Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
1.
2.1 Konsep Chronic Kidney Disease (CKD)
2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun
berifat progresif dan irreversible atau tidak dapat kembali seperti semula, tubuh
juga tidak mampu menjaga metabolisme dan tidak mampu menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif
dengan maninfestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah
sehingga ureum atau azotemia mengalami peningkatan (Smeltzer & Bare, 2010;
Rendy & Margareth, 2012; Digiulio,Jackson, dan Keogh, 2014).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). Chronic Kidney
Disease (CKD) biasanya akibat terminal dari destruksi jaringan dan kehilangan
fungsi ginjal yang berlangsung secara berangsur dan keadaan ini dapat pula
terjadi karena penyakit yang progresif secara cepat disertai awitan mendadak
yang menghancurkan nefron dan menyebabkan kerusakan ginjal yang reversibel
(Kowalak, 2011)

2.1.2 Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2014) begitu banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi apapun sebabnya,
respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi
klinis yang dapat mengakibatkan CKD bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di
luar ginjal.
1) Penyakit dari ginjal
a) Penyakit pada saringgan (glomerulus) : glomerulonefritis.
b) Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis.
c) Batu ginjal : nefrolitiasis.
d) Kista di ginjal : polcystis kidney
e) Trauma langsung pada ginjal
f) Keganasan pada ginjal
g) Sumbatan : batu, tumor, ppenyempitan/striktur.
2) Penyakit umum diluar ginjal
a) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
b) Dyslipidemia
c) SLE
d) Infeksi di badan : TBC paru, sifiliis, malaria, hepatitis.
e) Preeklamsia
f) Obat –obatan
g) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

2.1.3 Pathofisiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2014), patofisiologi dari Chronic Kidney
Disease (CKD) yaitu:
Gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan cairan,
penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi gimjal turun kurang
dari 25% normal, tanda dan gejala gagal gnjal kronik karena nefron-nefron sisa
yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorbsi, dan sekresinya, serta mengalami
hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut
rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini berkaitan dengan
tuntutan nefron untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan
progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah
ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan
kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan edema paru. Edema paru
akan menyebabkan sesak nafas karena oksigen yang berada dalam paru-paru
akan berkurang. Selain penumpukan cairan pada paru juga dapat terjadi
penumpukan dalam perut yang menyebabkan asites, asites juga dapat
memperburak pola nafas pasien karena mengalami pembesaran perut
Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuknya
jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi
ginjal menurun drastis dengan tanda penumpukan metabolit-metabolit yang
seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat
yang memberikan banyak gejala pada setiap organ tubuh.
2.1.4 Patways
Lanjutan
Lanjutan
2.1.5 Klasifikasi
Menurut Muttaqin dan Sari (2014) gagal ginjal kronik selalu berkaitan
dengan penurunan progresif LFG (Laju Filtration Glomerulus). Stadium-
stadium CKD didasarka pada t
1) Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 50% dari
normal.
2) Insufiensi ginjal, yang terjadi apabila LFG turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3) Gagal ginjal, yang terjadi apabila LFG kurang dari 20% normal.
Semakin banyak nefron yang mati.
4) Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila LPG menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pasa seluruh
ginjal ditemukan jaringan perut dan atrofi tubulus

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 sebagia berikut
:
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya Derajat
Penjelasan LFG
(ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG (Laju ≥ 90
Filtration Glomerulus) normal
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan 60-89
LFG (Laju Filtration Glomerulus)
ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG (Laju 30-59
Filtration Glomerulus) penurunan
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG (Laju 15-29
Filtration Glomerulus) penurunan
berat
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Sudoyo, 2015)

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik menurut Nahas &Levin (2010) adalah sebagai
berikut:
1) Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema. Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian
pergelangan kaki, tangan, wajah, dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika
tubuh tidak bisa mengeluarkan semua cairan yang menumpuk dalam
tubuh, genjala ini juga sering disertai dengan beberapa tanda seperti
rambut yang rontok terus menerus, berat badan yang turun meskipun
terlihat lebih gemuk.
2) Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak.
Perubahan pola nafas terjadi karena adanya edema paru, hal ini
menyebabkan sesak nafas karena cairan yang harusnya dikeluarkan oleh
tubuh tetapi tertumpuk dalam paru-paru yang menyebabkan oksigen
dalam paru berkurang.
3) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
4) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).
5) Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6) Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan amenore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D.
7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
8) Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin dan Sari (2014), pemeriksaan penunjang pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) antara lain:
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Laju Endapan Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,
dan hipoalbuminemia. Anemia normesitor normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah.
b) Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandinagn antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein,
dan tes Kliens Kreatinin yang menurun.
c) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia:
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya
sintesis vit D3 pada CKD.
e) Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
f) Hipoalbuminemia dan hipokolesteromia: umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
g) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (retensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
h) Hipertligiserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada
gagal ginjal.
2) Pemeriksaan diagnostik lain
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan
nefropati asam urat.
c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolitm (hiperkalaemia).

2.1.8 Penatalaksanaan
Morton dan Patricia (2011) menjelaskan penatalaksanaan pada pasien
CKD adalah :
1) Penatalaksanaan gangguan cairan
Pada pasien CKD, pembatasan cairan dan garam adalah penyokong terapi
untuk mencegah kelebihan beban cairan. Deuretik juga digunakan untuk
memperlambat kebutuhan akan dialisis.
2) Penatalaksanaa gangguan asam basa
Pengakjian dengan analisa gas darah (AGD) dan karbondioksida vena
dapat sebagai panduan untuk pemebrian terapi obat-obat yang bersifat
basa.
3) Penatalaksanaan gangguan kardiovaskuler
a. Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi pada pasien CKD dapat berupa,
pembatasan natrium dan cairan, penggunaan deuretik, terapi anti
hipertensi serta dialisis untuk membuang cairan yang berlebih.
b. Hiperkalemia
Penatalaksanaan pada pasien hiperkalemia dapat melalui, pembtasan
kaliaum dalam diet, diuretik, dan resin yang mengikat kalium,
sedangkan untuk hiperkalemia berat dilakukan dengan berusaha
melawan efek kalium melalui pemberian kalsium glukonat atau
klorida IV, membuang kalium dari tubuh melalui pemberian diuretik
dan resin, serta memindahkan kalium ke dalam sel melalui pemberian
bikarbonat IV dan insulin.
4) Penatalaksanaan gangguan pulmoner
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien CKD adalah edema paru,
akibat kelebihan volume cairan, gagal jantung atau keduanya.
Penatalaksanaan gangguan paru berupa pembatasan cairan dan natrium,
penanganan pada gagal jantung yang mendasari, serta pemberian deuretik.
5) Penatalaksanaan gangguan gastrointestinal
Pada pasien CKD sering terjadi perdarahan pencernaan, penatalaksanaan
dapat melalui pemberian cairan kristaloid dan produk darah.
6) Penatalaksanaan gangguan hematologi
Pada pasien CKD akan mengalami gangguan hematologi berupa,
peningkatan kecenderungan perdarahan, gangguan sistem imun dan
anemia, penatalaksanaannya melalui penatalaksanaan kolaboratif
mencakup pemberian produk darah sesuai kebutuhan, memberikan
suplemen zat besi oral, memberikan suplemen vitamin.
7) Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat
Penatalaksanaan gangguan eliminasi obat ini sangat penting karena agen
farmakologis, metabolitnya atau keduanya diekskresikan oleh ginjal,
kewaspadaan perawat sangat perlu untuk memastikan pemberian waktu
yang tepat.
8) Penatalaksanaan pada gangguan skeletal
Penatalaksanaan pada gangguan skeletal terdiri dari, pengaturan fosfat,
suplementasi kalsium dan vit D, pencegahan toksilitas alumunium, dan
pengendalian asidosis metabolik.
9) Penatalaksanaan sistem integumen
Penatalaksanaan kolaboratif pada sistem integumen adalah penurunan
fosfat, pemberian vit D, obat-obatan anti histamin serta perawatan kulit
dengan seksama melalui alih baring pasien untuk mencegah kerusakan
kulit.

2.1.9 Komplikasi
Morton dan Patricia (2011) menerangkan komplikasi yang terjadi pada
pasien CKD yaitu:
1) Gangguan kardiovaskular
Gangguan di sistem kardiovaskular dapat menyebabkan atau mempercepat
proses gagal ginjal, selain itu komplikasi kardiovaskular juga dapat
muncul sebagai akibat CKD. Komlikasi yang sering muncul yaitu
hipertensi, hiperkalemia, dan perikarditis.
2) Gangguan pulmoner
Komplikasi pada paru yang sering muncul pada pasien CKD adalah
terjadinya edema paru. Komplikasi ini sering terjadi karena kelebihan
cairan, gagal jantung atau keduanya.
3) Gangguan gastrointestinal
Komplikasi yang sering timbul adalah perdarahan pencernaan, etiologinya
dapat terjadi karena kelainan pembekuan darah dan trombosit, pemakaian
anti koagulan. Selain itu komplikasi pada sistem pencernaan dapat berupa,
anoreksia, mual, muntah, diare,konstipasi, serta gangguan rongga mulut
seperti stomatitis.
4) Gangguan neuromuskuler
Gangguan neuromuskuler dapat manyebabbkan komplikasi berupa
ganguan tidur, gangguan proses kognitif, latergi, iritabilitas otot, dan
neuropati perifer.
5) Gangguan sistem imun
Pasien dengan CKD berada pada daya tanggap imun rendah, gangguan ini
disebabkan malnutrisi dan efek uremia pada leukosit.
6) Gangguan muskuloskeletsl
Gangguan muskuloskeletal muncul pada pasien CKD dikarenakan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat, hal ini
menyebabkan berbagai komplikasi system muskuloskleletal seperti, nyeri
tulang, fraktur, pseudogout, serta pruritus.

2.2 Konsep Teori


2.2.1 Pengkajian
Menurut Muttaqin (2011), pengkajian pada klien dengan CKD adalah
sebagai berikut:
1. Identitas
Gagal ginjal kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat kejadian
Kaji onset penurunan output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan pada kulit, adanya napas berbau amonia
dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapatkan pengobatan.
4. Riwayat penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic
Hyperplasia dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit DM, dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
5. Keadaan Umum
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremis dimana dapat mempengaruhi sistem
saraf pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan seperti RR
meningkat. Tekanan darah terjadi perubahan dari hiperensi ringan sampai
berat.
6. Airway
Kaji jalan nafas, apakah paten atau terjadi obstruksi. Kaji adanya retraksi
clavikula dan adanya pernafasan cuping hidung, observasi adanya sputum,
apakah kental dan banyak.
7. Breathing
Kaji pergerakan dada apakah simetris atau asimetris, adanya penggunaan
otot bantu napas, auskultasi suara napas, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dispnoe nokturnal paroksismal (DNP), takhipnoe (peningkatan
frekuensi), adanya suara napas tambahan, batuk dengan/tanpa sputum,
keluhan sesak napas, irama pernapasan, dan pemakaian alat bantu napas.
8. Circulation
Pada kondisi uremi berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral
dingin, CRT > 3, palpitasi, nyeri dada atau angina, dan sesak napas,
gangguan irama jantung, edema, penurunan perfusi perifer sekunder dari
penurunan curah jantung akibat hiperkalemi dan gangguan konduksi
elektrikal otot ventrikel.
9. Neurologi
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disorientasi, klien sering mengalami kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrom, restless leg syndrom, kram
otot dan nyeri otot.
10. Integumen
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
defisit fosfat kalsium pada kulit, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan
perfusi perifer dari hipertensi.
11. Abdomen
Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus saluran cerna sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
12. Perkemihan
Penurunan urine output <400 ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat.
2.2.2 Diagnoosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan respon asidosis
metabolik.
2. Resiko perfusi jaringan renal tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan nefron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
(Asidosis Metabolik)
2.2.3 Intervensi
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan respon asidosis
metabolik.
SDKI
Pola Napas Tidak Efektif D.0005
Definisi
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (misalnya, nyeri saat bernapas, kelemahan, otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuscular
6. Gangguan neurologis (misalnya, elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala,
gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energy
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Dispnea 1. penggunaan otot bantu napas
meningkat
2. volume tidal menurun
3. PCO2 meningkat
4. PO2 menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
Tidak tersedia 1. Gelisah
2. Takikardia
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Asma
3. Cedera kepala
4. Gagal napas
5. Bedah jantung
6. Adult respiratory distress syndrome (ARDS)
7. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
8. Prematuritas
9. Inpeksi saluran nafas

SLKI

Pola napas L.01004

Definisi
Inspirasi dan/atau ekspresi yang memberikan ventilasi adekuat

Ekspetasi membaik

Kriteria hasil

Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
menurun meningkat
Ventelasi semenit 1 2 3 4 5
Kapasitas vital 1 2 3 4 5
Diameter thoraks
anterior posterior 1 2 3 4 5

Tekanan ekspirasi 1 2 3 4 5
Tekanan inspirasi 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
meningkat Sedang Menurun
meningkat menurun
Dispnea 1 2 3 4 5
Pengunaan otot
bantu napas 1 2 3 4 5
Pemanjangan fase
ekspirasi 1 2 3 4 5

Ortopnea 1 2 3 4 5
Pemapasan pursed-
tip 1 2 3 4 5

Pernapasan cuping
hidung 1 2 3 4 5

Cukup Cukup
memburuk Sedang Membaik
memburuk membaik
Frekuensi napas 1 2 3 4 5
Kedalaman napas 1 2 3 4 5
Ekskursi dada 1 2 3 4 5

SIKI

Manajemen jalan napas 1.01011

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelolah kepatenan jalan napas

Tindakan

Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan(Mis.gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Trapeutik
- Pertahanan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endrotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
- Berikam oksigen, jika perlu

Edukasi
- anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- ajarkan teknik batuk efektif

kolaborasi
- kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolotik, jika perlu

Pemantauan Respirasi 1.01014


Definisi

Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan
keefektifan pertukaran gas

Tindakan

Observasi
- monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
- monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kusmaul,
cheyne-stokes, biot ataksik)
- monitor kemampuan batuk efektif
- monitor adanya produksi sputum
- monitor adanya sumbatan jalan napas
- palpasi kesemetrisan ekspansi paru
- aulkultasi bunyi napas
- monitor saturasi oksigen
- monitor nilai AGD
- monitor hasil x-ray thoraks

Trapeutik
- atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- jelas tujuan dan prosedur pemantauan
- informasikan hasil pemantauan

2. Resiko perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nefron


sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolism (Asidosis
Metabolik)

SDKI

Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif (D.0016)


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi
Definisi
Beresiko Mengalami penurunan sirkulasi darah ke ginjal
Faktor Resiko
1. Kekurangan volume cairan
2. Embolisme vaskuler
3. Vaskulitis
4. Hipertensi
5. Disfungsi ginjal
6. Hiperglikemia
7. Keganasan
8. Pembedahan jantung
9. Bypass kardiopulmonal
10. Hipoksemia
11. Hipoksia
12. Asidosis metabolic
13. Trauma
14. Sindrom kompartemen abdomen
15. Luka bakar
16. Sepsis
17. Sindrom respon inflamasi
18. Lanjut usia
19. Merokok
20. Penyalahgunaan zat
Kondisi Klinis Terkait
1. Diabetes Melitus
2. Hipertensi
3. Ateroklerosis
4. Syok
5. Keganasan
6. Luka bakar
7. Pembedahan jantung
8. Penyakit ginjal )mis. Ginjal polikistik, stenosis artesi ginjal, gagal ginjal,
glumerulonefritis, nefritis intersisial, nekrosis kortikal bilateral, polinefritis)
9. Trauma

SLKI

Status Cairan L.03028

Definisi
Kondisi volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/ atau intraseluler

Ekspetasi membaik

Kriteria hasil

Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
menurun meningkat
Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Tugor kulit 1 2 3 4 5
Output urine 1 2 3 4 5
Pengisian vena 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
meningkat Sedang Menurun
meningkat menurun
Ortopnea 1 2 3 4 5
Dipsnea 1 2 3 4 5
Paroxysmal
nocturnal dyspnea 1 2 3 4 5
(PND)

Edema anasarka 1 2 3 4 5
Edema perifer 1 2 3 4 5
Berat badan 1 2 3 4 5
Distensi vena
jugularis 1 2 3 4 5

Suara napas
tambahan 1 2 3 4 5

Kongesti paru 1 2 3 4 5
Perasaan lemah 1 2 3 4 5
Keluhan haus 1 2 3 4 5
Konsentrasi urine 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
memburuk Sedang Membaik
memburuk membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Tekanan nadi 1 2 3 4 5
Membrane mukosa 1 2 3 4 5
Jugular Venous
Pressure (JVP) 1 2 3 4 5

Kadar Hb 1 2 3 4 5
Kadar Ht 1 2 3 4 5
Central Venous
Pressure 1 2 3 4 5

Refluks
hepatojugular 1 2 3 4 5

Berat badan 1 2 3 4 5
Hepatomegaly 1 2 3 4 5
Oliguria 1 2 3 4 5
Intake cairan 1 2 3 4 5
Status mental 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 1 2 3 4 5

SIKI

Manajemen Cairan 1.030998


Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi


ketidakseimbangan cairan.

Tindakan

Observasi
- Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembapan mukosa, tugor kulit, tekanan darah)
- Monitor berat badan harian
- Monitor berat badan sebelum dan sesudah dealisis
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematocrit, Na, K, Cl, berat jenis
urine, BUN)
- Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP, jika tersedia)
Trapeutik
- Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian duretix, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, F. R. (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua


Satria Offset.
Dharma, P. S. (2015). Penyakit Ginjal Deteksi Dini dan Pencegahan.
Yogyakarta: Condongcatur.
Ismail, H & Bahar, B. (2014). Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan
Motivasi dengan Kepatuhan Diet pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah
Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis Vol.1, No.3, pp. 1-8.
Meilirianta., Tohri, T., Suhendra. (2016). Jurnal Posisi Semi Fowler dan Posisi
High Fowler Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien asma
Bronkial Di Ruang Rawat Inap D3 dan E3 Rumah Sakit Umum Daerah
Cibabat Cimahi.Tersedia di http://stikesrajawali.ac.id/repository/16_perban
dingan_posisi_full.pdf . Diunduh 11 November 2018.
Muttaqin, A. dan Sari, K. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo A. W., Setyohadi, B., Alwi, I. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.

Anda mungkin juga menyukai