Modul 2 KB 2 dan 3
HAK ASASI MANUSIA
Oleh :
RIZKI PRIHANDINI
NIM. 857922994
UNIVERSITAS TERBUKA
Modul 2 KB 2
INDIVIDUAL SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL DAN HAKIKAT
KEDAULATAN NEGARA DALAM MASYARAKAT
Untuk memahami subjek hukum internasional dapat dilakukan analisis dari dua sisi, yakni sisi
teoritis dan sisi praktis (Kusumaatmadja, 1990:68).
Secara teoritis terdapat dua pendapat yang berbeda dalam memandang subjek hukum
Internasional.
Pandangan pertama : menyatakan subjek hukum Internasional hanyalah negara. Hal tersebut dapat
terlihat dari kasus-kasus bahwa bila perjanjian Internasional, seperti pemberlakuan beberapa
konvensi yang memberikan hak dan kewajiban tertentu orang per orang, maka pelaksanaan hak
dan kewajiban tsb diwakili oleh negaranya. Dengan demikian suatu konvensi hanya memberikan
hak dan kewajiban secara tidak langsung.
Pandangan kedua : menyatakan bahwa individu adalah subjek hukum internasional yang
sesungguhnya (Hans kelsen).
Lebih jauh Kusumaatmadja mengungkapkan terdapat beberapa subjek hukum Internasional yang
memperoleh kedudukannya berdasarkan hukum internasional yang memperoleh kedudukan yang
berdasarkan hukum kebiasaan internasional karena perkembangan sejarah. Kedalamannya
termasuk negara tahta suci, palang merah internasional, organisasi internasional, orang per orang,
serta pemberontak 2 pihak dalam sengketa (belligerent).
Pengakuan individu sebagai subjek hukum internasional mengalami perkembangan cukup
pesat sejak berakhirnya Perang dunia II, hal ini bisa ditelusuri dalam contoh2 kasus :
1. Dalam Perjanjian Versailes sudah terdapat pasal2 yang memungkinkan orang per orang
mengajukan perkara ke Mahkamah Internasional.
2. Dalam keputusan Mahkamah Internasional Permanen menyangkut Pegawai kereta api Danzig
atau dikenal Danzig Railway Official’s Case.
3. Tuntutan terhadap pimpinan perang Jerman dan jepang sebagai orang per orang yang
melakukan kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan thd perikemanusiaan, dan kejahatan perang.
Menurut pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional menyatakan bahwa dalam mengadili
perkara yang diajukan kepadanya, Mahkamah Internasional akan mempergunakan:
1. perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan
hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
2. Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai
hukum
3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa –bangsa yang beradab
4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai
sumber tambahan bagi penetapan kaidah hukum (Kusumaatmadja).
A. KEBIASAAN INTERNASIONAL
Kebiasaan internasional adalah kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Untuk menjadi
sumber hukum, kebiasaan internasional harus memenuhi 2 unsur berikut :
1. Terdapat kebiasaan yang bersifat umum dan
2. Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum.
Contoh hukum internasional yang timbul melalui proses kebiasaan internasional adalah
penggunaan bendera putih sbg bendera parlementer, maksudnya sbg bendera yang memberi
perlindungan kepada utusan yang dikirim untuk mengadakan hubungan dengan musuh. Contoh
lain adalah perlakuan terhadap tawanan perang secara berperikemanusiaan sbg perwujudan dari
tindakan yang memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan.