Anda di halaman 1dari 2

Gagalnya Tuntutan akan Keseimbangan Baru Berdasarkan Grondwet 1848.

Terdapat kegagalan hukum yang terjadi di Nusantara. Belanda membuat tahapan hukum untuk
Nusantara yang diumumkan pada 1 Mei 1848. Tahap pertama disebut Aturan Umum Pembentukan
Undang-Undang untuk Hindia-Belanda(Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlandsch Indie-
AB), dan yang kedua disebut Aturan Peralihan (Overgangsbepalingen-Ov).

Pasal 6 AB menyebut empat golongan masyarakat di Hindia-Belanda yang secara hukum diperlakukan
berbeda, masing-masing golongan Eropa dan mereka yang statusnya dipersamakan dengannya,
golongan Bumiputra dan mereka yang statusnya dipersamakan dengan golongan itu. (Europeanen en
daarmede gelijkgetelde personen, en Inlanders met deze gelijkgestlde personen).

Berdasarkan Pasal 7 AB, status yang dipersamakan dengan golongan Eropa adalah “semua orang yang
beragama Kristen dari kalangan Bumiputra. Selain itu adalah semua orang, tanpa memandang asalnya,
yang bukan termasuk Bumiputra atau yang statusnya dipersamakan Bumiputra.

Berdasarkan Pasal 8 AB, status yang dipersamakan dengan golongan Bumiputra ialah “Arab, Moor,
China, dan semua yang beragama Islam atau yang masig menyembah berhala.

Penggolongan tersebut terdiri dari dua tingkat. Penggolongan dasar (hoofdindeeling) dan penyamaan
status dengan salah satu penggolongan dasar (gelijkgestelden). Namun pada sistem dasar penggolongan
tersebut tidak memiliki kejelasan yang masuk akal. Secara nalar, satu-satunya ukuran yang dapat
membedakan golongan Eropa dan Bumiputra adalah agama. Kristen untuk golongan Eropa, bukan
Kristen untuk Bumiputra. Yang tak masuk akal pada sistem dasar penggolongan yaitu Bumiputra Kristen
dianggap sama dengan golongan Eropa, dan yang bukan Kristen dengan Bumiputra. Karena pada
dasarnya UUD 1848 menetapkan “kebangsaan” (landaard), bukan agama, sebagai pembeda hak-hak
warga.

Maka sesungguhnya hanya ada dua golongan yang diakui, yaitu Eropa dan yang lain. Walaupun kalimat
“yang lain” itu disebut Bumiputra, tidak ada “satu” golongan Bumiputra. Yang ada, banyak golongan
Bumiputra, seperti Bumiputra yang beragama Islam, Bumiputra penyembah berhala, China, Arab, dan
Moor. Karena China, Arab dan Moor bukan Bumiputra, walaupun dua golongan terakhir beragama
Islam, maka praktis agama ada tiga golongan, bukan dua.

Seluruh AB melanggar kaidah UUD 1848, yakni tradisi hukum Belanda dan hukum Romawi. Dalam dua
tradisi itu, keadilan bersifat universal (alami) dan kebebasan individu (kesamaan dalam hukum)
merupakan kaidah tertinggi. Jadi,, AB melanggar seluruh jiwa dan semangat yang melahirkan UUD 1848,
dan menerapkan sistem yang lama, yakni pemilahan, di Hindia-Belanda.

Berbeda dari ketentuan Pasal 7 AB, dalam pelaksanannya tidak semua orang beragama Kristen di
kalangan Bumiputra dapat dipersamakan statusnya dengan golongan Eropa. Pasal 10 AB menyatakan ,
terganung pada gubernur jendral yang membuat pengecualian. Jadi, menurut Pasal 3 tentang Aturan
Peralihan (Ov), orang yang beragama Kristen di kalangan Bumiputra untuk sementara tetap masuk
golongan Bumiputra.

Dampak dari pemilahan tersebut sangat besar untuk masyarakat Nusantara. Organisasi peradilan
disesuaikan dengan itu, sehingga muncul berbagai jenis peradilan menurut golongan social dan status
politik. Hukum perdata disesuaikan dengannya, sehingga hanya minimnya golongan yang dapat
diaturnya, sementara golongan lain sesuai dengan hukum adat. Hukum dagang juga hanya mengatur
orang Eropda dan apa yang pada 1906 resmi disebut Timur Asing, terutama China, sehingga Bumiputra
9termasuk yang Kristen) tidak dapat memanfaatkan kemajuan baru di bidang perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai