Anda di halaman 1dari 28

DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

Frequently Asked Questions (FAQ)


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Jasa Konstruksi
FREQUENTLY ASKED QUESTION (FAQ) JASA KONSTRUKSI

INVESTASI INFRASTRUKTUR

Q : Apa yang dimaksud dengan proyek KPBU? Apa saja bentuknya?

A : Proyek KPBU merupakan proyek infrastruktur yang penyediaannya dilakukan


Pemerintah melalui kerjasama dengan Badan Usaha termasuk swasta. Skema KPBU
diwujudkan melalui ikatan perjanjian (kontrak) kerjasama yang melibatkan suatu instansi
pemerintah sebagai PJPK dan suatu Badan Usaha. Dalam perjanjian kerjasama
tersebut, pihak Badan Usaha dapat bertanggung jawab atas desain, konstruksi,
pembiayaan dan operasi proyek KPBU. Perjanjian kerjasama tersebut biasanya memiliki
jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari 15 tahun) untuk memungkinkan
pengembalian investasi pihak Badan Usaha. Basis dari perjanjian kerjasama proyek
KPBU adalah pembagian alokasi risiko antara Pemerintah (melalui PJPK) dan Badan
Usaha. Setiap risiko dialokasikan kepada pihak yang secara relatif lebih mampu
mengendalikan, mengelola, mencegah ataupun menyerapnya. Bentuk perjanjian
kerjasama proyek KPBU dapat berupa kerjasama operasi dan pemeliharaan fasilitas
infrastruktur hingga pembiayaan, penyediaan dan pengoperasian fasilitas infrastruktur.

Q : Apa yang dimaksud dengan PJPK ?

A : PJPK (Penanggung Jawab Proyek Kerjasama) merupakan instansi/institusi yang


mewakili Pemerintah dalam penyediaan proyek KPBU, seperti, Kementerian, Lembaga,
Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).
Tugas dan tanggung jawab PJPK diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Q : Bagaimana Aturan kepemilikan lahan oleh pihak asing dan pihak yang berwenang
dalam menyediakan lahan untuk proyek KPBU, serta bagaimana Dukungan
pemerintah untuk proyek KPBU?

A : Sesuai dengan UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) Pasal 36 dan Pasal 42 dinyatakan bahwa Badan Hukum Asing, hanya dapat
memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) dan/atau mempunyai Hak Pakai atas Tanah.
Untuk penyediaan lahan, Pemerintah telah memberikan dukungan untuk proyek KPBU
dengan menerbitkan UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang berisi ketentuan bahwa lahan/tanah
untuk proyek infrastruktur publik disediakan oleh Pemerintah dan LMAN. Bentuk
dukungan lainnya untuk proyek KPBU adalah Viability Gap Fund (VGF) bantuan dana
pemerintah sebesar maksimal 49% dari total investasi, selain itu juga dukungan fasilitas
penyiapan proyek (PDF/Project Development Facility), dan fasilitas pembayaran
ketersediaan layanan (Avability Payment/AP) dan fasilitas Penjaminan Pemerintah.
Q : Rata-rata Nilai IRR untuk berbagai proyek infrastruktur di Indonesia, serta bagaimana
mekanisme pengembalian keuntungan untuk investor ?

A : Dijelaskan bahwa nilai IRR proyek KPBU berkisar rata-rata 13 – 15 %, dengan rata-rata
margin untuk investor sekitar 2 persen di atas IRR yang diekspektasikan, lalu terdapat
kenaikan tarif toll setiap 2 tahun sekali sekitar 5-6 % atau disesuaikan dengan tingkat
inflasi.
Q : Ketika investor telah menyelesaikan masa konsesi dan akan menarik semua
investasinya baik dalam bentuk modal dan laba, bagaimana pengenaan pajaknya
(apakah investor akan dikenai pajak berganda), dan Berapa besaran persentase
(repatriasi) pajak tersebut?

A : Untuk tarif pajak atas BUA corporate tax di Indonesia sebesar sebesar 25%. Sesuai
dengan UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa WP (Wajib
Pajak) Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia berupa dividen, maka dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dari
penghasilan bruto. Namun jika penerima dividen ini adalah WP luar negeri dimana
Negara domisilinya mempunyai perjanjian perpajakan dengan negara Indonesia dan
memiliki Surat Keterangan Domisili (COD), besarnya tarif yang digunakan sesuai
dengan Tax Treaty untuk menghindari pajak berganda.

Q : Apa saja yang dapat dijamin oleh Pemerintah ?

A : Penjaminan diberikan atas kewajiban finansal PJPK yang muncul akibat terjadinya risiko
yang telah dialokasikan kepada PJPK dalam perjanjian KPBU. Kewajiban finansial
tersebut harus dapat dikuantifikasi, mengacu pada formula atau besaran kompensasi
yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama.
Contoh kewajiban finansial yang dapat dijamin PT PII adalah kewajiban pembayaran
kepada Badan Usaha yang timbul akibat adanya keterlambatan pengurusan
perijinan/lisensi, perubahan peraturan perundang-undangan, ketiadaan penyesuaian
tarif dan kegagalan pengintegrasian jaringan/fasilitas yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah.
Q : Apa tujuan penjaminan pemerintah dibentuk pada proyek KPBU ?

A : Menyediakan penjaminan pada proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan


Usaha/Swasta (KPBU) di bidang infrastruktur.
Meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness), utamanya bankability proyek-proyek
KPBU di bidang infrastruktur.
Meningkatkan tata kelola (governance), konsistensi dan transparansi dalam proses
pemberian penjaminan Pemerintah.
Meminimalkan kemungkinan terjadinya sudden shock terhadap APBN dan ring-
fencing eksposur kewajiban kontinjensi Pemerintah.
Q : Regulasi apa saja yang mendasari penyediaan infrastruktur KPBU sektor PUPR ?

A :  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama


Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur
 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2016 Tentang
Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Di Daerah
 Perka LKPP No 19/2015 Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha KPBU
dalam Penyediaan Infrastruktur
 PMK 129/2016 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan
Transaksi Proyek KPBU
 PMK 170/2015 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya
Konstruksi
 PMK No. 190/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan
 PMK 260/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam
Proyek KPBU
 PP No. 43/2013 tentang Jalan Tol
 PP 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum
 Permen PU No. 21/2012 tentang Pedoman Pengadaan Pengusahaan Jalan Tol
 Permen PU 09/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan KPBU dalam Pemanfaatan
SDA untuk Pembangunan PLTA/PLT Minihidro/PLT Microhidro
 Kepmen PUPR No. 691.2/KPTS/M/2016 tentang Pembentukan Simpul KPBU di
Kementerian PUPR
Q : Proyek Infrastruktur apa yang dapat di KPBU kan ?

A : Sektor infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.


38/2015 adalah infrastruktur ekonomi dan sosial, mencakup: Transportasi; Jalan;
Sumber daya air dan irigasi; Air Minum; Sistem pengelolaan air limbah terpusat; Sistem
pengelolaan air limbah setempat; Sistem pengelolaan persampahan; Telekomunikasi
dan informatika; Ketenagalistrikan; Minyak dan gas bumi dan energi terbarukan;
Konservasi energi; Fasilitas perkotaan; Fasilitas pendidikan; Fasilitas sarana dan
presarana olahraga, serta kesenian; Pengembangan Kawasan; Pariwisata; Kesehatan;
Lembaga pemasyarakatan Perumahan rakyat.
Q : Apa kriteria proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan
mendapatkan dukungan pemerintah ?

A : Penyediaan proyek KPBU dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38/2015,
melalui proses lelang untuk memilih Badan Usaha, dimana proyek tersebut memenuhi
kriteria kelayakan sebagaimana tercakup dalam dokumen studi kelayakan yang
dilakukan oleh tenaga ahli yang independen. Kriteria kelayakan mencakup aspek teknis,
ekonomi dan keuangan, serta memenuhi ketentuan lingkungan dan sosial. Selain itu
proyek harus memenuhi ketentuan perundang-undangan dan terdapat ketentuan
arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam Perjanjian
Kerjasama.
Q : Regulasi apa saja yang mendasari pemberian Penjaminan oleh Pemerintah ?

A : Peraturan Pemerintah No. 35/2009 tentang Penyertaan Modal Negara Republik


Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Di Bidang Penjaminan
Infrastruktur.
Peraturan Pemerintah No. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Peraturan Presiden No. 78/2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan
Badan Usaha.
Q : Bagaimana proses mendapatkan penjaminan atas proyek? Apakah pihak swasta yang
berminat atas suatu proyek dapat langsung melakukan aplikasi kepada Pemerintah ?

A : Permohonan yang mendapatkan penjaminan harus disampaikan oleh PJPK proyek


terkait kepada pemerintah melalui PT PII dalam bentuk Usulan Penjaminan.
Berdasarkan Usulan Penjaminan dari PJPK tersebut, PT PII akan melakukan evaluasi
dan menstruktur penjaminan.
Jika proyek KPBU memenuhi kriteria untuk mendapatkan penjaminan, PT PII akan
mengeluarkan Pernyataan Kesediaan Penjaminan atas proyek.
Oleh PJPK, Pernyataan Kesediaan Penjaminan tersebut dicantumkan dalam dokumen
tender untuk kepentingan para peserta lelang saat menyusun dokumen penawaran.
Secara rinci, proses permohonan penjaminan ini diatur dalam Perpres No. 78/2010 dan
PMK No. 260/2010.
Q : Apakah ada biaya terkait penjaminan pemerintah ini? Jika ya, bagaimana strukturnya
dan siapa yang menanggung?

A : Sebagai BUPI, PT PII dapat memperoleh imbal jasa penjaminan atas penyediaan
penjaminan yang dilakukan Badan Usaha/pihak swasta yang menerima manfaat
penjaminan infrastruktur akan membayar imbal jasa penjaminan. Struktur imbal jasa
penjaminan tersebut berbentuk One-Time Fee (dihitung terhadap nilai proyek)
dan Recurring Fee (dihitung terhadap nilai eksposur penjaminan yang diberikan). Selain
tergantung pada nilai proyek dan nilai eksposur penjaminan, besaran imbal jasa
penjaminan juga akan mempertimbangkan profil risiko proyek dan biaya atas proses
penyediaan penjaminan untuk proyek terkait.
Q : Apa manfaat dari penjaminan pemerintah untuk Sektor Swasta?

A : Mitigasi risiko bagi sektor swasta yang tidak dapat dicakup dari pasar. Peningkatan
transparansi, kejelasan dan konsistensi proses evaluasi dan pemberian penjaminan bagi
proyek. Memperpanjang jangka waktu pinjaman, yang berdampak pada penawaran
harga (bid) yang lebih kompetitif. Memberikan insentif bagi PJPK untuk membuat
kontrak yang memenuhi standar pasar, yang berlaku umum/internasional.
Q : Bagaimana Pemerintah menjamin proyek infrastruktur yang nilainya jauh lebih besar?

A : Jika nilai proyek yang dijamin melebihi kemampuan modalnya, PT PII dapat melakukan
penjaminan bersama (co-guarantee) dengan Lembaga Multilateral (Multilateral
Development Agency/MDA, seperti Bank Dunia), dengan institusi keuangan lainnya atau
dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Mekanisme co-guarantee ini akan tertuang dalam Perjanjian Penjaminan (Guarantee
Agreement) antara investor/lender dengan para penjamin.
Saat ini PT PII memiliki fasilitas pinjaman (loan facility) terhadap pemenuhan
pembayaran klaim dari Bank Dunia, lembaga dengan peringkat kredit AAA.
Meski penjaminan proyek dilakukan melalui struktur penjaminan bersama/co-guarante,
proses penjaminan, termasuk evaluasi (appraisal), dilakukan oleh PT PII sesuai dengan
Kebijakan Satu Pelaksana (Single Window Policy) dalam hal penjaminan bersama
dengan Pemerintah Indonesia.
Q : Bagaimana Pemerintah melalui PT PII mempertahankan posisi finansialnya jika terjadi
klaim penjaminan?

A : Sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, PT PII memiliki hak Regres


kepada PJPK atas setiap klaim yang dibayarkan PT PII kepada investor.
Nilai Regres yang dapat ditagihkan PT PII kepada PJPK adalah nilai klaim yang telah
dibayarkan, dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money).
Hak PT PII sebagai penjamin dan kewajiban PJPK ini dituangkan dalam suatu Perjanjian
Regres antara PT PII dan PJPK. Perjanjian Regres ditandatangani sebelum
penandatanganan Perjanjian Penjaminan antara PT PII dengan badan usaha atau
swasta.
Q : Mengapa diperlukan Perjanjian Regres (Recourse Agreement)?

A : Sesuai dengan ketentuan hukum perdata tentang penjaminan (borgtoch)


 Memastikan keberlangsungan kondisi finansial (financial sustainability) pemerintah
melalui PT PII. Memastikan PJPK bertanggung jawab atas kewajiban-kewajibannya
(baik finansial maupun non-finansial) sesuai kontrak KPBU.

Q : Bagaimana proses pengadaan lahan untuk penyediaan infrastruktur di Indonesia ?

A : Pemerintah telah mengeluarkan perpres nomor 71 Tahun 2012 dan perpres nomor 148
Tahun 2015 yang mengatur tentang tata cara pengadaan lahan untuk penyediaan
infrastruktur publik. Berdasarkan Perpes tersebut, tahapan pelaksanaan pengadaan
lahan terdiri atas tiga tahapan, yaitu :
 Tahap persiapan : 242 – 268 hari kerja
 Tahap pelaksanaan : 247 – 251 hari kerja
 Tahap penyerahan hasil : 33 hari hari kerja
 Jadi total durasi tahapan pengadaan lahan adalah 519 – 549 hari kerja

 Dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan untuk penyediaan


infrastruktur bagi kepentingan publik telah diatur bahwa pemerintah berkewajiban untuk
menyediakan lahan untuk pembangunan infrastruktur. Berdasarkan ketentuan tersebut,
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan membentuk Lembaga Manajemen Aset
Negara (LMAN) melalui PMK Nomor 219 Tahun 2015. Salah satu tugas Lembaga ini
adalah menyediaakan dana untuk pembebasan lahan. LMAN hanya khusus
menyediakan dana,
Q : Apa perbedaan proses lelang untuk proyek solicited dengan proyek unsolicited?

A : Untuk Badan Usaha yang bertindak sebagai Pemrakarsa dalam proyek unsolicited
mendapatkan kompensasi : Pemberian tambahan nilai sebesar 10%, Right to match
kepada penawar terbaik, Pembelian prakarsa KPBU. Pemilihan Badan Usaha
Pelaksana tetap dilaksanakan dengan metode seleksi/lelang sesuai Perka LKPP Nomor
19 Tahun 2015, baik untuk proyek solicited maupun unsolicited.
Q : Bagaimana tahapan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU)
dalam penyediaan infrastruktur?

A : 1. Penyusunan Rencana Anggaran KPDBU (Sumber : APBN APBD Pinjaman/ Hibah


Lainnya)
2. Penganggaran Dana Tahap Perencanaan KPDBU, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
3. Identifikasi Penetapan KPDBU, studi pendahuluan dan konsultasi publik
4. Keputusan Lanjut/Tidak Skema KPDBU
5. KPDBU Diusulkan Kepada Menteri PPN dan tembusan Menteri Dalam Negeri (MDN),
Indikasi perlu tidaknya Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah Kesesuaian dengan
prioritas Nasional
6. Daftar Rencana KPDBU
Daftar Rencana KPDBU berfungsi sebagai :
a. Menjadi pertimbangan rencana kerja pemerintah daerah
b. Diperbaharui secara berkala untuk diumumkan serta disebar luaskan
c. PJPK menginformasikan status KPDBU minimal 1 kali dalam setahun kepada Menteri
PPN dan tembusan MDN
d. Menteri PPN dan MDN akan mengevaluasi Rencana KPDBU jika tidak ada
perkembangan dalam jangka waktu dua tahun
Q : Apakah manfaat dilaksanakannya KPBUD dengan skema Availability Payment (AP)
bagi Pemda ?

A : 1. Tidak ada pembayaran selama Kontruksi


a. AP dibayarkan untuk penyediaan jasa layanan.
b. PJKP tidak perlu membayar biaya konstruksi.
2. Pembayaran bersifat jangka panjang
AP dibayarkan selama periode operasi (30 s.d 50 Tahun). Sehingga dapat mengatasi
keterbatasan fiskal daerah
3. Pembayaran dilakukan secara cicilan
a. Jumlah pembayaran setiap tahun disesuaikan dengan perjanjian kontrak.
b. Jumlah AP disesuaikan terhadap inflasi.
Q : Bagaimana metode pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah untuk KPDBU dengan
skema Availability Payment (AP)?

A :  Pelaksanaan pembayaran AP wajib dialokasikan oleh PJPK berdasarkan perjanjian


KPDBU dalam Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD.
 Pelaksanaan pembayaran AP yang dialokasikan oleh PJPK wajib disetujui oleh
DPRD selama masa perjanjian KPDBU.
 Penganggaran untuk Availability Payment (AP) melalui belanja langsung Pemda
melalui APBD, sesuai karakterisitik untuk jasa layanan
Q : Apa saja yang diatur dalam perjanjian KPBUD dengan skema AP?
A : 1. output dan indikator kinerja yang obyektif dan terukur.
2. Perhitungan pembayaran ketersediaan layanan.
3. Sistem pemantauan yang efektif terhadap indikator kinerja.
4. Waktu pembayaran.
5. Mekanisme Pembayaran.
SISTEM PENYELENGGARAAN

Q : Pada kontrak lump sump terjadi kondisi kejadian tak terduga (unforeseen), apakah
diperbolehkan Pokja melakukan adendum terkait perubahan lingkup pekerjaan dan
perubahan lokasi kegiatan? (2 Kasus)
A : Apabila terjadi kondisi kejadian tak terduga (unforeseen), Pokja dapat mengajukan
permohonan terkait addendum perubahan lingkup pekerjaan dan perubahan lokasi
kegiatan kepada PPK, kemudian PPK melaporkan kepada PA/KPA agar perubahan
tersebut disetujui.

Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 17 Ayat (3)


(3) Selain tugas pokok dan kewewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dalam hal diperlukan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dapat mengusulkan
kepada PPK:
a. perubahan HPS; dan/atau
b. perubahan spesifikasi teknis pekerjaan

Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 34 Ayat (4)


(4) Apabila terjadi perubahan paket pekerjaan maka:
a. PPK mengusulkan perubahan paket pekerjaan kepada PA/KPA untuk ditetapkan;
atau
b. ULP/Pejabat Pengadaan mengusulkan perubahan paket pekerjaan melalui PPK
untuk ditetapkan oleh PA/KPA.

Q : Apabila terdapat dana sisa lelang yang rencananya akan digunakan untuk komponen
pelengkap paket (seperti taman, jalan akses, dsb), bagaimanakah cara pengadaan
barang tersebut? Apakah cukup dengan addendum kontrak? Apakah dana
perencanaan dan pengawasan perlu disediakan kembali atau masuk proyek lama? (1
Kasus)

A : Apabila terdapat dana sisa lelang, maka PPK dapat meminta penyedia jasa untuk
melakukan perubahan melalui addendum kontrak dengan syarat pekerjaan tidak
melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam perjanjian/kontrak
awal. Untuk dana perencanaan dan pengawasan tidak perlu disediakan karena
pekerjaan masih dalam masa kontrak pelaksanaan pekerjaan.

Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 87 Ayat (1) s.d (3)
(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan,
dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen
Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan pada
Kontrak yang meliputi:
a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam
Kontrak;
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan;
atau
d. mengubah jadual pelaksanaan.
(1b) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk
pekerjaan yang menggunakan Kontrak Harga Satuan atau bagian pekerjaan
yang menggunakan harga satuan dari Kontrak Gabungan Lump Sum dan
Harga Satuan
(2) Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan:
a. tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam
perjanjian/Kontrak awal; dan
b. tersedia anggaran untuk pekerjaan tambah.
Q : Untuk pekerjaan sederhana seperti pembangunan tembok sepanjang 20 meter,
apakah harus ada unsur Pelaksana, Konsultan Perencana dan Pengawas? Apakah
dapat menggunakan pekerjaan terintegrasi?

A : Untuk pekerjaan sederhana, PPK yang memutuskan apakah dibutuhkan unsur


Perencana dan Pengawas. PPK yang akan menjadi pengawas selama pelaksanaan
kontrak. Sedangkan untuk pekerjaan terintegrasi harus memenuhi salah satu kriteria
berikut:
1. Pekerjaan yang membutuhkan teknologi tinggi
2. Pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi
3. Pekerjaan yang menggunakan peralatan khusus
4. Pekerjaan yang bernilai di atas 100 Milyar rupiah
Q : Pokja menyusun HPS Konstruksi tanpa mengacu pada Peraturan Menteri PUPR No.
28 Tahun 2016. Haruskah diubah? (1 Kasus)

A : Dalam menyusun HPS konstruksi di Bidang Pekerjaan Umum, harus mengacu pada
Peraturan Menteri PU No. 11 Tahun 2013 yang diubah menjadi Peraturan Menteri
PUPR N0. 28 Tahun 2016. Sebelum Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2016
tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan diundangkan, dinyatakan tetap
berlaku namun harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri tersebut paling lambat
6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri No. 28 Tahun 2016 diundangkan.
Q : Pekerjaan yang ditetapkan PPK untuk disubkontrakkan merupakan pekerjaan utama
(1 kasus)

A : Dalam kegiatan Pengadaan Barang/Jasa, Penyedia jasa dilarang untuk mengalihkan


Pekerjaan Utama kecuali sebagian Pekerjaan Utama kepada Penyedia Barang/Jasa
Spesialis. Penyedia Jasa harus emelengkapi bukti pembayaran kepada seluruh
Subkontraktor dalam meminta progress pembayaran kepada PPK.
Q : Pokja salah dalam memilih metode evaluasi dan metode penyampaian dokumen
(metode sampul) yang akan digunakan (1 Kasus)

A : Dalam menyusun dokumen pengadaan, Pokja harus berpedoman pada Perpres No.
54 Tahun 2010 dan Perubahannya, dimana dalam Pasal 47 disebutkan bahwa metode
pemasukan terdiri dari tiga jenis, yaitu satu sampul, dua sampul dan metode dua tahap
yang memiliki kriteria tersendiri pada masing-masing metode pemasuampaian
dokumen penawaran. Sedangkan untuk metode evaluasi penawaran yang diatur
dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, metode evaluasi penawaran
yang dapat digunakan terdiri dari sistem gugur (apabila teknis pelaksanaan tidak
dipertimbangkan), sistem nilai (apabila teknis pelaksanaan menjadi bagian penting dari
kualitas pengadaan), dan sistem penilaian biaya selama umur ekonomis
(mempertimbangkan biaya lainya, seperti biaya pemilharaan dan operasional)

Q : Pokja penilaian kualifikasi pada pekerjaan konstruksi menggunakan sistem nilai (1


Kasus)

A : Untuk pekerjaan konstruksi, metode evaluasi kualifikasi yang digunakan adalah sistem
gugur. Apabila pokja melakukan evaluasi menggunakan sistem nilai, proses lelang
sudah bertentangan dengan Peraturan Menteri PU No 31 Tahun 2015, yang
mengakibatkan proses lelang harus diulang dan pokja harus mengubah metode
evaluasi kualifikasi dalam dokumen pengadaan.

Q : Kriteria evaluasi tidak dituangkan dalam dokumen pengadaan (1 Kasus)?


A : Isi dokumen pengadaan harus sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Permen
PU No. 31 Tahun 2015, dimana kriteria atau tata cara evaluasi harus dijelaskan di
dalam dokumen pengadaan.
Q : Pokja menambahkan, mengurangi dan atau mengubah kriteria yang telah ditetapkan
dalam dokumen pengadaan (1 Kasus)

A : Pokja hanya dapat merubah isi dari dokumen pengadaan melalui addendum dokumen
pengadaan sampai dengan batas akhir pemasukan dokumen penawaran. Apabila
terjadi Addendum dalam dokumen pengadaan, Pokja ULP dapat memberikan
tambahan waktu pemasukan dokumen penawaran.
Q : Pada pelelangan Rehabilitasi Gedung paket kecil, panitia menetapkan bahwa
perusahaan yang boleh mendaftar adalah perusahaan yang memiliki dua sub bidang
(misalnya 21005 dan 21301), sementara pada pelelangan yang lain, hanya mewajibkan
memiliki 1 sub bidang.

A : Seharusnya untuk paket kecil (Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Kecil), yang
dipersyaratkan adalah memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan. Sedangkan untuk
Usaha Non-Kecil, yang dipersyaratkan adalah kemampuan pekerjaan pada subbidang
yang sesuai.
Q : Dalam Pekerjaan Konstruksi Breakwater menggunakan kubus beton dan tetrapod,
selain mempersyaratkan SIUJK panitia juga mempersyaratkan Ijin Usaha Industri
(IUI). Apakah ini diperbolehkan? (1 Kasus)

A : Apabila kubus beton dan tetrapod tidak diproduksi sendiri, maka mungkin
dipersyaratkan dukungan dari produsen tersebut. Namun untuk Izin Usaha Industri
bisa dikategorkan persyaratan yang mengada-ngada.
Q : Dalam dokumen pengadaan, Pokja mencantumkan persyaratan Kemampuan Dasar
(KD) penggabungan KSO (1 Kasus)

A : Untuk badan usaha yang berbentuk kemitraan (KSO), yang dilakukan perhitungan KD
adalah perusahaan yag mewakili kemitraan tersebut, bukan KD penggabungan
perusahaan.
Permen PUPR No 31 Tahun 2015
Buku Standar PK 01 Gab LS dan HS; Bab VII Tata Cara Evaluasi Kualifikasi; Poin
11b

Konstruksi Berkelanjutan

Q : Apakah saja persayaratan untuk menjadi peserta Bimbingan Teknis SMK3?

A : a. Pendidikan minimal D3 Teknik, apabila pendidikan calon peserta bukan teknik maka
calon peserta harus memiliki pengalaman di bidang keteknikan minimal 4 tahun.
b. Mengisi formulir pendaftaran.
c. Membawa surat tugas dari atasan.
Q : Apabila ada unit kerja yang akan mengajukan permintaan mengenai pelaksanaan
Bimbingan Teknis SMK3, kemanakah harus mengirimkan surat?

A : Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi


Gedung Utama lt. 12 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Jl. Pattimura no. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110
Telp.(021) 7278610, Fax. (021) 7266637Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Gedung Utama lt. 12 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Jl. Pattimura no. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110
Telp.(021) 7278610, Fax. (021) 7266637
Q : Bagaimanakah mekanisme permintaan pengawas kegiatan Bimtek SMK3 dari daerah?

A : a. Unit kerja yang akan melaksanakan Bimtek mengirimkan surat permintaan secara
resmi kepada Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
b. Dit. BPJK akan mengirimkan pengawas kegiatan Bimtek SMK3 dengan rasio 40 orang
peserta = 1 orang pengawas.

Kontrak Konstruksi

Q : Bagaimana melakukan penyesuaian harga pekerjaan konstruksi?


A : Pemberian Penyesuaian Harga (Eskalasi/De-eskalasi) diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31 Tahun 2015 tentang Standar dan
Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, pada Lampiran Syarat-
Syarat Umum Kontrak Angka 40 huruf b, c, e, dan g, yang berbunyi sebagai berikut :

b. Penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa


pelaksanaannya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan diberlakukan mulai bulan ke-13
(tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan.
c. Penyesuaian harga berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali mata
pembayaran Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.
e. Penyesuaian Harga Satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang
tercantum dalam kontrak awal/adendum kontrak.
g. Jenis pekerjaan baru dengan Harga Satuan baru sebagai akibat adanya adendum
kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak
adendum kontrak tersebut ditandatangani.

Koefisien penyesuaian harga ditetapkan oleh PPK dan cara menghitung penyesuaian
harga dapat dilihat pada SSKK Poin V.

Q : Bolehkah Kontrak Lumpsum untuk Pekerjaan Konstruksi dilakukan perubahan


Kontrak?
A : Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31
Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa
Konsultansi Buku Standar PK 01 LS – Pascakualifikasi (Pelelangan umum/pemilihan
langsung), pada lampiran Syarat-Syarat Umum Kontrak Angka 36.2 huruf a, b, dan c

36.2. Perubahan Kontrak dapat dilaksanakan apabila disetujui oleh para pihak, meliputi:
a. perubahan pekerjaan disebabkan oleh sesuatu hal yang dilakukan oleh para pihak dalam
kontrak sehingga mengubah lingkup pekerjaan dalam kontrak atas persetujuan
Pengguna Anggaran;
b. perubahan harga kontrak akibat adanya perubahan pekerjaan dan/atau karena
perubahan pelaksanaan pekerjaan atas persetujuan Pengguna Anggaran;
c. perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan.

Q : Apakah K3 dan SMK3 dapat dimasukkan ke final item atau HPS?


A : Biaya Penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 66/SE/M/2015 dialokasikan pada Biaya Umum dan
tidak berdiri sendiri sebagai satu item pekerjaan didalam HPS
Q : Bagaimana dasar pengenaan Denda untuk pekerjaan yang terlambat akibat
kesalahan penyedia?
A : Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31
Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa
Konsultansi Buku Standar PK 01 HS – Pascakualifikasi (Pelelangan umum/pemilihan
langsung):

Lampiran Syarat-Syarat Umum Kontrak

1. Angka 28.2
” Jika pekerjaan tidak selesai pada Tanggal Penyelesaian bukan akibat Keadaan
Kahar atau Peristiwa Kompensasi atau karena kesalahan atau kelalaian penyedia
maka penyedia dikenakan denda.”
2. Angka 66.4
“besarnya denda yang dikenakan kepada penyedia atas keterlambatan
penyelesaian pekerjaan untuk setiap hari keterlambatan adalah:
1) 1/1000 (satu perseribu) dari sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan
(sebelum PPN), apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat
berfungsi; atau
2) 1/1000 (satu perseribu) dari harga kontrak (sebelum PPN), apabila bagian
pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum berfungsi;
sesuai yang ditetapkan dalam SSKK
Didalam SSKK diatur pada Ketentuan W
Q : Bentuk Kontrak untuk Pekerjaan yang sumber dananya berasal dari Pinjaman
Luar Negeri mengacu kemana?
A : Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya, Pasal 103
Ayat (1)

(1) PPK dalam melaksanakan pekerjaan yang dibiayai dari PHLN, wajib memahami:
a. Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) Naskah Perjanjian Hibah Luar
Negeri (NPHLN) atau dokumen kesepahaman; dan
b. ketentuan-ketentuan pelaksanaan proyek Pengadaan Barang/Jasa setelah
NPPLN/NPHLN disepakati Pemerintah Republik Indonesia dan pemberi pinjaman/
hibah

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31


Tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa
Konsultansi Buku Standar PK 01 HS – Pascakualifikasi (Pelelangan umum/pemilihan
langsung) Angka 3.3 yang berbunyi sebagai berikut :

3.3. Apabila sumber dana berasal dari pinjaman/hibah luar negeri, menggunakan hukum
yang berlaku di Indonesia atau hukum yang berlaku di negara pemberi pinjaman/hibah
(tergantung kesepakatan antara Pemerintah dan negara pemberi
pinjaman/hibah), pilihan hukum yang digunakan agar dicantumkan dalam Syarat-
syarat Khusus Kontrak yang selanjutnya disebut SSKK.
Kesepakatan tersebut mengacu pada Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri
(NPPLN)/ Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri (NPHLN) atau dokumen kesepahaman;
Q : Bagaimana Penjelasan Terhadap Pemahaman Hierarki Dokumen Kontrak?
A : Berdasarkan Permen PU Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi yang beberapa kali diubah
terakhir dengan Permen PUPR Nomor 31/PRT/M/2015 dinyatakan bahwa Hierarki
Dokumen Kontrak yaitu sebagai berikut:

a. Adendum Surat Perjanjian (apabila ada) f. Spesifikasi Khusus

b. Pokok Perjanjian g. Spesifikasi Umum

c. Surat Penawaran berikut h. Gambar-gambar; dan

Daftar Kuantitas dan Harga i. Dokumen lainnya seperti: jaminan-

d. Syarat-Syarat Khusus Kontrak jaminan, SPPBJ, BAHP, BAPP

e. Syarat-Syarat Umum Kontrak

Dokumen Kontrak tersebut di atas dibuat untuk saling menjelaskan satu sama lain, dan
jika terjadi pertentangan antara ketentuan dalam suatu dokumen dengan ketentuan
dalam dokumen yang lain maka yang berlaku adalah ketentuan dalam dokumen yang
lebih tinggi berdasarkan urutan hierarki sebagaimana dimaksud ketentuan di atas
Q : Permasalahan Kontrak terkait kendala pembebasan lahan
A : Berdasarkan ketentuan Pasal 87 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana
telah diubah terakir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa, dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada
saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam
Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan
pada Kontrak.

Jika diperlukan perubahan kontrak guna mengubah lokasi quarry maka pihak Pengguna
Jasa dan Penyedia Jasa melakukan pembahasan secara cermat sebelum melakukan
suatu perubahan kontrak, jika kedua belah pihak bersepakat maka dituangkan dalam
Addendum Kontrak.
Q : Apabila terdapat Temuan Ketidaksesuaian Data pada saat berlangsungnya
pelaksanaan kontrak
A : Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 93 ayat (1) huruf c Perpres Nomor 54 Tahun 2010
beserta perubahannya yang mengatur bahwa salah satu penyebab PPK dapat
memutuskan Kontrak secara sepihak adalah Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan
KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh
instansi yang berwenang.

Penyedia Jasa juga dapat dikenakan sanksi akibat kesalahannya sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2) Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya yaitu:

Jaminan Pelaksanaan dicairkan;

- Sisa uang muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka
dicairkan;

- Penyedia Barang/Jasa membayar denda; dan/atau

- Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam


Q : Bagaimana Perhitungan Volume Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak Harga
Satuan dan Penetapan Cost Factor
A : Besaran koefisien komponen kontrak mata pembayaran untuk pekerjaan dapat dari
perhitungan yang dilakukan berdasarkan Analisa Harga Satuan Pekerjaan dalam
Dokumen Kontrak klausul Penyesuaian Harga huruf P SSKK yang sesuai dengan
rumusan perhitungan yang diatur dalam Tata Cara Perhitungan Penyeseuaian Harga
pada pasal 92 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Q : Bagaimana Cara Pembayaran Konsultan Manajemen Konstruksi
A : Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Permen PU Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan
Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi JO Permen PUPR
Nomor 31/PRT/M/2015 dinyatakan bahwa Kontrak Harga Satuan Jasa Konsultansi
didasarkan atas input (tenaga ahli dan biaya-biaya langsung terkait termasuk perjalanan
dinas) yang harus disediakan konsultan (input based) untuk melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja/TOR. Jenis pekerjaan pada kelompok ini yaitu
supervisi/pengawasan pekerjaan konstruksi, monitoring, manajemen konstruksi, survey,
dan lainnya.

untuk pekerjaan dengan kontrak harga satuan, yang mengikat adalah harga satuan
yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan, volume pekerjaan masih
bersifat perkiraan sementara dan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran
bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh Penyedia.
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

Q : Apakah tugas dan fungsi provinsi dalam hal jasa konstruksi?

A : Pada prinsipnya, tugas dan fungsi Provinsi dalam pembinaan jasa konstruksi
terdapat di UU Jaskon no.2/2017. Beberapa hal yang diatur antara lain :
1. Melakukan kegiatan pendataan proyek di daerah yang berpotensi dilakukan dengan
skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (Permen PUPR No. 15/2015)
2. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi tenaga ahli konstruksi (UU No.
23/2014)
3. Menyelenggarakan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah provinsi (UU
No. 23/2014)
4. Melaksanakan kebijakan pembinaan, menyebarluaskan peraturan perundang-
undangan, menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan jasa
konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
5. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas badan usaha jasa konstruksi di
wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
6. Melaksanakan pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib
pemanfaatan jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
7. Melaksanakan pembinaan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi tingkat
Provinsi dan asosiasi jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
8. Meningkatkan kemampuan teknologi, penggunaan dan nilai tambah jasa dan
produk konstruksi dalam negeri di wilayah provinsi (Permen PUPR No.15/2015)
9. Pengembangan pasar dan kerjasama konstruksi di wilayah provinsi (Permen PUPR
No. 15/2015)
Q : Apakah tugas dan fungsi kabupaten dalam hal jasa konstruksi?
A : 1. Melakukan kegiatan pendataan proyek di daerah kab/kota yang berpotensi
dilakukan dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (Permen PUPR
No. 15/2015)
2. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi tenaga terampil konstruksi (UU
No. 23/2014)
3. Menyelenggarakan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah kab/kota (UU
No. 23/2014)
4. Melaksanakan kebijakan pembinaan, menyebarluaskan peraturan perundang-
undangan, menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan jasa
konstruksi di wilayah kab/kota (PP No. 30/2000)
5. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas badan usaha jasa konstruksi di
wilayah kab/kota (PP No. 30/2000)
6. Melaksanakan pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib
pemanfaatan jasa konstruksi di wilayah kab/kota (UU No. 23/2014 dan PP No.
30/2000)
7. Melaksanakan pembinaan asosiasi jasa konstruksi di wilayah kab/kota (PP No.
30/2000)
8. Meningkatkan kemampuan teknologi, penggunaan dan nilai tambah jasa dan
produk konstruksi dalam negeri di wilayah kab/kota (Permen PUPR No.15/2015)
9. Pengembangan pasar dan kerjasama konstruksi di wilayah kab/kota (Permen PUPR
No. 15/2015)
10. Melaksanakan pembinaan dan penerbitan izin usaha jasa konstruksi nasional (non
kecil dan kecil) (UU No 23/2014)
Q : Dengan terbentuknya organisasi perangkat daerah yang merupakan amanah dari UU
23 tahun 2014, maka diperlukan utuk mendukung nomenklatur yang baru,
darimanakah dananya?

A : Saat ini kementerian dalam negeri sedang menyusun kodefikasi anggaran

Q : Apakah dalam Undang-Undang 23 tahun 2014 ini memungkinkan daerah dapat


membentuk UPTD
A : Dalam hal pemenuhan fungsi pelaksanaan pembangunan sektoral dinilai cukup besar,
maka pemerintah daerah dapat membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
berdasarkan peraturan perundangan
Q : Dengan nomenklatur baru ini program kegiatan apakah yang dapat dilakukan bidang
jasa konstruksi?

A : Pada prinsipnya adalah sesuai dengan program kegiatan yang dituangkan dalam tugas
dan fungsi dari provinsi/ kabupaten di UU Jaskon No.2/2017 dan Lampiran PP
No.18/2016.
Sanksi bagi yang Pemerintah yang tidak melakukan pelaksanaan ini adalah sanksi
admiitratif tertulis. Untuk Gubernur oleh Menteri dan Kabupaten/Kota oleh Gurbenur/wakil
Gubernur sebagai wakil Pemerintah PUsat.

Q : Kenapa saat ini Pemerintah Daerah mempunyai peran lebih besar dalam Jaskon?
A : Sejalan dengan desentralisasi dalam pembangunan Negara, para pelaku jasa konstruksi
pelaksanaan pembinaan berada di daerah.

UU JASA KONSTRUKSI
Q : Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,
apakah serta merta peraturan sebelumnya tidak berlaku?

A : Sesuai dengan ketentuan di NKRI, bahwa setiap peraturan perundangan yang diterbitkan
akan berlaku sejak diundangkan. UU No.2/2017, diundangkan pada tanggal 12 Januari
2017. Sementara masa pelaksanaannya diperlukan peraturan turunan sebagai acuan
dalam operasional. Apabila sebelum UU tersebut diterbitkan ada aturan terkait, maka
semua peraturan dapat digunakan asalkan tidak bertentangan dengan UU. Hal serupa
terjadi pada UU mengenai Jasa Konstruksi. UU 18/1999 yang diubah menjadi UU 2/2017,
maka semua peraturan turunan yang diterbitkan sebelum UU baru masih dapat berlaku
sepanjang tidak bertentangan. Pada aturan peralihan, terdapat pasal yang menyatakan
bahwa sejak diundangkan maka akan diberikan waktu 2 (dua) tahun penyesuaian aturan
turunan berupa Perpres, PP dan Permen.
Q : Apakah ada perbedaan tanggung jawab dari pemerintah daerah?

A : Terdapat perbedaan hakiki antara peran Pemda dan Pempus dalam UU Jaskon. Pada UU
18/1999 lebih mengarah kepada sentralistik. Sementara pada UU 2/2017, diarahkan
kepada desentralisasi selaras dengan makna yang dituangkan dalam UU No.23/2014
tentang Pemerintah Daerah. Sehingga peran Pemerintah Daerah akan semakin besar
dalam pelaksanaan dan pembinaan jasa konstruksi yang bermutu. Adapun pembagian
tugas dan kewenangan tersebut adalah :
I. Kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
 memberdayakan BU jaskon, pengawasan proses IUJK-tertib usaha-rantai pasok dan
fasilitasi kemitraan BUJK
 menyelengarakan pengawasan pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi,
tertib penyelenggaraan dan pemanfaatan Jakon di Provinsi
 menyelenggarakan pengawasan penerapan standar keamanan, keselematan,
kesehatan dan keberlanjutan (K4)
 menyelenggarakan pengawasan sistem SKA, pelatihan dan upah tenaga kerja
konstruksi
 menyelenggarakan pengawasan penggunaan MPK dan tekhnologi konstruksi, fasilitasi
kerjasama institusi litbang, fasilitasi pengembangan tekhnologi prioritas, penggunaan
Standar mutu material dan peralatan sesuai SNI
 memperkuat kapasitas lembaga, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan penyelenggaraan dan usaha penyediaan bangunan
 mengumpulkan data dan informasi Usaha Konstruksi di Provinsi

II. Kewenangan Daerah sebagai otonom


A. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi yaitu :
 Penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli Jasa Konstruksi
 Penyelenggaraan Sistem Informasi Cakupan daerah Provinsi
B. Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota:
 Penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi.
 Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan Daerah kabupaten/kota
 Penerbitan izin usaha jasa konstruksinasional Kualifikasi kecil, menengah, dan
besar
 Pengawasan tertib usaha, tertibpenyelenggaraan dan tertib pemanfaatanjasa
konstruksi.
Q : Bila ada laporan masyarakat terkait dugaan kegagalan bangunan (pelanggaran dalam
kegiatan konstruksi), apakah pemeriksaannya akan menghentikan proses konstruksi?

A : Pemeriksaan hukum tidak mengganggu atau menghentikan penyelenggaraan konstruksi.


Laporan masyarakat akan diproses oleh APIP yakni unit pemeriksaan internal atas
dugaan yang dilaporkan dan disesuaikan dengan kontrak kerja. APIP akan melaporkan
hasil pemeriksaannya kepada Menteri. Apabila didapati adanya tindak pidana, maka
diserahkan kepada proses hukum. Namun bila tidak maka diselesaikan melalui
keperdataan. Sementara pemeriksaan, pekerjaan layanan public tetap berjalan.
Q : Siapa yang dapat menetapkan bahwa telah terjadi kegagalan bangunan?

A : Yang dapat menetukan suatu kegagalan bangunan adalah penilai ahli, yang mana penilai
ahli tersebut ditetapkan oleh Menteri. Penilai ahli yang ditetapkan sudah terdaftar di
kementerian yang menyelenggarakan urusan bidang jasa konstruksi. Kriteria Penilai Ahli
adalah :
a. Memiliki SKK (sertifikat kompetensi kerja) jenjang jabatan ahli
b. Memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas pada
Jaskon
sesuai klasifikasi produk kegagalan bangunan

Hal yang diperiksa oleh Penilai Ahli adalah :


a. Kepatuhan terhadap pelaksanaan standar K4
b. Menetapkan penyebab terjadinya kegagalan bangunan
c. Menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak berfungsinya bangunan
d. Menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan
e. Memberikan rekomendasi kebijakan kepada Menteri dalam pencegahan kegagalan
bangunan
f. Laporan hasil penilalan diberikan 90 hari sejak tugas dilaksanakan kepada Menteri dan
instansi pemberi IMB.
Bagi Penilai ahli yang tidak menjalankan tugas akan dikenakan sanksi administrative
berupa peringatan tertulis, pemberhentian tugas dan/atau, dikeluarkan dari daftar penilai
ahli yang terintegrasi.
Q : Apakah ada perubahan terhadap klasifikasi usaha dalam Undang-Undang Nomor 02
Tahun 2017?
A : Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 klasifikasi usaha berdasarkan pada bidang
arsitektur, sipil, mekanikal, kelistrikan dan tata lingkungan ( ASMET) yang sudah tidak
sesuai dengan klasifikasi lapangan usaha saat ini. Sementara dalam Undang-Undang
Nomor 02 tahun 2017 klasifikasinya berdasarkan pada Central Product Certification
(CPC) bahwa klasifikasi didasarkan pada produk pekerjaan bukan pada jenis pekerjaan.
Q : Apakah akan ada sanksi bagi BU yang tidak memiliki sertifikat ?

A : Seluruh BU yang tidak memiliki sertifikat dalam menjalankan pekerjaan konstruksi tidak
dapat melakukan pekerjaan konstruksi. Bagi BU yang tidak mempuyai sertifikat akan
dikenakan sanksi adminitratif berupa :
a. denda admnistratif
b. pengehentian sementara kegiatan layanan jaskon, dan/atau pencantuman dalam
daftar hitam
SIPJAKI

Q : Apakah Administrator wajib memiliki SK?


A : Ya. Setiap Administrator aplikasi SIPJAKI wajib ditunjuk melalui dan memiliki Surat
Keputusan penunjukan yang bersangkutan sebagai Administrator SIPJAKI.
Q : Jika ingin mendaftar namun belum memiliki SK?
A : Silahkan mendaftar. Saat pengisian nomor SK, isi dengan “1234567890” lalu hubungi
Administrator Nasional untuk aktivasi.
Q : Apakah terdapat contoh SK?
A : Ya. Contoh Surat Penunjukan Administrator SIPJAKI terdapat pada aplikasi SIPJAKI
(menu download - referensi).
Q : Berapa jumlah Administrator untuk setiap kabupaten/kota?
A : Jumlah Administrator untuk setiap kabupaten/kota tidak baku, idealnya setiap
kabupaten/kota memiliki sedikitnya 2 Administrator yang bertanggung jawab pada
pengisian aplikasi SIPJAKI
Q : Apakah Administrator SIPJAKI harus satu unit kerja?
A : Tidak, ketentuan tersebut tidak ada. Namun idealnya melihat dari keberagaman data
yang dimasukkan dalam aplikasi SIPJAKI, unit kerja Administrator sebaiknya adalah unit
teknis konstruksi dan unit pemberian izin
Q : Jika Administrator sudah ditunjuk melalui SK, namun belum memperoleh pelatihan
bagaimana?
A : Setiap tahun Dirjen Bina Konstruksi melaksanakan pelatihan Administrator SIPJAKI.
Untuk Administrator SIPJAKI yang belum memperoleh pelatihan dapat mendaftarkan diri
untuk mengikuti pelatihan tersebut dengan menghubungi Administrator Nasional.
Q : Di luar pelatihan Administrator, apakah bisa Administrator ingin belajar langsung ke
Jakarta ?
A : Tentu bisa. Cukup menghubungi Administrator Nasional untuk menentukan jadwal,
sehingga dapat dilakukan pelatihan secara khusus bagi Administrator tersebut.
Q : Bagaimana agar bisa mengikuti TOT SIPJAKI?
A : Peserta TOT SIPJAKI dinilai berdasarkan keaktifan dalam pengisian data, sehingga
semakin baik nilai pencapaian SPM, maka dapat dipertimbangkan untuk mengikuti TOT
SIPJAKI.
Q : Berapa kali kegiatan pelatihan Administrator dan TOT SIPJAKI?
A : Umumnya pelatihan Administrator dan TOT SIPJAKI dilaksanakan 2 angkatan setiap
tahun anggaran.
Q : Apa punishment dan reward bagi pengisian aplikasi SIPJAKI?
A : Informasi pengisian di aplikasi SIPJAKI adalah untuk mencapai Standar Pelayanan
Minimal Bidang Jasa Konstruksi, maka punishment dan reward disesuaikan dengan
penilaian pencapaian SPM oleh Kemendagri.
Q : Apakah boleh provinsi/kabupaten/kota melaksanakan pelatihan SIPJAKI di daerah?
A : Boleh, jika membutuhkan dukungan teknis dapat menghubungi Administrator Nasional.
Q : Untuk mengakses aplikasi SIPJAKI, peramban (browser) apa yang paling cocok?
A : Direkomendasikan menggunakan Mozilla Firefox atau Google Chrome.
Q : Apakah ada website untuk latihan/coba-coba aplikasi SIPJAKI?
A : Ada, kunjungi training.jasakonstruksi.net
STANDAR DAN KOMPETENSI
Q : Apakah yang dimaksud dengan Kompetensi?
A : Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas merujuk
pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, pengetahuan, keterampilan
maupun perilaku dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-ubah, tergantung
sejauh mana pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku tersebut diasah.
Q : Apakah Standar Kompetensi itu?
A : Standar Kompetensi adalah pernyataan ukuran atau patokan tentang kemampuan
seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas merujuk pada beberapa karakteristik, baik
yang bersifat dasar, pengetahuan, keterampilan maupun perilaku dengan tingkat
kemampuan yang dapat berubah-ubah, tergantung sejauh mana pengetahuan,
keterampilan maupun perilaku tersebut diasah.
Q : Apakah pengertian Sistem Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional?
A : Tatanan keterkaitan komponen Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional yang
Komprehensif dan Sinergis
Q : Bagaimana Alur Proses pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia?
A :  Tuntutan Kebutuhan SKKNI
 Perumusan Standar Dengan Melakukan FGD
 Melakukan Verifikasi Internal
 Pra Konvensi
 Verifikasi Eksternal
 Konvensi
 Penetapan
 Penerapan
 Kaji Ulang
Q : Bagaimana Metode Perumusan SKKNI?

A :  Riset atau penyusunan standard baru


 Adaptasi dari standar internasional atau standar khusus
 Adopsi dari standar internasional atau standar khusus
Q : Sebutkan Prinsip-Prinsip dalam Pengembangan SKKNI ?

A :  Relevan
 Valid
 Aseptabel
 Fleksibel
 Mampu Telusur

Q : Siapa saja Pengguna SKKNI ?

A :  Institusi Pendidikan dan Pelatihan

 Dunia usaha dan industry

 Institusi penyelengara pelatihan dan sertifikasi

Q : Apakah Materi Kompetensi itu?

A : Merupakan modul pelatihan yang telah mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) yang akan menjadi bahan rujukan utama bagi
pelatih/instruktur dan peserta latih untuk mendukung tercapainya kompetensi yang telah
ditetapkan dalam pelatihan berbasis kompetensi tersebut.
Q : Terdiri dari apa saja Materi Kompetensi itu ?

A :  Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi (KPBK)


 Indikator Unjuk Kerja (IUK)
 Materi Uji Kompetentsi (MUK)
 Modul Pelatihan berbasis Kompetensi
 Buku Informasi
 Buku Kerja
 Buku Penilaian
Q : Apakah konsekuensi bagi tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa konstruksi tidak
memiliki sertifikat kompetensi kerja?

A : Setiap tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa konstruksi tidak memiliki sertifikat
kompetensi kerja maka diberikan sanksi pemberhentian dari tempat kerja dan tidak berhak
mendapatkan imbalan yang layak.
Bagi tenaga kerja yang tidak memiliki SKK akan dikenai sanksi administrative berupa
pemberhentian dari tempat kerja.
Q : Bagaimana memperoleh sertifikat kompetensi kerja?

A : Sertifikat kompetensi kerja diperoleh melalui uji kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) yang diregistrasi oleh Menteri. LSP tersebut dapat dibentuk oleh asosiasi
profesi terakreditasi dan lembaga pendidikan dan pelatihan.
Bagi LSP yang tidak menjalankan sesuai ketentuan dalam melaksanakan Uji Kompetensi
akan dikenakan sanksi adminitratif berupa :
a. Peringatan tertulis
b. Denda administrative
c. Pembekuan lisensi, dan/atau
d. Pencabutan lisensi

PENETAPAN KOMPETENSI

Q : Apakah tujuan sertifikasi kompetensi?

A : Sertifikasi kompetensi untuk memberikan pengakuan dan penghargaan kompetensi serta


penjaminan dan pemeliharaan mutu kompetensi.
Q : Apa yang dimaksud dengan Sistem Sertifikasi?

A : Sistem Sertifikasi ialah kumpulan prosedur dan sumberdaya untuk melakukan proses
sertifikasi sesuai dengan skema sertifikasinya, untuk menerbitkan sertifikat kompetensi
termasuk pemeliharaannya. (Pedoman BNSP 508, 2013)
Q : Bagaimana proses pelaksanaan sertifikasi sesuai ISO 17024:2012?

A : Sistem sertifikasi terdiri dari proses aplikasi, proses asesmen, proses uji kompetensi dan
penetapan keputusan kompetensi
Q : Apa sajakah kualifikasi usaha jasa konstruksi?

A : Kualifikasi usaha jasa konstruksi dibagi menjadi kualifikasi usaha besar, kualifikasi usaha
menengah dan kualifikasi usaha kecil (pasal 8 B Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun
2010 jo. Peraturan Pemerintah nomor 92 Tahun 2010)
Q : Apa yang dimaksud dengan kompetensi kerja?

A : Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek


pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan
Q : Apa yang dimaksud dengan Pelatihan Berbasis Kompetensi?

A : Pelatihan Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disingkat PBK adalah pelatihan kerja
yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan di
tempat kerja (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
24/PRT/M/2014)
Q : Bagaimana tahapan penyelenggaraan pelatihan?

A : Pelatihan diselenggarakan dengan tahapan: a) persiapan pelatihan, b) pelaksanaan


pelatihan, c) penerbitan sertifikat pelatihan, d) evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan
pelatihan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
24/PRT/M/2014)
Q : Apa yang dimaksud dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)?

A : Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi


kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara
bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai
sektor (Perpres Nomor 8 Tahun 2012)
Q : Apa yang dimaksud dengan Surat Tanda Registrasi Insinyur?

A : Surat Tanda Registrasi Insinyur adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Persatuan
Insinyur Indonesia kepada Insinyur yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi Insinyur
dan diakui secara hukum untuk melakukan Praktik Keinsinyuran (UU No. 11 Tahun
2014)
PENGEMBANGAN PROFESI JASA KONSTRUKSI

Q : Apa itu (manfaat) PKB/ CPD?

A : Menurut Peraturan Menteri PUPR no 45 Tahun 2015 tentang Pengembangan


Keprofesian Berkelanjutan yang selanjutnya disingkat PKB adalah upaya memelihara
kompetensi Tenaga Ahli untuk menjalankan praktik Tenaga Ahli secara
berkesinambungan.
Menurut peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No 13 Tahun 2014
tentang PKB adalah proses pembelajaran dalam rangka memelihara meningkatkan dan
memperluas keahlian di bidang konstruksi yang dilakukan secara mandiri.

Q : Apakah PKB/CPD digunakan untuk tenaga ahli atau terampil saja?

A : Sebagaimana Peraturan Menteri PUPR no 45 Tahun 2015 pada pasal 4 ayat (2)
program PKB diberlakukan bagi tenaga ahli yang memiliki SKA berdasarkan klasifikasi
dan kualifikasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan lembaga.

Q : Apakah lingkup kegiatan PKB/CPD?

A : Kegiatan PKB meliputi kategori pembelajaran, pengabdian profesi dan masyarakat,


publikasi, dan pengembangan ilmu.
Kegiatan tersebut meliputi pendidikan dan pelatihan formal (pendidikan S2 dan/atau
pelatihan formal), pendidikan non formal (pembelajaran mandiri dan/atau pembelajaran
terkait dengan penugasan kerja), partisipasi dalam pertemuan profesi (sebagai peserta
atau panitia pertemuan profesi), sayembara/kompetisi, paparan, paten, hak atas
kekayaan intelektual, dan karya tulis, dan atau penunjang (sebagai pakar/narasumber,
pengurus organisasi profesi atau pimpinan lembaga, dan atau sebagai penerima tanda
jasa, anugerah, atau sejenisnya)
Q : Mengapa tenaga ahli perlu melaksanakan CPD?

A : Perlu, sebab program PKB merupakan salah satu persyaratan perpanjangan SKA.
Adding Value bahwa kepemilikan SKA tenaga kerja konstruksi dapat diajukan untuk
mendapatkan pengakuan kualifikasi kompetensi insinyur dan arsitek di tingkat ASEAN
Q : Siapa penanggung jawab pelaksanaan program PKB/CPD?

A : Program PKB diselenggarakan dan dikoordinasikan oleh Lembaga. Lembaga


mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan PKB kepada
Asosiasi Profesi. Lembaga atau Asosiasi Profesi dapat membentuk unit kerja untuk
menyelenggarakan PKB.
Q : Bagaimana prosedur penyelenggaraan PKB/CPD?

A : Prosedur penyelenggaraan PKB dalam rangka perpanjangan masa berlaku SKA


dilakukan melalui tahapan:
a. Tenaga Ahli menyampaikan berkas permohonan perpanjangan masa berlaku SKA
dilampiri dengan laporan Kegiatan PKB kepada Asosiasi Profesi;
b. Asosiasi Profesi melakukan penilaian laporan Kegiatan PKB;
c. Asosiasi Profesi membuat berita acara hasil penilaian;
d. Asosiasi Profesi menyampaikan usulan perpanjangan masa berlaku SKA yang dilampiri
berita acara hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada Lembaga; dan
e. Lembaga menetapkan perpanjangan masa berlaku SKA

Q : Apa yang dimaksud dengan ASEAN MRA?

A : Kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh 10 Menteri Perdagangan negara-


negara anggota ASEAN, yang bertujuan untuk memfasilitasi mobilitas para profesional
Insinyur/Arsitek sekaligus sebagai wahana pertukaran informasi dalam rangka
mendorong adopsi praktrek terbaik guna mencapai suatu standar kualifikasi di
lingkungan ASEAN.

Q : Apa yang menjadi urgensi seorang tenaga ahli memiliki sertifikasi regional ASEAN?

A : Mendapatkan pengakuan timbal balik tentang kesetaraan kompetensi profesi jasa


insinyur/arsitek untuk menjalankan praktek keinsinyuran/kearsitekturan di ASEAN
(sertifikat keahlian yang telah diregistrasi LPJKN akan diakui oleh 10 negara anggota
ASEAN), dan telah memiliki bekal dalam menghadapi liberalisasi ASEAN (ASEAN
Economic Community).

Q : Kemudahan apa saja yang didapat apabila bersertifikasi regional ASEAN?

A : Sertifikat regional diakui oleh seluruh negara anggota ASEAN sehingga tidak diperlukan
uji sertifikasi kembali di negara tujuan
Q : Siapa saja yang dapat mendaftar sebagai ACPE/ AA?

A : ACPE

 Tamatan dari pendidikan tinggi teknik (S-1) yang program studinya telah terakreditasi
oleh lembaga kewenangan di negaranya;
 Terdaftar di negaranya sebagai Tenaga Ahli yang berhak untuk berpraktek independen;
bagi Tenaga Ahli bidang jasa konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) dari LPJK
(Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) dan bagi Tenaga Ahli bidang jasa non
konstruksi memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi dan mendaftar di BNSP
(Badan Nasional Sertifikasi Profesi);
 Pengalaman kerja minimum 7 (tujuh) tahun setelah tamat pendidikan tinggi S-1;
 Berpengalaman minimal 2 (dua) tahun pada pekerjaan keinsinyuran yang berbobot (in
responsible charge of significant engineering works);
 Memenuhi persyaratan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB/ Continuing
Professional Development, CPD) pada tingkat yang memadai untuk perpanjangan masa
berlaku sertifikat ACPE; dan
 Setuju untuk terikat / mematuhi kode tata laku dan kode etik professional

AA

 Tamat pendidikan program studi arsitektur 5 (lima) tahun penuh atau 4 (empat) tahun
+ 1 (satu) tahun pendidikan profesi arsitek dari perguruan tinggi yang terakreditasi;
 Arsitek profesional, memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) yang telah diregistrasi;
 Pengalaman kerja minimal 10 (sepuluh) tahun secara terus-menerus setelah tamat
pendidikan, lima tahun diantaranya setelah registrasi SKA
 Minimal selama 2 (dua) tahun di antaranya menangani proyek arsitektur dalam skala /
besaran tertentu yang ditetapkan oleh ASEAN Architect Council (AAC);
 Untuk perpanjangan masa berlaku sertifikat AA perlu memenuhi persyaratan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB/ Continuing Professional Development,
CPD);
 Tidak mempunyai catatan tentang pelanggaran teknis maupun etika profesi di tingkat
nasional maupun internasional;
Memenuhi persyaratan lain yang ditentukan oleh AAC.
Q : Bagaimana proses pengajuan aplikasi AA?

A : ACPE

 Bagi engineer di sektor konstruksi:


Bila belum memiliki sertifikat, pemohon harus mengurus sertifikasi kompetensi kepada
asosiasi profesinya,
Bila telah memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi, dapat mengajukan aplikasi
ke LPJKN untuk diregistrasikan secara nasional.

 Bagi engineer di sektor non-konstruksi: Bila telah memiliki sertifkat kompetensi dari
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) berlisensi, dapat mengajukan aplikasi ke BNSP untuk
diregistrasikan secara nasional.
 Bagi engineer di sektor konstruksi maupun non-konstruksi yang telah memenuhi
persyaratan / kriteria, dapat mengajukan permohonan sebagai ACPE dengan mengisi
dan melengkapi form aplikasi ACPE yang ditujukan kepada Indonesia Monitoring
Committee (IMC) untuk kemudian diregistrasikan kedalam ASEAN Chartered
Professional Engineer Register (ACPER) oleh ASEAN Chartered Professional Engineer
Coordinating Committee (ACPECC).
AA

 Bila belum memiliki sertifikat, pemohon harus mengurus sertifikasi kompetensi kepada
asosiasi profesinya,
 Bila telah memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi, dapat mengajukan aplikasi
ke LPJKN untuk diregistrasikan secara nasional,
Bila telah memenuhi persyaratan/kriteria, dapat mengajukan permohonan sebagai AA
dengan mengisi dan melengkapi form aplikasi AA yang ditujukan kepada Indonesia
Monitoring Committee (IMC) untuk kemudian diregistrasikan kedalam ASEAN Architect
Register (AAR) oleh ASEAN Architect Council (AAC).

Q : Kapan pembukaan pendaftaran ACPE/ AA dilakukan?

A : Penerimaan pendaftaran dibuka sepanjang tahun dan pengajuan ACPE/AA dilakukan


tiga kali dalam setahun

Q : Apakah sosialisasi MRA dapat dilaksanakan mandiri oleh asoasi profesi/ badan
usaha?

A : Dapat dengan melibatkan narasumber dari Sekretariat IMC


Q : Apakah National Monitoring Committee (NMC)?

A : Komite yang ada di tiap negara anggota ASEAN untuk menerima, memproses dan
mengelola Daftar Registrasi profesional nasional menjadi ASEAN Architect (AA)/
ASEAN Professional Engineering Chartered (ACPE). Di Indonesia bernama Indonesia
Monitoring Committee (IMC).
Q : Apakah kebermanfaatan menjadi ACPE/ AA bagi tenaga ahli?

A : Untuk memenuhi persyaratan Undang undang No 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja
bahwa tenaga ahli asing harus berkolaborasi dengan tenaga ahli nasional yang setara.
PRODUKTIVITAS KONSTRUKSI

Q : Apakah yang dimaksud dengan Produktivitas Konstruksi?

A : DJBK, 2017 mendefiisikan produktivitas konstruksi adalah tingkat kemampuan industri


konstruksi dalam menghasilkan bangunan atau konstruksi yang berkualitas dalam satuan
waktu tertentu dengan memanfaatkan sumber daya konstruksi secara berkelanjutan.
Q : Bagaimanakah cara mengukur produktivitas konstruksi?

A : Produktifitas konstruksi dapat diukur berdasarkan pada tingkat tugas (task level), tingkat
proyek (project level), tingkat perusahaan (corporate level) dan tingkat industri (industry
level). Pada tingkat industri, produktifitas merupakan besaran produktifitas (ekonomi) yaitu
sales (output) / expenses (input) dengan lingkup sektoral konstruksi. Pada tingkat
perusahaan, produktifitas merupakan besaran produktifitas (keuangan) yaitu sales
(output) / expenses (input) dengan lingkup perusahaan. Pada tingkat proyek, produktifitas
merupakan besaran produktifitas berupa wujud fisik & keuangan sebagai output / input
dengan lingkup proyek. Sedangkan pada tingkat pekerjaan, operasi dan prosess serta
tugas, produktifitas merupakan besaran produktifitas yaitu ouput fisik / satuan waktu.
Secara garis besar produktivitas dapat dihitung dengan :

KERJA SAMA DAN PEMBERDAYAAN

Q : Mengapa diperlukan kerja sama dengan mitra kerja?

A : Kerja sama dilakukan untuk menggalang kekuatan bersama anatara Kementerian


PUPR dengan seluruh mitra kerja untuk dapat bersinergi melaksanakan pembangunan
jasa konstruksi di seluruh wilayah Indonesia yang lebih produktif, berkualitas dan
berkelanjutan.
Q :
Bidang apa saja yang dapat dikerjasamakan?
A : Kerja sama yang dilakukan dengan mitra kerja meliputi bidang penyusunan regulasi,
pola pembiayaan, penyelenggaraan dan mutu konstruksi, badan usaha, material dan
peralatan konstruksi, SDM Konstruksi dan bidang-bidang lainnya yang mendukung
pembangunan infrastruktur kawasan perbatasan, Proyek Infrastruktur Nasional 2015-
2019, Infrastruktur Wilayah Pengembangan Strategis (WPS).
Q : Siapa saja yang menjadi target kerja sama?

A : Kerjasama ditujukan kepada mitra kerja yang terdiri dari Kementerian/Lembaga,


LPJK,BNSP, Pemda/TPJKP/D, Asosiasi Badan Usaha, Asosiasi Profesi, Balai
Satminkal, Lembaga Diklat Konstruksi, Badan Usaha, Unit Sertifikasi, Masyarakat,
Lembaga Pendidikan, Media, Dewan Insinyur.
Q : Apa yang menjadi tujuan kerja sama dengan mitra kerja?
A : Koordinasi Kebijakan, Diseminasi regulasi, Penguatan Informasi Demand-Supply Jasa
Konstruksi, Kerjasama Regulasi dan Monitoring Investasi Infrastruktur, Litbang, Diklat,
Sertifikasi dan Registrasi (Standar Pembiayaan), Fasilitasi Peraturan Jakon Daerah,
Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Internal, Pelatihan di Provinsi dan Kabupaten/Kota,
Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Internal, Diseminasi, Pelatihan Anggota, Pencetakan
Instruktur dan Asesor, Fasilitasi Pengembangan Pengusahaan, On The Job Training ,
Pemagangan, Capacity Building/Short Course, Litbang, Penguatan Kurikulum, Penguatan
Informasi Demand-Supply Jasa Konstruksi, Pemagangan, Pencetakan Instruktur dan
Asesor, Litbang, Publikasi, Informasi.

Q : Bagaimana mekanisme pelaksanaan kerja sama?

A : Pada tahapan awal dilakukan identifikasi potensi dan sasaran yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil pemetaan potensi serta rancangan kerja sama prioritas. Selanjutnya
dilakukan inisiasi kerja sama dengan mitra kerja yang menghasilkan rancangan
kesepakatan bersama/perjanjian kerja sama. Sementara itu, hasil rancangan
kesepakatan bersama/perjanjian kerja sama akan di validasi oleh Sekretariat Jenderal
untuk memastikan bahwa kerja sama yang dilakukan memang dibutuhkan dan
mendukung program prioritas Kementerian. Apabila rancangan kerja sama telah
disetujui, selanjutnya akan dilaksanakan penandatangan kerja sama yang akan
ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kerja sama. Kerja sama yang telah dilaksanakan
akan dipantau secara berkala dan akan terus dilakukan pengembangan kerja sama.
Q : Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan

A : Pemberdayaan kepada mitra kerja strategis dan masyarakat ditujukan sebagai upaya
peningkatan kapasitas mitra kerja dengan cara menumbuhkembangkan potensi,
pengembangan kekuatan, dan pembangunan dinamika individu/organisasi untuk
mewujudkan mitra kerja yang mandiri dalam mendukung pembangunan di bidang jasa
konstruksi di seluruh wilayah Indonesia.

Q : Siapa saja yang menjadi target pemberdayaan?

A : Pemberdayaan ditujukan kepada mitra kerja yang terdiri dari


Kementerian/Lembaga,LPJK,BNSP, Pemda/TPJKP/D, Asosiasi Badan Usaha, Asosiasi
Profesi, Balai Satminkal, Lembaga Diklat Konstruksi, Badan Usaha, Unit Sertifikasi,
Masyarakat, Lembaga Pendidikan, Media, Dewan Insinyur.
Q : Bagaimana mekanisme pemberdayaan mitra kerja?

A : Pada tahapan awal dilakukan identifikasi kebutuhan dan kemampuan pemberdayaan


mitra kerja yang bertujuan untuk menghasilkan pemetaan pemberdayaan mitra kerja.
Selanjutnya, hasil pemetaan tersebut akan dijadikan sebagai bahan pendampingan dan
pelaksanaan pemberdayaan mitra kerja. Pemberdayaan yang dilakukan dapat berupa
bimbingan teknis, faislitasi pelatihan, pembekalan materi, sosialisasi/diseminasi,
konsultasi, dan lainnya. Hasil pemberdayaan tersebut selanjutnya akan dipantau secara
berkala. Hasil monitoring dan evaluasi kegiatan pemberdayaan akan menghasilkan
rekomendasi yang akan ditindaklanjuti untuk perbaikan pemberdayaan jasa konstruksi
selanjutnya.
Q : Kepada siapa Pemerintah Daerah dapat berkonsultasi terkait pemberdayaan mitra
kerja?

A : Kami memiliki 7(tujuh) Balai Jasa Konstruksi Wilayah yang terdiri dari Balai Jasa
Konstruksi Wilayah I Banda Aceh, Balai Jasa Konstruksi Wilayah II Palembang, Balai
Jasa Konstruksi Wilayah III Jakarta, Balai Jasa Konstruksi Wilayah IV Surabaya, Balai
Jasa Konstruksi Wilayah V Banjarmasin, Balai Jasa Konstruksi Wilayah VI Makassar,
Balai Jasa Konstruksi Wilayah VII Jayapura. Informasi terkait pemberdayaan mitra kerja
dapat diperoleh dari Balai-Balai kami dimana Balai merupakan perpanjangan tangan
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai