Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDHULUAN

“STROKE”

Disusun Oleh :

SYLVIA FARICA ELFIRA


18.11.347

DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG
2020
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosi
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri
iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi
klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
1. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
2.Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
3.Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak
akan membaik sepenuhnya.
1.Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7.Disartria (bicara pelo atau cadel)
8.  Gangguan persepsi
9.  Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang 
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan
lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60
cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 citMuttaqin 2008)
E. PATHWAY
Stroke Hemoragi Stroke Non Hemogari
Peningkatan tekanan sistemik Trombus/emboli di cerebal

Aneurisma Suplay darah ke jaringan cerebral tidak adekuat

Perdarahan arakhnoid/venterika Perfusi jaringan cerebral


tidak adekuat
Hemafoma Serebral
Hemisfer kiri
Penurunan kesadaran Penekanan saluran pernafasan
Hemiparese/plegi kanan
Pola nafas tidak
efektif
Gangguan mobilitas
fisik

Resiko Resiko injuri


aspirasi Resiko kerusakan
integritas kulit

Vasosasme arteri cerebral/saraf serebral

Area crocoa Iskemik/infark

Rusakan fungsi N.VII dan N.XII Defisit neurologi

Kerusakan Hemisfer kanan


komunikasi verbal
Hemiparase/plegi kanan

Defisit perawatan diri


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeiksaan penunjang untuk ketepatan dan kecepatan diagnosa stroke yang dapat
dilakukan diantaranya :
1. CT Scan
Menurut Qureshi A.I, (2001); Broderick I.P. et al (1999): Becker et al (2000), CT
Scan dapat memberika informasi tentang lokasi, ukuran infrak, perdarahan, dan apakah
perdarahan menyebar ke ruang intravesikuler, serta dapat membantu perencanaan operasi
2. MRI
Menurut Becker et al (2000), MRI dapat menunjukan infrak pada fasu akut dalam
beberapa saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT Scan beelum tampak.
Pemeiksaan ini cukup rumit serta memerlukan waktu yang lama sehingga kurang
bijaksana dilakukan pada stroke perdarahan akut.
3. EKG
Pentingnyaniskemia dan aritmia jantung, serta penyakit jantung lainnya, sebagai
penyebab stoke, maka pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua penderita
stroke akut.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adnya penyakit arteriovena (masalah karotis).
5. X-Foto Toraks
Pemeriksaan ini berguna untuk menilai besar jantung, adanya klasifikasi katup
jantung, maupun edema paru.
6. Darah Lengkap (Hitung Sel Darah)
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menetapkan keadaan hematologic yang dapat
mempengaruhi stroe iskemik, misalnya anemia, polisitemia, dan keganasan.
7. Faal Hemostasis
Pemeriksaan jumlah trombosit, waktu protombin (PT) dan tromboplastin (aPTT)
diperlukan terutama berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik.
G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi yang berhubungan dengan sistem saraf
2. Terjadinya infeksi thrax
3. Adanya masalah pada anggota gerak
4. Komplikasi akibat imobilisasi
5. Kurangnya nutrisi
6. Dampak psiko-sosial
7. Konstipasi
8. Pneumonia
9. UTI (Urinary Tract Infection)
10. Jantung kongesif
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

I. FOKUS PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Pengkajian pola fungsi kesehatan Gordon antara lain :
a. Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
Sensori motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury, perubahan persepsi
dan orientasi
b. Pola nutrisi-metabolik
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
c. Pola eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK
d. Pola aktivitas dan latihan
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah
e. Pola kognitif dan persepsi
Gangguan penglihatan (penglihatan kabur), dyspalopi, lapang pandang
menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstermitas dang kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
f. Pola persepsi-Konsep diri
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
g. Pola tidur dan istirahat
Mudah lelah dan susah tidur
h. Pola peran-Hubungan
Gangguan dalam berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
i. Pola Seksual-Reproduksi
j. Pola toleransi stress-koping
Tidak mampu mengambil keputusan
k. Pola nilai-kepercayaan
7. Melakukan pemeriksaan fisik dan Head To Toe
Untuk melihat keadaan pasien
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor tekanan perfusi serebral
Perfusi jaringan tindakan keperawatan selama 3 x 2. Catat respon pasien terhadap
serebral  b.d aliran 24 jam, diharapkan suplai aliran stimuli
darah ke otak darah keotak lancar dengan 3. Monitor tekanan intrakranial pasien
terhambat. kriteria hasil: dan respon neurology terhadap
1. mendemonstrasikan status aktivitas
sirkulasi yang ditandai 4. Monitor jumlah drainage cairan
dengan serebrospinal
a. Tekanan systole 5. Monitor intake dan output cairan
dandiastole dalam rentang 6. Restrain pasien jika perlu
yang diharapkan 7. Monitor suhu dan angka WBC
b. Tidak ada 8. Kolaborasi pemberian antibiotik
ortostatikhipertensi 9. Posisikan pasien pada posisi
c. Tidak ada tanda tanda semifowler
peningkatan tekanan 10. Minimalkan stimuli dari
intrakranial (tidak lebih lingkungan
dari 15 mmHg)
2. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
 berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan
orientasi memproses
informasi membuat
keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan 1. Dengarkan setiap ucapan klien
komunikasi verbal tindakan keperawatan selama  3 dengan penuh perhatian
b.d penurunan x 24 jam, diharapkan klien 2. Gunakan kata-kata sederhana dan
sirkulasi ke otak mampu untuk berkomunikasi pendek dalam komunikasi dengan
lagi dengan kriteria hasil: klien
1. dapat menjawab pertanyaan 3. Dorong klien untuk mengulang
yang diajukan perawat kata-kata
2. dapat mengerti dan 4. Berikan arahan / perintah yang
memahami pesan-pesan sederhana setiap interaksi dengan
melalui gambar klien
3. dapat mengekspresikan 6
perasaannya secara verbal
maupun nonverbal
3 Defisit perawatan Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor kemempuan klien untuk
diri; tindakan keperawatan selama 3x perawatan diri yang mandiri.
mandi,berpakaian, 24 jam, diharapkan kebutuhan 2. Monitor kebutuhan klien untuk
makan, toileting mandiri klien terpenuhi, dengan alat-alat bantu untuk kebersihan
b.d kerusakan kriteria hasil: diri, berpakaian, berhias, toileting
neurovaskuler 1. Klien terbebas dari bau badan dan makan.
2. Menyatakan kenyamanan 3. Sediakan bantuan sampai klien
terhadap kemampuan untuk mampu secara utuh untuk
melakukan ADLs melakukan self-care.
3. Dapat melakukan ADLS 4. Dorong klien untuk melakukan
dengan bantuan aktivitas sehari-hari yang normal
            sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 
4 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan selama sebelm/sesudah latihan dan lihat
kerusakan 3x24 jam, diharapkan klien respon pasien saat latihan
neurovaskuler dapat melakukan pergerakan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
fisik dengan kriteria hasil : tentang rencana ambulasi sesuai
1. Klien meningkat dalam dengan kebutuhan
aktivitas fisik 3. Bantu klien untuk menggunakan
2. Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
3. Memverbalisasikan perasaan 4. Ajarkan pasien atau tenaga
dalam meningkatkan kesehatan lain tentang teknik
kekuatan dan kemampuan ambulasi
berpindah 5. Kaji kemampuan pasien dalam
4. Memperagakan penggunaan mobilisasi
alat Bantu untuk mobilisasi 6. Latih pasien dalam pemenuhan
(walker) kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak Tupen : Setelah dilakukan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
efektif tindakan perawatan selama 3 x chin lift atau jaw thrust bila perlu
berhubungan 24 jam, diharapkan pola nafas 2. Posisikan pasien untuk
dengan penurunan pasien efektif dengan kriteria memaksimalkan ventilasi
kesadaran hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya
1. Menujukkan jalan nafas pemasangan alat jalan nafas buatan
paten ( tidak merasa tercekik, 4. Pasang mayo bila perlu
irama nafas normal, frekuensi 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas normal,tidak ada suara 6. Keluarkan sekret dengan batuk
nafas tambahan atau suction
2. Mendemonstrasikan batuk 7. Auskultasi suara nafas, catat
efektif dan suara nafas yang adanya suara tambahan
bersih, tidak ada sianosis dan 8. Lakukan suction pada mayo
dyspneu (mampu 9. Berikan bronkodilator bila perlu
mengeluarkan sputum, 10. Berikan pelembab udara
mampu bernafas dengan 11. Kassa basah NaCl Lembab
mudah, tidak ada pursed 12. Atur intake untuk cairan
lips). mengoptimalkan keseimbangan.
3. Menunjukkan jalan nafas 13. Monitor respirasi dan status O2
yang paten (klien tidak Oxygen Therapy
merasa tercekik, irama nafas, 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
frekuensi pernafasan dalam trakea
rentang normal, tidak ada 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
suara nafas abnormal 3. Atur peralatan oksigenasi
4. Tanda Tanda vital dalam 4. Monitor aliran oksigen
rentang normal (tekanan 5. Pertahankan posisi pasien
darah, nadi, pernafasan 6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
6 Resiko kerusakan Tupen : Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien untuk
integritas kulit b.d tindakan perawatan selama 3 x menggunakan pakaian yang
immobilisasi fisik 24 jam, diharapkan pasien longgar
mampu mengetahui dan  2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
mengontrol resiko dengan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
kriteria hasil : bersih dan kering
1. Integritas kulit yang baik bisa 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
dipertahankan (sensasi, pasien) setiap dua jam sekali
elastisitas, temperatur, 5. Monitor kulit akan adanya
hidrasi, pigmentasi) kemerahan
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 6. Oleskan lotion atau minyak/baby
3. Perfusi jaringan baik oil pada derah yang tertekan
4. Menunjukkan pemahaman 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
dalam proses perbaikan kulit pasien
dan mencegah terjadinya 8. Monitor status nutrisi pasien
sedera berulang 9. Memandikan pasien dengan sabun
5. Mampu melindungi kulit dan dan air hangat
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Tupen : Setelah dilakukan 1. Aspiration precaution
berhubungan tindakan perawatan selama 3 x 2. Monitor tingkat kesadaran, reflek
dengan penurunan 24 jam, diharapkan tidak terjadi batuk dan kemampuan menelan
tingkat kesadaran aspirasi pada pasien dengan 3. Monitor status paru
kriteria hasil : 4. Pelihara jalan nafas
1. Klien dapat bernafas dengan 5. Lakukan suction jika diperlukan
mudah, tidak irama, 6. Cek nasogastrik sebelum makan
frekuensi pernafasan normal 7. Hindari makan kalau residu masih
2. Pasien mampu menelan, banyak
mengunyah tanpa terjadi 8. Potong makanan kecil kecil
aspirasi, dan 9. Haluskan obat sebelumpemberian
mampumelakukan oral 10. Naikkan kepala 30-45 derajat
hygien setelah makan
3. Jalan nafas paten, mudah
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada suara
nafas abnormal
8 Resiko Injury Tupen : Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
berhubungan tindakan perawatan selama 3 x untuk pasien
dengan penurunan 24 jam, diharapkan tidak terjadi 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
tingkat kesadaran trauma pada pasien dengan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
kriteria hasil: dan fungsi kognitif  pasien dan
1. Klien terbebas dari cedera riwayat penyakit terdahulu pasien
2. Klien mampu menjelaskan 3. Menghindarkan lingkungan yang
cara/metode untukmencegah berbahaya (misalnya memindahkan
injury/cedera perabotan)
3. Klien mampu menjelaskan 4. Memasang side rail tempat tidur
factor resiko dari 5. Menyediakan tempat tidur yang
lingkungan/perilaku personal nyaman dan bersih
4. Mampumemodifikasi gaya 6. Menempatkan saklar lampu
hidup untukmencegah injury ditempat yang mudah dijangkau
5. Menggunakan fasilitas pasien.
kesehatan yang ada 7. Membatasi pengunjung
6. Mampu mengenali perubahan 8. Memberikan penerangan yang
status kesehatan cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

L. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
        Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai