Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian DNA

DNA merupakan materi yang membentuk kromosom-kromosom dan juga merupakan


informasi genetik yang tersimpan dalam tubuh makhluk hidup. Informasi genetik ini pada
dasarnya merupakan kumpulan instruksi/perintah yang mengatur sel untuk bisa
melakukan hal-hal tertentu. DNA singkatan dari deoxyribonucleic acid, atau dalam
Bahasa Indonesia disebut dengan Asam Deoksiribosa Nukleat atau ADN.
Kata deoxyrybo mengacu pada nama gula yang terkandung dalam DNA,
yaitu deoxyrybose(deoksiribosa).

Susunan kimia DNA adalah polimer berupa rantai panjang dari nukleotida. Perlu Kamu
ingat bahwa satu nukleotida terdiri dari satu gugus fosfat, satu komponen gula pentosa (5-
karbon), dan satu basa nitrogen. Satu-satunya pembeda tiap nukleotida ialah basa
nitrogen. Hanya ada 4 kemungkinan basa yang terdapat pada tiap satu nukloetida DNA,
yaitu adenine (A), guanine (G), thymine (T), atau cytosine (C). Variasi urutan dari
keempat basa-basa tersebut membentuk suatu kode genetik pada sel. Mungkin hal ini
dirasa aneh, hanya dengan 4 huruf yang terdapat pada DNA, suatu informasi genetik yang
berbeda-beda dapat diwariskan pada keturunan makhluk hidup. Itu sebenarnya wajar saja,
karena pada kromosom terdapat berjuta-juta nukleotida, maka sangat banyak kombinasi
yang berbeda meskipun hanya berasal dari 4 huruf tersebut.

DNA terdiri atas dua utas  benang polinukleotida yang saling berpilin membentuk heliks
ganda (double helix). Model struktur DNA itu pertama kali dikemukakan oleh James
Watson dan Francis Crick pada tahun 1953 di Inggris. Struktur tersebut mereka buat
berdasarkan hasil analisis foto difraksi sinar X pada DNA yang dibuat oleh Rosalind
Franklin. Karena yang difoto itu tingkat molekul, maka yang tampak hanyalah bayangan
gelap dan terang saja. Bayangan foto itu dianalisis sehingga mereka berkesimpulan bahwa
molekul DNA merupakan dua benang polinukleotida yang berpilin.

DNA pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tumbuhan terdapat
di dalam inti sel, dan beberapa organ lain di dalam sel seperti mitokondria dan kloroplast.
Penyebutan nama DNA juga didasarkan pada lokasi asalnya. DNA genome inti (nuclear
DNA genome) berasal dari inti sel, DNA genom mitokondria (mitokondria DNA genome)
berasal dari mitokondria, DNA genom kloroplast berasal dari kloroplast. Pada organisme
tingkat rendah, DNA penyusun kromosom dan plasmid dibungkus oleh dinding sel (pada
bakteri) atau dibungkus oleh protein tertentu (pada virus). Kromosom eukariot berbentuk
linear sedangkan kromosom prokariot berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga
mengandung satu atau lebih plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular dengan
ukuran yang jauh lebih kecil dibanding kromosom (Rian, 2013).

Gambar 1. Struktur DNA (Priyani, 2004)

Menurut Priyani (2004), DNA mempunyai fungsi-fungsi yang sangat penting bagi
tubuh kita. Hal tersebut dikarenakan DNA merupakan molekul kehidupan utama di dalam
sel makhluk hidup. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

1. Tempat menyimpan dan menyalurkan informasi genetik suatu makhluk hidup.


2. Fungsi heterokatalis, yaitu fungsi untuk melaksanakan pengaturan pembuatan
molekul-molekul lain yang penting dalam tubuh dan fungsi autokatalis, yaitu fungsi
DNA untuk mereplikasi dirinya sendiri.
Sel eukariotik mengandung sejumlah molekul DNA, masing-masing pada umumnya
berukuran jauh lebih besar dari satu molekul DNA di dalam prokariotanya. Molekul DNA
di dalam eukariotik bergabung dengan protein dan dikelompokkan menjadi serabut
kromatin di dalam nukleus, yang dikelilingi oleh sistem membran ganda yang bersifat
kompleks (Rian, 2013).

Asam ribonukleat terdiri benang panjang ribonukleotida. Walaupun molekul ini jauh
lebih pendek dari DNA, RNA ditemukan dalam jumlah yang jauh lebih banyak di dalam
kebanyakan sel. Pada sel prokariotik dan eukariotik, ketiga golongan utama RNA adalah
RAN data (mRNA = messenger RNA), RNA Ribosom (rRNA), dan RNA pemindah
(tRNA = transfer RNA). Masing-masing terdiri dari satu rantai ribonukleotida, dan
masing-masing mempunyai molekul urutan nukleotida, dan fungsi biologis yang khas.
DNA mengandung 2 basa pirimidin utama, sitosin (C) dan timin (T), dan dua basa urin
utama adenine (A) dan guanin (G). RNA juga mengandung dua pirimidin utama sitosin
(C) dan urasil (U), dan dua basa purin, adenine (A) dan guanine (G) (Rian, 2013).

A. Isolasi DNA

Isolasi DNA pertama kali dilakukan oleh ilmuwan asal Swiss bernama Friedrich
Miescher pada tahun 1869. Ia menemukan senyawa asam yang mengandung nitrogen dan
fosfat pada inti sel dari sel darah putih. Senyawa ini diberi nama nuklein, namun pada
tahun 1889 muridnya yaitu Richard Altmann menamainya asam nukleat. Metode yang
digunakan oleh Miescher adalah alkalyne lysis untuk memecahkan sel dan mengisolasi
DNA (Muladno, 2002).

1. Isolasi DNA Kromosom


Metode ini adalah contoh metode alkalyne lysis. Isolasi kromosom bakteri
dimulai dengan menginokulasi biakan pada media Luria Broth dengan kondisi 37 °C
selama 18 jam, lalu suspensi bakteri disentrifugasi pada 8000 rpm selama 2 menit.
Kemudian supernatan dibuang hingga bersih dan pelet diresuspensi dengan
penambahan 400 µL bufer Tris-EDTA 1X. Suspensi bakteri ditambahkan dengan 100
µL lisozim 50 mg/mL, selanjutnya diinkubasi dengan kondisi 37 °C selama 1 jam
dan setiap 15 menit tabung di-flip. Lalu suspensi bakteri ditambahkan dengan 150 µL
SDS 10% dan di-flip, serta ditambahkan 10 µL Proteinase K 10 mg/mL (Yuwono,
2008).
Selanjutnya suspensi bakteri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 1 jam dan setiap
15 menit tabung di-flip. Ke dalam suspensi ditambahkan 100 µL NaCl 5 M dan 100
µL CTAB 10% untuk mengikat protein sehingga DNA terpisah dari protein,
kemudian tabung di-flip. Suspensi diinkubasi dengan kondisi 65 °C selama 20 menit,
dan ditambahkan 200 µL P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk
degradasi protein. Dan juga terdiri dari kloroform untuk degradasi lemak, dan isoamil
alkohol sebagai anti buih. Lalu dibolak-balik. Kemudian suspensi disentrifugasi
10000 rpm selama 10 menit (Yuwono, 2008).
Sebanyak 500 µL lapisan atas diambil dan dipindahkan ke tabung baru, lalu
sebanyak 500 µL C:I ditambahkan ke tabung baru. Suspensi kembali disentrifugasi
pada 10000 rpm selama 10 menit, dan lapisan atas sebanyak 300 µL diambil dan
dipindahkan ke tabung baru. Selanjutnya isopropanol dingin sebanyak 300 µL
ditambahkan ke tabung baru tersebut. Suspensi diinkubasi dengan kondisi -20 oC
selama 1 jam, kemudian disentrifugasi pada 10000 rpm selama 10 menit. Lalu pelet
ditambahkan dengan 700 µL etanol 70% kemudian di-spin selama 10 detik. Etanol
dibuang dan tabung dikeringkan dalam inkubator dengan kondisi 37 °C, dan pelet
diresuspensi dengan 50 µL ddH2O kemudian diinkubasi dengan kondisi 37 °C
(Yuwono, 2008).

2. Isolasi DNA Plasmid


Sebanyak 1,5 mL garam fisiologis untuk menjaga tekanan isotonis dimasukkan
ke tabung mikro lalu biakan sebanyak setengah cawan bakteri diambil dan dilakukan
pengadukan. Tabung mikro disentrifugasi 6000 rpm selama 2 menit. Supernatan
dibuang dari pelet. Pelet diresuspensi dengan 250 μL larutan A yang terdiri dari
Tris-Cl sebagai pengatur pH, glukosa sebagai penjaga tekanan isotonis, dan EDTA
sebagai chelating agent dingin. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 5
menit (Muladno, 2002).
Lalu larutan B yang terdiri dari NaOH sebagai pendenaturasi DNA dan SDS
sebagai pelarut membran sel sebanyak 250 μL ditambahkan, dan tabung mikro
dibolak balik 5 kali, lalu diinkubasi baki es selama 10 menit. Larutan C dingin yang
terdiri dari kalium asetat dan asam asetat yang berfungsi untuk merenaturasi DNA
sebanyak 250 μL ditambahkan ke campuran, kemudian dibolak balik 5 kali, lalu
diinkubasi 5 menit tepat di baki es. Selanjutnya tabung mikro disentrifugasi 10.000
rpm selama 10 menit. Lalu supernatan sebanyak 600 μL dipindahkan ke tabung
mikro steril baru (Muladno, 2002).
P:C:I yang terdiri dari phenol yang berfungsi untuk degradasi protein, kloroform
untuk degradasi lemak, dan isoamil alkohol sebagai anti buih sebanyak 500 μL
ditambahkan ke campuran, lalu dibolak balik 5 kali, lalu disentrifugasi 10.000 rpm
selama 10 menit. Supernatan sebanyak 400 μL dipindahkan ke tabung mikro steril
baru, lalu etanol 96% untuk mengikat air sehingga DNA mengendap sebanyak 1 mL
ditambahkan. Suspensi diinkubasi freezer -20 °C, lalu disentrifugasi 10.000 rpm
selama 2 menit. Supernatan dibuang dengan segera, lalu etanol 70% untuk mencuci
DNA sebanyak 700 μL ditambahkan. Tabung mikro disentrifugasi 10.000 rpm
selama 5 menit, lalu supernatan segera dibuang. Tabung mikro dikeringkan pada
inkubator 37 oC hingga etanol 70% kering. TE atau ddH2O steril sebanyak 30 μL
ditambahkan ke tabung mikro (Muladno, 2002).

B. Tahapan Isolasi DNA


Menurut Lubis (2013), molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau
diisolasi untuk berbagai macam keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA
melalui elektroforesis. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan
DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prisnsip utama dalam
isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari
bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus menghasilkan
DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif
dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh
mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan
cepat. Isolasi DNA bergantung pada:

1. Banyaknya DNA yang ingin didapatkan dari isolasi.


2. Jenis organisme yang akan diisolasi DNA nya.
Isolasi DNA hewan berbeda dengan tumbuhan. Isolasi DNA organisme
prokaryotik juga berbeda dengan isolasi DNA organisme eukaryotik. Untuk
mendapatkan DNA berkualitas, setiap step harus dilakukan dengan benar. DNA yang
baik ciri-cirinya adalah transparan dan tidak lengket seperti jelly. Jika lengket seperti
jelly, berarti terdapat banyak polisakarida dalam isolate (Faatih, 2009).

1) Cara Konvensional

Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam
keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA
dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak,
dan karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran
(lisis), ektraksi dan pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta
pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008; Dolphin, 2008). Menurut Surzycki (2000),
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus
menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus
efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh
mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat.

Isolasi DNA tanaman, isolasi DNA buah, isolasi DNA bakteri, dan isolasi DNA hewan
pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Prinsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel
atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi
dalam hal teknik dan bahan yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih
mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu perusahaan sebagai contoh
kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti Kit Nucleon
Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan GeneJETTM Genomic
DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya
memiliki protokol sendiri yang disesuaikan dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi
DNA dengan kit dan manual memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional
memiliki kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara
kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang diperoleh
tergantung jenis sampel. 
a. Tahapan Lisis
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran
membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal
isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998).
Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara
fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam
nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi
(Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun
enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan
detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi
destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti
menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah
(Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Brown, 2010; Surzycki (2000). 
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium
dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut
selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam
mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA
(Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen yang lain seperti cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan
membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Bettelheim dan Landesberg, 2007).
Parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal.
Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya
kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka
penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan
konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung
CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA
bersifatinsolublepada suhu di bawah 15°C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan
kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan
dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB,
sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk
mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15°C.
Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak
digunakan untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida
seperti terdapat pada sel tanaman dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas,
Agrobacterium, dan Rhizobium (Surzycki, 2000). 
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain
seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk
menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk
menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan (Ranjan et al.,
2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman
dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang
kemudian akan terpisah dengan DNA (Lodhi et al., 1994). Senyawa polifenol
perlu dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik (Moyo et al., 2008).
Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat
dilakukan amplifikasi. Disamping itu polifenol akan mengurangi hasil ektraksi
DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA (Porebskiet al., 1997).
Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga dapat mendenaturasi
protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan Rapley, 2008). 
Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam rentang pH 5
sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan depurifikasi dan
mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses deproteinisasi.
Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan mengakibatkan pemisahan untai
ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur DNA selama
proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan
protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan
mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan
buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan inhibitor
DNAase dan detergen (Surzycki 2000). 
b. Tahapan Ekstraksi
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating
agent seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan
menginaktivasi enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi,
EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan
kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley,
2008). DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan
dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein
agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali
digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol
menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang
selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008).
Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan
terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase
aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase
aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada
pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik (Gambar 1). Selain fenol,
dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol,
kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang
didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan
dari DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Birren, et al., 1997; Clark,
2010). 
Gambar 2. Asam nukleat berada pada lapisan air setelah disentrifugasi pada
tahapan ekstraksi (Clark, 2010).
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air. Disamping
itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan protein larut
dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa metode
deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut organik. Biasanya pelarut organik
yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang mengandung 4% isoamil
alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan
sifat pelarut organik. Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan
kemampuannya untuk mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai
polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase
antara kloroform – air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut
dapat menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa
organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Clark, 2010). 

Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara


kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air dan
kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau sentrifugasi
yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air. Isoamil alkohol
berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform untuk membantu
pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan kloroform-air yang mana
protein akan mengalami presipitasi. Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini
memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran
yang terbatas (20.000–50.000 bp). Fungsi lain dari penambahan CIA ini adalah
untuk menghilangkan kompleks CTAB dan meninggalkan DNA pada fase
aquoeus. DNA kemudian diikat dari faseaquoeus dengan presipitasi etanol
(Surzycki, 2000). 

c. Tahapan Presipitasi

Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi
(pemisahan). Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan
presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus
sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet
setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999).Hoelzel (1992) juga menambahkan
bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform
yang berasal dari tahapan ekstraksi. 

Menurut Surzycki (2000), prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama,


menurunkan kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air
yang polar mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif
dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester DNA.
Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat
bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air. Molekul
isopropanol tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat
sehingga isopropanol adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua,
penambahan isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA
sehingga DNA akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan
menurunkan aktivitas molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA. 
Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-
residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga mengalami
koagulasinamun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk
presipitat granular.Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet
dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah
DNA pekat.Proses presipitasikembali dengan etanol atau isopropanol sebelum
pellet dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang
diisolasi (Bettelheim dan Landesberg, 2007). Keller dan Mark (1989)
menerangkan bahwa pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol
dengan menggunakan etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu garam
yang masih tersisa. Garam-garam yang terlibat dalam proses ekstraksi bersifat
kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat terpresipitasi bersama DNA, oleh
sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol setelah presipitasi dengan
isopropanol untuk menghilangkan residu garam (Ausubel et al., 2003). 

Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol, maka
etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut
bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan
residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap
(Surzycki, 2000). Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur dengan
ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan kontaminan yang
tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang terikat pada asam nukleat
(Sambrook et al., 2001). 

Setelah pellet DNA dikeringanginkan, tahap selanjutnya adalah penambahan


buffer TE ke dalam tabung yang berisi pellet dan kemudian disimpan di dalam
freezer dengan suhu sekitar -20ºC. Verkuil et al. (2008) menyatakan bahwa buffer
TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah
diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Keller dan Mark
(1989) juga menjelaskan bahwa pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat
memisahkan antara RNA yang mempunyai berat molekul lebih rendah
dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh
RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada
suhu -20ºC. 
Gambar 3. Proses pufrifikasi DNA dengan menggunakan metode silika dan
kolom kromatografi (a) proses pengikatan DNA ke silika dengan bantuan
perubahan konsentrasi garam, (b) DNA dielusi untuk memperoleh DNA (Brown,
2010).

2) Cara menggunakan Kit

Isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh
beberapa perusahan untuk mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit
isolasi juga disesuaikan dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan
digunakan. Berikut adalah bagan contoh isolasi DNA tanaman dengan menggunakan Kit
Nucleon Phytopure yang disajikan pada Gambar 3. 
Gambar 4. Bagan isolasi DNA dengan menggunakan kit phytopure.

C. Metode Isolasi DNA


1. Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
Teknik pengujian polimorfisme DNA berdasarkan pada amplifikasi dari
segmen-segmen DNA acak yang menggunakan primer tunggal yang sekuen
nukleotidanya ditentukan secara acak. Primer tunggal ini biasanya berukuran 10
basa. PCR dilakukan pada suhu anealing yang rendah yang memungkinkan
primer menempel pada beberapa lokus pada DNA. Aturan sederhana untuk
primer adalah terdiri atas 18-28 susunan basa dengan persentase G+C 50-60%
(Rosana, 2014).

2. Metode CTAB
Menghasilkan pita DNA yang berukuran tebal dan dapat memisahkan DNA
dari polisakarida karena adanya perbedaan karakteristik kelarutan (differensial of
solubility). Di samping diperoleh fragmen DNA, dengan metode CTAB juga
akan diperoleh RNA dengan pita tipis yang terletak jauh berada di bawah pita
DNA. Keberadaan pita RNA tergantung bahan yang diekstraksi (Rosana, 2014).

3. Phenol:Chloroform
Mengunakan senyawa Phenol-choloroform-isoamyl alcohol, Metode standard
untuk ekstraksi DNA, Akhir-akhir ini ditinggalkan, karena sifat toksik phenol
(Rosana, 2014).
4. Salting Out
Menggunakan garam konsentrasi tinggi (NaCl 6 M), untuk medenaturisasi
protein menggunakan Proteinase K untuk denaturasi protein (Rosana, 2014).
5. Guanidine Isothiocyanate
Metode ini lebih cepat dibanding dua metode sebelumnya, Thiocyanate
bersifat toksik, untuk lisis dinding sel, memerlukan chloroform untuk denaturasi
protein (Rosana, 2014).
6. Silica Gel
Silica gel dapat mengikat DNA dengan perantaraan garam/buffer tertentu
(NaI), Cepat, tetapi recovery DNA kurang (Rosana, 2014).
7. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in
vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida.
Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA
untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses
tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi
konservatif (Rosana, 2014).

D. Teknik Memotong Rantai Mol DNA


Pada tahun 1960, Werner Arber & Hamilton Smith menemukan enzim dari
mikroba yang dapat memotong DNA utas ganda. Enzim tersebut sekarang dikenal
dengan enzim restriksi atau endonuklease restriksi. Enzim tersebut mengenal dan
memotong DNA pada sekuen spesifik yang panjang 4 sampai dengan 6 pasang basa.
Enzim tersebut dikenal dengan enzim restriksi atau enzim endonuklease restriksi.
Secara alami, bakteri menghasilkan enzim restriksi untuk menghancurkan DNA fage
yang menginfeksinya (yang masuk ke dalam sel bakteri) Sampai saat ini sudah
banyak jenis enzim restriksi yang telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai spesies
bakteri. Nama setiap enzim restriksi diawali dengan tiga huruf yang menyatakan
nama bakteri yang menghasilkan enzim tersebut (Yuwono, 2008).
Setiap enzim restriksi mengenal sekuens dan situs pemotongan yang khas.
Enzim restriksi memotong DNA bukan pada sembarang tempat, tetapi memotong
DNA pada bagian tertentu. Bagian pada DNA yang dikenai aksi pemotongan oleh
enzim restriksi ini dinamakan sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal adalah
urutan nukleotida (urutan basa) tertentu yang dikenal oleh enzim restriksi sebagai
tempat atau bagian yang akan dipotongnya. Enzim retriksi (endonuklease) adalah
enzim yang berasal dari bakteri, yang dapat memotong rantai DNA (double
stranded) atau RNA (Yuwono, 2008).
Dalam bakteri enzim ini berfungsi sebagai perlindungan diri dengan cara
memotong DNA pada sisi pemotongan tertentu. Salah satu contoh enzim retriksi
adalah Enzim EcoRI yang telah diisolasi pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun
1969 dari bakteri Escherichia coli. Enzim Ecor memotong DNA pada bagian yang
urutan basanya adalah GAATTC ( sekuens pengenal bagi EcoRI adalah GAATTC).
Di dalam sekuens pengenal tersebut, Enzim EcoRI memotongnya tidak pada
sembarang situs tetapi hanya memotong pada bagian atau situs anara G dan A
(Yuwono, 2008).
Menurut Yuwono (2008), pada DNA utas ganda, sekuens GAATTC ini akan
berpasangan dengan sekuens yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim EcoRI ini
memotong setiap utas dari utas ganda tersebut pada bagian anatara G dan A. Sebagai
akibatnya, potongan-potongan atau fragmen-fragmen DNA utas ganda yang
dihasilkan akan memliki ujung berutas tunggal. Ujung seperti ini yang dikenal
dengan istilah sticky ends atau cohesive ends. Berikut adalah contoh organisme-
organisme penghasil enzim retriksi. nama enzim sekuens pengenal organisme asal
yaitu :

1. EcoRI G AATTC Escherichia coli


2. HindIII A AGCTT Haemophilus influenza
3. HhaI GCG C Haemophilus haemolyticus
4. TaqI T CGA Thermus aquaticus
5. BsuRI GG CC Bacillus subtilis
6. BalI TGG CCA Brevibacterium albidum
7. NotI GC GGCCGC Nocardia otidis-caviarum
8. BamHI G GATCC Bacillus amylolyquefaciens
9. SmaI CCC GGG Serratia marcescens
Menurut Yuwono (2008), berdasarkan cara pemotongannya enzim retriksi
digolongkan menjadi dua :
1. Endonuklease, memtotong nukleotida dari arah dalam
2. Eksonuklease memotong nukleotida hanya pada ujung atau dari arah luar
Endonuklease dapat mengenal urutan atau sekuen nukleotida pendek, antara 4-8
nuklotida, yang sering dikenal dengan restrictionsite atau sisi pemotongan, atau situs
pemotongan yang spesifik dan berbeda-beda. Secara umum berdasarkan hasil
pemotongan DNA double strain dengan enzim endonuklease memilik dua bentuk
yaitu hasil pemotongan sticky end (ujung runcing) dan blund end (ujung tumpul).
Kemampuan memotong DNA pada sisi spesifik menjadi tonggak penting dalam
pengembangan metode manipulasi DNA sekarang ini. Endonuklease restriksi
merupakan enzim bakteri yang memotong DNA dupleks pada urutan target spesifik.
Enzim ini dapat diperoleh secara komersial dari perusahaan-perusahaan produk
bioteknologi. Penamaan enzim restriksi didasarkan pada sistem sederhana yang
diusulkan oleh Smith and Nathans. Nama enzim (seperti BamHI, EcoRI)
menunjukkan bahwa asal enzim, tetapi tidak menunjukkan informasi spesifisitas
pemotongan. Sisi pengenalan enzim restriksi pada umumnya adalah urutan
palindromik dengan panjang 4, 5, atau 6 pasang basa (pb) seperti AGCT (untuk
AluI), GAATTC (untuk EcoRI), dan lain sebagainya (Yuwono, 2008).
Masing-masing enzim restriksi memotong urutan palindrom pada sisi spesifik,
dan dua enzim berbeda dapat mempunya urutan pengenalan yang sama, tetapi
memotong DNA pada titik berbeda di dalam urutan basa tersebut. Ujung DNA hasil
pemotongan enzim restriksi dapat dikelompokkan menjadi tiga ketergori: ujung
tumpul, ujung lengkaet 5’ dan ujung lengket 3’ (Yuwono, 2008).
Agarose gel elektroforesis atau southern analisis digunakan untuk memisahkan
fragmen DNA berdasarkan berat molekulnya. Metode ini ditemukan oleh Ed
sourthern pada tahun 1975. Metode ini digunakan untuuk mengidentifikasi fragmen
DNA yang secara menyeluruh untuk mengetahui DNA sekuen. Sourthern hibridisasi
juga disebut sourthern blotting digunakan untuk mengetahui perbandinagn antara
genome dari suatu particular organisme dan dengan gen penanda atau gen fragmen
(probe). Ini dapat menjelaskan apakah suatu organisme berisi pertikel gen dan
mengandung informasi tentang pengorganisasian dan restriction map dari suatu gen
(Yuwono, 2008).
Langkah-langkah dalam analisis sourthern gen DNA pada organisme dipotong
dengan enzim retriksi (endonuklease) menjadi fragmen-framen DNA lalu fragmen
DNA tersebut dimasukkan pada gel agarose lalu dilakukan elektroforesis dengan
mengalirkan arus listrik dari kutub negatif ke positif kemudian hasil pemisahan DNA
tersebut didenaturasi dalam suatu alkali dan ditransferkan pada membran
nitroselulosa. Pada membrane fragmen DNA telah menjadi single stranded lalu
dimasukkan kedalam larutan yang mengandung DNA probe, proses ini disebut DNA
hibridisasi dengan kata lain DNA target dan DNA probe membentuk suatu ”
hybdrid” karena keduanya saling melengkapi sekuen dan juga dapat membentuk
ikatan satu sama lain (Yuwono, 2008).
DNA probe biasanya mengandung pelabelan radioaktif dengan γ- [32P] dan
polynucleotide kinase sering dengan pemindahan 5′ phosphate dari probe dengan
menggunakan alkaline phosphatase. Setalah itu membrane dicuci untuk
menghilangkan ikatan probe yang non spesifik, kemudian dengan memajangkannya
pada film sinar X akan terbentuk warna hitam apabila positif terbentuk ikatan antara
DNA dan probe. Proses ini disebut autoradiography. Hal ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi ukuran DNA dan sejumlah fragmen gen kromosom dengan
kekuatan yang sama dengan fragmen gen yang digunakan oleh probe (Yuwono,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Mazara, Arman. 2014. Materi Tentang DNA.
https://www.google.com/mazara30.wordpress.com/2014/01/09/materi-tentang-
dna. Diakses pada tanggal 27 Maret 2021

Corkill, G., Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools and
Techiques in Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed: Walker, J.M.,
Rapley, R. Humana Press, NJ,USA.

Donata. 2007. Komunikasi Pribadi. Ciri-ciri DNA Murni dan Penyebab Keberhasilan
serta Kegagalan dalam PCR dan Elektroforesis. Jakarta: Erlangga.

Faatih, M. 2009. Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Website: https://publikas


iilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/432/7.%20FATIH.pdf?sequence=1.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2021.

Lubis, N.A. 2013. Laporan Praktikum Isolasi Dna Manusia (Epitelial Mulut dan Darah)
dan Teknik Pcr dan Isolasi Protein dari Darah, Elektroforesis Agarose dan Sds-
Page. Website: http://openwetware.org/images/8/8f/
Lap._Praktikum_isolasi_DNA,_Protein_dan_Elektroforesis.pdf. Diakses pada
tanggal 27 Maret 2021.

Khosravinia, H. & Ramesha, K. P. 2007. Influence of EDTA and magnesium on DNA


extraction from blood samples and specificity of polymerase chain
reaction.African Journal of Biotechnology 6 (3), pp. 184-187

Mazara, Arman. 2014. Materi Tentang DNA.


https://www.google.com/mazara30.wordpress.com/2014/01/09/materi-tentang-
dna. Diakses pada tanggal 28 Maret 2021

Mh, Badrut Tamam. 2012. Isolasi DNA. http://www.generasibiologi.com/2012/08/isolasi-


dna.html. Diakses pada 28 Maret 2021.

Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pusataka Wirausaha


Muda.
Priyani, N. 2004. Sifat Fisik dan Kimia DNA. Website: http://library.usu.ac.id/ download/
fmipa/biologi-nunuk2.pdf. Diakses pada tanggal 27 Maret 2021.

RianRian. 2013. Struktur DNA. Website: http://web.unair.ac.id/admin/file/f_35969_


PCR.pdf. Diakses Senin pada tanggal 27 Maret 2021.

Rosana, A. 2014. Penuntun Praktikum Genetika. Yogyakarta: Kanisius.

Wikipedia. id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat. Diakses Tanggal 27 Maret


2021.

Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai