Anda di halaman 1dari 3

Gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah gaya kepemimpinan transaksional dengan

karakteristiknya adalah contingent  reward dan management by-exception. Menurut Burns


(1978), pada kepemimpinan transaksional, hubungan antara pemimpin dengan bawahan
didasarkan pada serangkaian aktivitas tawar menawar antar keduanya. Pada contingent reward dapat
berupa penghargaan dari pimpinan karena tugas telah dilaksanakan, berupa bonus atau
bertambahnya penghasilan atau fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberi penghargaan
maupun pujian untuk bawahan terhadap upaya-upayanya.
Management by-exception menekankan fungsi managemen sebagai kontrol. Pimpinan hanya melihat
dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan untuk diadakan koreksi, pimpinan memberikan
intervensi pada bawahan apabila standar tidak dipenuhi oleh bawahan. Praktik management
by-exception, pimpinan mendelegasikan tanggung jawab kepada bawahan dan menindaklanjuti
dengan memberikan apakah bawahan dapat berupa pujian untuk membesarkan hati bawahan dan juga
dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi standar. 
Pada CLD terdapat variabel tenaga kesehatan, untuk jumlah tenaga kesehatan dan skill
knowledge-nya diatur dalam suatu HRM in Health, yang menekankan pada reward dan
punishment. Contoh pada saat ini adalah setiap dokter yang bertugas dalampenanganan
COVID-19 diberi insentif sebesar 20 juta/bulan. Hal ini untuk menarik sumber tenaga medis
khususnya dokter dalam penanganan COVID-19. Untuk rumah sakit atau pelayanan
kesehatan lain, yang menolak penanganan pasien COVID-19 serta tidak menjalakan protokol
penanganan yang sudah ditetapkan, bisa diberi peringatan atau punishment.

Sebagai pemimpim, dalam masa pandemik COVID-19 harus melaksanakan manajerial yang
berbasis kesehatan masyarakat atau public health management. Beberapa aspek dari public
health management yang sapat diterapkan, yaitu :
1. Multisectoral & professional
Pencegahan dan penanganan COVID-19 melibatkan banyak sektor, bukan hanya dari
sektor kesehatan saja.
2. Combines knowledge and action
Mengombinasikan antara kajian-kajian dari cara pencegahan dan penanganan COVID-
19 dengan aksi berupa implementasi dari kebijakan, seperti pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB), kewajiban menggunakan masker, larangan mudik, dan lain-lain.
3. Has epidemiologi as its core
Setiap kebijakan harus berdasar pada status epidemiologi COVID-19. Adanya isu
PSBB dapat memberatkan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan akibat lalainya
masyaratakt dalam pencegahan penyebaran COVID-19.
4. Is influential across all health determinants
Mulai dari kapasitas fasilitas kesehatan yang menangani COVID-19, tenaga kesehatan,
APD, harus ditunjang agar penanganan COVID-19 lebih maksimal.
5. Involves public helath reporting
Strategi pembangunan kesehatan mulai dari pembangunan fasilitas kesehatan khusus
yang menangani COVID-29, lebih konkrit lagi BUMN yang bergerak dibidang
kesehatan sementara waktu dialokasikan khusus untuk memasok kebutuhan
penanganan COVID-19.
6. Communication with politicans, professionals, and the public
Komunikasi yang baik dengan para ahli untuk merancang kebijakan yang tepat.
Komunikasi kepada publik yang baik agar tidak menimbulkan kepanikan.
7. Is influential organizationally and financially
Bantuan finansial bagi fasilitas kesehatan yang menangani COVID-19, bantuan
finansial untuk masyarakat terdampak dengan bekerjasama dengan pihak-pihak swasta.
Bisa juga berbentuk kebijakan, seperti bekerjasama dengan sektor swasta untuk
mengalokasikan dana CSRnya untuk bentuan sarana prasarana fssilitas kesehatan yang
menangani COVID-19.

Ada beberapa solusi sebagai pemimpin dalam menghadapi terbatasnya paasitas fasilitas
pelayanan masyarakat dalam menangani COVID-19 :
1. Pemerintah bisa memerintahkan BUMN alat kesehatan untuk memproduksi
kebutuhan rumah sakit yang dijadikan tempat layanan pasien COVID-19. Sehingga
pihak rumah sakit akan terjamin ketersediaan logistiknya. Hal ini mempermudah
kinerja rumah sakit dalam menangani pasien
2. Kesiapan sumberdaya finansial sebagai penunjang operasional pelayanan rumah sakit,
sehingga perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk memberikan dukungan anggaran
khusus bagi seluruh rumah sakit yang menangani pasien COVID-19.
3. Kerja sama dengan masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan, dan pemerintah dalam
menghadapi COVID-19. Jika tidak ada dukungan pemerintah, RS tidak akan mampu
melayani penderita COVID-19 karena keterbatasannya.
4. Memberikan pelatihan virtual kepada tenaga kesehatan dalam menangani pasien
COVID-19
5. Pasien yang berobat atau dirawat di RS rujukan diarahkan ke fasilitas kesehatan yang
lain agar tidak terjadi overload di rumah sakit
6. Pembangunan rumah sakit khusus karena beberapa rumah sakit rujukan pemerintah
untuk menangani pasien COVID-19 masih kurang memadai seperti ruang isolasi yang
melebihi kapasitas dan kekurangan lain.
7. Melakukan kerja sama dengan institusi teknologi terkait pengembangan teknologi
kesehatan seperti alat kesehatan ventilator guna meningkatkan fasilitas pelayanan
kesehatan terhadap pasien COVID-19
8. Membuat kebijakan PSBB pada daerag yang berada di zona merah untuk menekan
jumlah pasien positif COVID-19.

Sumber :
https://www.academia.edu/9372920/Kepemimpinan_Transaksional_dan_Kepemimpinan_Tra
nsformasional

Anda mungkin juga menyukai