Anda di halaman 1dari 7

UJMER 6 (1) (2017) 89 - 95

Unnes Journal of Mathematics Education Research


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujmer

Kemampuan Berpikir Kritis Ditinjau dari Karakter Tanggung Jawab


pada Model Brain Based Learning
Agung Prayogi, A.T. Widodo

Prodi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pembelajaran model BBL menggunakan pendekatan
Diterima 20 Desember saintifik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dan mendeskripsikan kemampuan
berpikir kritis siswa ditinjau dari karakter tanggung jawab dalam pembelajaran matematika dengan model BBL
2016
menggunakan pendekatan saintifik. Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi (mixed methods) dengan tipe
Disetujui 2 Maret 2017 strategi embedded konkuren. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran dengan model BBL
Dipublikasikan 2 Juni menggunakan pendekatan saintifik berkategori baik yang ditunjukkan dengan: (1) pada tahap perencanaan,
2017 perangkat pembelajaran yang telah disusun valid, (2) pada tahap pelaksanaan, keterlaksanaan pembelajaran
berkategori baik dan mendapatkan respon positif dari siswa, serta (3) pada tahap evaluasi, telah memenuhi uji
keefektifan. Selain itu, siswa dengan karakter tanggung jawab tinggi sudah mampu mencapai kelima aspek
________________ kemampuan berpikir kritis matematika, sedangkan siswa dengan karakter tanggung jawab sedang dan rendah
Keywords: belum mampu mencapai kelima aspek kemampuan berpikir kritis matematika.
Creative Thinking Ability,
Character of Responsibility,
Brain Based Learning
Abstract
Model _______________________________________________________________ _ _
The purpose of this research is analyze the learning quality of BBL model using scientific approach
___________________
in improving students' critical thinking ability of mathematics. In addition, this research also
analyzes how students' critical thinking ability is viewed from the character of responsibility in
learning mathematics with the BBL model using a scientific approach. This research is a
combination research (mixed methods) with concurrent embedded strategy type. The results
showed that the quality of learning with the BBL model uses a well-categorized scientific approach
as indicated by: (1) at the planning stage, learning tools that have been compiled valid, (2) at the
implementation stage, the implementation of good categorized learning and getting positive
response from the students, and (3) at the evaluation stage, has met the effectiveness test. In
addition, students with high responsibility characters are able to achieve the five aspects of critical
mathematical thinking skills, while students with medium and low responsibility characters have
not been able to achieve the five aspects of critical mathematical thinking skills..

© 2017 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: p-ISSN 2252-6455
Kampus Unnes Kelud Utara III, Semarang, 50237, Indonesia.
E-mail: agungprayogi@ymail.com
e-ISSN 2502-4507

89
Prayogi & A.T. Widodo / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 89 - 95

PENDAHULUAN Kritikus Jacqueline dan Brooks


sebagaimana yang dikutip oleh Syahbana (2012)
Belajar matematika memerlukan suatu menyatakan bahwa tidak banyak sekolah yang
proses berpikir karena matematika pada mengajarkan berpikir kritis pada siswanya.
hakikatnya berkenaan dengan struktur dan ide- Sekolah justru lebih menekankan siswanya
ide abstrak yang disusun secara sistematis dan untuk menyelesaikan permasalahan yang
logis melalui proses penalaran deduktif. Untuk diberikan dengan cepat dan benar daripada
itu diperlukan adanya pemikiran merumuskan mendorong siswanya untuk memunculkan ide-
masalah, merencanakan penyelesaian, mengkaji ide baru dalam menyelesaikan masalah atau
langkah-langkah penyelesaian, membuat dugaan bahkan memikirkan ulang kesimpulan-
dan apabila data yang disajikan masih kurang kesimpulan yang sudah ada. Tidak jarang guru
lengkap maka perlu adanya sebuah kegiatan meminta siswanya untuk dapat mendefinisikan,
berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan salah mendeskripsikan, mendaftar, atau menguraikan,
satu dari kemampuan berpikir tingkat tinggi atau daripada menganalisis, menarik kesimpulan,
Higher Order Thinking Skills (HOTS). Glaser menghubungkan, mensintesiskan, atau bahkan
(dalam Fisher, 2009:3) mendefinisikan berpikir mengevaluasi. Sebagai dampaknya, sekolah
kritis sebagai: (1) suatu sikap berpikir secara hanya meluluskan siswa-siswa yang mempunyai
mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal pemikiran dangkal, dan bukan siswa-siswa yang
yang berada dalam jangkauan pengalaman mampu berpikir kritis dalam setiap menghadapi
seseorang; (2) pengetahuan tentang metode- masalah yang ada.
metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; Noddings (Saurino, 2008) menyatakan
dan (3) keterampilan untuk menerapkan bahwa banyak siswa yang kurang kritis dalam
metode-metode tersebut. memecahkan masalah yang berkaitan dengan
Berpikir kritis menuntut upaya keras berpikir kritis, dan bahkan siswa tidak jarang
untuk memeriksa setiap keyakinan atau yang melewati dan membiarkannya kosong
pengetahuan asumtif berdasarkan bukti karena mereka tidak bisa mengerjakannya.
pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan Kondisi yang demikian juga terlihat saat studi
lanjutan yang diakibatkannya. Lebih lanjut, pendahuluan di kelas XI IPA SMA Islam A
Watson dan Glaser (2008) menyatakan bahwa Yani Batang. Berdasarkan hasil analisis tes
komponen berpikir kritis meliputi: (1) penarikan kemampuan berpikir kritis bahwa 13 dari 20
kesimpulam, (2) asumsi, (3) deduksi, (4) siswa atau 65%, siswa belum mampu
menafsirkan informasi, dan (5) menganalisis mengidentifikasi dan menganalisis soal yang
argumen. Komponen-komponen berpikir kritis diberikan. Salah satu faktor penyebab kesalahan
ini digunakan sebagai tolok ukur kemampuan siswa adalah siswa jarang diberikan soal-soal
berpikir kritis seseorang. yang menuntut untuk berpikir secara mendalam,
Menurut Setyawati (2013), ciri-ciri misalnya soal yang terkait kehidupan sehari-hari
seseorang yang memiliki kemampuan berpikir untuk materi trigonometri. Siswa sering
kritis, yaitu mampu menyelesaikan suatu dimanjakan dengan soal yang sudah diberikan
masalah dengan tujuan tertentu, mampu sketsa gambar, kemudian siswa hanya
menganalisis dan menggeneralisasikan ide-ide menerapkan rumus yang ada.
berdasarkan fakta yang ada, serta mampu Kurangnya perhatian terkait karakter
menarik kesimpulan dan menyelesaikan siswa juga menjadi masalah lain yang terjadi di
masalah secara sistematik dengan argumen yang SMA Islam A Yani Batang, salah satunya yakni
benar. Apabila seseorang hanya mampu karakter tanggung jawab siswa. Hal ini ditandai
menyelesaikan masalah tanpa mengetahui dengan rendahnya karakter tanggung jawab
alasan konsep tersebut diterapkan maka ia yang dimiliki siswa. Berdasarkan wawancara
belum dapat dikatakan memiliki kemampuan dengan guru matematika bahwa ada siswa yang
berpikir kritis. tidak memperhatikan penjelasan dari guru
90
Prayogi & A.T. Widodo / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 89 - 95

selama kegiatan pembelajaran matematika, dan siswa, mendorong siswa untuk belajar, dan
bahkan ada yang melalaikan tugas yang memberikan kesempatan siswa untuk terlibat
diberikan guru. Dalam hal ini, maka karakter aktif mengkonstruksi pengetahuan serta
tanggung jawab perlu dimasukkan ke dalam membentuk karakter tanggung jawab dalam diri
rencana pelaksanaan pembelajaran agar ada siswa. Pembelajaran yang nyaman akan
perhatian yang lebih terhadap pendidikan membantu memperlancar kerja otak dalam
karakter siswa. mengkoneksikan pengetahuan yang dimiliki
Rusmining, Waluya, dan Sugianto (2014) dengan materi yang sedang dipelajari secara
menyatakan bahwa guru harus maksimal (Jensen, 2008:50).
mengintegrasikan pendidikan karakter dalam Salah satu model pembelajaran dan
pembelajaran, yaitu dalam tahap perencanaan, pendekatan yang sesuai dengan cara berpikir
pelaksanaan, dan evalusi pembelajaran. Pada otak siswa serta mampu menjadikan siswa aktif
tahap perencanaan, guru memasukkan mengkonstruk pengetahuan adalah model Brain
pendidikan karakter dalam pembelajaran yang Based Learning (BBL) menggunakan pendekatan
akan dilakukan melalui rencana pelaksanaan saintifik. Menurut Leff dan Nevin sebagaimana
pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan, guru dikutip Jensen (2008) menyatakan bahwa model
membiasakan siswa untuk melakukan kegiatan BBL merupakan model pembelajaran yang
yang dapat menumbuhkembangkan karakter mampu mendorong siswa untuk menggunakan
siswa. Pada tahap evaluasi, guru keterampilan berpikir. Sintak model BBL yang
mempersiapkan alat yang tepat untuk menguji diungkapkan oleh Jensen (2008), yaitu: (1) pra-
karakter siswa, misalnya melalui tugas-tugas pemaparan, (2) persiapan, (3) inisiasi dan
individu maupun kelompok. akuisisi, (4) elaborasi, (5) inkubasi dan
Pembentukan karakter tanggung jawab memasukkan memori, (6) verifikasi dan
dalam kegiatan pembelajaran menjadi salah satu pengecekan keyakinan, dan (7) selebrasi dan
hal yang penting karena karakter tanggung integrasi.
jawab ini tidak bisa dibentuk secara instan Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
namun memerlukan sebuah proses berulang- memberikan pemahaman siswa dalam
ulang hingga menjadi sebuah kebiasaan. mengenal, memahami berbagai materi
Karakter tanggung jawab juga diperlukan agar menggunakan pendekatan ilmiah sehingga siswa
siswa tidak mudah menyerah dalam diarahkan untuk mencari tahu informasi dari
menyelesaikan permasalahan yang menuntut berbagai sumber melalui observasi (Hosnan,
siswa untuk berpikir kritis. Hasil penelitian yang 2014:34). Pendekatan saintifik merupakan
dilakukan oleh Aini, Sukestiyarno, dan Waluya proses pembelajaran yang dirancang agar siswa
(2015) menunjukkan bahwa karakter tanggung secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau
jawab siswa berpengaruh positif terhadap prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati
kemampuan matematis siswa. Hal ini berarti (untuk mengidentifikasi atau menemukan
bahwa ketika seseorang memiliki karakter masalah), merumuskan masalah, mengajukan
tanggung jawab yang tinggi, maka kemampuan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
matematisnya juga akan meningkat. data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
Salah satu usaha yang dilakukan untuk menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.
karakter tanggung jawab siswa adalah dengan Model BBL menggunakan pendekatan
cara memperbaiki proses belajar mengajar, yaitu saintifik adalah perpaduan model BBL dan
proses belajar mengajar yang biasanya berpusat pendekatan saintifik. Langkah-langkah dalam
pada guru (teacher centered) menjadi berpusat model BBL digabungkan dengan fase-fase yang
pada siswa (student centered). Untuk mencapai ada dalam pendekatan saintifik. Keefektifan
tujuan tersebut, perlu diciptakan kondisi model BBL ini didukung oleh penelitian yang
lingkungan belajar yang dapat membelajarkan dilakukan Duman (2010) yang menyatakan
91
Prayogi & A.T. Widodo / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 89 - 95

bahwa model BBL dapat meningkatkan prestasi untuk mengetahui bahwa kedua kelas sampel
belajar siswa. Lebih lanjut, penelitian yang berawal dari kondisi awal yang sama, sedangkan
dilakukan oleh Ozden dan Gultekin (2008) analisis data akhir diambil dari hasil tes akhir
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis yang datanya
menggunakan pendekatan brain based learning digunakan untuk uji ketuntasan dan uji beda.
lebih efektif daripada pembelajaran dengan Untuk analisis data kualitatif menggunakan tiga
model konvensional dalam meningkatkan langkah utama yaitu reduksi data, penyajian
prestasi siswa. Berdasarkan uraian sebelumnya, data, dan membuat simpulan.
tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
kualitas pembelajaran model BBL menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
pendekatan saintifik dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematika siswa Kualitas pembelajaran terdiri atas tiga
dan mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap
siswa ditinjau dari karakter tanggung jawab pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Pembelajaran
dalam pembelajaran matematika dengan model matematika yang telah dilaksanakan dalam
BBL menggunakan pendekatan saintifik. penelitian ini telah memenuhi 3 tahapan kualitas
pembelajaran yang dimaksud, yaitu: (1) pada
METODE tahap perencanaan, perangkat pembelajaran
yang telah disusun valid, (2) pada tahap
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pelaksanaan, keterlaksanaan pembelajaran
kombinasi (mixed method) tipe strategi embedded sudah berkategori baik dan mendapatkan respon
konkuren. Strategi ini dapat dicirikan sebagai positif dari siswa, serta (3) pada tahap evaluasi,
strategi metode campuran yang menerapkan telah memenuhi uji keefektifan.
satu tahap pengumpulan data kuantitatif dan Tahap perencanaan dalam penelitian ini
kualitatif dalam satu waktu (Creswell, dilakukan dengan mempersiapkan perangkat
2013:321). Pemilihan strategi ini dikarenakan pembelajaran, yaitu silabus, rencana
pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja
dalam penelitian dilakukan secara bersamaan. siswa (LKS), dan tes kemampuan berpikir kritis
Penelitian dilaksanakan di SMA Islam (TKBK). Perangkat pembelajaran tersebut
Ahmad Yani Batang dengan materi yang selanjutnya divalidasi oleh validator. Hasil
disampaikan adalah aturan sinus, aturan validasi menunjukkan bahwa perangkat
kosinus, dan luas segitiga. Pada data kuantitatif, pembelajaran memenuhi kriteria valid, dan
sampel yang digunakan ada 2 kelas dengan satu dapat digunakan. Adapun hasil validasi
kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas perangkat pembelajaran dapat dilihat pada
sebagai kelas kontrol. Untuk data kualitatif, Tabel 1.
dipilih 6 siswa dari kelas eksperimen dengan
masing-masing 2 siswa dengan tingkat karakter Tabel 1. Hasil Validasi Instrumen Penelitian
tanggung jawab rendah, sedang, dan tinggi. Validator Rata-
No Instrumen Validitas
Desain penelitian yang digunakan adalah I II III rata
1 Silabus 4,20 4,30 4,60 4,37 Valid
bentuk true experimental desain tipe post-test-only
2 RPP 4,00 4,27 4,45 4,24 Valid
control-grup design. Dalam hal ini, untuk kelas 3 Bahan 4,09 4,45 4,64 4,39 Valid
eksperimen diterapkan model BBL Ajar
menggunakan pendekatan saintifik dan kelas 4 LKS 3,91 4,18 4,45 4,18 Valid
5 TKBK 4,17 4,50 4,67 4,44 Valid
kontrol dengan model pembelajaran langsung.
Analisis data kuantitatif terbagi menjadi
Untuk tahap pelaksanaan didapatkan
dua yaitu analisis data awal dan analisis data
dengan lembar keterlaksanaan pembelajaran dan
akhir. Analisis data awal diambil dari hasil tes
angket respon siswa. Data hasil pengamatan
awal kemampuan berpikir kritis dengan tujuan
92
Prayogi & A.T. Widodo / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 89 - 95

pembelajaran menunjukkan bahwa rata-rata berpikir kritis matematika siswa yang diajar
persentase pelaksanaan pembelajaran yaitu dengan model BBL menggunakan pendekatan
sebesar 76,39% yang berarti bahwa saintifik lebih baik daripada rata-rata
pembelajaran matematika dengan model BBL kemampuan berpikir kritis matematika siswa
berpendekatan saintifik yang telah dilaksanakan yang diajar dengan model pembelajaran
sudah berkategori baik. Untuk data angket langsung. Untuk uji beda proporsi, diperoleh
respon siswa dengan banyaknya soal 14 item bahwa nilai zhitung = 1,759 > 1,645 = ztabel yang
diperoleh skor maksimum 63, skor tererndah 31, berarti bahwa H0 ditolak, sehingga dapat
dan rata-rata 49,61. Adapun frekuensi angket disimpulkan bahwa proporsi kemampuan
respon siswa dapat dilihat pada Tabel 2. berpikir kritis matematika siswa yang diajar
dengan model BBL menggunakan pendekatan
Tabel 2. Hasil Angket Respon Siswa saintifik lebih dari proporsi kemampuan berpikir
Skor Kriteria Frekuensi kritis matematika siswa yang diajar dengan
56 < R ≤ 70 Sangat baik 7 model pembelajaran langsung.
47 < R ≤ 56 Baik 14 Berdasarkan pada data uji keefektifan
37 < R ≤ 47 Cukup baik 4 yang telah dilakukan, maka kriteria keefektifan
28 < R ≤ 37 Kurang baik 3 pada tahap evaluasi telah terpenuhi. Hasil
14 ≤ R ≤ 28 Tidak baik 0 penelitian ini senada dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Ozden dan Gultekin (2008)
Nilai rata-rata data respon siswa sebesar bahwa pembelajaran dengan pendekatan brain
49,61 terdapat pada interval kelas 47 – 56, based learning (BBL) lebih efektif daripada
sehingga dapat dikatakan bahwa respon siswa pembelajaran konvensional dalam
berkategori baik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa meningkatkan prestasi siswa. Keefektifan model
respon siswa terhadap pembelajaran matematika BBL ini juga didukung oleh penelitian yang
dengan model BBL menggunakan pendekatan dilakukan oleh Duman (2010) yang menyatakan
saintifik positif. bahwa model BBL dapat meningkatkan prestasi
Pada tahap evaluasi, dilakukan uji belajar siswa.
keefektifan, yaitu uji ketuntasan dan uji beda. Model BBL menggunakan pendekatan
Berdasarkan uji ketuntasan secara individual saintifik ini mampu meningkatkan kemampuan
dengan bantuan software R menggunakan One berpikir kritis matematika siswa, lima
Sample T-Test dan taraf signifikan 5% diperoleh komponen berpikir kritis matematika, yaitu
bahwa nilai p-value = 1 lebih dari 0,05 yang penarikan kesimpulan, asumsi, deduksi,
berarti bahwa H0 ditolak, sehingga dapat menafsirkan informasi, dan menganalisis
disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan argumen. Hal ini sesuai dengan pendapatnya
berpikir kritis matematika siswa di kelas Dinuță (2014) bahwa perkembangan berpikir
eksperimen telah mencapai KKM. Untuk uji kritis dicapai melalui pembelajaran, sehingga
ketuntasan secara klasikal, diperoleh bahwa nilai model atau strategi pembelajaran yang
zhitung = 2,182 > 1,645 = ztabel, maka dapat digunakan menjadi faktor utama dalam
disimpulkan bahwa proporsi siswa yang diajar meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
dengan model BBL menggunakan pendekatan Dengan menerapkan model BBL berpendekatan
saintifik yang memenuhi KKM yaitu 70 telah saintifik ini, siswa lebih terampil dalam berpikir
mencapai 75%. dan terbiasa menyelesaikan masalah yang
Selanjutnya, untuk uji beda dilakukan membutuhkan pemikiran yang kritis.
dengan bantuan software R menggunakan Keterampilan berpikir kritis perlu dilatih
Student’s t Test dan taraf signifikan 5% diperoleh secara konsisten sehingga keterampilan berpikir
bahwa nilai p-value = 0,025 kurang dari 0,05 kritis siswa akan meningkat. Hal ini sesuai
yang berarti bahwa H0 ditolak, sehingga dapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan Aizikovitsh dan Cheng (2015) bahwa jika guru
93
Prayogi & A.T. Widodo / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 89 - 95

secara konsisten dan sistematis dalam matematika yang mampu dicapai siswa dengan
mendorong berpikir kritis di kelas dengan karakter tanggung jawab sedang.
menerapkan matematika ke dalam Siswa dengan karakter tanggung jawab
permasalahan kehidupan nyata, mendorong rendah adalah siswa S-01 dan S-09. Kedua siswa
untuk berdiskusi dan merencanakan investigasi ini masih belum sepenuhnya menyelesaikan
pelajaran, maka siswa akan cenderung melatih persoalan yang diberikan. Untuk siswa S-01
keterampilan berpikir kritis dan masih belum mampu menyelesaikan persoalan
mengembangkan bahasa berpikir kritisnya. yang berkaitan dengan aspek asumsi, deduksi,
Untuk masalah selanjutnya kemampuan dan menganalisis argumen, sedangkan siswa S-
berpikir kritis siswa ditinjau dari karakter 09 masih belum mampu menyelesaikan
tanggung jawab dalam pembelajaran persoalan yang berkaitan dengan aspek asumsi,
matematika dengan model BBL menggunakan deduksi, dan menafsirkan informasi. Dengan
pendekatan saintifik. Karakter tanggung jawab demikian, siswa dengan karakter tanggung
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jawab rendah hanya mampu mencapai dua
karakter tangguung jawab sebagai seorang siswa aspek kemampuan berpikir kritis matematika.
di sekolah. Adapun indikator karakter tanggung Berdasarkan uraian sebelumnya, siswa
jawab dalam penelitian ini mengacu pada dengan karakter tanggung jawab rendah,
pendapat Bacon. Karakter tanggung jawab siswa kemampuan berpikir kritisnya lebih rendah
dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu karakter dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis
tanggung jawab tinggi, sedang, dan rendah. siswa dengan karakter tanggung jawab tinggi.
Siswa dengan karakter tanggung jawab Hasil penelitian ini senada dengan penelitian
tinggi adalah siswa S-26 dan S-27. Kedua siswa yang dilakukan Aini, Sukestiyarno, dan Waluya
ini sudah mampu menyelesaikan persoalan yang (2015) yang menyatakan bahwa karakter
diberikan hampir mendekati sempurna. tanggung jawab siswa berpengaruh positif
Dikatakan hampir mendekati sempurna karena terhadap kemampuan matematis siswa.
semua persoalan yang diberikan masih ada yang
belum terselesaikan. Namun, untuk kelima SIMPULAN
aspek kemampuan berpikir kritis matematika
yang termuat dalam soal tersebut sudah tercapai Berdasarkan analisis dan pembahasan
dengan baik. Dengan demikian, kelima aspek diperoleh simpulan bahwa kualitas
kemampuan berpikir kritis matematika mampu pembelajaran dengan model BBL menggunakan
dicapai siswa dengan karakter tanggung jawab pendekatan saintifik terhadap kemampuan
tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang berpikir kritis siswa kelas X termasuk dalam
dilakukan oleh Rasyidah, Pratiwi, dan Sulur kategori baik yang ditunjukkan dengan: (1) pada
(2011) yang menyatakan bahwa tanggung jawab tahap perencanaan, perangkat pembelajaran
menunjang pengembangan kemampuan yang telah disusun valid, (2) pada tahap
matematis siswa. pelaksanaan, keterlaksanaan pembelajaran
Siswa dengan karakter tanggung jawab sudah berkategori baik dan mendapatkan respon
sedang adalah siswa S-22 dan S-23. Kedua siswa positif dari siswa, dan (3) pada tahap evaluasi,
ini belum mampu menyelesaikan persoalan yang telah memenuhi uji keefektifan. Selain itu, siswa
diberikan dengan sepenuhnya. Kedua siswa ini dengan karakter tanggung jawab tinggi sudah
masih belum bisa menyelesaikan soal-soal yang mampu mencapai kelima aspek kemampuan
memuat aspek asumsi dan aspek menganalisis berpikir kritis matematika (aspek penarikan
argumen. Hal ini berarti bahwa kedua siswa kesimpulan, asumsi, deduksi, menafsirkan
dengan karakter tanggung jawab sedang, sama- informasi, dan menganalisis argumen),
sama masih lemah dalam aspek asumsi dan sedangkan untuk siswa dengan karakter
aspek menganalisis argumen. Dengan demikian, tanggung jawab sedang dan rendah belum
hanya ada tiga aspek kemampuan berpikir kritis
94
Prayogi & A.T. Widodo / Unnes Journal of Mathematics Education Research 6 (1) (2017) 89 - 95

mampu mencapai kelima aspek kemampuan in Science Course”. Electronic Journal of


berpikir kritis matematika. Science Education, 12(1):1-17.
Rasyidah, U.H., Pratiwi, R., & Sulur. 2011.
UCAPAN TERIMA KASIH “Pengembangan Karakter Tanggung
Jawab, Kejujuran, Tekun/Gigih dan
Penulis menyampaikan terima kasih Dr. Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Fisika
Rochmad, M. Si yang telah membimbing Matematika II Melalui Perkuliahan
penelitian dan penulisan artikel ini. Terpadu”. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian 2014. Yogyakarta: Universitas
DAFTAR PUSTAKA Negeri Yogyakarta.
Rusmining., Waluya, S.B., & Sugianto. 2014.
Aini, N.N., Sukestiyarno., & Waluyo, S.B.
“Analysis of Mathematics Literacy,
2015. “Analisis Komunikasi Matematis
Learning Constructivism and Character
dan Tanggung Jawab Pada Pembelajaran
Education”. International Journal of
Formulate Share Listen Create Materi
Education and Research, 2(8):331-340.
Segiempat”. Unnes Journal of Mathematics
Saurino, D.R. 2008. “Concept Journaling to
Education Research, 4(2):115-123.
Increase Critical Thinking Dispositions
Aizikovitsh, E., & Cheng, D. 2015. “Developing
and Problem Solving Skills in Adult
Critical Thinking Skills from Dispositions
Education”. The Journal of Human
to Abilities: Mathematics Education from
Resources and Adult Learning, 4(1):170-178.
Early Childhood to High School”.
Setyawati, R.D. 2013. “Pengembangan
Creative Education, 6, 455-462.
Perangkat Pembelajaran Matematika
Creswell, J.W. 2013. Research Design: Pendekatan
Model Problem Based Learning Berorientasi
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Enterpreneurship dan Berbantuan CD
Terjemahan Achmad Fawaid.
Interaktif”. Prosiding Seminar Nasional
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Matematika 2013. Semarang: Universitas
Dinuță, N. 2014. “The Use of Critical Thinking
Negeri Semarang.
in Teaching Geometric Concepts in
Syahbana, A. 2012. “Peningkatan Kemampuan
Primary School”. Social and Behavioral
Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP
Sciences, 180: 788-794.
melalui Pendekatan Contextual Teaching
Duman, B. 2010. “The Effects of Brain-Based
and Learning”. Edumatika, 2(1):45-47.
Learning on the Academic Achievement
Watson, G., & Glaser, E. 2008. Watson-Glaser
of Students with Diferent Learning
Critical Thinking Appraisal: Short Form
Styles”. Educational Sciences: Teory &
Manual. USA: Pearson.
Practice, 10(4):2077-2103.
Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar.
Terjemahan Benyamin Hadinata. Jakarta:
Erlangga.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan
Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21.
Bogor: Galia Indonesia.
Jensen, E. 2008. Brain-Based Learning The New
Science of Teaching & Training. Translated
by Yusron. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ozden, M., & Gultekin, M. 2008. “The Effects
of Brain-Based Learning on Academic
Achievement andRetention of Knowledge

95

Anda mungkin juga menyukai