Pengertian DNA
Susunan kimia DNA adalah polimer berupa rantai panjang dari nukleotida. Perlu Kamu
ingat bahwa satu nukleotida terdiri dari satu gugus fosfat, satu komponen gula pentosa (5-
karbon), dan satu basa nitrogen. Satu-satunya pembeda tiap nukleotida ialah basa
nitrogen. Hanya ada 4 kemungkinan basa yang terdapat pada tiap satu nukloetida DNA,
yaitu adenine (A), guanine (G), thymine (T), atau cytosine (C). Variasi urutan dari
keempat basa-basa tersebut membentuk suatu kode genetik pada sel. Mungkin hal ini
dirasa aneh, hanya dengan 4 huruf yang terdapat pada DNA, suatu informasi genetik yang
berbeda-beda dapat diwariskan pada keturunan makhluk hidup. Itu sebenarnya wajar saja,
karena pada kromosom terdapat berjuta-juta nukleotida, maka sangat banyak kombinasi
yang berbeda meskipun hanya berasal dari 4 huruf tersebut.
DNA terdiri atas dua utas benang polinukleotida yang saling berpilin membentuk heliks
ganda (double helix). Model struktur DNA itu pertama kali dikemukakan oleh James
Watson dan Francis Crick pada tahun 1953 di Inggris. Struktur tersebut mereka buat
berdasarkan hasil analisis foto difraksi sinar X pada DNA yang dibuat oleh Rosalind
Franklin. Karena yang difoto itu tingkat molekul, maka yang tampak hanyalah bayangan
gelap dan terang saja. Bayangan foto itu dianalisis sehingga mereka berkesimpulan bahwa
molekul DNA merupakan dua benang polinukleotida yang berpilin.
DNA pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tumbuhan terdapat
di dalam inti sel, dan beberapa organ lain di dalam sel seperti mitokondria dan kloroplast.
Penyebutan nama DNA juga didasarkan pada lokasi asalnya. DNA genome inti (nuclear
DNA genome) berasal dari inti sel, DNA genom mitokondria (mitokondria DNA genome)
berasal dari mitokondria, DNA genom kloroplast berasal dari kloroplast. Pada organisme
tingkat rendah, DNA penyusun kromosom dan plasmid dibungkus oleh dinding sel (pada
bakteri) atau dibungkus oleh protein tertentu (pada virus). Kromosom eukariot berbentuk
linear sedangkan kromosom prokariot berbentuk sirkular. Selain itu prokariot juga
mengandung satu atau lebih plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular dengan
ukuran yang jauh lebih kecil dibanding kromosom (Rian, 2013).
Menurut Priyani (2004), DNA mempunyai fungsi-fungsi yang sangat penting bagi
tubuh kita. Hal tersebut dikarenakan DNA merupakan molekul kehidupan utama di dalam
sel makhluk hidup. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
Asam ribonukleat terdiri benang panjang ribonukleotida. Walaupun molekul ini jauh
lebih pendek dari DNA, RNA ditemukan dalam jumlah yang jauh lebih banyak di dalam
kebanyakan sel. Pada sel prokariotik dan eukariotik, ketiga golongan utama RNA adalah
RAN data (mRNA = messenger RNA), RNA Ribosom (rRNA), dan RNA pemindah
(tRNA = transfer RNA). Masing-masing terdiri dari satu rantai ribonukleotida, dan
masing-masing mempunyai molekul urutan nukleotida, dan fungsi biologis yang khas.
DNA mengandung 2 basa pirimidin utama, sitosin (C) dan timin (T), dan dua basa urin
utama adenine (A) dan guanin (G). RNA juga mengandung dua pirimidin utama sitosin
(C) dan urasil (U), dan dua basa purin, adenine (A) dan guanine (G) (Rian, 2013).
A. Isolasi DNA
Isolasi DNA pertama kali dilakukan oleh ilmuwan asal Swiss bernama Friedrich
Miescher pada tahun 1869. Ia menemukan senyawa asam yang mengandung nitrogen dan
fosfat pada inti sel dari sel darah putih. Senyawa ini diberi nama nuklein, namun pada
tahun 1889 muridnya yaitu Richard Altmann menamainya asam nukleat. Metode yang
digunakan oleh Miescher adalah alkalyne lysis untuk memecahkan sel dan mengisolasi
DNA (Muladno, 2002).
1) Cara Konvensional
Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam
keperluan seperti amplifikasi dan analisis DNA melalui elektroforesis. Isolasi DNA
dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak,
dan karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran
(lisis), ektraksi dan pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta
pemurnian DNA (Corkill dan Rapley, 2008; Dolphin, 2008). Menurut Surzycki (2000),
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus
menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus
efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh
mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat.
Isolasi DNA tanaman, isolasi DNA buah, isolasi DNA bakteri, dan isolasi DNA hewan
pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Prinsip isolasi DNA pada berbagai jenis sel
atau jaringan pada berbagai organisme pada dasarnya sama namun memiliki modifikasi
dalam hal teknik dan bahan yang digunakan. Bahkan beberapa teknik menjadi lebih
mudah dengan menggunakan kit yang diproduksi oleh suatu perusahaan sebagai contoh
kit yang digunakan untuk isolasi DNA pada tumbuhan seperti Kit Nucleon
Phytopure sedangkan untuk isolasi DNA pada hewan digunakan GeneJETTM Genomic
DNA Purification Kit. Namun tahapan-tahapan isolasi DNA dalam setiap langkahnya
memiliki protokol sendiri yang disesuaikan dengan keperluan. Penggunaan teknik isolasi
DNA dengan kit dan manual memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional
memiliki kelebihan harga lebih murah dan digunakan secara luas sementara
kekurangannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan hasil yang diperoleh
tergantung jenis sampel.
a. Tahapan Lisis
Tahap pertama dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran
membran dan dinding sel. Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal
isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel, 1998).
Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara
fisik seperti menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam
nitrogen cair atau dengan menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi
(Giacomazzi et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi maupun
enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti penggunaan
detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi
destabilisasi membran sel (Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti
menggunakan proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah
(Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular maupun rantai
polipeptida dalam komponen sel (Brown, 2010; Surzycki (2000).
Pada proses lisis dengan menggunakan detergen, sering digunakan sodium
dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen tersebut
selain berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam
mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA
(Switzer, 1999). Selain digunakan SDS, detergen yang lain seperti cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB) juga sering dipakai untuk melisiskan
membran sel pada isolasi DNA tumbuhan (Bettelheim dan Landesberg, 2007).
Parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal.
Pertama, Konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya
kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka
penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan
konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung
CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA
bersifatinsolublepada suhu di bawah 15°C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan
kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan
dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB,
sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk
mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15°C.
Karena efektivitasnya dalam menghilangkan polisakarida, CTAB banyak
digunakan untuk purifikasi DNA pada sel yang mengandung banyak polisakarida
seperti terdapat pada sel tanaman dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas,
Agrobacterium, dan Rhizobium (Surzycki, 2000).
Dalam penggunaan buffer CTAB seringkali ditambahkan reagen-reagen lain
seperti NaCl, EDTA, Tris-HCl, dan 2-mercaptoethanol. NaCl berfungsi untuk
menghilangkan polisakarida sementara 2-mercaptoethanol befungsi untuk
menghilangkan kandungan senyawa polifenol dalam sel tumbuhan (Ranjan et al.,
2010). 2-mercaptoethanol dapat menghilangkan polifenol dalam sel tanaman
dengan cara membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa polifenol yang
kemudian akan terpisah dengan DNA (Lodhi et al., 1994). Senyawa polifenol
perlu dihilangkan agar diperoleh kualitas DNA yang baik (Moyo et al., 2008).
Polifenol juga dapat menghambat reaksi dari enzim Taq polimerase pada saat
dilakukan amplifikasi. Disamping itu polifenol akan mengurangi hasil ektraksi
DNA serta mengurangi tingkat kemurnian DNA (Porebskiet al., 1997).
Penggunaan 2-mercaptoethanol dengan pemanasan juga dapat mendenaturasi
protein yang mengkontaminasi DNA (Walker dan Rapley, 2008).
Konsentrasi dan pH dari bufer yang digunakan harus berada dalam rentang pH 5
sampai 12. Larutan buffer dengan pH rendah akan mengkibatkan depurifikasi dan
mengakibatkan DNA terdistribusi ke fase fenol selama proses deproteinisasi.
Sedangkan pH larutan yang tinggi di atas 12 akan mengakibatkan pemisahan untai
ganda DNA. Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur DNA selama
proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan
protein dan RNA serta mencegah aktivitas enzim pendegradasi DNA dan
mencegah perubahan pada molekul DNA. Untuk mengoptimalkan fungsi larutan
buffer, dibutuhkan konsentrasi, pH, kekuatan ion, dan penambahan inhibitor
DNAase dan detergen (Surzycki 2000).
b. Tahapan Ekstraksi
Pada tahapan ekstraksi DNA, seringkali digunakan chelating
agent seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) yang berperan
menginaktivasi enzim DNase yang dapat mendenaturasi DNA yang diisolasi,
EDTA menginaktivasi enzim nuklease dengan cara mengikat ion magnesium dan
kalsium yang dibutuhkan sebagai kofaktor enzim DNAse (Corkill dan Rapley,
2008). DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan
dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein
agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali
digunakan sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan fenol
menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan mengalami presipitasi yang
selanjutnya dapat dipisahkan dari DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008).
Bettelheim dan Landesberg (2007) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan
terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase
aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase
aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada
pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik (Gambar 1). Selain fenol,
dapat pula digunakan campuran fenol dan kloroform atau campuran fenol,
kloroform, dan isoamil alkohol untuk mendenaturasi protein. Ekstrak DNA yang
didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA dapat dipisahkan
dari DNA ekstrak dengan cara pemberian RNAse (Birren, et al., 1997; Clark,
2010).
Gambar 2. Asam nukleat berada pada lapisan air setelah disentrifugasi pada
tahapan ekstraksi (Clark, 2010).
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air. Disamping
itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan protein larut
dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa metode
deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut organik. Biasanya pelarut organik
yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang mengandung 4% isoamil
alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan
sifat pelarut organik. Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan
kemampuannya untuk mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai
polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase
antara kloroform – air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut
dapat menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa
organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Clark, 2010).
c. Tahapan Presipitasi
Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi
(pemisahan). Pada umumnya digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan
presipitasi. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus
sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet
setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer, 1999).Hoelzel (1992) juga menambahkan
bahwa presipitasi juga berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform
yang berasal dari tahapan ekstraksi.
Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol, maka
etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut
bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan
residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap
(Surzycki, 2000). Pada tahap pencucian biasanya etanol dicampur dengan
ammonium asetat yang bertujuan untuk membantu memisahkan kontaminan yang
tidak diinginkan seperti dNTP dan oligosakarida yang terikat pada asam nukleat
(Sambrook et al., 2001).
Isolasi DNA juga dapat dilakukan dengan menggunakan kit yang sudah diproduksi oleh
beberapa perusahan untuk mempermudah dan mempercepat proses isolasi DNA. Kit
isolasi juga disesuaikan dengan kebutuhan oleh konsumen dan jenis sel yang akan
digunakan. Berikut adalah bagan contoh isolasi DNA tanaman dengan menggunakan Kit
Nucleon Phytopure yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 4. Bagan isolasi DNA dengan menggunakan kit phytopure.
2. Metode CTAB
Menghasilkan pita DNA yang berukuran tebal dan dapat memisahkan DNA
dari polisakarida karena adanya perbedaan karakteristik kelarutan (differensial of
solubility). Di samping diperoleh fragmen DNA, dengan metode CTAB juga
akan diperoleh RNA dengan pita tipis yang terletak jauh berada di bawah pita
DNA. Keberadaan pita RNA tergantung bahan yang diekstraksi (Rosana, 2014).
3. Phenol:Chloroform
Mengunakan senyawa Phenol-choloroform-isoamyl alcohol, Metode standard
untuk ekstraksi DNA, Akhir-akhir ini ditinggalkan, karena sifat toksik phenol
(Rosana, 2014).
4. Salting Out
Menggunakan garam konsentrasi tinggi (NaCl 6 M), untuk medenaturisasi
protein menggunakan Proteinase K untuk denaturasi protein (Rosana, 2014).
5. Guanidine Isothiocyanate
Metode ini lebih cepat dibanding dua metode sebelumnya, Thiocyanate
bersifat toksik, untuk lisis dinding sel, memerlukan chloroform untuk denaturasi
protein (Rosana, 2014).
6. Silica Gel
Silica gel dapat mengikat DNA dengan perantaraan garam/buffer tertentu
(NaI), Cepat, tetapi recovery DNA kurang (Rosana, 2014).
7. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in
vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida.
Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA
untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses
tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi
konservatif (Rosana, 2014).
Corkill, G., Rapley, R. 2008. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools and
Techiques in Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed: Walker, J.M.,
Rapley, R. Humana Press, NJ,USA.
Donata. 2007. Komunikasi Pribadi. Ciri-ciri DNA Murni dan Penyebab Keberhasilan
serta Kegagalan dalam PCR dan Elektroforesis. Jakarta: Erlangga.
Lubis, N.A. 2013. Laporan Praktikum Isolasi Dna Manusia (Epitelial Mulut dan Darah)
dan Teknik Pcr dan Isolasi Protein dari Darah, Elektroforesis Agarose dan Sds-
Page. Website: http://openwetware.org/images/8/8f/
Lap._Praktikum_isolasi_DNA,_Protein_dan_Elektroforesis.pdf. Diakses pada
tanggal 27 Maret 2021.