaan dan risikopengendalian sebelumnya.

Sebagai contoh, sejumlah besar salah sajiditemukan dalam konfirmasipiutang mungkin

merupakan indikasi perlu dipertimbangkannya kembali tingkat risiko pengendalian

yangtelah ditentukan dikaitkan dengan asersi yang berdampak terhadap

desainpengujian substantif ataspenjualan atau penerimaan kas.

Auditor harus mengaitkan penilaian atas sampel dengan bukti audit lain yang

relevan dalampenarikan kesimpulan atas saldo-saldo akun ataukelompok transaksi

yang berkaitan.Hasil proyeksi salah saji untuk penerapan sampling audit dan

penerapan nonsampling harusdipertimbangkan secara total, bersama-sama dengan

bukti audit lain yang relevan, dalam rangkapenilaian auditor terhadap apakah laporan

keuangan secara keseluruhantelah salah saji secara material.

2.5     Sampling Dalam Pengujian Pengendalian

2.5.1     Perencanaan Sampel

Dalam perencanaan sampel audit tertentu untuk pengujian pengendalian, auditor

harus mempertimbangkan :

1.    Hubungan antara sampel dengan tujuan pengujian pengendalian

2.    Tingkat penyimpangan maksimum dari pengendalian yang ditetapkan yang akan

mendukung tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.


3.    Tingkat risiko yang dapat diterima auditor atas penentuan risiko pengendalian yang

terlalu rendah.

4.    Karakteristik populasi, yaitu unsur yang membentuk saldo akun atau kelompok transaksi

yang menjadi fokus perhatian.

Terhadap berbagai pengujian pengendalian, sampling tidak dapat diterapkan.

Prosedur yangdilaksanakan untuk memperoleh pemahaman ataspengendalian intern

memadai untuk merencanakan audittidak dapat dilaksanakan dengan menggunakan

sampling. Sam-pling biasanya tidakdapat diterapkandalam pengujian pengendalian

yang sangat tergantung atas pemisahan tugas memadai atau yangsebaliknya tidak

akan memberikan bukti dokumenter atas kinerja. Di samping itu, sampling mungkin

tidakdapat diterapkan dalam pengujian atas pengendalian tertentu

yangdidokumentasikan. Samplingtidak dapat diterapkan untuk pengujian yang ditujukan

untuk memperoleh bukti tentang desain atauoperasi suatu lingkungan pengendalian

atau sistem akuntansi. Sebagai contoh, sampling tidak dapatditerapkan dalam prosedur

permintaan keterangan atau observasi mengenai penjelasan ataspenyimpangan dari

anggaran, jika auditor tidak ingin mengestimasi tingkat penyimpangan daripengendalian

yang telah ditetapkan.

Dalam mendesain sampel untuk pengujian pengendalian, auditor biasanya harus

merencanakanuntuk menilai efektivitas operasi dalam hubungannya dengan

penyimpangan dari pengendalian internyang telah ditetapkan, baik dalam bentuk tingkat

penyimpangan maupun jumlah monetertransaksi yangterkait.Dalam hal ini,

pengendalian tertentu adalah pengendalian yang belum dimasukkan dalamdesain


pengendalian intern yang akan berpengaruh sebaliknya terhadap rencana tingkat

risikopengendalian yang ditetapkan oleh auditor. Tingkat risiko pengendaliansecara

keseluruhan yangditetapkan oleh auditor untuk asersi tertentu melibatkan kombinasi

antara pertimbangan ataspengendalian yang telah ditetapkan, penyimpangan dari

prosedur atau kebijakan yang telah ditetapkan,dan tingkat keyakinan yang diberikan

oleh sampel dan pengujian pengendalian yang lain.

Auditor harus menentukan tingkat penyimpangan maksimum dari pengendalian

yang telahditetapkan, yaitu, ia akan bersedia menerima tanpa mengubah rencana

tingkat risiko pengendalianyang telah ditetapkan. Inilah yang disebut tingkat

penyimpangan yang dapat diterima. Dalampenentuan tingkat penyimpangan yang

dapat diterima, auditor harus mempertimbangkan(a) tingkatrisiko pengendalian yang

direncanakan, dan (b) tingkat keyakinan yang diinginkan oleh bukti auditdalam sampel.

Sebagai contoh, jika auditor merencanakan untuk menentukan tingkat risikopada

tingkat yang rendah, dan ia menginginkan tingkat keyakinan yang tinggi dari bukti audit

yangtersedia dari sampel untuk pengujian pengendalian (yaitu, tidak melakukan

pengujian pengendalianyang lain atas asersi), ia mungkin menentukanbahwa tingkat

penyimpangan yang dapat diterimasebesar 5% atau lebih kecil makin baik. Jika auditor

merencanakan tingkat risiko pengendalian yanglebih tinggi, atau ia menginginkan

tingkat keyakinan dari pengujianpengendalian yang lain bersama-samadengan yang

disediakan oleh sampel (seperti misalnya permintaan keterangan atas cukup atau

tidaknyapersonalia entitas atau pengamatan atas penerapan prosedur atau kebijakan),

auditormungkinmemutuskan bahwa tingkat penyimpangan yang dapat diterima sebesar

10% atau lebih adalah cukup memadai.


Dalam penentuan tingkat penyimpangan yang dapat diterima, auditor

harusmempertimbangkan bahwa, sementara penyimpangan dari pengendalian tertentu

meningkatkanrisiko salah saji material dalam catatanakuntansi, penyimpangan tersebut

tidak perlu menghasilkan suatu salahsaji.Sebagai contoh, suatu pengeluaran yang

tercatat, yang tidak memperlihatkan adanya bukti persetujuanyang diperlukan, dapat

merupakan transaksi yang telah diotorisasi dan dicatat secara

semestinya.Penyimpangan hanya akan menyebabkan salah saji dalam catatan

akuntansi jika penyimpangan dansalahsaji tersebut terjadi dalam transaksi yang sama.

Penyimpangan dari prosedur pengendalian tertentu padatingkat tertentu biasanya

diharapkan akan menghasilkan salah saji pada tingkat yang lebih rendah.

Dalam beberapa situasi, risiko salah saji material atas suatu asersi mungkin

berkaitan dengan kombinasipengendalian. Jika kombinasi antaradua atau lebih

pengendalian diperlukan untuk mempengaruhi risiko salahsaji material, maka

pengendalian intern tersebut harus dipandang sebagai satuprosedur, dan

penyimpangan dari kombinasi prosedur atau kebijakan harus dinilai dengan dasar

tersebut.

Sampel yang diambil untuk pengujian terhadap efektivitas pelaksanaan

pengendalian ditujukan untuk memberikan dasar bagi auditor dalam menyimpulkan

apakah prosedur atau kebijakan pengendalian telah diterapkan sebagaimana yang

telah ditetapkan. Jika tingkat keyakinan tinggi diharapkan dari bukti audit yang

dihasilkan dari sampel, auditor harus menerima tingkat risiko sampling yang rendah

(yaitu, risiko pengendalian ditentukan terlalu rendah) .


Untuk menentukan jumlah unsur yang akan dipilih sebagai sampel dalam

pengujianpengendalian, auditor harus mempertimbangkan tingkat penyimpangan yang

dapat diterima dari pengendalian yang diuji, kemungkinan tingkat penyimpangan, dan

risiko yang dapat diterima dalam penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu

rendah. Auditor menerapkanpertimbangan profesionalnya untuk menghubungkan

berbagai faktor tersebut dalam menentukan ukuran sampel memadai.

2.5.2     Pemilihan Sampel

Unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampel yang terpilih

diharapkan dapat mewakili populasi. Oleh karena itu, semua unsur dalam populasi

harus memiliki kesempatanyang sama untuk dipilih.Pemilihan secara acak merupakan

salah satu cara pemilihan sampeltersebut. Ada tiga metode pemilihan sampel yang

umum digunakan: (1)pemilihan acak (randomselection), yaitu setiap unsur dalam

populasi atau dalam setiap strata memiliki kesempatan yangsama untuk dipilih,

(2)pemilihan sistematik (systematic selection), yaitu pemilihan unsur

denganmenggunakan interval konstan di antara yang dipilih, yang intervalpermulaannya

dimulai secaraacak, (3) pemilihan sembarang (haphazardselection), yang merupakan

alternatif pemilihan acak,dengan syarat auditormencoba mengambil sampel yang

mewakili dari keseluruhan populasi tanpamaksud untuk memasukkan atau tidak

memasukkan unit tertentu ke dalamsampel yang dipilih.Idealnya, auditor harus

menggunakan metode pemilihan yang memiliki kemampuan untuk memilihunsur dari

seluruh periode yang diaudit. SA Seksi 319 [PSA No. 23] Pertimbangan
PengendalianIntern dalamAudit Laporan Keuangan paragraf 73 memberikan panduan

yang dapatditerapkandalam penggunaan sampling oleh auditor selama periode

interimdan periode sisanya.

2.5.3     Kinerja dan Penilaian

Prosedur audit memadai untuk mencapai tujuan pengujian pengendalian

harusdilaksanakan terhadap setiap unsur sampel. Jika auditor tidak dapat menerapkan

prosedur audityang direncanakan atau prosedur alternatif memadai terhadap unsur

sampel yang terpilih, ia harusmempertimbangkanpenyebab keterbatasan tersebut , dan

ia biasanya harusmempertimbangkan unsur yang terpilih tersebut sebagai

penyimpangan dari prosedur ataukebijakan yang telah ditetapkan untuk tujuan penilaian

sampel.

Tingkat penyimpangan dalam sampel merupakan estimasi terbaik auditor

terhadap tingkatpenyimpangan dalam populasi yang menjadi asal sampel. Jika estimasi

tingkat penyimpanganlebih kecil dari tingkat penyimpangan yang dapat diterima untuk

populasi, auditor harusmempertimbangkan risiko bahwa hasil semacam itu mungkin

akan diperoleh walaupun tingkatpenyimpangan yang sesungguhnya dalam populasi

melebihi tingkat penyimpangan populasiyang dapat diterima. Sebagai contoh, jika

tingkat penyimpangan populasi yang dapat diterimasebesar 5%, dan auditor tidak

menemukan penyimpangan dalam sampel sebanyak 60 unsur, auditordapat

menyimpulkan bahwa terdapat suatu risiko sam-pling rendah yang dapat diterima

bahwa tingkatpenyimpangan sesungguhnya dalam populasimelarnpaui tingkat 5% yang

dapat diterima. Sebaliknya, jika dalam sampel tersebut terdapat satuatau lebih
penyimpangan, auditor dapat menyimpulkan bahwa terdapat risiko sampling tinggi

yangtidak dapat diterima bahwa tingkat penyimpangan dalam populasi melampaui

tingkat 5%yangdapat diterima. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya

dalam melakukan evaluasitersebut.

Di samping itu, dalam penilaian terhadap frekuensi penyimpangan dalam

prosedur tertentu,pertimbangan juga dilakukan terhadap aspek kualitatif suatu

penyimpangan. Hal ini meliputi (a)sifat dan penyebab penyimpangan, seperti misalnya,

apakah penyimpangan tersebut merupakankekeliruan atau ketidakberesan, atau

disebabkan oleh tidak dipahaminyainstruksi atau kecerobohan,dan (b) kemungkinan

hubungan antara penyimpangan dengan fase-fase lain dalam audit.Penemuan adanya

suatu ketidakberesan biasanya memerlukan pertimbangan yang lebih luas

ataskemungkinan implikasinya daripada penemuan adanya suatu kekeliruan.

Jika auditor menyimpulkan bahwa hasil sampel tidak mendukung tingkat

risikopengendalian yang direncanakan atas suatu asersi, maka ia harus menilai kembali

sifat, waktu, danlingkup prosedur substantif berdasarkan atas pertimbangan yang telah

direvisi atas tingkat risikopengendalian yang ditetapkan untuk asersi laporan keuangan

yang relevan.

2.6     Sampel Dengan Tujuan Ganda

Dalam beberapa situasi,  auditor dapat mendesain sampel yang akan digunakan

untukmemenuhi dua tujuan: menentukan risiko pengendalian dan menguji kebenaran

jumlah monetertransaksi yang dicatat . Pada umumnya,auditor yang merencanakan

untuk menggunakansampel dengan tujuan ganda telah membuat estimasi pendahuluan


bahwa terdapat tingkat risikoyang rendah bahwa penyimpangan dari pengendalian

yang ditetapkan dalampopulasi, akan melebihitingkat penyimpangan yang dapat

diterima. Sebagai contoh, auditor yang mendesain pengujianterhadap prosedur

pengendalian atas pencatatan dalam register bukti kas keluar (voucher register)dapat

merencanakan pengujian substantif yang berkaitan pada tingkat risiko

yangmemperkirakan tingkatrisiko pengendalian yang ditentukan di bawah maksimum.

Ukuran sampel yang dirancang untuk tujuanganda harus merupakan yang terbesar di

antara ukuran-ukuran sampel yang dirancanguntuk masing-masingtujuan secara

terpisah. Dalam menilai pengujian tersebut, penyimpangan dari prosedur dansalah saji

moneter harus dinilaisecara terpisah dengan menggunakan tingkat risiko yang

sesuaiuntuk masing-masing tujuan pengujian.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1     Kesimpulan
Dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor harus merencanakan pelaksanaan

auditnya secara efektif dan efisien. Auditor harus dapat mengumpulkan bukti yang

akurat dengan mempertimbangkan efisiensi biaya dan waktu. Auditor dapat

menggunakan Audit sampling. Ada dua metode dalam audit sampling, yaitu nonstatistik

sampling dan statistik sampling. Dari beberapa hasil penelitian di beberapa negara

menunjukkan bahwa sebagian besar auditor internal, auditor eksternal maupun auditor

pemerintah lebih banyak menggunakan nonstatistical sampling. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu faktor kemampuan auditor menggunakan audit sampling, persepsi

auditor terhadap metode audit sampling dan persepsi terhadap risiko. Dari beberapa

hasil penelitian, terungkap pula bahwa auditor yang menggunakan nonstatistical

sampling tidak memperhitungkan bias dalam evaluasinya. Penggunaan nonstatistical

sampling juga terbukti lebih banyak menimbulkan masalah dibanding penarikan sampel

dengan menggunakan statitical sampling. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya

statistical sampling merupakan metode yang lebih objektif dan dapat

dipertanggungjawabkan.

3.2     Saran

Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar dapat menambah

pengetahuan berkaitan dengan Audit sampling. Tak lupa, kami meminta saran dan kritik

atas tulisan kami demi melengkapi dan menjadi bahan pertimbangan pada penulisan-

penulisan berikutnya.

 Sumber:
PSA No. 26 Sampling Audit SA Seksi 350

Anda mungkin juga menyukai