Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN HARGA DIRI RENDAH

NURUL AFIFAH
2008063

NAMA : NURUL AFIFAH


NIM: 2008063

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI NERS
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2021
A. Masalah Utama : Gangguan Harga Diri Rendah
B. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 2009). Menurut Schult & videbeck
(1998) gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap
diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung.
Dari ke dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga
diri rendah merupakan penilaian individu yang negatif terhadap dirinya sendiri
dan kemampuan serta merasa tidak percaya pada diri sendiri.

b. Etiologi
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi
secara:
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena:
 Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
 Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/ sakit/ penyakit.
 Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya: berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
b. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri yang telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini
dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien
gangguan jiwa.

c. Tanda dan Gejala:


Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan medis.
Misalnya : malu dan sedih karena kaki diamputasi karena kecelakaan lalulintas.
1. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
tidak ngebut.
2. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
3. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
4. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
5. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

d. Manifestasi klinis:
▪ Data subjektif : mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan
orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan
sesuatu.
▪ Data objektif : tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan
tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak
murung.

Akibat
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial seperti menarik
diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998).
1. Faktor Predisposisi
Faktor – faktor yang mempengaruhi gambaran diri, adalah munculnya stressor
yang dapat mengganggu integrasi gambaran diri. Stressor dapat berupa :
a. Operasi
Mastektomi, amputasi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran
diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik atau protesa.
b. Kegagalan fungsi tubuh
Hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu tidak
mengakui atau asing terhadap bagian tubuh, sering berkaitan dengan
fungsi syaraf.
c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.
Sering terjadi pada klien gangguan jiwa. Klien mempersiapkan
penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
d. Tergantung pada mesin.
Klien intensife care yang memandang immobilisasi sebagai tantangan,
akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik. Penggunaan alat –
alat intensife care dianggap sebagai gangguan.
e. Perubahan tubuh
Berkaitan dengan tumbuh kembang, dimana seseorang akan merasakan
perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang
seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif.
Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh
yang tidak ideal.

f. Umpan balik interpersonal yang negatif


Adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga
membuat seseorang menarik diri
g.Standart sosial budaya
Berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda pada setiap orang
dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut
menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya
perasaan minder.
1) Faktor – faktor yang mempengaruhi ideal diri ( keliat, 1998 ) :
a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas
kemampuannya.
b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapk ideal diri.
c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang
realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan
cemas dan rendah diri.
d. Kebutuhan yang realistis.
e. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
f. Perasaan cemas dan rendah diri.
2) Faktor – faktor yang mempengaruhi harga diri.
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistik. a. Perkembangan individu
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan
orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengakibatkan
anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang
lain.
Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya
pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting
baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk
mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab terhadap
perilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol,
membuat anak merasa tidak berguna. b. Ideal diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya
hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak
dapat dicapai, seperti cita – cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis.
Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang. c.
Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
d. Sistem keluarga yang tidak berfungsi
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu
membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan
balik yang negatif dan berulang – ulang akan merusak harga diri anak.
Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan
masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap
pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
e. Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik,
emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi,
peperangan, bencana alam, kecelakaan atau perampokan. Individu
merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi
untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah
arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping
yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.
3) Faktor – faktor yang mempengaruhi penampilan peran.
Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah stereotipik
peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran kultural. a. Konflik
peran interpersonal.
b. Contoh peran yang tidak adekuat.
c. Kehilangan hubungan yang penting.
d. Perubahan peran seksual.
e. Keragu – raguan peran.
f. Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan
dengan proses menua.
g. Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran.
h. Ketergantungan obat.
i. Kurangnya keterampilan sosial.
j. Perbedaan budaya.
k. Harga diri rendah.
l. Konflik antar peran yang sekaligus di perankan. 4) Faktor – faktor
yang mempengaruhi identitas diri.
Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidak
percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan
dalam struktur sosial.

2. Faktor Presipitasi
a. Trauma
Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran
Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu
dalam peran atau posisi yang diharapkan.
c. Transisi peran perkembangan
Perubahan normative yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini
termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma – norma budaya, nilai – nilai dan tekanan untuk penyesuaian diri.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap
perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan
tugas perkembangan yang berbeda – beda. Hal ini merupakan stressor
bagi konsep diri.

d. Transisi peran situasi


Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau
berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui
kelahiran atau kematian orang yang berarti. Perubahan status menyebabkan
perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik
peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
e. Transisi peran sehat – sakit
Pergeseran dari keadaaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada tubuh dapat
menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep
diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri.
Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh 3)
Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal 4)
Prosedur medis dan keperawatan.

3.Penilaian Terhadap Stressor


Seorang dengan harga diri rendah memiliki penilaian sendiri terhadap setressor atau
masalah atau penurunan kepercayaan diri yang dimiliki. Kebanyakan dari mereka
memiliki kemampuan berfikir daya ingat serta konsentrsi menurun. Mereka akan
menjadi pelupa dan sering mengeluh sakit kepala. Wajah seseorang yang stress tampak
tegang dahi berkerut, mimik nampak serius, bicara berat, sukar untuk senyum atau
tertawa.

4. Sumber Koping
a. Aktivitas olah raga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekspresif
d. Kesehatan dan perawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas
i. Hubungan interpersonal

5. Mekanisme Koping
a. Jangka Pendek
1) Kegiatan yang memberi dukungan sementara ( kompetisi olahraga, kontes

popularitas )
2) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis identitas ( musik
keras, pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus-menerus )
3) Kegiatan mengganti identitas sementara ( ikut kelompok sosial,
keagamaan, politik )
4) Kegiatan yang mencoba menghilangkan anti identitas sementara
( penyalahgunaan obat )
b. Jangka Panjang
1) Menutup identitas dari orang – orang yang berarti, tanpa mengindahkan
hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Terlalu cepat mengadopsi identitas
yang disenangi dari orang lain.
2) Identitas negatif yaitu asumsi yang bertentangan atau tidak wajar dengan
nilai dan harapan masyarakat.
3) Pertahanan Ego
Termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pergeseran
(displacement), peretakan (splitting), berbalik marah terhadap diri sendiri,
dan amuk.
a. Fantasi adalah kemampuan menggunakan tanggapan – tanggapan yang
sudah ada (dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
b. Disosiasi adalah respon yang tidak sesuai dengan stimulus.
c. Isolasi adalah menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar.
d. Proyeksi adalah kelemahan dan kekurangan dalam diri sendiri
dilontarkan pada orang lain.

e. Displacement adalah mengeluarkan perasaan – perasaan yang tertekan


pada orang yang kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi
emosi.

C. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


Core Problem

Gangguan citra tubuh


(Keliat, 2009)

Proses Keperawatan
1) Data yang perlu dikaji:
1. Isolasi sosial: menarik diri
Data yang perlu dikaji:
a. Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di
kamar, banyak diam.
b. Data Subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
jelas.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data yang perlu dikaji:
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

3. Gangguan citra tubuh


Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan sedih
karena keadaan tubuhnya, klien malu bertemu dan berhadapan
dengan orang lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat.
b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika diajak bicara,
suara pelan dan tidak jelas, tampak menangis.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Gangguan citra tubuh
E. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : harga diri rendah.
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
 Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
3.1. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari.
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
6.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
6.2. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.3. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat
klien dengan harag diri rendah.
6.4. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
6.5. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
Diagnosa II: Gangguan citra tubuh.
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1.Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3.Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.4.Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan:
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
2.3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan:
3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.2. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.4. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan:
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Harga Diri Rendah

A. Proses Keperawatan
Kondisi klien
 Mengkritik diri sendiri.
 Perasaan tidak mampu.
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penurunan produktifitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapih.
 Selera makan kurang
 tidak berani menatap lawan bicara.
 Lebih banyak menunduk.

B. Strategi tindakan Pelaksanaan


1. Tindakan keperawatan pada klien
SP 1 Klien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien,
membantu klien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu
klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan
yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah
dilatih dalam rencana harian
ORIENTASI :
“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Deni Maslikah dari Stikes Karya Husada
Semarang Bagaimana keadaan bapak hari ini ? Bapak terlihat segar“.
”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang
pernah ibu lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat ibu
dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana
kalau 20 menit ?

KERJA :
” Bapak, apa saja kemampuan yang ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya
ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa ibu lakukan? Bagaimana dengan
merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah, bagus
sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang Bapak miliki “.
” Bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih
bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
”Sekarang, coba Bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapikan tempat tidur Bapak”. Mari kita lihat tempat tidur ibu
Coba lihat, sudah rapikah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. ”Nah,
sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang
sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil
bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah
letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !”
” Bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba ibu lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau Bapak
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan Bapak
(tidak) melakukan.
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan
tempat tidur ? Yah, ternyata Bapak banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan
di rumah sakit ini. Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah ibu praktekkan
dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah
pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Bapak mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat kegiatan apa
lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci
piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan
ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya”
SP 2 Klien: Melatih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan klien.

ORIENTASI :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
”Bagaimana Bapak, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ tadi pagi?
Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan
kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”
”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”
KERJA :
“ Ibu sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut
untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk
membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan
lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu buang
dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian Bapak
bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut yang sudah diberikan sabun
pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa
sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang
sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…
“Sekarang coba Bapak yang melakukan…”
“Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap
tangannya
TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari
Bapak Mau berapa kali mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci piring tiga kali
setelah makan.”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapikan tempat tidur dan
cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel”
”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih.
Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah harga diri klien.
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
Keluarga diharapkan dapat merawat klien dengan harga diri rendah di rumah dan
menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien.
Tujuan :
1) Keluarga membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki klien
3) Keluarga memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan
memberikan pujian atas keberhasilan klien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan klien

SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam


merawat klien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga
diri rendah, menjelaskan cara merawat klien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah, dan memberi
kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat
ORIENTASI :
“Selamat pagi !”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Bapak? Berapa
lama waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”
KERJA :
“Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang masalah Ibu”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Bapak itu memang terlihat tidak percaya diri dan
sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Bapak, sering menyalahkan dirinya
dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak
Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya
pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan Bapak ini terus
menerus seperti itu, ia bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya jadi
malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri”
“Sampai disini, Bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?”
“Bagus sekali Bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk Bapak”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Ibu? Ya benar, dia juga mengatakan hal
yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan Bapak)
” Bapak itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapikan tempat tidur dan cuci piring.
Serta telah dibuat jadwal untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat
mengingatkan Bapak untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadwal. tolong bantu
menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga
dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada jadual yang kegiatannya”.
”Selain itu, bila Bapak sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, Bapak/Ibu tetap perlu
memantau perkembangan Ibu. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak
tertangani lagi, Bapak/Ibu dapat membawa Bapak ke rumah sakit”
”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada
Bapak”
”temui Bapak dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang
yang mengatakan: Bagus sekali Bapak, kamu sudah semakin terampil mencuci piring”
”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”
TERMINASI :
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi dan bagaimana cara
merawatnya?”
“Bagus sekali Bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu
kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi
pujian langsung kepada Ibu”
“Jam berapa Bpk/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan


masalah harga diri rendah langsung kepada klien

ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak/Bu”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat keluarga Bapak/Ibu seperti yang kita pelajari
dua hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Bapak.”
”Waktunya 20 menit”.
”Sekarang mari kita temui Bapak”
KERJA:
”Selamat pagi Bapak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama keluarga Bapak. Seperti yang sudah saya katakan
sebelumnya, keluarga Bapak juga ingin merawat Bapak agar Bapak cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan keluarga
Bapak/Ibu”
(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat klien seperti yang
telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan keluarga?”
”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Bapak ke ruang perawat dulu”
(Saudara dan keluarga meninggalkan klien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)
TERMINASI:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
« «Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada Ibu»
« tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti
sekarang Pak/Bu »
« Sampai jumpa »

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak/Bu”
”Karena hari ini ibu direncanakan pulang, maka kita akan membicarakan jadwal
Bapak selama di rumah”
”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor
KERJA:
”Pak/Bu ini jadwal kegiatan Bapak selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah
semua dapat dilaksanakan di rumah?”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama Bapak
dirawat dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
Ibu selama di rumah. Misalnya kalau Bapak terus menerus menyalahkan diri sendiri
dan berpikiran negatif terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan
perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi rumah sakit
atau bawa Bapak langsung ke rumah sakit”
TERMINASI:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian Bapak.
Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.
Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha
Medika Press.
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai