A. Pengantar
Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-
sendiri yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukungnya. Adapun faktor-
faktor tersebut meliputi, (1) faktor objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan
demografis, (2) faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan.
kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang
beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikai antar wilayah dunia di Asia
tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan
cultural bangsa Indonesia. selain itu faktor historis Indonesia juga mempengaruhi proses
pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta idengtitasnya, melalui interaksi
berbagai faktor di dalamnya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Mr. M. Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan
Indonesia tidak dapat dapat dipisahkan dengan kerajaan lama yang merupakan warisan
nenek moyang bangsa Indonesia. Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi
Negara Indonesia sangat panjang yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era
kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggl Ika ini dilakukan
oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumuan semboyan ini pada dasarnya
merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan
keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu.
Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system
pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan
semangat persatuan dan kesatu Negara Kesatuan Republik Indoesia. Dalam kitab Sutosoma,
definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan
keaneragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai
semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tunggal Ika bukan hanya
perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi pengertiannya lebih luas. Bhineka
Tunggal Ika sebagai semboyan Negaa memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku,
bangsa, budya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang
menuju persatuan dan kesatuan Negara.
Jika diuraikan satu per satu, Bhineka berarti “berbeda”, Tunggal berarti “satu”, dan Ika
berarti “itu”. Jadi dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya
satu. Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu
atau sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia. Berbicara mengenai Lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara Indonesia
melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17Oktober 1951 dan di undang
kan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit maupun
pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu
pandangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan, dan kebersamaan sebagai modal
dasar untuk menegkkan Negara. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma
Mangrwa” adalah ungkapan yang memaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada
Majapahit. Tidak hanya Siwa dan Budha, tetapi sejumlah aliran yang sejak awal telah
dikenal terlebih dulu sebagian besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat
majemuk.
ANALISIS KASUS
Kasus kerusuhan SARA di Sumbawa, kasus kerusuhan ini terjadi karena faktor yang
sama dengan kerusuhan yang pernah terjadi di Sumbawa pada tahun 1980, yakni karena
sentiment kesukuan dan keagamaan. Dalam kasus ini mereka melanggar apa yang bisa kita
sebut “Bhineka Tunggal Ika” berbeda beda tapi tetap satu jua. Dimana mereka sahrusnya
hidup saling membantu, tolong menolong dan gotong royong membantu dalam kehidupan
berbangsa dan bernegar, tetapi mereka membuat kerusuhan hanya dikarenakan sentiment
seseorang terhadap agama yang mereka masing-masing anuti. Seharusnya kerusuhan ini
tidak perlu terjadi dengan tindakan kekerasan dimana kasus ini merupakan kejadian antara
manusia yang bisa diselesaikan dengan hukum yang berlaku dan bisa juga diselesaikan
dengan musyawarah untuk menmukan solusi yang tepat.
Solusinya
Diselesaikan dengan cara kekeluargaan, baik dari pemerintah, tokoh agama, maupun
masyarakat, dimana kasus ini harus diusut sampai tuntas agar kejadian tersebut tidak
teulang kembali di wilayah Sumbawa dan untuk di daerah lain yang masih mementingkan
rasnya dari persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, dan juga belajar bhineka tunggal ika
agar dapat mengaplikasikannya kedalam masyarakat dengan member pehamaman.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemahaman nilai-nilai Bhinneka-Tunggal Ika dalam masyarakat Indonesia dapat wujud
secara integral dengan kerjasama seluruh komponen bangsa, baik oleh pemerintah selaku
penyelenggara negara maupun setiap insan pribadi warga. Peningkatan sosialisasi
aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus dilakukan melalui
tindakan nyata dalam kehidupan keseharian seluruh kompenen warga dalam rangka
memperkuat integrasi nasional, karena Indonesia dengan keberagaman budaya, suku/etnik,
bahasa, agama, kondisi geografis, dan strata sosial yang berbeda. Indonesia dengan
gambaran masyarakat majemuk yang terdiri dari suku-suku bangsa yang berada di bawah
kekuasaan sebuah sistem nasional, termasuk di dalamnya pemerintah yang menjalankan
proses pembangunan masyarakat harus bersinergi untuk bersama-sama dengan rakyat tanpa
membedakan keberagaman budaya, bahasa, agama, suku/etnik, dan bahkan strata sosial,
mewujudkan cita-cita bangsa sesuai dengan komitmen bersama, berlandaskan nilai-nilai
yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tungal Ika-an yang termaktub dalam Pancasila.
B. SARAN
Rasa Bhineka Tunggal Ika ini perlu diterapkan pada setiap masyarakat seluruh Indonesia
demi menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Semoga kedepannya warga
Indonesia lebih mendalami makna Bhineka Tunggal Ika dan mengaplikasikannya kedalam
kehidupan sehari-hari agar tidak terjadi perpecahan antara bangsa Indonesia.