Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN

KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN


DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI

OLEH:
NI PUTU SUARTINI
20.901.2405

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

A. KONSEP DASAR TEORI LANSIA


1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari. Menua 
atau  menjadi  tua  adalah  suatu  keadaaan  yang  terjadi di dalam  kehidupan 
manusia. Proses  menua  merupakan  proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai  sejak  permulaan  kehidupan. Memasuki 
usia  tua  berarti mengalami  kemunduran, misalnya  kemunduran  fisik  yang 
ditandai dengan  kulit  yang  mengendur,  rambut  memutih,  gigi  mulai  ompong,
pendengaran  kurang  jelas,  pengelihatan  semakin  memburuk,  gerakan lambat
dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2016).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2016).

2. Batasan Lansia
a. WHO (2013) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis
menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau 65
tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi
dengan:
a. 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b. lebih dari 80 (very old).

3. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua (Nugroho, 2016). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik
maupun psikis. Kemunduran  fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut
memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat,
kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang
gairah. Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan:
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial
b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
2014).

4. Permasalahan yang Terjadi Pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antara lain:
a. Permasalahan umum
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati
3) Lahirnya kelompok masyarakat industry
4) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga professional pelayanan lanjut
usia
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia

b. Permasalahan khusus
1) Berlangsunya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun social
2) Berkurangnya integrasi social lanjut usia
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia
4) Banyaknya lansia yang misikin, terlantar dan cacat
5) Berubahnya nilai social masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistic
6) Adanya dampak negative dari proses pembangunan yang dapat menganggu
kesehatan fisik lansia

5. Penyakit yang Sering Diderita Pada Lansia


Menurut The National Old People’s Welfcare Council , mengemukakan penyakit
lansia yaitu :
a. Depresi mental
b. Gangguan pendengaran
c. Bronchitis kronis
d. Gangguan pada tungkai /sikap berjalan
e. Gangguan pada koksa/sendi panggul/anemia
f. Demensia

B. KONSEP DASAR PENYAKIT HIPERTENSI


1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah,
makin besar resikonya (NANDA,2015).
Definisi Tekanan Darah yang disebut hipertensi sulit ditentukan karena
tersebar di populasi sebagai distribusi normal dan meningkat seiring bertambahnya
usia. Pada dewasa muda TD > 140/90 mmHg bisa dianggap hipertensi dan terapi
mungkin bisa bermanfaat (Gleadle, 2015).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas
dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam
waktu yang lama (Saraswati,2014).

2. Klasifikasi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal
dengan 2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipertensi secondary.
a. Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi
sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
Seseorang yang pola makannya tidak terkontorl dan mengakbiatkan kelebihan
berat badan atau behkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena
penyakit tekana darah tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam
lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit
tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahragapun
mengalami tekanan darah tinggi.
b. Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya
seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan system hormone tubuh.
Sedangkan pada ibu hamil tekanan darahsecara umum meningkat saat
kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat bandannya
diatas normal atau gemuk (obesitas). Hipertensi sistolik terisolasi, tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolic kurang dari 90
mmHg dan tekanan diastolic masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering
ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hamper setiap
orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat
smpai usia 80 tahun dantekanan diastolic meningkat sampai 55-60 tahun,
kemudia berkurang secara perlahan atau bahlan menurun drastic. Tingkat
hipertensidan anjuran control (Joint National Commitle, U.S 1992)
Tingkat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik Jadwal Kontrol

Tingkat I 140-159 90-99

Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali

Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali

Tingkat IV ≥ 210 ≥ 120 Dirawat RS


3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor
yang mempengaruhinya yaitu :genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis
sistem renin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor
yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,
sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi
2) Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki
lebih tinggi dari perempuan ) dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit
putih )
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau makan
berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alcohol,
minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)
b. Hipertensi sekunder (hipertensi renal)
Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom chusing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Menurut NANDA 2015,
hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90 mmHg
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
Penyebab hipertensi ada pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Tanda dan gejala di atas dipengaruhi oleh perkalian antara Cardiac Output
(CO) dengan tahanan perifer yang menyebabkan tekanan darah
meningkat.
Faktor risiko hipertensi secara umum terbagi menjadi dua, yakni faktor yang
tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi adalah umur serta genetik, sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi adalah pola makan, aktivitas dan sebagainya. Berikut ini akan
dijelaskan terlebih dahulu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1) Umur
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa
semakin tua seseorang maka risiko mengalami hipertensi akan semakin
tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh penurunan elastisitas pembuluh darah
arteri seiring dengan pertambahan umur. Hipertensi bisa dijumpai pada
semua usia, namun paling sering ditemukan pada usia 35 tahun atau lebih
dan meningkat ketika menginjak usia 50 dan 60 tahun. Selain itu pada wanita
menopause akan lebih berisiko mengalami hipertensi. Walaupun belum dapat
dibuktikan dalam penelitian, namun hormon estrogen diperkirakan dapat
meningkatkan konsentrasi HDL dan menurunkan LDL yang dapat
menurunkan risiko terjadi hipertensi.
2) Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor resiko hipertensi yang tidak
dapat dimodifikasi dan telah terbukti dari banyak penelitian-penelitian oleh
beberapa ahli. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
salah satu dari orang tua kita mempunyai hipertensi, sepanjang hidup kita
mempunyai 25% kemungkinan terkena pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan terkena penyakit tersebut 60% (Sheps,
2005). Selain itu peran faktor genetic juga dapat dibuktikan dengan
ditemukannya kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar
monozigot daripada heterezigot.
Selain dua faktor risiko di atas terdapat pula beberapa faktor risiko lain
yang dapat dimodifikasi, antara lain:
1) Merokok
Sampai sekarang merokok merupakan satu-satunya faktor risiko paling
penting yang dapat menyebabkan hipertensi pada lansia. Kandungan-
kandungan berbahaya yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan
banyak sekali kerugian pada tubuh, diantaranya adalah; menurunkan kadar
HDL, meningkatkan adhesivtas trombosit dan kadar fibrinogen,
mengganti oksigen dengan karbon dioksida pada molekul hemoglobin,
serta meningkatkan konsumsi oksigen di miokardium. Oleh karena itu
sangatlah penting untuk memberikan penjelasan kepada lansia tentang
keuntungan yang dapat diperoleh dengan berhenti merokok serta
kerugian-kerugian yang akan di dapat apabila tetap mengkonsumsi rokok
tersebut.
2) Hiperlipidemia
Kadar kolesterol pada lansia akan secara alami meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Selain itu hiperlipidemia juga berkaitan dengan
konsumsi lemak jenuh yang erat kaitannya dengan peningatan berat badan
dan nantinya akan menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi. Peningkatan
LDL dan penurunan HDL adalah tanda yang penting untuk penyakit arteri
koroner atau aterosklerosis berkaitan dengan kenaikan tekanan darah baik
pada pria maupun wanita.
3) Diabetes melitus dan Obestitas
Diabetes merupakan penyakit kronik yang menjadi faktor risiko
independen untuk hipertensi. Ketika viskositas darah meningkat maka
tekanan darahpun akan ikut meningkat. Lansia yang mengalami diabetes
biasanya diikuti dengan obesitas. Penurunan berat badan pada lansia akan
sangat bukan hanya untuk diabetes namun untuk hipertensi dan
hiperlipidemia yang menyertainya.
4) Gaya hidup
Aktivitas fisik yang menurun pada lansia dapat pula menjadi faktor risiko
terjadinya hipertensi. Dengan penurunan aktivitas fisik ini maka tonus otot
akan mengalami kehilangan masa otot tak berlemak yang akan digantikan
dengan jaringan lemak yang akan mengakibatkan penigkatan risiko
penyakit kardiovaskular. Aktivitas fisik yang cukup juga akan menjaga
berat badan yang ideal. Selain itu stress dapat pula berpengaruh pada
hipertensi maka gaya hidup sehat sangat dianjurkan untuk mengurangi
risiko hipertensi
5) Diet tinggi garam
Berdasarkan penelitian Radecki Thomas E J.D. Orang yang memiliki
kebiasaan konsumsi tinggi garam akan memiliki risiko hipertensi sebesar
4.35. Garam yang memiliki sifat menarik air, akan menyebabkan
peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Lansia dan ras Afrika
Amerika mungkin memiliki sensitivitas tinggi terhadap intak sodium
terhadap perkembangan hipertensi (Miller, 2015).
Selain faktor-faktor diatas terdapat pula peningkatan konsumsi kafein
yang dapat menjadi faktor risisko terjadinya hipertensi. Meskipun tidak
signifikan kafein dan alcohol akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis
yang dapat merangsang sekresi corticotrophin realizing hormone (CRH)
yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Hipertensi pada lansia dapat mengakibatkan timbulnya asma dan
kencing manis serta pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi
kelumpuhan, kesulitan berbicara sampai kematian.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri
tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Epistaksis
8) Kesadaran menurun
9) Kesemutan
10) Telinga berdenging
11) Penglihatan kabur

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor itu bermula
jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron masing-masing
ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pusat ganglia
ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang pada akhirnya
menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi tersebut juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal yang
kemudian menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan oleh
beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis, gangguan sirkulasi.
Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah jantung menurun dan
tekanan primer yang meningkat, gangguan sirkulasi yang dipengaruhi oleh reflek
kardiovaskuler dan angiotensin menyebabkan vasokonstriksi. Sedangkan
mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama
dari penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan
pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar
meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Penurunan
elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer,
yang kemudian tahanan perifer meningkat. Faktor lain yang juga berpengaruh
terhadap hipertensi yaitu kegemukan, yang akan mengakibatkan penimbunan
kolesterol sehingga menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah. Rokok terdapat zat-zat seperti nikotin dan karbon monoksida
yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
tekanan darah tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan kadar
kortisol dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam
menaikan tekanan darah.
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka
didalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon
epinefrin dan norepinefrin (Ruhyanudin, 2016).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi (Rohaendi, 2015).
6. Pathway

Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan Vaskuler Pembuluh


Darah

Penyumbatan Pembuluh
Darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Ginjal
Otak Pembuluh indera
Darah
Resistensi Pembuluh Blood flow
Retina
Darah Ke Otak menurun
Sistemik
Meningkat
Respon RAA Spasme
Vasokontriksi
Arteroik

Nyeri Gangguan Rangsangan Afterload Meningkat Diptopia


kronis Pola Tidur Aldesteron

Resiko
Retensi Na
Penurunan Intolerasi Jatuh
meningkat
Curah Jantung Aktivitas

Hipervolemia
7. Komplikasi Penyakit Hipertensi
Penderita hipertensi berisiko terserang penyakit lain yang timbul kemudian.
Dalam jangka panjang, Komplikasi hipertensi pada organ lain dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal, perdarahan selaput bening (retina mata), pecahnya
pembuluh darah di otak dan kelumpuhan. Komplikasi hipertensi dapat
menyebabkan :
1. Penyakit jantung (gagal jantung)
2. Penyakit ginjal (gagal ginjal)
3. Penyakit otak (stroke)

8. Penatalaksanaan
a. Terapi tanpa obat
1) Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas normal.
2) Pembatasan asupan garam (sodium/Na)
mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).
3) Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
4) Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.
5) Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
6) Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.
7) Teknik-teknik mengurangi stress
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.
8) Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang kita
duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja secara
otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah, dapat kita
atur gerakannya.
b. Terapi dengan obat
1) Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25 mg
(serpasil, Resapin).
2) Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral),
atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5 & 5 mg
(concor).
3) Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh
darah.
4) Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor
Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25,
50 mg (capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).
5) Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10
mg (adalat, codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg (herbesser,
farmabes)
6) Antagonis Reseptor Angiotensin II
Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh :
valsartan (diovan).
7) Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin)
sehingga volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT)
(Muttaqin, 2015).

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah
Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan
oleh hipertensi.
b. Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
c. Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
d. EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
e. Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
f. BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
g. Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) Dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
h. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic.
i. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
j. Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan
plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
k. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
l. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
m. Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
n. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.
o. Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan
atau takik aorta, pembesaran jantung.
p. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Sodoyo,2006).

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GEROTIK


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian secara Umum:
1) Identitas Pasien
Hal -hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur,
Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku,
Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit
kardiovaskuler seperti : gagal jantung, kongetif, penyakit jantung, jantung
coroner, hipertensi, penyakit jantung palpular, mauapun penyakit cor
pulmonal adalah klien mengeluh nyeri dada sebelah kiri disertai sesalk nafas
dan ketidakmampuan untuk beraktivitas.
3) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita
oleh klien dari mulai timbulnya keluhan dirasakan sampai klien di bawa
kerumah sakit, dan apakah pernah memeriksakaan diri ketempat lain selain
rumah sakit umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan
bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.
4) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit kardiovaskuler
sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan
peningkatan aktivitas, riwayat penggunaan obat–obatan, riwayat
mengomsumsi alcohol dan merokok.
5) Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang
sama karena factor genetic atau keturunan.
6) Pola kebiasaan sehari–hari
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan
dengan adanya nyeri dada sebelah kiri dan sesak nafas.
7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum: Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan
kardiovaskuler biasanya lemah
b) Kesadaran: Kesadaran klien biasanya composmetis, apatis sampai
somnolen
c) Tanda tanda vital :
- Suhu normal 37◦c
- Nadi meningkat : 70-82 x/mnt
- Tekanan darah meningkat atau menurun
- Pernafasan biasanya mengalami peningkatan
d) Pengkajian Persistem :
1. System pernafasan (B1 Breathing): Dapat ditemukan sesak nafas,
sesak waktu beraktivitas, peningkatan frekuensi pernafasan, adanya
penggunakaan otot bantu pernafasan, adanya gangguan pernafasan.
2. System sirkulasi (B2 Bleeding): Kaji adanya penaykit jantung,
frekuensi nadi apical sirkulasi perifer, dan kehangatan, periksa
adanya distensi vena jungularis.
3. System persyarafan (B3 Brain): Kaji adanya hilangnya
gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/ hilangnya fungsi.
Pergerakan mata/ kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri / ansietas )
4. Sistem perkemihan (B4 Bledder): Perubahan pola berkemih, seperti
inkontinensia urine, dysuria, distensi kandung kemih, warna dan bau
urine, kebersihannya.
5. Sitem pencernaan (B5 Bowel): Konstipasi, konsistensi feses,
frekuensi eleminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya
distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.
6. Sistem muskulokeletal (B6 Bone): Nyeri berat tiba – tiba/ mungkin
terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi,
kontraktur atropi otot, laserasi kulit dan perubahan warna.
7. Sirkulasi: Gejala riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner /   katup, penyakit serebrovaskuler. Tanda : Kenaikan TD,
Nadi : denyutan jelas, Frekuensi / irama : takikardia, berbagai
disritmia, Bunyi jantung : murmur, Distensi vena jugularis
8. Neurosensori: Gejala : Keluhan pusing / pening, sakit kepala,
Episode kebas, Kelemahan pada satu sisi tubuh, Gangguan
penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia ), Episode epistaksis
b. Pengkajian fungsional lansia
ADL (Activity Daily Living)
Pengkajian fungsional berdasarkan INDEKS KATZ
Pengkajian ini meliputi obsservasi kemampuan klien untuk melakukan aktivitas
kehdupan sehari-hari/Activity Daily Living
1) INDEKS KATZ
Termasuk/katagori manakah klien?
Skore Kriteria

Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),


A
berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian

B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut

Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi


C
tambahan

Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan


D
satu fungsi tambahan

Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke


E
kamar kecil, dan satu fungsi tambahan

Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke


F
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut

Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


Lain-Lain
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

Keterangan:
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang
lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi meskipun ia dianggap mampu
2) MODIFIKASI DARI BARTHEL INDEKS
Termasuk yang manakah klien?
N Item yang
Skor Nilai
O dinilai
1 Makan 0 = Tidak mampu
(Feeding) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega,
dll
2 = Mandiri
2 Mandi 0 = Tergantung dengan orang lain
(Bathing) 1 = Mandiri
3 Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi,
dan bercukur
4 Berpakaian 0 = Tergantung dengan orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (missal mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil 0= Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
(Bladder) terkontrol
1 = Kadang inkotinensia (maks, 1x 24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang air 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
besar (Bowel) 1 = Kadang inkotinensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain
toilet 1= Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9 Mobilitas 0 = Imobilitas (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantan satu orang
3= Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10 Naik turun 0 = Tidak mampu
tangga 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
1.4 : Ketergantungan Total
c. Pengkajian Kognitif
1) Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status
Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan 10 pertanyaan

Skore
No Pertanyaan Jawaban
+ -

1 Tanggal berapa hari ini?

2 Hari apa sekarang?

3 Apa nama tempat ini?

4 Berapa nomor telepon Anda?


Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)

5 Berapa umur Anda?

6 Kapan Anda lahir?

7 Siapa Presiden Indonesia sekarang?

8 Siapa Presiden sebelumnya?

9 Siapa nama Ibu Anda?

10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu seterusnya


sampai bilangan terkecil)

Keterangan
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat

2) Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan mnggunakan MMSE


(Mini Mental Status Exam)
Nilai Nilai Pertanyaan
maksimu pasien
m

Orientasi

5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa sekarang?)

5 Dimana kita: (Negara bagian) (wilayah) (kota) (rumah


sakit) (lanatai)?

Registrasi

3 Sebutkan nama 3 objek : 1 detik untuk mengtakan


masing-masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban yang
benar

Perhatian dan kalkulasi

5 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran. Berhenti


setelah 5 jawaban. Berganti eja “kata” ke belakang

Nilai Nilai Pertanyaan


maksimu pasien
m

Mengingat

3 Meminta untuk mengulang ketiga objek di atas.


Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran

Bahasa

9 Nama pensil dan melihat (2 poin)


Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau tetapi
(1 poin)

Nilai total

Keterangan
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
d. Pengkajian Status Emosional
Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
a. Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
b. Apakah klien sering merasa gelisah?
c. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
d. Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Pertanyaan tahap 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan?
b. Ada atau banyak pikiran?
c. Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain?
d. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
e. Cenderung mengurung diri?
Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya”MASALAH EMOSIONAL
POSITIF (+)

e. Pengkajian Psikososial
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,sikap klien pada orang
lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi.

f. Pengkajian Spiritual
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyainan klien tentang kematian,
harapan-harapan klien, dan lain-lain.

g. Pengkajian Depresi (menggunakan Geriatric Depression Scale)


NO ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa
puas dengan kehidupannya?
2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan
banyak kegiatan atau kesenangan
akhir-akhir ini?
3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa
hampa/ kosong di dalam hidup ini?
4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa
bosan?
5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai
harapan yang baik di masa depan?
6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai
pikiran jelek yang mengganggu terus
menerus?
7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat
yang baik setiap saat?
8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa
sesuatu yang buruk akan terjadi pada
Anda?
9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia
sebagian besar waktu?
10 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa tidak
mampu berbuat apa- apa?
11 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa resah
dan gelisah?
12 Apakah Bapak/ Ibu lebih senang
tinggal dirumah daripada keluar dan
mengerjakan sesuatu?
13 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa
kawatir tentang masa depan?
14 Apakah Bapak/ Ibu akhir – akhir ini
sering pelupa?
15 Apakah Bapak/ Ibu pikir bahwa hidup
Bapak/ Ibu sekarang ini
menyenangkan?
16 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa sedih
dan putus asa?
17 Apakah Bapak/ Ibu merasa tidak
berharga akhir-akhir ini?
18 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa
kawatir tentang masa lalu?
19 Apakah Bapak/ Ibu merasa hidup ini
mengembirakan?
20 Apakah sulit bagi Bapak/ Ibu untuk
memulai kegiatan yang baru?
21 Apakah Bapak/ Ibu merasa penuh
semangat?
22 Apakah Bapak/ Ibu merasa situasi
sekarang ini tidak ada harapan?
23 Apakah Bapak/ Ibu berpikir bahwa
orang lain lebih baik keadaanya
daripada Bapak/ Ibu?
24 Apakah Bapak/ Ibu sering marah
karena hal- hal yang sepele?
25 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa ingin
menangis?
26 Apakah Bapak/ Ibu sulit
berkonsentrasi?
27 Apakah Bapak/ Ibu merasa senang
waktu bangun tidur di pagi hari?
28 Apakah Bapak/ Ibu tidak suka
berkumpul di pertemuan sosial?
29 Apakah mudah bagi Bapak/ Ibu
membuat suatu keputusan?
30 Apakah pikiran Bapak/ Ibu masih tetap
mudah dalam memikirkan sesuatu
seperti dulu?
Ket: Setiap jawaban yang “ SESUAI” diberi skor 1
Skor 0-10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11-20 : Menunjukkan depresi ringan
Skor 21-30 : Menunjukkan depresi sedang/ berat

h. Pengkajian Risiko Jatuh


1) Pengakjian dengan menggunakan skala MORSE
Tgl
No Item Penilaian Jam
Skor IA 1 2 3 4
1 Usia
a. Kurang dari 60 0
b. Lebih dari 60 1
c. Lebih dari 80 2
2 Defisit Sensoris
a. Kacamata bukan bifokal 0
b. Kacamata bifokal 1
c. Gangguan pendengaran 1
d. Kacamata multifokal 2
e. Katarak/ glaukoma 2
f. Hamper tidak melihat/ buta 3
3 Aktivitas
a. Mandiri 0
b. ADL dibantu sebagian 2
c. ADL dibantu penuh 3
4 Riwayat Jatuh
a. Tidak pernah 0
b. Jatuh< 1 tahun 1
c. Jatuh < 1bulan 2
d. Jatuh pada saat dirawat sekarang 3
5 Kognisi
a. Orientasi baik 0
b. Kesulitan mengerti perintah 2
c. Gangguan memori 2
d. Kebingungan 3
e. Disorientasi 3
6 Pengobatan dan Penggunaan
Alat Kesehatan
a. >4 jenis pengobatan 1
b. Antihipertensi/ hipoglikemik/ 2
antidepresan 2
c. Sedative/ psikotropika/narkotika 2
d. Infuse/ epidural/ spinal/ dower
catheter/ traksi
7 Mobilitas
a. Mandiri 0
b. Menggunakan alat bantu 1
berpindah 2
c. Kordinasi/ keseimbangan 3
memburuk 4
d. Dibantu sebagian 4
e. Dibantu penuh/bedrest/nirse
assist
f. Lingkungan dengan banyak
furniture
8 Pola BAB/BAK
a. Teratur 0
b. Inkotinensia urine/feses 1
c. Nokturia 2
d. Urgensi/frekuensi 3
9 Komorbiditas
a. Diabetes/ penyakit jantung/ 2
stroke/ ISK 2
b. Gangguan saraf pusat/ 3
Parkinson
c. Pasca bedah 0-24 jam

Total skor
Keterangan
Risiko Rendah 0-7
Risiko Tinggi 8-13
Risiko Sangat Tinggi ≥ 14
Nama/ paraf
Catatan:
1. Pengkajian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit,
dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment)
2. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan
dengan kode:
a. Setelah pasien jatuh (Post Falls) dengan kode: PF
b. Perubahan kondisi (Change of Condition) dengan kode: CC
c. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain (On Ward Transfer) dengan
kode: WT
d. Setiap minggu (Weekly) dengan kode: WK
e. Saat pasien pulang (Discharge) dengan kode: DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan

2) Pengkajian dengan instrumen “THE TIMED UP AND GO” (TUG)


N LANGKAH
O

1 Posisi pasien duduk di kursi

2 Minta pasien berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter), kembali ke


kursi, ukur waktu dalam detik

Keterangan Skor :
>12 detik : risiko jatuh tinggi
≤ 12 detik : risiko jatuh rendah

i. APGAR keluarga
N ITEMS PENILAIAN SELALU KADAN TIDAK
O (2) G PERNAH
-KADAN (0)
G (1)
1 A: Adaptasi
Saya puas bisa kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu apabila saya
mengalami kesulitan (adaptasi)

2 P: Partnership
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya membicarakan sesuatu dan mengungapkan
masalah dengan saya (hubungan)

3 G: Growth
Saya puas bahwa keluarga(teman-teman) saya
menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan aktivitas (pertumbuhan)

4 A: Afek
Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)
saya mengekspresikan afek dan berespons terhadap
emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai

5 R: Resolve
Saya puas dengan cara teman atau keluarga saya
dan saya menyediakan waktu bersama-sama
mengekspresikan afek dan berespon
JUMLAH
Penilaian:
Total nilai <3 : disfungsi keluarga yang sangat tinggi
Total nilai 4-6 : disfungsi keluarga sedang
Total nilai 7-10: tidak ada disfungsi keluarga

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri kronis berhubungan dengan retensi pembuluh darah ke otak meningkat,
tekanan pembuluh darah ke otak meningkat, nyeri kepala.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan berhubungan dengan kegelisahan dan
sering bangun malam.
c. Hipervolemia berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah ginjal, aliran
darah menurun, respon RAA, rangsangan aldosteron meningkat, retensi Na.
d. Penuruna curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontraksi, hipertrofi/rigiditas ventricular.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
f. Resiko jatuh berhubungan dengan pengelihatan ganda dan suplai oksigen ke
otak menurun.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan
No Diagnosa (SDKI)
(Kriteria Hasi) SLKI (Intervensi) SIKI

1 Nyeri kronis berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak Manajemen nyeri
dengan retensi pembuluh darah 3x kunjungan diharapkan nyeri klien terkontrol
ke otak meningkat, tekanan dengan kriteria hasil : 1. Observasi
pembuluh darah ke otak  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
meningkat, nyeri kepala.  Keluhan nyeri menurun. frekuensi, kualitas, dan itensitas nyeri.
 Meringis menurun.  Identifikasi skala nyeri (PQRST).
 Gelisah menurun.  Identifikasi respon nyeri non verbal.
 Frekuensi nadi membaik.  Identifikasi faktor yang memperberat dan
 Pola napas membaik. memperingan nyeri.
 Tekanan darah membaik.  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
 Pola tidur membaik. tentang nyeri.
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri.
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan.
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
2. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri misalnya terapi
music, terapi pijat, aromaterapi, kompres
hangat atau dingin.
 Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
 Fasilitasi istirahat dan tidur.
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri.
 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
 Anjurkan memonitoring nyeri secara
mandiri.
 Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat.
 Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.

2 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak Dukungan tidur
berhubungan dengan 3x kunjungan diharapkan pola tidur klien membaik
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : 1. Observasi
kegelisahan dan sering bangun  Identifikasi pola aktivitas dan tidur.
malam.  Keluhan sulit tidur menurun.  Identifikasi faktor pengganggu tidur.
 Keluhan sering terjaga menurun.  Identifikasi makanan dan minuman yang
 Keluhan tidak puas tidur menurun. mengganggu tidur misalnya kopi, tea,
 Keluhan pola tidur berubah menurun. alcohol, makan mendekati waktu tidur,
 Keluhan istirahat tidak cukup menurun. dan minum banyak air sebelum tidur.
 Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi.
2. Terapeutik
 Modifikasi lingkungan misalnya
pencahayaan, kebisingan, sihu, dan
tempat tidur.
 Batasi waktu tidur siang, jika perlu.
 Fasilitasi menghilangkan stress sebelum
tidur.
 Tetapkan jadwal tidur rutin.
 Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan misalnya pijat, pengaturan
posisi.
 Sesuaikan jadwal pemberian obat atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur
terjaga.
3. Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
sakit.
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur.
 Anjurkan menghindari makanan atau
minuman yang mengganggu tidur.
 Anjurkan penggunaan obat tidur yang
tidak mengandung supresor terhadap
tidur.
 Anjurkan relaksasi otot autogenic atau
cara nonfarmakologi lainnya.

3 Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak Manajemen hipervolemia


dengan vasokontriksi pembuluh 3x kunjungan diharapkan kelebihan cairan klien
darah ginjal, aliran darah dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Observasi
menurun, respon RAA,  Periksa tanda dan gejala hypervolemia
rangsangan aldosteron  Asupan cairan meningkat. misalnya ortopnea, dyspnea, JVP/CVP
meningkat, retensi Na.  Keluaran urin meningkat. meningkat, dan suara napas tambahan.
 Kelembaban mukosa meningkat.  Identifikasi penyebab hypervolemia.
 Edema menurun.  Monitor intake dan output cairan.
 Dehidrasi menurun.  Monitor tanda homokonsentrasi misalnya
 Tekanan darah membaik. kadar natrium, BUN, hematocrit, berat
 Denyut nadi membaik. jenis urine.
 Membrane mukosa membaik.  Monitor tanda peningkatan tekanan
 Mata cekung membaik. onkotik plasma misalnya kadar protein
 Turgor kulit membaik. dan albumin meningkat.
 Berat badan membaik.  Monitor kecepatan infus secara ketat.
2. Terapeutik
 Timbang berat badan setiap hari pada
waktu yang sama.
 Batasi asupan cairan dan garam.
 Tinggikan kepala tempat tidur 30-40º
3. Edukasi
 Anjurkan melapor jika haluaran urine
<0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam.
 Anjurkan melapor jika BB bertambah >1
kg dalam sehari.
 Anjurkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan.
 Anjurkan membatasi cairan.
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretic.
 Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretic.

4 Penuruna curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak Perawatan jantung
berhubungan dengan 3x kunjungan diharapkan penurunan curah jantung
peningkatan afterload, klien dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Observasi
vasokontraksi,  Identifikasi tanda gejala primer
hipertrofi/rigiditas ventricular  Lelaah menurun. penurunan curah jantung (dyspnea,
 Dispnea menurun. kelelahan, edema, ortopnea).
 Pucat/sianosis menurun.  Identifikasi tanda gejala sekunder
 Ortopnea menurun. penurunan curah jantung (peningkatan
BB, hepatomegaly, distensi vena
 Tekanan darah membaik. jugularis, batuk, kulit pucat).
 Monitor tekanan darah.
 Monitor intake dan output cairan.
 Monitor BB setiap hari pada waktu yang
sama.
 Monitor saturasi oksigen.
 Monitor keluhan nyeri dada.
2. Terapeutik
 Posisikan klien semi fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman.
 Berikan diet jantung yang sesuai
misalnya batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan tinggi lemak.
 Fasilitasi klien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat.
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu.
 Berikan dukungan emosional dan
spiritual.
 Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%.
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi.
 Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap.
 Anjurkan klien dan keluarga mengukur
BB harian.
 Anjurkan klien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian.
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu.
 Rurjuk ke program rehabilitasi jantung.

5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak Manajemen energy


berhubungan dengan kelemahan, 3x kunjungan diharapkan intoleransi aktivitas klien
ketidakseimbangan suplai dan dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Observasi
kebutuhan oksigen.  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
 Frekuensi nadi meningkat. mengakibatkan kelelahan.
 Saturasi oksigen meningkat.  Monitor kelelahan fisik dan emosional.
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas  Monitor pola jam tidur.
sehari-hari meningkat.  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
 Keluhan lelah menurun. selama melakukan aktivitas.
 Dyspnea saat aktivitas menurun. 2. Terapeutik
 Dyspnea setelah aktivitas menurun.  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
 Perasaan lelah menurun. stimulus misalnya cahaya, suara, dan
 Tekanan darah membaik. kunjungan.
 Frekuensi napas membaik.  Lakukan latihan rentang gerak pasif atau
aktif.
 Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan.
 Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan,
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring.
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap.
 Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang.
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan.
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatktan asupan makanan.

6 Resiko jatuh berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak Manajemen keselamatan lingkungan
dengan pengelihatan ganda dan 3x kunjungan diharapkan resiko jatuh klien dapat
suplai oksigen ke otak menurun. teratasi dengan kriteria hasil : 1. Observasi
 Identifikasi kebutuhan keselamatan
 Jatuh dari tempat tidur menurun. misalnya kondisi fisik, fungsi kognitif
 Jatuh saat berdiri menurun. dan riwayat perilaku.
 Jatuh saat duduk menurun.  Monitor perubahan status keselamatan
 Jatuh saat berjalan menurun. lingkungan.
 Jatuh saat dipindahkan menurun. 2. Terapeutik
 Jatuh saat naik tangga menurun.  Hilangkan bahaya keselamatan
 Jatuh saat dikamar mandi menurun. lingkungan misalnya fisik, biologis, dan
 Jatuh saat membungkuk menurun. kimia, jika memungkinkan.
 Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko.
 Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan.
 Gunakan perangkat pelindung misalnya
rel samping, pintu terkunci, dan pagar.
 Hubungi pihak berwenang sesuai
masalah komunitas misalnya puskesmas,
polisi, damkar.
 Fasilitasi program skrining bahaya
lingkungan.
3. Edukasi
 Ajarkan individu, keluarga dan
kelompok resiko tinggi bahaya
lingkungan.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan pengetahuan harus
dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya.
Dengan demikian rencana yang telah ditentukan tercapai.

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi terhadap masalah hipertensi dilakukan dengan menilai masalah
keperawatan yang muncul. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat
dan hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap keperawatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.
Depkes RI. (2015). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas Kesehatan:
Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia Lanjut
Gleadle, J. (2005). Anamesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, Wahyudi. (2016). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta: EGC
Nugroho, Wahyudi. (2015). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai