Faq Uujk Nomor 2 Tahun 2017
Faq Uujk Nomor 2 Tahun 2017
INVESTASI INFRASTRUKTUR
A : Sesuai dengan UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) Pasal 36 dan Pasal 42 dinyatakan bahwa Badan Hukum Asing, hanya dapat
memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) dan/atau mempunyai Hak Pakai atas Tanah.
Untuk penyediaan lahan, Pemerintah telah memberikan dukungan untuk proyek KPBU
dengan menerbitkan UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang berisi ketentuan bahwa lahan/tanah
untuk proyek infrastruktur publik disediakan oleh Pemerintah dan LMAN. Bentuk
dukungan lainnya untuk proyek KPBU adalah Viability Gap Fund (VGF) bantuan dana
pemerintah sebesar maksimal 49% dari total investasi, selain itu juga dukungan fasilitas
penyiapan proyek (PDF/Project Development Facility), dan fasilitas pembayaran
ketersediaan layanan (Avability Payment/AP) dan fasilitas Penjaminan Pemerintah.
Q : Rata-rata Nilai IRR untuk berbagai proyek infrastruktur di Indonesia, serta bagaimana
mekanisme pengembalian keuntungan untuk investor ?
A : Dijelaskan bahwa nilai IRR proyek KPBU berkisar rata-rata 13 – 15 %, dengan rata-rata
margin untuk investor sekitar 2 persen di atas IRR yang diekspektasikan, lalu terdapat
kenaikan tarif toll setiap 2 tahun sekali sekitar 5-6 % atau disesuaikan dengan tingkat
inflasi.
Q : Ketika investor telah menyelesaikan masa konsesi dan akan menarik semua
investasinya baik dalam bentuk modal dan laba, bagaimana pengenaan pajaknya
(apakah investor akan dikenai pajak berganda), dan Berapa besaran persentase
(repatriasi) pajak tersebut?
A : Untuk tarif pajak atas BUA corporate tax di Indonesia sebesar sebesar 25%. Sesuai
dengan UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa WP (Wajib
Pajak) Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia berupa dividen, maka dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dari
penghasilan bruto. Namun jika penerima dividen ini adalah WP luar negeri dimana
Negara domisilinya mempunyai perjanjian perpajakan dengan negara Indonesia dan
memiliki Surat Keterangan Domisili (COD), besarnya tarif yang digunakan sesuai
dengan Tax Treaty untuk menghindari pajak berganda.
A : Penjaminan diberikan atas kewajiban finansal PJPK yang muncul akibat terjadinya risiko
yang telah dialokasikan kepada PJPK dalam perjanjian KPBU. Kewajiban finansial
tersebut harus dapat dikuantifikasi, mengacu pada formula atau besaran kompensasi
yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama.
Contoh kewajiban finansial yang dapat dijamin PT PII adalah kewajiban pembayaran
kepada Badan Usaha yang timbul akibat adanya keterlambatan pengurusan
perijinan/lisensi, perubahan peraturan perundang-undangan, ketiadaan penyesuaian
tarif dan kegagalan pengintegrasian jaringan/fasilitas yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah.
Q : Apa tujuan penjaminan pemerintah dibentuk pada proyek KPBU ?
A : Penyediaan proyek KPBU dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38/2015,
melalui proses lelang untuk memilih Badan Usaha, dimana proyek tersebut memenuhi
kriteria kelayakan sebagaimana tercakup dalam dokumen studi kelayakan yang
dilakukan oleh tenaga ahli yang independen. Kriteria kelayakan mencakup aspek teknis,
ekonomi dan keuangan, serta memenuhi ketentuan lingkungan dan sosial. Selain itu
proyek harus memenuhi ketentuan perundang-undangan dan terdapat ketentuan
arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam Perjanjian
Kerjasama.
Q : Regulasi apa saja yang mendasari pemberian Penjaminan oleh Pemerintah ?
A : Sebagai BUPI, PT PII dapat memperoleh imbal jasa penjaminan atas penyediaan
penjaminan yang dilakukan Badan Usaha/pihak swasta yang menerima manfaat
penjaminan infrastruktur akan membayar imbal jasa penjaminan. Struktur imbal jasa
penjaminan tersebut berbentuk One-Time Fee (dihitung terhadap nilai proyek)
dan Recurring Fee (dihitung terhadap nilai eksposur penjaminan yang diberikan). Selain
tergantung pada nilai proyek dan nilai eksposur penjaminan, besaran imbal jasa
penjaminan juga akan mempertimbangkan profil risiko proyek dan biaya atas proses
penyediaan penjaminan untuk proyek terkait.
Q : Apa manfaat dari penjaminan pemerintah untuk Sektor Swasta?
A : Mitigasi risiko bagi sektor swasta yang tidak dapat dicakup dari pasar. Peningkatan
transparansi, kejelasan dan konsistensi proses evaluasi dan pemberian penjaminan bagi
proyek. Memperpanjang jangka waktu pinjaman, yang berdampak pada penawaran
harga (bid) yang lebih kompetitif. Memberikan insentif bagi PJPK untuk membuat
kontrak yang memenuhi standar pasar, yang berlaku umum/internasional.
Q : Bagaimana Pemerintah menjamin proyek infrastruktur yang nilainya jauh lebih besar?
A : Jika nilai proyek yang dijamin melebihi kemampuan modalnya, PT PII dapat melakukan
penjaminan bersama (co-guarantee) dengan Lembaga Multilateral (Multilateral
Development Agency/MDA, seperti Bank Dunia), dengan institusi keuangan lainnya atau
dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Mekanisme co-guarantee ini akan tertuang dalam Perjanjian Penjaminan (Guarantee
Agreement) antara investor/lender dengan para penjamin.
Saat ini PT PII memiliki fasilitas pinjaman (loan facility) terhadap pemenuhan
pembayaran klaim dari Bank Dunia, lembaga dengan peringkat kredit AAA.
Meski penjaminan proyek dilakukan melalui struktur penjaminan bersama/co-guarante,
proses penjaminan, termasuk evaluasi (appraisal), dilakukan oleh PT PII sesuai dengan
Kebijakan Satu Pelaksana (Single Window Policy) dalam hal penjaminan bersama
dengan Pemerintah Indonesia.
Q : Bagaimana Pemerintah melalui PT PII mempertahankan posisi finansialnya jika terjadi
klaim penjaminan?
A : Pemerintah telah mengeluarkan perpres nomor 71 Tahun 2012 dan perpres nomor 148
Tahun 2015 yang mengatur tentang tata cara pengadaan lahan untuk penyediaan
infrastruktur publik. Berdasarkan Perpes tersebut, tahapan pelaksanaan pengadaan
lahan terdiri atas tiga tahapan, yaitu :
Tahap persiapan : 242 – 268 hari kerja
Tahap pelaksanaan : 247 – 251 hari kerja
Tahap penyerahan hasil : 33 hari hari kerja
Jadi total durasi tahapan pengadaan lahan adalah 519 – 549 hari kerja
A : Untuk Badan Usaha yang bertindak sebagai Pemrakarsa dalam proyek unsolicited
mendapatkan kompensasi : Pemberian tambahan nilai sebesar 10%, Right to match
kepada penawar terbaik, Pembelian prakarsa KPBU. Pemilihan Badan Usaha
Pelaksana tetap dilaksanakan dengan metode seleksi/lelang sesuai Perka LKPP Nomor
19 Tahun 2015, baik untuk proyek solicited maupun unsolicited.
Q : Bagaimana tahapan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU)
dalam penyediaan infrastruktur?
Q : Pada kontrak lump sump terjadi kondisi kejadian tak terduga (unforeseen), apakah
diperbolehkan Pokja melakukan adendum terkait perubahan lingkup pekerjaan dan
perubahan lokasi kegiatan? (2 Kasus)
A : Apabila terjadi kondisi kejadian tak terduga (unforeseen), Pokja dapat mengajukan
permohonan terkait addendum perubahan lingkup pekerjaan dan perubahan lokasi
kegiatan kepada PPK, kemudian PPK melaporkan kepada PA/KPA agar perubahan
tersebut disetujui.
Q : Apabila terdapat dana sisa lelang yang rencananya akan digunakan untuk komponen
pelengkap paket (seperti taman, jalan akses, dsb), bagaimanakah cara pengadaan
barang tersebut? Apakah cukup dengan addendum kontrak? Apakah dana
perencanaan dan pengawasan perlu disediakan kembali atau masuk proyek lama? (1
Kasus)
A : Apabila terdapat dana sisa lelang, maka PPK dapat meminta penyedia jasa untuk
melakukan perubahan melalui addendum kontrak dengan syarat pekerjaan tidak
melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam perjanjian/kontrak
awal. Untuk dana perencanaan dan pengawasan tidak perlu disediakan karena
pekerjaan masih dalam masa kontrak pelaksanaan pekerjaan.
Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 87 Ayat (1) s.d (3)
(1) Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan,
dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen
Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan pada
Kontrak yang meliputi:
a. menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam
Kontrak;
b. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan;
c. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan;
atau
d. mengubah jadual pelaksanaan.
(1b) Perubahan Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk
pekerjaan yang menggunakan Kontrak Harga Satuan atau bagian pekerjaan
yang menggunakan harga satuan dari Kontrak Gabungan Lump Sum dan
Harga Satuan
(2) Pekerjaan tambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
ketentuan:
a. tidak melebihi 10% (sepuluh perseratus) dari harga yang tercantum dalam
perjanjian/Kontrak awal; dan
b. tersedia anggaran untuk pekerjaan tambah.
Q : Untuk pekerjaan sederhana seperti pembangunan tembok sepanjang 20 meter,
apakah harus ada unsur Pelaksana, Konsultan Perencana dan Pengawas? Apakah
dapat menggunakan pekerjaan terintegrasi?
A : Dalam menyusun HPS konstruksi di Bidang Pekerjaan Umum, harus mengacu pada
Peraturan Menteri PU No. 11 Tahun 2013 yang diubah menjadi Peraturan Menteri
PUPR N0. 28 Tahun 2016. Sebelum Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2016
tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan diundangkan, dinyatakan tetap
berlaku namun harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri tersebut paling lambat
6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri No. 28 Tahun 2016 diundangkan.
Q : Pekerjaan yang ditetapkan PPK untuk disubkontrakkan merupakan pekerjaan utama
(1 kasus)
A : Dalam menyusun dokumen pengadaan, Pokja harus berpedoman pada Perpres No.
54 Tahun 2010 dan Perubahannya, dimana dalam Pasal 47 disebutkan bahwa metode
pemasukan terdiri dari tiga jenis, yaitu satu sampul, dua sampul dan metode dua tahap
yang memiliki kriteria tersendiri pada masing-masing metode pemasuampaian
dokumen penawaran. Sedangkan untuk metode evaluasi penawaran yang diatur
dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, metode evaluasi penawaran
yang dapat digunakan terdiri dari sistem gugur (apabila teknis pelaksanaan tidak
dipertimbangkan), sistem nilai (apabila teknis pelaksanaan menjadi bagian penting dari
kualitas pengadaan), dan sistem penilaian biaya selama umur ekonomis
(mempertimbangkan biaya lainya, seperti biaya pemilharaan dan operasional)
A : Untuk pekerjaan konstruksi, metode evaluasi kualifikasi yang digunakan adalah sistem
gugur. Apabila pokja melakukan evaluasi menggunakan sistem nilai, proses lelang
sudah bertentangan dengan Peraturan Menteri PU No 31 Tahun 2015, yang
mengakibatkan proses lelang harus diulang dan pokja harus mengubah metode
evaluasi kualifikasi dalam dokumen pengadaan.
A : Pokja hanya dapat merubah isi dari dokumen pengadaan melalui addendum dokumen
pengadaan sampai dengan batas akhir pemasukan dokumen penawaran. Apabila
terjadi Addendum dalam dokumen pengadaan, Pokja ULP dapat memberikan
tambahan waktu pemasukan dokumen penawaran.
Q : Pada pelelangan Rehabilitasi Gedung paket kecil, panitia menetapkan bahwa
perusahaan yang boleh mendaftar adalah perusahaan yang memiliki dua sub bidang
(misalnya 21005 dan 21301), sementara pada pelelangan yang lain, hanya mewajibkan
memiliki 1 sub bidang.
A : Seharusnya untuk paket kecil (Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Kecil), yang
dipersyaratkan adalah memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan. Sedangkan untuk
Usaha Non-Kecil, yang dipersyaratkan adalah kemampuan pekerjaan pada subbidang
yang sesuai.
Q : Dalam Pekerjaan Konstruksi Breakwater menggunakan kubus beton dan tetrapod,
selain mempersyaratkan SIUJK panitia juga mempersyaratkan Ijin Usaha Industri
(IUI). Apakah ini diperbolehkan? (1 Kasus)
A : Apabila kubus beton dan tetrapod tidak diproduksi sendiri, maka mungkin
dipersyaratkan dukungan dari produsen tersebut. Namun untuk Izin Usaha Industri
bisa dikategorkan persyaratan yang mengada-ngada.
Q : Dalam dokumen pengadaan, Pokja mencantumkan persyaratan Kemampuan Dasar
(KD) penggabungan KSO (1 Kasus)
A : Untuk badan usaha yang berbentuk kemitraan (KSO), yang dilakukan perhitungan KD
adalah perusahaan yag mewakili kemitraan tersebut, bukan KD penggabungan
perusahaan.
Permen PUPR No 31 Tahun 2015
Buku Standar PK 01 Gab LS dan HS; Bab VII Tata Cara Evaluasi Kualifikasi; Poin
11b
Konstruksi Berkelanjutan
A : a. Pendidikan minimal D3 Teknik, apabila pendidikan calon peserta bukan teknik maka
calon peserta harus memiliki pengalaman di bidang keteknikan minimal 4 tahun.
b. Mengisi formulir pendaftaran.
c. Membawa surat tugas dari atasan.
Q : Apabila ada unit kerja yang akan mengajukan permintaan mengenai pelaksanaan
Bimbingan Teknis SMK3, kemanakah harus mengirimkan surat?
A : a. Unit kerja yang akan melaksanakan Bimtek mengirimkan surat permintaan secara
resmi kepada Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
b. Dit. BPJK akan mengirimkan pengawas kegiatan Bimtek SMK3 dengan rasio 40 orang
peserta = 1 orang pengawas.
Kontrak Konstruksi
Koefisien penyesuaian harga ditetapkan oleh PPK dan cara menghitung penyesuaian
harga dapat dilihat pada SSKK Poin V.
36.2. Perubahan Kontrak dapat dilaksanakan apabila disetujui oleh para pihak, meliputi:
a. perubahan pekerjaan disebabkan oleh sesuatu hal yang dilakukan oleh para pihak dalam
kontrak sehingga mengubah lingkup pekerjaan dalam kontrak atas persetujuan
Pengguna Anggaran;
b. perubahan harga kontrak akibat adanya perubahan pekerjaan dan/atau karena
perubahan pelaksanaan pekerjaan atas persetujuan Pengguna Anggaran;
c. perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan.
1. Angka 28.2
” Jika pekerjaan tidak selesai pada Tanggal Penyelesaian bukan akibat Keadaan
Kahar atau Peristiwa Kompensasi atau karena kesalahan atau kelalaian penyedia
maka penyedia dikenakan denda.”
2. Angka 66.4
“besarnya denda yang dikenakan kepada penyedia atas keterlambatan
penyelesaian pekerjaan untuk setiap hari keterlambatan adalah:
1) 1/1000 (satu perseribu) dari sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan
(sebelum PPN), apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat
berfungsi; atau
2) 1/1000 (satu perseribu) dari harga kontrak (sebelum PPN), apabila bagian
pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum berfungsi;
sesuai yang ditetapkan dalam SSKK
Didalam SSKK diatur pada Ketentuan W
Q : Bentuk Kontrak untuk Pekerjaan yang sumber dananya berasal dari Pinjaman
Luar Negeri mengacu kemana?
A : Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya, Pasal 103
Ayat (1)
(1) PPK dalam melaksanakan pekerjaan yang dibiayai dari PHLN, wajib memahami:
a. Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (NPPLN) Naskah Perjanjian Hibah Luar
Negeri (NPHLN) atau dokumen kesepahaman; dan
b. ketentuan-ketentuan pelaksanaan proyek Pengadaan Barang/Jasa setelah
NPPLN/NPHLN disepakati Pemerintah Republik Indonesia dan pemberi pinjaman/
hibah
3.3. Apabila sumber dana berasal dari pinjaman/hibah luar negeri, menggunakan hukum
yang berlaku di Indonesia atau hukum yang berlaku di negara pemberi pinjaman/hibah
(tergantung kesepakatan antara Pemerintah dan negara pemberi
pinjaman/hibah), pilihan hukum yang digunakan agar dicantumkan dalam Syarat-
syarat Khusus Kontrak yang selanjutnya disebut SSKK.
Kesepakatan tersebut mengacu pada Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri
(NPPLN)/ Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri (NPHLN) atau dokumen kesepahaman;
Q : Bagaimana Penjelasan Terhadap Pemahaman Hierarki Dokumen Kontrak?
A : Berdasarkan Permen PU Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi yang beberapa kali diubah
terakhir dengan Permen PUPR Nomor 31/PRT/M/2015 dinyatakan bahwa Hierarki
Dokumen Kontrak yaitu sebagai berikut:
Dokumen Kontrak tersebut di atas dibuat untuk saling menjelaskan satu sama lain, dan
jika terjadi pertentangan antara ketentuan dalam suatu dokumen dengan ketentuan
dalam dokumen yang lain maka yang berlaku adalah ketentuan dalam dokumen yang
lebih tinggi berdasarkan urutan hierarki sebagaimana dimaksud ketentuan di atas
Q : Permasalahan Kontrak terkait kendala pembebasan lahan
A : Berdasarkan ketentuan Pasal 87 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana
telah diubah terakir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa, dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada
saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam
Dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan
pada Kontrak.
Jika diperlukan perubahan kontrak guna mengubah lokasi quarry maka pihak Pengguna
Jasa dan Penyedia Jasa melakukan pembahasan secara cermat sebelum melakukan
suatu perubahan kontrak, jika kedua belah pihak bersepakat maka dituangkan dalam
Addendum Kontrak.
Q : Apabila terdapat Temuan Ketidaksesuaian Data pada saat berlangsungnya
pelaksanaan kontrak
A : Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 93 ayat (1) huruf c Perpres Nomor 54 Tahun 2010
beserta perubahannya yang mengatur bahwa salah satu penyebab PPK dapat
memutuskan Kontrak secara sepihak adalah Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan
KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh
instansi yang berwenang.
Penyedia Jasa juga dapat dikenakan sanksi akibat kesalahannya sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 93 ayat (2) Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya yaitu:
- Sisa uang muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka
dicairkan;
untuk pekerjaan dengan kontrak harga satuan, yang mengikat adalah harga satuan
yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan, volume pekerjaan masih
bersifat perkiraan sementara dan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran
bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh Penyedia.
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
A : Pada prinsipnya, tugas dan fungsi Provinsi dalam pembinaan jasa konstruksi
terdapat di UU Jaskon no.2/2017. Beberapa hal yang diatur antara lain :
1. Melakukan kegiatan pendataan proyek di daerah yang berpotensi dilakukan dengan
skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (Permen PUPR No. 15/2015)
2. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi tenaga ahli konstruksi (UU No.
23/2014)
3. Menyelenggarakan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah provinsi (UU
No. 23/2014)
4. Melaksanakan kebijakan pembinaan, menyebarluaskan peraturan perundang-
undangan, menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan jasa
konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
5. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas badan usaha jasa konstruksi di
wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
6. Melaksanakan pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib
pemanfaatan jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
7. Melaksanakan pembinaan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi tingkat
Provinsi dan asosiasi jasa konstruksi di wilayah provinsi (PP No. 30/2000)
8. Meningkatkan kemampuan teknologi, penggunaan dan nilai tambah jasa dan
produk konstruksi dalam negeri di wilayah provinsi (Permen PUPR No.15/2015)
9. Pengembangan pasar dan kerjasama konstruksi di wilayah provinsi (Permen PUPR
No. 15/2015)
Q : Apakah tugas dan fungsi kabupaten dalam hal jasa konstruksi?
A : 1. Melakukan kegiatan pendataan proyek di daerah kab/kota yang berpotensi
dilakukan dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (Permen PUPR
No. 15/2015)
2. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi tenaga terampil konstruksi (UU
No. 23/2014)
3. Menyelenggarakan sistem informasi jasa konstruksi cakupan daerah kab/kota (UU
No. 23/2014)
4. Melaksanakan kebijakan pembinaan, menyebarluaskan peraturan perundang-
undangan, menyelenggarakan pelatihan, bimbingan teknis, dan penyuluhan jasa
konstruksi di wilayah kab/kota (PP No. 30/2000)
5. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas badan usaha jasa konstruksi di
wilayah kab/kota (PP No. 30/2000)
6. Melaksanakan pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib
pemanfaatan jasa konstruksi di wilayah kab/kota (UU No. 23/2014 dan PP No.
30/2000)
7. Melaksanakan pembinaan asosiasi jasa konstruksi di wilayah kab/kota (PP No.
30/2000)
8. Meningkatkan kemampuan teknologi, penggunaan dan nilai tambah jasa dan
produk konstruksi dalam negeri di wilayah kab/kota (Permen PUPR No.15/2015)
9. Pengembangan pasar dan kerjasama konstruksi di wilayah kab/kota (Permen PUPR
No. 15/2015)
10. Melaksanakan pembinaan dan penerbitan izin usaha jasa konstruksi nasional (non
kecil dan kecil) (UU No 23/2014)
Q : Dengan terbentuknya organisasi perangkat daerah yang merupakan amanah dari UU
23 tahun 2014, maka diperlukan utuk mendukung nomenklatur yang baru,
darimanakah dananya?
A : Pada prinsipnya adalah sesuai dengan program kegiatan yang dituangkan dalam tugas
dan fungsi dari provinsi/ kabupaten di UU Jaskon No.2/2017 dan Lampiran PP
No.18/2016.
Sanksi bagi yang Pemerintah yang tidak melakukan pelaksanaan ini adalah sanksi
admiitratif tertulis. Untuk Gubernur oleh Menteri dan Kabupaten/Kota oleh Gurbenur/wakil
Gubernur sebagai wakil Pemerintah PUsat.
Q : Kenapa saat ini Pemerintah Daerah mempunyai peran lebih besar dalam Jaskon?
A : Sejalan dengan desentralisasi dalam pembangunan Negara, para pelaku jasa konstruksi
pelaksanaan pembinaan berada di daerah.
UU JASA KONSTRUKSI
Q : Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,
apakah serta merta peraturan sebelumnya tidak berlaku?
A : Sesuai dengan ketentuan di NKRI, bahwa setiap peraturan perundangan yang diterbitkan
akan berlaku sejak diundangkan. UU No.2/2017, diundangkan pada tanggal 12 Januari
2017. Sementara masa pelaksanaannya diperlukan peraturan turunan sebagai acuan
dalam operasional. Apabila sebelum UU tersebut diterbitkan ada aturan terkait, maka
semua peraturan dapat digunakan asalkan tidak bertentangan dengan UU. Hal serupa
terjadi pada UU mengenai Jasa Konstruksi. UU 18/1999 yang diubah menjadi UU 2/2017,
maka semua peraturan turunan yang diterbitkan sebelum UU baru masih dapat berlaku
sepanjang tidak bertentangan. Pada aturan peralihan, terdapat pasal yang menyatakan
bahwa sejak diundangkan maka akan diberikan waktu 2 (dua) tahun penyesuaian aturan
turunan berupa Perpres, PP dan Permen.
Q : Apakah ada perbedaan tanggung jawab dari pemerintah daerah?
A : Terdapat perbedaan hakiki antara peran Pemda dan Pempus dalam UU Jaskon. Pada UU
18/1999 lebih mengarah kepada sentralistik. Sementara pada UU 2/2017, diarahkan
kepada desentralisasi selaras dengan makna yang dituangkan dalam UU No.23/2014
tentang Pemerintah Daerah. Sehingga peran Pemerintah Daerah akan semakin besar
dalam pelaksanaan dan pembinaan jasa konstruksi yang bermutu. Adapun pembagian
tugas dan kewenangan tersebut adalah :
I. Kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
memberdayakan BU jaskon, pengawasan proses IUJK-tertib usaha-rantai pasok dan
fasilitasi kemitraan BUJK
menyelengarakan pengawasan pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi,
tertib penyelenggaraan dan pemanfaatan Jakon di Provinsi
menyelenggarakan pengawasan penerapan standar keamanan, keselematan,
kesehatan dan keberlanjutan (K4)
menyelenggarakan pengawasan sistem SKA, pelatihan dan upah tenaga kerja
konstruksi
menyelenggarakan pengawasan penggunaan MPK dan tekhnologi konstruksi, fasilitasi
kerjasama institusi litbang, fasilitasi pengembangan tekhnologi prioritas, penggunaan
Standar mutu material dan peralatan sesuai SNI
memperkuat kapasitas lembaga, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan penyelenggaraan dan usaha penyediaan bangunan
mengumpulkan data dan informasi Usaha Konstruksi di Provinsi
A : Yang dapat menetukan suatu kegagalan bangunan adalah penilai ahli, yang mana penilai
ahli tersebut ditetapkan oleh Menteri. Penilai ahli yang ditetapkan sudah terdaftar di
kementerian yang menyelenggarakan urusan bidang jasa konstruksi. Kriteria Penilai Ahli
adalah :
a. Memiliki SKK (sertifikat kompetensi kerja) jenjang jabatan ahli
b. Memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas pada
Jaskon
sesuai klasifikasi produk kegagalan bangunan
A : Seluruh BU yang tidak memiliki sertifikat dalam menjalankan pekerjaan konstruksi tidak
dapat melakukan pekerjaan konstruksi. Bagi BU yang tidak mempuyai sertifikat akan
dikenakan sanksi adminitratif berupa :
a. denda admnistratif
b. pengehentian sementara kegiatan layanan jaskon, dan/atau pencantuman dalam
daftar hitam
SIPJAKI
A : Relevan
Valid
Aseptabel
Fleksibel
Mampu Telusur
A : Merupakan modul pelatihan yang telah mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) yang akan menjadi bahan rujukan utama bagi
pelatih/instruktur dan peserta latih untuk mendukung tercapainya kompetensi yang telah
ditetapkan dalam pelatihan berbasis kompetensi tersebut.
Q : Terdiri dari apa saja Materi Kompetensi itu ?
A : Setiap tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa konstruksi tidak memiliki sertifikat
kompetensi kerja maka diberikan sanksi pemberhentian dari tempat kerja dan tidak berhak
mendapatkan imbalan yang layak.
Bagi tenaga kerja yang tidak memiliki SKK akan dikenai sanksi administrative berupa
pemberhentian dari tempat kerja.
Q : Bagaimana memperoleh sertifikat kompetensi kerja?
A : Sertifikat kompetensi kerja diperoleh melalui uji kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) yang diregistrasi oleh Menteri. LSP tersebut dapat dibentuk oleh asosiasi
profesi terakreditasi dan lembaga pendidikan dan pelatihan.
Bagi LSP yang tidak menjalankan sesuai ketentuan dalam melaksanakan Uji Kompetensi
akan dikenakan sanksi adminitratif berupa :
a. Peringatan tertulis
b. Denda administrative
c. Pembekuan lisensi, dan/atau
d. Pencabutan lisensi
PENETAPAN KOMPETENSI
A : Sistem Sertifikasi ialah kumpulan prosedur dan sumberdaya untuk melakukan proses
sertifikasi sesuai dengan skema sertifikasinya, untuk menerbitkan sertifikat kompetensi
termasuk pemeliharaannya. (Pedoman BNSP 508, 2013)
Q : Bagaimana proses pelaksanaan sertifikasi sesuai ISO 17024:2012?
A : Sistem sertifikasi terdiri dari proses aplikasi, proses asesmen, proses uji kompetensi dan
penetapan keputusan kompetensi
Q : Apa sajakah kualifikasi usaha jasa konstruksi?
A : Kualifikasi usaha jasa konstruksi dibagi menjadi kualifikasi usaha besar, kualifikasi usaha
menengah dan kualifikasi usaha kecil (pasal 8 B Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun
2010 jo. Peraturan Pemerintah nomor 92 Tahun 2010)
Q : Apa yang dimaksud dengan kompetensi kerja?
A : Pelatihan Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disingkat PBK adalah pelatihan kerja
yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan,
keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan di
tempat kerja (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
24/PRT/M/2014)
Q : Bagaimana tahapan penyelenggaraan pelatihan?
A : Surat Tanda Registrasi Insinyur adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Persatuan
Insinyur Indonesia kepada Insinyur yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi Insinyur
dan diakui secara hukum untuk melakukan Praktik Keinsinyuran (UU No. 11 Tahun
2014)
PENGEMBANGAN PROFESI JASA KONSTRUKSI
A : Sebagaimana Peraturan Menteri PUPR no 45 Tahun 2015 pada pasal 4 ayat (2)
program PKB diberlakukan bagi tenaga ahli yang memiliki SKA berdasarkan klasifikasi
dan kualifikasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan lembaga.
A : Perlu, sebab program PKB merupakan salah satu persyaratan perpanjangan SKA.
Adding Value bahwa kepemilikan SKA tenaga kerja konstruksi dapat diajukan untuk
mendapatkan pengakuan kualifikasi kompetensi insinyur dan arsitek di tingkat ASEAN
Q : Siapa penanggung jawab pelaksanaan program PKB/CPD?
Q : Apa yang menjadi urgensi seorang tenaga ahli memiliki sertifikasi regional ASEAN?
A : Sertifikat regional diakui oleh seluruh negara anggota ASEAN sehingga tidak diperlukan
uji sertifikasi kembali di negara tujuan
Q : Siapa saja yang dapat mendaftar sebagai ACPE/ AA?
A : ACPE
Tamatan dari pendidikan tinggi teknik (S-1) yang program studinya telah terakreditasi
oleh lembaga kewenangan di negaranya;
Terdaftar di negaranya sebagai Tenaga Ahli yang berhak untuk berpraktek independen;
bagi Tenaga Ahli bidang jasa konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) dari LPJK
(Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) dan bagi Tenaga Ahli bidang jasa non
konstruksi memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi dan mendaftar di BNSP
(Badan Nasional Sertifikasi Profesi);
Pengalaman kerja minimum 7 (tujuh) tahun setelah tamat pendidikan tinggi S-1;
Berpengalaman minimal 2 (dua) tahun pada pekerjaan keinsinyuran yang berbobot (in
responsible charge of significant engineering works);
Memenuhi persyaratan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB/ Continuing
Professional Development, CPD) pada tingkat yang memadai untuk perpanjangan masa
berlaku sertifikat ACPE; dan
Setuju untuk terikat / mematuhi kode tata laku dan kode etik professional
AA
Tamat pendidikan program studi arsitektur 5 (lima) tahun penuh atau 4 (empat) tahun
+ 1 (satu) tahun pendidikan profesi arsitek dari perguruan tinggi yang terakreditasi;
Arsitek profesional, memiliki Sertifikat Keahlian (SKA) yang telah diregistrasi;
Pengalaman kerja minimal 10 (sepuluh) tahun secara terus-menerus setelah tamat
pendidikan, lima tahun diantaranya setelah registrasi SKA
Minimal selama 2 (dua) tahun di antaranya menangani proyek arsitektur dalam skala /
besaran tertentu yang ditetapkan oleh ASEAN Architect Council (AAC);
Untuk perpanjangan masa berlaku sertifikat AA perlu memenuhi persyaratan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB/ Continuing Professional Development,
CPD);
Tidak mempunyai catatan tentang pelanggaran teknis maupun etika profesi di tingkat
nasional maupun internasional;
Memenuhi persyaratan lain yang ditentukan oleh AAC.
Q : Bagaimana proses pengajuan aplikasi AA?
A : ACPE
Bagi engineer di sektor non-konstruksi: Bila telah memiliki sertifkat kompetensi dari
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) berlisensi, dapat mengajukan aplikasi ke BNSP untuk
diregistrasikan secara nasional.
Bagi engineer di sektor konstruksi maupun non-konstruksi yang telah memenuhi
persyaratan / kriteria, dapat mengajukan permohonan sebagai ACPE dengan mengisi
dan melengkapi form aplikasi ACPE yang ditujukan kepada Indonesia Monitoring
Committee (IMC) untuk kemudian diregistrasikan kedalam ASEAN Chartered
Professional Engineer Register (ACPER) oleh ASEAN Chartered Professional Engineer
Coordinating Committee (ACPECC).
AA
Bila belum memiliki sertifikat, pemohon harus mengurus sertifikasi kompetensi kepada
asosiasi profesinya,
Bila telah memiliki sertifikat kompetensi dari asosiasi profesi, dapat mengajukan aplikasi
ke LPJKN untuk diregistrasikan secara nasional,
Bila telah memenuhi persyaratan/kriteria, dapat mengajukan permohonan sebagai AA
dengan mengisi dan melengkapi form aplikasi AA yang ditujukan kepada Indonesia
Monitoring Committee (IMC) untuk kemudian diregistrasikan kedalam ASEAN Architect
Register (AAR) oleh ASEAN Architect Council (AAC).
Q : Apakah sosialisasi MRA dapat dilaksanakan mandiri oleh asoasi profesi/ badan
usaha?
A : Komite yang ada di tiap negara anggota ASEAN untuk menerima, memproses dan
mengelola Daftar Registrasi profesional nasional menjadi ASEAN Architect (AA)/
ASEAN Professional Engineering Chartered (ACPE). Di Indonesia bernama Indonesia
Monitoring Committee (IMC).
Q : Apakah kebermanfaatan menjadi ACPE/ AA bagi tenaga ahli?
A : Untuk memenuhi persyaratan Undang undang No 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja
bahwa tenaga ahli asing harus berkolaborasi dengan tenaga ahli nasional yang setara.
PRODUKTIVITAS KONSTRUKSI
A : Produktifitas konstruksi dapat diukur berdasarkan pada tingkat tugas (task level), tingkat
proyek (project level), tingkat perusahaan (corporate level) dan tingkat industri (industry
level). Pada tingkat industri, produktifitas merupakan besaran produktifitas (ekonomi) yaitu
sales (output) / expenses (input) dengan lingkup sektoral konstruksi. Pada tingkat
perusahaan, produktifitas merupakan besaran produktifitas (keuangan) yaitu sales
(output) / expenses (input) dengan lingkup perusahaan. Pada tingkat proyek, produktifitas
merupakan besaran produktifitas berupa wujud fisik & keuangan sebagai output / input
dengan lingkup proyek. Sedangkan pada tingkat pekerjaan, operasi dan prosess serta
tugas, produktifitas merupakan besaran produktifitas yaitu ouput fisik / satuan waktu.
Secara garis besar produktivitas dapat dihitung dengan :
A : Pada tahapan awal dilakukan identifikasi potensi dan sasaran yang bertujuan untuk
mendapatkan hasil pemetaan potensi serta rancangan kerja sama prioritas. Selanjutnya
dilakukan inisiasi kerja sama dengan mitra kerja yang menghasilkan rancangan
kesepakatan bersama/perjanjian kerja sama. Sementara itu, hasil rancangan
kesepakatan bersama/perjanjian kerja sama akan di validasi oleh Sekretariat Jenderal
untuk memastikan bahwa kerja sama yang dilakukan memang dibutuhkan dan
mendukung program prioritas Kementerian. Apabila rancangan kerja sama telah
disetujui, selanjutnya akan dilaksanakan penandatangan kerja sama yang akan
ditindaklanjuti dengan pelaksanaan kerja sama. Kerja sama yang telah dilaksanakan
akan dipantau secara berkala dan akan terus dilakukan pengembangan kerja sama.
Q : Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan
A : Pemberdayaan kepada mitra kerja strategis dan masyarakat ditujukan sebagai upaya
peningkatan kapasitas mitra kerja dengan cara menumbuhkembangkan potensi,
pengembangan kekuatan, dan pembangunan dinamika individu/organisasi untuk
mewujudkan mitra kerja yang mandiri dalam mendukung pembangunan di bidang jasa
konstruksi di seluruh wilayah Indonesia.
A : Kami memiliki 7(tujuh) Balai Jasa Konstruksi Wilayah yang terdiri dari Balai Jasa
Konstruksi Wilayah I Banda Aceh, Balai Jasa Konstruksi Wilayah II Palembang, Balai
Jasa Konstruksi Wilayah III Jakarta, Balai Jasa Konstruksi Wilayah IV Surabaya, Balai
Jasa Konstruksi Wilayah V Banjarmasin, Balai Jasa Konstruksi Wilayah VI Makassar,
Balai Jasa Konstruksi Wilayah VII Jayapura. Informasi terkait pemberdayaan mitra kerja
dapat diperoleh dari Balai-Balai kami dimana Balai merupakan perpanjangan tangan
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi.