Hukum Acara
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi dimaksudkan sebagai bentuk hukum yang mengatur
prosedur dan tata cara pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam
menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, Mahkamah
Konstitusi menggunakan prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni dengan sederhana
dan cepat. Hukum acara yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi adalah dengan berdasar
pada Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut sebagai UU
Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi. Hukum Acara yang diatur dalam UU
Mahkamah Konstitusi terbagi menjadi dua bagian, yakni hukum acara yang memuat aturan
umum dan aturan khusus yang sesuai dengan karakteristik masing-masing perkara yang menjadi
kewenangan Mahkamah Konstitusi.
2
Ibid. Hlm. 19
solusi hukum yang adil bagi semua pihak yang berperkara dan oleh masyarakat luas pada
umumnya.”
4. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan
Asas peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan dimaksudkan agar
proses peradilan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Asas ini berkaitan dengan upaya
mewujudkan salah satu unsur negara hukum, yaitu equalitu before the law. Asas ini juga
ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 4 UU Kekuasaan Kehakiman. Dalam perkembangan UU MK,
ketentuan tentang biaya perkara dihilangkan sehingga dapat dimaknai bahwa maksud dari
pembentukan undang-undang ini adalah menghapuskan biaya perkara dalam proses peradilan
MK. Dengan tidak adanya biaya perkara tersebut, pembiayaan penanganan perkara sepenuhnya
dibebankan kepada anggaran negara. Hal ini disebabkan karena perkara-perkara di MK
menyangkut masalah konstitusional yang di dalamnya merupakan lebih dominan kepentingan
umum dibanding dengan kepentingan individual3.
5. Hak untuk didengar secara seimbang
Hak untuk didengar secara seimbang dalam peradilan MK, berlaku tidak hanya untuk
pihak-pihak yang saling berhadapan, misalnya tidak berlaku hanya bagi partai politik, peserta
pemilu, dan KPU dalam perkara perselisihan hasil Pemilu, melainkan berlaku juga untuk semua
pihak yang terkait dan memiliki kepentingan dengan perkara yang sedang disidangkan yang
nantinya akan diberi kesempatan untuk menyampaikan keterangannya.
6. Hakim aktif dalam persidangan
Sesuai dengan perkara konstitusi yang selalu lebih banyak menyangkut kepentingan
umum dibanding dengan kepentingan individual, maka hakim konstitusi yang dalam persidangan
harus aktif menggali keterangan dan data baik dari alat bukti, saksi, ahli, maupun pihak yang
terkait dengan perkara tersebut.
7. Asas praduga keabsahan
Asas praduga keabsahan adalah tindakan penguasa dianggap sah sesuai aturan hukum
sampai dinyatakan sebaliknya. Semua tindakan penguasa baik berupa produk hukum ataupun
tindakan konkret harus dianggap sah sampai ada pembatalan. Dalam wewenang MK, dapat
dilihat pada kekuatan mengikat putusan MK adalah sejak selesai dibacakan dalam sidang pleno
3
Ibid. Hlm. 22
pengucapan putusan terbuka untuk umum. Sebelum adanya putusan MK, maka tindakan
penguasa yang dimohonkan dapat tetap berlaku dan dapat dilaksanakan.